Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ken Prasadtyo
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai perlindungan konsumen dalam bidang peredaran produk pangan, khususnya produk permen impor. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian normatif. Alat pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan yang dilengkapi dengan wawancara. Dengan alasan mencari keuntungan, terhadap pengaturan peredaran produk permen impor kerap kali dilakukan pelanggaran hukum, khususnya yang berkaitan dengan kegiatan perlindungan konsumen. Untuk mencegah pelanggaran hukum ini terus terjadi diperlukan adanya peraturan perundang-undangan yang memadai serta pelaksanaan yang optimal dari peraturan perundang-undangan tersebut di samping tentunya peran serta dari seluruh lapisan masyarakat. The focus of this study is the consumer protection aspect on the distribution of food products, particularly imported candy products. This study is a normative study. The data used for this study are being collected through documents and interviews. For the purpose of economical gain, the laws and regulations governing the distribution of imported candy products are often being violated, specifically the ones relating to consumer protection. To avoid such violation, the enactment of better laws and regulations and the maximalization of their enforcement are needed and of course the community act on this matter is also needed.
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S24737
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Herniwaty
Abstrak :
ABSTRAK
Telah dilakukan isolasi dan pemurnian antibodi anti-AFP manusia dari serum kelinci yang diinduksi dengan cairan amnion manusia. Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan antibody anti-AFP murni dari cairan amnion manusia yang dipergunakan untuk keperluan reaksi imun silang. Alfa-fetoprotein manusia diisolasi dan dimurnikan dari 100ml cairan amnion manusia dengan menggunakan kolom Cibacron-blue (F3GA). Setiap kali pemurnian dengan kolom Cibacron-blue dielusi dengan dua macam dapar yaitu dapar A dan dapar B. Protein AFP yang telah diisolasi dideteksi dengan cara elektroforesis (SDS-PAGE) untuk mengetahui barat molekul protein AFP tersebut. Alfa-fetoprotein yang telah diisolasi dikumpulkan untuk diliofilisasi, dan selanjutnya digunakan sebagai kontrol positif pada uji ELISA. AFP hasil liofilisasi untuk imunisasi kelinci. Amnion hasil liofilisasi adalah 1530,4 mg. Imunisasi kelinci dilakukan sebanyak 5 kali dengan selang waktu penyuntikan 10 hari. Penyuntikan dilakukan secara subkutan, dosis tiap kali penyuntikan adalah 1 mg amnion/ml yang dibagi menjadi 5 lokasi penyuntikan. Imunisasi pertama menggunakan ajuvan lengkap Freund. Serum kelinci hasil imunisasi dideteksi dengan uji ELISA untuk mengetahui keberhasilan imunisasi. Serum kelinci tersebut dimurnikan dengan kolom imunoafinitas CNBr yang dibebani AFP manusia. Fraksi tertinggi eluat kolom imunoafinitas dikumpulkan dan dipakai untuk uji ELISA pada penentuan titer antibody. Uji ELISA tersebut menggunakan serum laki-laki normal sebagai kontrol negative. Titer antibody anti-AFP manusia sebelum dimurnikan adalah 1024000 dan titer antibody anti-AFP manusia yang telah dimurnikan adalah 8000. Hasil uji tersebut menunjukkan bahwa antibody anti-AFP manusia cukup murni dan dapat digunakan untuk uji reaksi silang.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1999
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wiyogo Prio Wicaksono
Abstrak :
Polyclonal antibodies of aflatoxin B1 were successfully produced from New Zealand White female rabbits after immunization by the hapten of aflatoxin B1-carboxymethyl hydroxylamine hemihydrochloride (AFB1-CMO) conjugated with bovine serum albumin (BSA) as the antigen. The hapten was synthesized using the carbodiimide method with CMO as a linker. Absorption peaks at 362, 264, and 218 nm were observed as a result of characterization with UV-Vis spectroscopy, while IR spectroscopy showed peaks at 3448 cm-1 and 1642 cm-1 attributable to the hydroxyl and nitrile groups, respectively. Furthermore, mass spectrometry showed fragmentation at the m/z of 386, 368.2, and 310, which confirms that the hapten of AFB1-CMO was successfully synthesized. The hapten was then conjugated with BSA to serve as an antigen of AFB1 when it was injected into the rabbits. The specificity of the antigen towards its antibody and the confirmation of hapten-BSA conjugation were characterized using the dot blot immunoassay, which showed a BSA concentration of 1.74 mg/mL. Two weeks after the primary immunization by its antigen, agar gel precipitation testing showed that the rabbit blood serum had positive results for polyclonal antibodiest against AFB1 with the highest concentration of antibodiest of 2.19 mg/mL.

