Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Dalam tahun 1938 di desa Polongan (kelurahan Krayak, kecamatan Kenaren, Kewedanan Kalasan, Yogyakarta) didapatkan 12 lempengan tembaga yang bertulisan Jawa kuno pada kedua belah sisinya, kecuali lempengan pertama, ke-6 dan terakhir yang hanya bertulisan pada satu sisi. Lempengan-lempengan itu masing-masing berukuran 14x35 cm., dtengah-tengahnya terdapat satu lubang yang tentu dahulu dipergunakanuntuk mengikat lempengan-lempengan itu menjadi satu. Keadannya masih baik sekali. Sekarang semuanya di simpan di Museum Sonobudojo di Yogyakarta. Lempengan-lempengan itu ternyata merupakan kumpulan dari 6 Prasasti yang berhubung-hubungan, masing-masing berasal dari tahun 94, 797, 798, 799, 800 dan 802 Caka, dari zaman pemerintahan Rakai Kayuwangi. Tetapi didalam skripsi ini kami tidak mentranskripsikan semuanya. Cukuplah kalau kami ambil salah satu yang panjang, ialah prasasti Ke-III dari tahun 798 caka, karena susunan prasasti itu dan perkataan-perkataan yang dipergunakan didalamnya boleh dikatakan hampir semuanya sama. Hanya dalam pengadakan kupasan-kupasan tentang bahasa, ejaan, dll, kami tidak dapat membatasi diri pada prasati ke-III itu saja"
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1958
S11556
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mahanizar
"Upacara penetapan Sima merupakan suatu peristiwa yang panting pada masa lalu,karena menandakan berubahnya suatu daerah menjadi daerah bebas pajak. Status ini berlangsung sampai waktu yang tidak terbatas. Pada masa lalu penetapan sima sering dilakukan, hal ini terbukti dari banyaknya prasasti penetapan Sima yang ditemukan, baik berupa prasasti tembaga maupun prasasti batu. Dalam skripsi ini dibahas upacara penetapan Sima pada masa Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala dan Rakai Watukura Dyah Balitung berdasarkan prasasti penetapan Sima yang telah ditemukan dan dialih aksarakan. Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui bagaimanakah upacara penetapan Sima pada masa Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala dan Rakai Watukura Dyah Balitung, persamaan dan perbedaannya, (2) mengetahui solidaritas masyarakat pada pelaksanaan upacara penetapan Sima. Penelitian ini pada dasarnya menggunakan pembagian komponen religi yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat, yaitu (1) emosi keagamaan, (2) sistem kepercayaan, (3) sistem Titus dan upacara religi, (4) sarana religi, dan (5) umat agama. Di samping itu penelitian ini jugs bertolak dari salah satu gagasan yang dikemukakan oleh Robertson Smith (seperti yang dikutip oleh Koentjaraningrat) yang menyatakan bahwa upacara religi juga mempunyai fungsi meningkatkan solidaritas masyarakat. Untuk mengetahui bagaimanakah upacara penetapan Sima pada masa Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala dan Rakai Watukura Dyah Balitung, pertama-tama yang dilakukan adalah menterjemahkan isi prasati yang digunakan sebagai data, kemudian menyusun rangkaian acara upacara penetapan Sima. secara urut. Rangkaian acara dari tiap tiap prasasti dibandingkan, kemudian disusun suatu gambaran umum upacara penetapan Sima pada masing-masing raja. Setelah itu dilakukan perbandingan antara upacara penetapan sima pada masa Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala dengan Rakai Watukura Dyah Balitung. Berdasarkan analisis ini dapat diketahui bahwa upacara penetapan Sima pada masa Rakai Watukura Dyah Balitung lebih banyak rangkaian acaranya dibandingkan dengan masa Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala. Untuk mengetahui solidaritas masyarakat, dilakukan penafsiran isi prasasti yang digunakan sebagai data dan berdasarkan penafsiran ini dapat diketahui adanya solidaritas masyarakat pada saat pelaksanaan upacara Sima baik antara penduduk dari desa yang dijadikan Sima maupun dengan penduduk dari desa lain."
Depok: Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library