Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Prisca Cynthia Limardi
Abstrak :
Kanker payudara (KPD) merupakan kanker dengan jumlah insidensi dan mortalitas tertinggi pada wanita di dunia dan Indonesia pada tahun 2020. Usaha pencarian biomarka tambahan dilakukan untuk membantu deteksi dini dan evaluasi prognosis. Sebelumnya, jumlah salinan DNA Mitokondria (mtDNA-CN) dan panjang relatif telomer (RTL) dari darah perifer ditemukan berasosiasi dengan peningkatan risiko KPD. Keduanya dapat dipengaruhi oleh perubahan sistemik, seperti stres oksidatif. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis asosiasi mtDNA-CN dan RTL dengan KPD di Indonesia. Penelitian kasus-kontrol ini melibatkan 209 subjek kontrol dan 197 subjek kasus yang berasal dari rumah sakit di 5 daerah di Indonesia (Jakarta, Semarang, Pekanbaru, Makassar, Kupang). Teknik qPCR digunakan untuk mengamplifikasi gen referensi (B2M), mtDNA (MT-TL1), dan telomer. Rasio mtDNA-CN dan RTL dihitung berdasarkan hasil perbandingan terhadap B2M. Asosiasi mtDNA-CN dan RTL dengan risiko dan prognosis KPD dianalisis menggunakan uji regresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mtDNA-CN berasosiasi positif dengan RTL (p<0,025). MtDNA-CN yang lebih banyak dan RTL yang lebih panjang, serta kombinasi ‘tinggi-tinggi’ dari keduanya ditemukan berasosiasi signifikan dengan peningkatan risiko KPD pada kelompok usia <48 tahun (p<0,025). Selain itu, mtDNA-CN dan RTL berasosiasi signifikan dengan beberapa karakteristik klinis patologis KPD. MtDNA-CN dan RTL berpotensi digunakan sebagai biomarka risiko dan prognosis KPD. ......In 2020, breast cancer has been the leading cause of cancer incidence and mortality among women globally, including in Indonesia. Additional biomarkers discovery were required for early detection and prognostic evaluation. Previously, the peripheral blood mitochondrial DNA copy number (mtDNA-CN) and relative telomere length (RTL) had been associated with elevated breast cancer risk. Both markers might be influenced by the change in systemic condition, such as oxidative stress. We aimed to investigate the associations between mtDNA-CN and RTL with breast cancer in Indonesia. A total of 209 controls and 197 cases from several hospitals in 5 locations in Indonesia (Jakarta, Semarang, Pekanbaru, Makassar, Kupang) were enrolled. The reference gene (B2M), mtDNA (MT-TL1), and telomeres were amplified using qPCR method. The mtDNA-CN and RTL ratio were calculated by comparing them to B2M and the associations were analyzed using regression test. The results showed a significant positive association between mtDNA-CN and RTL (p<0,025). Higher mtDNA-CN, higher RTL, and a ‘high-high’ combination were significantly associated with elevated breast cancer risk in group with age <48 (p<0,025). Both markers were also associated with several clinicopathological features. Therefore, mtDNA-CN and RTL might potentially be used as biomarkers for breast cancer risk and prognosis.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farros Mufid
Abstrak :
FAA beralih dari teknologi radar ke teknologi ADS-B. Teknologi ADS-B menggunakkan satelit dan tidak lagi menggunakkan radar. ADS-B menyediakan lebih banyak keamanan, lebih banyak cakupan dan lebih murah untuk diterapkan. Teknologi ADS-B memungkinkan pilot untuk melihat pesawat lain di udara langsung dari kokpit mereka. Teknologi ini juga menampilkan cuaca berbahaya, dan area dengan restriksi penerbangan. Teknologi ini mengurangi kecelakaan yang sering terjadi di landasan karena menampilkan pesawat lain di landasan. Karena stasiun bumi lebih mudah ditempatkan daripada radar, itu berarti memungkinkan lebih banyak pesawat dapat dideteksi di daerah terpencil tanpa jangkauan radar. Sinyal satelit juga dikenal lebih tepat dari radar, dan memiliki jangkauan yang lebih jauh. Hal ini memungkinkan untuk pesawat dapat dipisahkan lebih jauh, sehingga lebih banyak pesawat bisa terbang di langit. Selain itu, kita dapat menghemat uang dengan