Sintesa of Poliklonal Antibodi Aflatoxin B1. Antibodi poliklonal aflatoksin B1 telah berhasil diproduksi pada hewan uji kelinci betina New Zealand White setelah diimunisasi dengan hapten aflatoksin B1-carboxymethyl hydroxylamine hemihydrochloride (AFB1-CMO) yang dikonjugasikan dengan bovin serum albumin (BSA) sebagai antigen. Hapten AFB1 disintesis menggunakan metode karbodiimida dengan CMO sebagai linker. Puncak absorbansi pada 362, 264, 218 nm teramati sebagai hasil karakterisasi menggunakan spektrofotometer UV-Visibel, sementara dengan spektrum IR diperoleh puncak pada 3448.126 cm-1 dan 1642.451 cm-1 yang masing-masing mengindikasikan adanya gugus hidroksil dan nitril. Hasil spektrometri massa menunjukkan fragmentasi pada m/z 386, 368.2, dan 310 yang membuktikan hapten AFB1-CMO telah berhasil disintesis. Hapten ini kemudian dikonjugasikan dengan BSA agar dapat berperan sebagai antigen AFB1 ketika diinjeksikan pada kelinci. Kekhususan antigen aflatoksin B1 terhadap antibodinya dan konfirmasi konjugat hapten-BSA menunjukkan hasil positif pada uji dot blot immunoassay dengan konsentrasi BSA sebesar 1.74 mg/mL. Dua pekan setelah imunisasi primer, agar gel precipitation test menunjukkan hasil positif terhadap antibodi poliklonal AFB1 dengan konsentrasi tertinggi sebesar 2.19 mg/mL.
Universitas Indonesia, Department of Chemistry, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, 2015
J-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Aprilia Inggri Astuti
Abstrak :
ABSTRAK
Gelatin merupakan salah satu jenis protein yang diperoleh dari kolagen alami yang terdapat dalam kulit dan tulang hewan. Gelatin yang paling banyak digunakan ialah gelatin babi. Penggunaan gelatin dengan bahan baku hewan babi pada produk makanan dan farmasi seringkali menyebabkan alergi, selain juga tidak diperbolehkan dalam agama islam, sehingga perlu dilakukan analisis kandungan didalam makanan olahan agar aman untuk dikonsumsi. Salah satu analisis yang dapat digunakan ialah metode imunosensor, salah satunya Enzyme-Linked Immunosorbent Assay ELISA yang memiliki tingkat sensitifias yang tinggi, mampu menguji sampel yang tidak murni, dan mampu mengikat secara selektif antigen yang dikehendaki. Metode ini memerlukan antibodi anti-gelatin babi untuk mendeteksi gelatin babi sehingga dilakukan produksi antibodi poliklonal antigen gelatin babi menggunakan hewan uji kelinci. Pada penelitian ini produksi antibodi poliklonal gelatin babi dilakukan dari antigen gelatin babi dengan mengekstraksi gelatin dari kulit babi. Rendemen yang dihasilkan sebesar 20,52 dan dikarakterisasi dengan spektrofotometer UV-Vis dan FTIR serta dianalisis dengan SDS PAGE dihasilkan bahwa gelatin babi memiliki 5 pita pemisahan dan gelatin dapat dijadikan sebagai antigen. Antibodi poliklonal antigen gelatin babi dapat diproduksi dengan hewan uji kelinci dan antibodi yang diperoleh pada hari ke 65 dilakukan pemurnian IgG. Antibodi yang dipurifikasi tersebut dapat dijadikan sebagai konjugat sensor pada imunosensor berbasis ELISA dengan konsentrasi IgG sebesar 0,289 mg/mL.
ABSTRACT
Gelatin is one type of protein derived from natural collagen found in the skin and animal bones. The most widely used gelatin is pork gelatin. The use of gelatin with raw materials of pigs on food and pharmaceutical products often causes allergies, as well as not allowed in Islam, so it is necessary to analyze the content in processed foods to be safe for consumption. One of the analysis that can be used is immunosensor method, one of them is Enzyme Linked Immunosorbent Assay ELISA which has high sensitivity level, able to test impure samples, and able to selectively bind antigen desired. This method requires a pig anti gelatin antibody to detect pig gelatin so that the production of polyclonal antibody of pig gelatin antigen using rabbit test animals. In this study the production of polyclonal antigen pig gelatin carried out from pig gelatin antigen by extracting gelatin from pig skin. The yield of gelatin 20.52 and characterized by UV Vis and FTIR spectrophotometers and analyzed by SDS PAGE was found that pig gelatin has 5 separation bands and gelatin can be used as antigen. Polyclonal antibodies of antigen porcine gelatin can be produced with rabbit test animals and antibodies obtained on the 65th day of IgG purification. The purified antibodies can be used as conjugate sensors on immunosensors based ELISA with a concentration of IgG of 0.289 mg mL.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
T50459
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ista Damayanti
Abstrak :
Latar Belakang : Bahan Magnesium mempunyai potensi sebagai bahan biodegradasi untuk aplikasi di bidang bedah mulut dan maksilofasial karena mempunyai sifat dapat terdegradasi. Dengan sifat biodegradasinya, Magnesium mempunyai keuntungan dibandingkan bahan biodegradable lain yang sudah ada seperti polimer, keramik dan gelas bioaktif dimana kekuatannya cukup dan nilai modulus Young mendekati tulang. Namun, degradasi magnesium yang cepat akibat korosi di dalam tubuh makhluk hidup dapat membatasi aplikasi klinisnya, misalnya aplikasi di bidang bedah mulut dan maksilofasial, karena tingkat degradasi yang terlalu tinggi menyebabkan kerusakan fungsi yang dini. Equal Channel Angle Pressing (ECAP) adalah prosedur pembentuk bahan yang digunakan untuk mengeluarkan material dengan menggunakan saluran yang dirancang secara khusus tanpa menyebabkan perubahan geometri yang substansial dan dapat membuat bahan berbutir dengan ukuran yang mengecil dengan menerapkan teknik Severe Plastic Deformation. Tujuan : Pada penelitian ini kami menggunakan bahan Magnesium yang telah diproses dengan teknik Equal Channel Angular Pressing (ECAP) untuk produk screw. Kami mengembangkan model in vivo pada kelinci untuk menilai degradasi bahan Magnesium ECAP untuk aplikasi klinis di bidang bedah mulut dan maksilofasial. Metode : Empat sekrup ditanamkan ke tulang paha kanan masing-masing dari 10 kelinci. Kelompok ini dibagi dalam periode pengamatan 4, 12 dan 20 minggu. Densitas degradasi bahan dan keadaan biologis disekitar screw dianalisa menggunakan pemeriksaan Micro-Computed Tomography (Mikro-CT) dan pewarnaan histologis setelah necropsy kelinci. Hasil: Kami mengamati kehilangan volume pada semua screw, dengan timbulnya produk korosi. Nilai laju degradasi untuk screw ditemukan sebesar (0,49 ± 0,14 mm a-1). Kami juga menemukan perbedaan perilaku korosi antar bagian sekrup. Secara khusus, data kami menunjukkan bahwa korosi terjadi pada kepala dan batang screw. Kesimpulan : Hasil penelitian baru pada kelinci ini menunjukkan bahwa sekrup Magnesium ECAP ini dapat dipertimbangkan sebagai bahan alternatif dibandingkan dengan bahan implan konvensional. ......Background : Magnesium alloys have shown potential as biodegradable metallic materials for oral and maxillofacial surgery applications due to their degradability. Biodegradable magnesium are advantageous over existing biodegradable materials such as polymers, ceramics and bioactive glasses where sufficient strength and Young’s modulus close to that of the bone are required. However, fast degradation of magnesium due to corrosion in the human bio-environment may limit its clinical applications, for example, oral and maxillofacial surgery applications, because a too high degradation rate leads to premature deterioration of biofunctionality. Equal channel angular pressing (ECAP) is a