bahan bakar karena pesawat dapat menempuh jarak yang jauh tanpa perlu mendarat (Administration, 2019). Dengan demikian, metode untuk memecahkan kode sinyal ADS-B sangat penting untuk melacak pesawat. Komunitas Software-Defined Radio baru-baru ini menemukan cara untuk memecahkan kode dan mengekstrak informasi dari sinyal ADS-B. Saat ini, informasi ini terus-menerus dimasukkan ke situs web yang disebut Flight Radar 24. Pengguna yang memiliki Software-Defined Radio dapat berkontribusi ke jaringan ini dan memberikan informasi tentang lokasi pesawat di area lokal mereka. Dengan demikian, semakin banyak pengguna, semakin akurat jalur penerbangannya. Penelitian ini akan membahas secara mendalam algoritma dan mengusulkan metode untuk mendekode sinyal ADS-B dengan DF 17 secara efisien menggunakan MATLAB, Software-Defined Radio seharga Rp. 350.000 dan antena. Selain itu, penelitian ini juga membahas, menganalisis, dan mengusulkan penerapan teknologi pelacakan penerbangan untuk melakukan investigasi insiden penerbangan, keselamatan drones, dan kemungkinan penggunaan untuk sensor atmosfir.
The FAA is transitioning from radar technology to ADS-B technology. The ADS-B technology relies on satellites rather than radars. ADS-B provides more safety, more coverage and cheaper to implement. The ADS-B technology allows pilots to see other airplanes in the sky directly from their cockpit. It also displays dangerous weather, and areas with flight restrictions. It reduces accidents that happens in the runway, since it displays other planes on the ground. Since ground station is easier to place than radar, it means it allows more planes can be detected in remote areas without radar coverage. Satellites signals are also known to be more precise that radars, and able to cover at greater distance. This allows aircraft to be separated more far, thus more airplanes can fly in the sky. Also, we can save money with fuels since airplanes can cover great distance without the need of landing (Administration, 2019). Thus, a method to decode the ADS-B signal are important to track airplanes. The software defined radio community had recently discovered a way to decode and extract information from the ADS-B signal. Nowadays, this information is constantly fed to a website called Flight Radar 24. Users that owned a software defined radio can contribute to this network and provide information about plane locations in their local area. Thus, more users result a more accurate flight path. This project will discuss in depth the algorithm and propose a method to decode the ADS-B signal with DF 17 more efficiently using MATLAB, a cheap $35 software defined radio and an antenna. Furthermore, this project also discusses, analyse and propose the application of the flight tracking technology to do flight incident investigations, drone safety and the possible use for atmospheric sensing.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arham Mawali Sulaiman
Abstrak :
Partial discharge telah menjadi salah satu masalah yang sering terjadi pada peralatan dan peralatan listrik belakangan ini. Acap kali ditemukan kerusakan yang disebabkan oleh partial discharge. Penelitian ini memiliki dua tujuan yaitu menemukan efek dari perbedaan frekuensi harmonik, metode elektromagnetik, dan polietilen densitas tinggi untuk partial discharge sebagai tujuan yang pertama, sedangkan yang kedua adalah mengamati karakteristik partial discharge menggunakan RTL-SDR rendah biaya ketika input tegangan berisi distorsi harmonik. Penelitian ini menggunakan polietilen densitas tinggi (HDPE) sebagai objek percobaan. Ada dua faktor yang divariasikan selama penelitian ini, yaitu distorsi frekuensi dan tingkat total distorsi harmonik. Pekerjaan ini mengguanakan MATLAB sebagai alat untuk menghasilkan sinyal dan pemrosesan data. Terdapat empat kondisi yang dianalisis untuk penelitian ini, meliputi hasil di dua kondisi yang berbeda, ada dan tidaknya partial discharge, hasil di persentase yang berbeda, hasil di single