viable forming procedure to extrude material by use of specially designed channel dies without a substantial change in geometry and to make an ultrafine grained material by imposing severe plastic deformation. Objectives : In this study we use Mg alloys processed by Equal Channel Angular Pressing (ECAP) for screw fabrication products. We developed an in vivo model in rabbits to assess Mg ECAP alloys degradation for oral and maxillofacial surgery applications. Methods : Four screws were implanted to the right femur of each of 10 rabbits. This group was divided into observation periods of 4, 12 and 20 weeks. Alloy degradation and biological effect were determined by Micro-computed Tomography (Micro-CT) and histological staining after sacrifice the rabbits. Results : We observed a net volume loss for all devices, with considerable corrosion product formation. A greater corrosion rate for the screws (0.49 ± 0.14 mm a-1). We also found differences in corrosion behavior between screw regions. Specifically, our data suggest that corrosion was enhanced for screw shafts compared to heads Conclusion : The results of this novel study in rabbits indicates that this screw Magnesium ECAP should be considered as an alternative to conventional implant materials.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rahyussalim
Abstrak :
Latar Belakang : Diferensiasi sel punca mesenkimal (SPM) menjadi osteoblas dan pertumbuhannya pada lingkungan mikroskopis yang terpajan debris bakteri Mycobacterium tuberculosis secara in vitro tidak menunjukkan gangguan berarti. SPM memiliki potensi imunomodulator dan membantu memperbaiki jaringan yang rusak. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman mengenai manfaat SPM pada eradikasi infeksi, pembentukan tulang dan fusi lesi tulang belakang. Metode : Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental pada hewan kelinci yang dilaksanakan dalam 2 tahap. Pada tahap pertama dua puluh tujuh ekor kelinci diinokulasi bakteri Mycobacterium tuberculosis pada korpus vertebra T12. Pengamatan dilakukan terhadap berat badan, suhu badan, populasi Th1, Th2 dan rasio Th1/Th2, keberadaan bakteri serta reaksi jaringan. Pada tahap kedua kelinci yang diinokulasi bakteri Mycobacterium tuberculosis dijadikan sebagai sampel dan dilakukan prosedur tata laksana total Subroto Sapardan, penambahan skafold, penambahan SPM dan pemberian obat anti tuberkulosis. Dengan mengeluarkan kelinci yang tidak memenuhi syarat diperoleh masing-masing 7 kelinci kelompok transplantasi SPM dan kelompok kontrol. Pengamatan dilakukan terhadap berat badan, suhu badan, populasi Th1, Th2 dan rasio Th1/Th2, keberadaan bakteri, reaksi jaringan, ekspresi CBFA-1, sekresi OPN, sekresi ALP, hitung osteoblas, hitung osteosit, kadar kalsium lesi, pembentukan tulang per mm2 defek, dan uji pergerakan tulang. Hasil : Pada tahap pertama diperoleh 100 % kelinci spondilitis tuberkulosis berdasarkan pemeriksaan histopalogi. Pada tahap kedua diperoleh persentase normalisasi pemeriksaan BTA positif pada kelompok SPM (1/1) lebih banyak dibandingkan kelompok kontrol (1/2). Persentase pemeriksaan ALP positif pada kelompok SPM (7/7) lebih banyak dibandingkan kelompok kontrol (5/7). Rerata pembentukan tulang per mm2 defek pada kelompok SPM (1,98 mm2) lebih besar dibandingkan kelompok kontrol (0,88 mm2) (p<0,05). Persentase kelinci yang mengalami fusi pada kelompok SPM (29 %) lebih banyak dibandingkan kelompok kontrol (0 %). Simpulan : Transplantasi SPM ke dalam defek lesi spondilitis tuberkulosis meningkatkan eradikasi infeksi, terbentuknya tulang baru dan capaian fusi tulang belakang. ......Backgrounds: Mesenchymal stem cell (MSC) differentiation and growth to osteoblast in micro environment exposed with Mycobacterium tuberculosis debris did not show significant effect in vitro. MSC has immunomodulatory potency and helps repairing damaged tissues. This research aims to understand MSC benefits on infection eradication, bone formation and spinal lesion fusion. Methods: Two steps of experimental research were done using rabbit as a model on this research. At the first step, twenty seven rabbits were inoculated with Mycobacterium tuberculosis on T12 vertebral body. Rabbit's weight, temperature, Th1 and Th2 population with Th1/Th2 ratio, bacteria's existence, and tissue reactions were examined. On the second step, the rabbits previously inoculated with Mycobacterium tuberculosis were used. Rabbits were not eligible for second step experimental were excluded and 7 rabbits were finally used for each MSC transplantation group and the control group. Observation on the weight, temperature, Th1 and Th2 population with Th1/Th2, bacteria's existence, tissue reactions, core binding factor alfa -1 (CBFA-1)expression, osteopontin (OPN) secretion, alkaline phosphatase (ALP) secretion, osteoblast count, osteocytes count, calcium intralesion level, bone formation per milimeter square defect, and bone movement test were done. Results: On the first step, 100 % rabbits with spondylitis tuberculosis were yielded based on positive histologic test. On the second step, positive percentage on Acid Fast Bacilli (AFB) test was higher on MSC group (1/1) compared to control group (1/2). Positive ALP percentage on MSC group was also higher (7/7) than control group (5/7). Mean bone formation per milimeter square of defect on the MSC group (1.98 mm2) was larger than the control group (0.88 mm2) (p<0.05). Number of rabbit underwent fusion were higher in the MSC group (29 %) than the control group (0 %). Conclusion: MSC transplantation on spondylitis tuberculosis lesion defect could increase the eradication of infection, new bone formation and spinal fusion outcome
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adrian Prasetya Karman
Abstrak :
Pendahuluan: Stres oksidatif adalah kondisi yang terjadi saat ada gangguan keseimbangan antara sintesis dan detoksifikasi reactive oxygen species (ROS) di dalam sel dan jaringan tubuh. Kedua jenis ROS, yaitu eksogen dan endogen menyebabkan modifikasi oksidatif pada makromolekul seluler utama. Salah satu biomarker yang dapat digunakan adalah malondialdehid (MDA), hasil dari peroksidasi lipid. Puasa adalah salah satu bentuk restriksi kalori, dan hasil dari penelitian mengenai puasa menunjukkan dampak positif pada subjek penelitian. Namun, penelitian ini belum banyak dilakukan pada hewan dengan level yang lebih tinggi, seperti kelinci. Khususnya, ROS memiliki dampak negatif pada regulasi kalsium di jantung yang dapat menyebabkan aritmia dan cardiac remodeling. Penelitian ini akan menelusuri dampak dari puasa intermiten dan puasa berkepanjangan terhadap kadar MDA sebagai biomarker stres oksidatif pada jantung kelinci New Zealand white. Metode: Sampel jantung kelinci New Zealand white dengan berat masing-masing 100 mg dihomogenisasi dengan 1 ml phosphate-buffered saline (PBS). Analisis MDA diukur dengan metode Will’s dengan menambahkan TBA 0.67% pada setiap sampel dan diinkubasi dalam water bath 100° C selama 10 menit. Reaksi antara MDA dan TBA menghasilkan warna merah muda. Absorbansi dibaca pada 530 nm dengan spektrofotometer yang mencerminkan konsentrasi MDA. Nilai konsentrasi MDA dapat ditetapkan dengan menggunakan kurva linear. Analisis data dilakukan dengan software IBM SPSS Statistics. Hasil: Rata-rata konsentrasi MDA pada grup kontrol (JK), puasa intermiten (JIF), dan puasa berkepanjangan (JPF) berturut-turut adalah 0.215 nmol/ml, 0.094 nmol/ml, dan 0.090 nmol/ml. Terdapat perbedaan yang signifikan antara JK dengan JIF dan JK dengan JPF (p = 0.006 dan p = 0.005). Namun, tidak terdapat perbedaan signifikan antara JIF dengan JPF (p = 0.936). Kesimpulan: Penelitian ini menemukan bahwa kadar MDA pada grup puasa intermiten dan berkepanjangan lebih rendah bermakna daripada grup kontrol. Sebagai bentuk restriksi kalori, bisa disimpulkan bahwa puasa memiliki efek dalam menurunkan level stres oksidatif dengan menggunakan MDA sebagai biomarker. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara puasa intermiten dan puasa berkepanjangan. Ini bisa menandakan bahwa hasil yang serupa dapat didapat dengan periode puasa yang lebih singkat. ......Introduction: Oxidative stress is defined as the condition in which there is disrupted balance between the synthesis and detoxification of reactive oxygen species (ROS) in bodily cells and tissues. Both exogenous and endogenous ROS are responsible for oxidative modification of the major cellular macromolecules. One of the biomarkers that can be used is malondialdehyde (MDA), which is a result of lipid peroxidation. Fasting is a form of calorie restriction, with results showing many of the subjects benefitting from said fasting. However, the studies have not