distortion, dan hasil di multiple distortion. Hasil penelitian menunjukkan Dengan persentase yang lebih tinggi, muncul rasio daya yang lebih tinggi, meskipun tidak selalu seperti itu. Rentang frekuensi dan kombinasi harmonik memberikan pola unik dalam hasil. Frekuensi yang paling umum ketika luahan parsial terjadi adalah 60-70 MHz, 180-190 MHz, dan 410-460 MHz. Frekuensi paling sering yang memiliki rasio daya tinggi adalah 30-200 MHz, diikuti oleh 150-350 MHz. Kekurangan paling langka dari rasio daya yang lebih tinggi dari fundamental adalah 750-950 MHz. ...... Partial discharge has become one of the most common problems in electrical equipment and equipment lately. Often damage is caused by partial discharge. This research has two objectives, namely finding effects of harmonic frequency differences, electromagnetic methods, and high-density polyethylene for partial discharge as the first objective, while the second is to observe partial discharge characteristics using low-cost RTL-SDR when the input voltage contains harmonic distortion. This study uses high density polyethylene (HDPE) as an experimental object. There were two factors varied during this study, namely frequency distortion and the total level of harmonic distortion. This work uses MATLAB as a tool for generating signals and processing data. There are four conditions analyzed for this study, including results in two different conditions, the presence and absence of partial discharges, results in different percentages, results in single distortion, and results in multiple distortion. The results showed that with a higher percentage, a higher power ratio appeared, although not always like that. Frequency ranges and harmonic combinations provide unique patterns in results. The most common frequency when partial discharge occurs is 60-70 MHz, 180-190 MHz, and 410-460 MHz. The most frequent frequencies that have a high-power ratio are 30-200 MHz, followed by 150-350 MHz. The rarest deficiency of a higher power ratio than fundamentals is 750-950 MHz.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ermi Wahyu Haryani
Abstrak :
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) merupakan penyakit multisistemik yang melibatkan kaskade imunologi, inflamasi, dan koagulasi. Biomarker di sirkulasi yang dapat memberikan informasi mengenai kondisi inflamasi dan status imun dapat digunakan dalam mendiagnosis dan menilai prognosis pasien COVID-19. Parameter hematologi rutin, mudah dilakukan, biaya terjangkau dan cepat, sehingga diharapkan dapat memberikan informasi awal sistem imun pasien yang dapat dihubungkan dengan outcome penyakit. Nilai RNL, RML dan RTL dapat mendeteksi dini kecurigaan perburukan kondisi pasien COVID-19. Penelitian ini menggunakan desain nested case-control yang melibatkan 206 data subjek yang terdiri atas 141 subjek luaran baik dan 65 subjek luaran buruk. Dijumpai perbedaan bermakna nilai RNL, RML dan RTL antara kelompok luaran baik dan buruk. Nilai titik potong optimal RNL, RML dan RTL berturut-turut adalah ≥5,43; ≥0,46 dan ≥196,34 untuk mendiskriminasi luaran buruk. Area Under Curve (AUC) untuk RNL adalah 0,825 (0,766-0,884), sensitivitas 76,9%, spesifisitas 73,8%; AUC RML 0,763 (0,692-0,833), sensitivitas 73,8%, spesifisitas 68,1% dan AUC RTL 0,617 (0,528-0,705), sensitivitas 63,1%, spesifisitas 60,3%. Usia >30 tahun (OR=2,59; IK95% 1,34-5,02), adanya komorbid (OR=2,21; IK95% 1,28-3,81), RNL ≥5,43 (OR=4,60; IK95% 2,07-10,26) dan RML ≥0,46 (OR=2,09; IK95% 0,93-4,67) berhubungan dengan luaran buruk pasien COVID-19. ......Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) is a multisystemic disease involving immunologic, inflammatory, and coagulation cascades. Biomarkers in circulation which can provide information on inflammatory conditions and immune status can be used in diagnosing and assessing the prognosis of COVID-19 patients. Hematology parameters are routinely performed, easy, affordable and fast, so it can provide preliminary information on the patient's immune system that linked to disease outcomes. NLR, MLR and TLR values can detect early suspicion of worsening conditions of COVID-19 patients. This study used a nested case-control design involving 206 subjects data consisting of 141 subjects with good outcomes and 65 subjects poor outcomes. A significant difference was found in the values of NLR, MLR and TLR between the two groups. The optimal cut-off point values of NLR, MLR and TLR were ≥5.43; ≥0.46 and ≥196.34, respectively, to discriminate against poor outcomes. The Area Under Curve (AUC) for NLR was 0.825 (0.66-0.884), sensitivity 76.9%, specificity 73.8%; MLR was 0.763 (0.692-0.833), sensitivity 73.8%, specificity 68.1% and TLR was 0.617 (0.528-0.705), sensitivity 63.1%, specificity 60.3%. Age >30 years (OR=2.59; 95% CI 1.34-5.02), presence of comorbidities (OR=2.21; 95% CI 1.28-3.81), NLR ≥5.43 (OR=4.60; 95% CI 2.07-10.26) and MLR ≥0.46 (OR=2.09; 95% CI 0.93-4.67) were associated with poor outcomes of COVID-19 patients.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sunita
Abstrak :
Kanker kolorektal (KKR) merupakan salah satu jenis keganasan dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Kolonoskopi adalah baku emas dalam mendeteksi dan penapisan KKR. Inflamasi kronik dan respons imun pejamu diketahui berperan penting dalam proses tumorigenesis dan progresivitas sel kanker. Proses inflamasi tersebut mempengaruhi hasil pemeriksaan hematologi, sehingga parameter Rasio Hemoglobin-Trombosit (RHT), Rasio Trombosit-Limfosit (RTL), dan Rasio Limfosit-Monosit (RLM) diharapkan dapat memberikan informasi mengenai perkembangan sel tumor. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi peran RHT, RTL, dan RLM dalam membedakan kelompok KKR dan non-KKR. Penelitian dilakukan dengan menggunakan desain potong lintang dengan total 80 pasien tersangka KKR, 40 pasien KKR dan 40 pasien non-KKR yang menjalani pemeriksaan kolonoskopi dan histopatologi. Didapatkan perbedaan bermakna RHT, RTL, dan RLM pada kelompok KKR dan non-KKR. Titik potong RHT, RTL, dan RLM untuk membedakan kelompok KKR dan non-KKR adalah 0,26 (sensitivitas 77,5% dan spesifisitas 92,5%), 189,22 (sensitivitas 77,5% dan spesifisitas 72,5%), dan 2,864 (sensitivitas 77,5% dan spesifisitas 77,5%), secara berturut-turut. Berdasarkan analisis regresi logistik, kombinasi nilai RHT dan RLM lebih baik untuk mendeteksi KKR dibandingkan RHT atau RLM secara tunggal. Kombinasi RHT dan RLM dapat digunakan untuk mendeteksi KKR dengan skor 2 untuk RHT < 0,26 dan skor 1 untuk RLM < 2,864 dengan probabilitas 94,81%. ......Colorectal cancer (CRC) is a gastrointestinal malignancy with high morbidity and mortality rates worldwide, including in Indonesia. Colonoscopy remains the gold standard for CRC detection and screening. Chronic inflammation and host immune responses are known to play important roles in tumorigenesis and cancer progression. This inflammation affects the results of hematological examination. Therefore, parameters such as Hemoglobin-Platelet Ratio (HPR), Platelet-Lymphocyte Ratio (PLR), and Lymphocyte-Monocyte Ratio (LMR) are expected to provide information on tumor cell development. This study aims to evaluate the role of HPR, PLR, and LMR in distinguishing CRC and non-CRC. The study was conducted using a cross-sectional design with a total of 80 suspected CRC patients, with 40 CRC patients and 40 non-CRC patients undergoing colonoscopy and histopathology examinations. Significant differences were found in HPR, PLR, and LMR in the CRC and non-CRC groups. The cut-off points of HPR, PLR, and LMR to distinguish the CRC and non-CRC groups were 0.26 (sensitivity 77.5% and specificity 92.5%), 189.22 (sensitivity 77.5% and specificity 72.5%), and 2.864 (sensitivity 77.5% and specificity 77.5%), respectively. Logistic regression analysis showed that the combination of HPR and LMR values is better in detecting CRC compared to HPR or LMR alone. The combination of HPR and LMR can be used to detect CRC with a score of 2 for HPR < 0.26 and a score of 1 for LMR < 2.864 with 94.81% probability.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Alvin Senjaya
Abstrak :
ABSTRAK
Sistem radar untuk aplikasi medis merupakan telah banyak diteliti dan dikembangkan. Salah satu aplikasinya adalah pengukuran kondisi vital manusia seperti tingkat pernafasan dan tingkat detak jantung. Oleh karena itu, diperlukan suatu sistem yang dapat mendeteksi tingkat pernafasan manusia dan tingkat detak jantung manusia. Dalam penelitian ini, dirancang radar continuous-wave dengan LoRa RFM95 sebagai transmitter pada frekuensi kerja 862-1020 MHz dan RTL-SDR sebagai receiver sekaligus analog to digital converter. Antena yang digunakan dalam penelitian ini adalah antena microstrip rectangular satu elemen sebanyak dua buah, masing-masing sebagai antena pengirim dan antena penerima dengan frekuensi tengah 904 MHz dan bandwidth 2,8 dengan gain -1,936 dBi. Melalui persamaan umum radar, dihitung jarak maksimum radar untuk deteksi tingkat pernafasan manusia adalah sebesar 2,002 meter dan untuk deteksi tingkat detak jantung manusia adalah sebesar 0,8954 meter. Pengambilan data dilakukan selama 60 detik tiap pengambilan yang dibagi dalam delapan skenario, yaitu skenario ketika transmitter tidak diaktifkan, skenario ketika tidak ada target, skenario ketika target bernafas normal, skenario ketika target bernafas dalam, skenario target meninggalkan jangkauan radar, skenario target mengayunkan tangan, skenario target bergerak mendekati dan menjauhi radar, dan skenario target selesai berolahraga. Jarak antara target dengan sistem radar adalah sejauh 0,7 meter. Metode yang digunakan untuk mendapatkan tingkat pernafasan dan detak jantung manusia adalah metode sampling langsung, demodulasi amplitudo, dan demodulasi arctangent. Demodulasi amplitudo memiliki performa paling baik dibandingkan dengan metode yang lain. Dengan metode demodulasi amplitudo, sistem radar ini dapat mendeteksi tingkat pernafasan manusia, tetapi belum mampu mendeteksi tingkat detak jantung manusia karena noise dan atenuasi yang besar.
ABSTRACT
Radar systems for medical applications are widely researched and developed. One application of this radar is to measure human vital conditions such as respiratory rate and heartbeat rate. Therefore, a system that can detect human respiratory rate and human heartbeat rate is in need. In this study, a continuous-wave radar was designed with a LoRa RFM95 as a transmitter at 862-1020 MHz frequency and RTL-SDR as a receiver as well as an analog to digital converter. The antenna used in this study are two single elements rectangular microstrip patch antennas, each for transmitting antenna and for receiving antenna with center frequency of 904 MHz, bandwidth of 2.8, and gain of 1.936 dBi. Using radar range equation, the maximum radar distance to detect humans respiratory rate is 2.002 meters and the maximum radar distance to detect humans heartbeat rate is 0.8954 meters. Data is collected for 60 seconds for each batch and is divided into eight scenarios, namely the scenario when the transmitter is not activated, the scenario when there is no target, the scenario when the target breathes normally, the scenario when the target breathes deeply, the scenario when target leaves radar reach, the scenario when target swings his her arm, the scenario when target moves forward and backward, and the scenario when target has finished excercising. The distance between the target and the radar system is 0.7 meters. The methods used to obtain human respiratory rate and heartbeat rate are direct sampling method, amplitude demodulation, and arctangent demodulation. Amplitude demodulation has the best performance compared to other methods. With amplitude demodulation method, this radar system can detect human respiratory rates, but has not been able to detect the human heartbeat rate due to the presence of noise and attenuation.
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library