been conducted on higher-level animals (i.e. rabbits). In particular, ROS have negative effect on calcium regulation in the heart which can lead to arrhythmia and cardiac remodeling. This research will therefore explore the impact of intermittent and prolonged fasting towards MDA as the biomarker for oxidative stress in the heart of New Zealand White rabbit. Methods: Samples of New Zealand white rabbit heart tissues weighing 100 mg each were homogenized in 1 ml of phosphate-buffered saline (PBS). MDA analysis was performed using Will’s method by adding TBA 0.67% into each sample and incubating in 100° C water bath for 10 minutes. The reaction between the MDA and TBA produced the color pink. The absorbance was read at 530 nm using spectrophotometer, which reflects the concentration of the MDA by plotting the absorbance into a linear curve. Finally, data analysis was performed using IBM SPSS Statistics software. Results: The averages for the MDA concentration in control (JK), intermittent fasting (JIF), and prolonged fasting (JPF) groups respectively were 0.215 nmol/ml, 0.094 nmol/ml, and 0.090 nmol/ml. There were significant differences between JK with JIF as well as JK with JPF (p = 0.006 and p = 0.005, respectively). However, there was not a significant difference between JIF and JPF (p = 0.936). Conclusion: Our study found that there were significantly lower levels of MDA in intermittent fasting and prolonged fasting groups compared to the control group. As a form of calorie restriction, it can be concluded that fasting has an effect in reducing oxidative stress, on the basis of using MDA as its biomarker. There was no significant difference between the intermittent fasting and prolonged fasting groups, which implies that similar results can be achieved with shorter fasting periods.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ananda Aprilla Hamid
Abstrak :
Sebagai pembentuk struktur tubuh, tulang dapat mengalami kerusakan yang disebabkan kecelakaan atau faktor usia. Oleh sebab itu, studi serta penelitian tentang material pengganti tulang telah banyak dilakukan, salah satunya biokomposit Hidroksiapatit/Kolagen. Sebelum melakukan implantasi pada tulang manusia, prosedur awal untuk memastikan material implan memiliki sifat biokompatibel, biaoktivitas, dan osteokonduktif adalah menggunakan model hewan sebagai percobaan implantasi tulang (Studi In-Vivo) setelah memastikan bahwa biomaterial tidak toksik. Model hewan yang dipilih adalah hewan yang memiliki kesamaan karakter tulang dengan tulang manusia, seperti kelinci New Zealand. Preparasi studi in-vivo dilakukan dengan mengkarakterisasi tulang kelinci dan material implan Hidroksiapatit-Kolagen menggunakan mikroskop optik digital yang kemudian dianalisa menggunakan ImageJ untuk mengetahui karakteristik profil histogram. Dari 4 sampel tulang kelinci yang digunakan pada penelitian ini, yaitu tulang tibia, tulang femur, tulang ilium, dan tulang dada, yang telah dikarakterisasi menggunakan mikroskop optik, pada tulang femur dan tibia diketahui memiliki karakter persebaran pori yang sama, yaitu persebaran pori akan meningkat saat mendekati sumsum tulang dan pada daerah trabekular tulang yang disebut daerah spongy bone. Pada tulang ilium persebaran pori akan meningkat saat mendekati permukaan. Sedangkan pada tulang dada, tulang dipenuhi oleh pori dengan ukuran besar, hanya sedikit bagian tulang yang memiliki persebaran pori rendah. Hal ini menandakan bahwa struktur tulang dada lebih rapuh dibandingkan 3 sampel tulang yang lainnya. Berdasarkan profil histogram yang didapatkan, intensitas keabuan pellet memiliki kecocokan nilai intensitas keabuan dengan tulang tibia. ......As forming the structure of the body, bones can be damaged due to accidents or age factors. Therefore, many studies and research on bone replacement materials have been carried out, one of which is Hydroxyapatite-Collagen biocomposite. Prior to direct implantation of human bone, the initial procedure to ensure the implant material has biocompatible, bioactivity and osteoconductive properties is to use animal models as bone implantation experiments In-Vivo Studies after confirming that the biomaterial is non-toxic. The animal model chosen is an animal that has similar bone characteristics to human bones, such as the New Zealand rabbit. In-vivo study preparation was carried out by characterizing rabbit bone and Hydroxyapatite-Collagen implant material using a digital optical microscope which was then analyzed using ImageJ to determine the characteristics of the histogram profile. Of the 4 rabbit bone samples used in this study, namely the tibia bone, femur bone, ilium bone, and breastbone, which have been characterized 2 using an optical microscope, the femur and tibia bones are known to have the same pore distribution character, the pore distribution will increase as it approaches the bone marrow and in the trabecular area of the bone called the spongy bone area. In the ilium bone, the pore distribution will increase as it approaches the surface. Whereas in the sternum, the bone is filled with large pores, only a few parts of the bone have a low pore distribution. This indicates that the breastbone structure is more fragile than the other 3 bone samples. From the histogram profile obtained, based on the gray intensity, the pellet has a match with the gray intensity value with the tibia bone.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ismail
Abstrak :
Model hewan experimental yang memadai dan menyerupai proses degeneratif diskus intervebralis manusia, dan sekaligus digunakan sebagai studi terapi baru seperti rekayasa jaringan atau distraksi diskus masih kurang. Kita meneliti tentang penggunaanaan alat kompresi eksterna cam Kroeber dkk untuk membuat degenerasi diskus intervertebralis pada model kelinci yang dibuktikan secara sinar X, MRI, histologis, dan viabilitas sel. Scpuluh kelinci putih selandia baru secara acak dibagi menjadi lima grup. Diskus intenvertebralis lumbar 4-5 dikompresi 1,9 MPa dengan alat kompresi eksterna. Grup satu kelinci dikompresi selama 14 hari, grup dua selama 28 had, grup tiga dikompresi 14 luiri dan 14 hari dilepaskan kompresi, grup empat 28 hari kompresi, 28 hari tanpa kompresi. Grup lima, kelinci dipasang alat tapi tanpa dikompresi. Empat kelinci lain digunakan sebagai sampel untuk studi viabililas sel. Penurunan ketinggian diskus terbesar pada grup satu, sebesar 23,9 unit, degenerasi diskus secara MRI yang terjelek adalah derujat tiga. Skor histologis terjelek pada grup tiga (58,69), yang terbaik grup empal (45.69). Kematian sel terbanyak terjadi pada grup satu (403,5), dan terkecil pada grup empat (124,75). Pewamaan Trypan blue menunjukhm bahwa pada grup empat (91,1) memiliki sel hidup lebih besar daripada grup tiga (86.4). Studi menyimpulkan degenerasi diskus dapat dikreasi dengan kompresi aksial eksterna selama 14 hari pada kelinci. Lama tanpa kompresi 28 hari memberikan hasil lebih balk untuk pemulihan set. (Med J Indones 2006; 15:199-207)
Appropriate experimental animal models, which mimic the degenerative process occurring in human intervertebral disc (IVD) breakdown and can be used for new treatment studies such as tissue engineering or disc distraction arc lacking. We studied the external compression device that used by Kroeber et a! to create interverlebral disc degeneration in rabbit mode! characterized by X-ray, MRI. Histology, and Cell Viability. Ten NZW rabbit were randomly assigned to one of five groups. lnterverlebral disc VL4-L5 are compressed using an external loading device, 1.9 MPa. First group rabbit are loaded for 14 days, second loaded for 28 days, thirth group are loaded for 14 days, and unloaded for 14 days, fourth group loaded for 28 days and unloaded for 28 days. The fifth group, rabbits underwent a sham operation. Additional, rabbits were used as sample for cell viability study. In disc height: sample in group one have biggest decreasing of disc height, that is 23.9 unit. In MRI assessment, the worst grade is grade 3. In histological score, the worst group is group three (58.69), and the best is group 4 (45.69). Group one have the largest dead cell, that are 403.5, and the smallest is group four (124.75). Trypan blue staining si lowed that group four have, better viable cell (91.1) compare than group three (86.4). The study conclude disc degeneration can be created by external axial loading for 14 days in rabbit intenvertebral disc. Duration of 28 days unloading gave better result for cells to recover. (MedJ Indones 2006; 15:199-207).
[place of publication not identified]: Medical Journal of Indonesia, 2006
MJIN-15-4-OctDec2006-199
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library