Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
I Ketut Kardhana
Abstrak :
Program Perusahaan Jawatan (Perjan) RSUPN-CM Jakarta, mulai dilaksanakan awal Januari 2002. RSUPN-CM adalah rumah sakit rujukan nasional yang telah dikembangkan menjadi rumah sakit Perjan. Perusahaan Jawatan adalah suatu bentuk badan usaha yang independent, dan dapat mengelola penerimaan dan pengeluarannya sendiri tanpa subsidi dari Pemenntah. Rumah sakit, merupakan salah satu industri sosial yang memberikan pelayanan kesehatan. Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, rumah sakit harus menjadi industri yang bersifat padat karya, padat modal serta padat ilmu dan teknologi. Pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien, diharapkan akan memberikan pelayanan yang paripurna kepada masyarakat. Persaingan rumah sakit dalam memperebutkan pasar pelayanan kesehatan, merupakan hal yang mendasar dan sangat mendesak. Kondisi ini lebih disebabkan karena banyak didirikannya rumah sakit baru, kesadaran masyarakat akan pentingnya arti kesehatan, keinginan masyarakat untuk memperoleh penanganan kesehatan dengan teknologi yang mutakhir serta keinginan masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang paripurna. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran dan mengukur indikator kinerja pelayanan medik, dan lingkungan rumah sakit, serta untuk mengetahui faktor faktor yang berpengaruh terhadap keinginan konsumen terhadap jasa pelayanan di RSUPN-CM, dalam rangka untuk mencapai tujuan RSUPN-CM sesuai dengan visi dan misinya, menjadi rumah sakit pendidikan bermutu ASEAN tahun 2003 dan bermutu ASIA PASIFIK tahun 2015. Hasil utama dari penelitian ini adalah, bahwa untuk pelayanan dokter dari responden untuk semua kelas, elemen yang mendapat tanggapan positif adalah penampilan dokter cukup rapi, pengobatan cukup manjur dan dokter yang ramah. Sedangkan penilaian tethadap pelayanan perawat dan responden untuk semua kelas, elemen yang memperoleh penilaian yang baik yaitu pelayanan perawat cukup terampil, instruksi perawat tethadap pasien cukup jelas. Serta penilaian tertinggi terhadap fasilitas rumah sakit untuk semua kelas yaitu, tarif dari layanan rumah sakit sedang, baru kemudian menyusul elemen penting berikutnya seperti rumah sakit cukup tenang dan mutu penyajian makanan yang baik serta faktor keamanan cukup aman. Begitu pula dengan kinerja dokter, bahwa dokter hanya datang memeriksa pasien kadang-kadang, ini berarti bahwa manajemen kinerja dokter belum dilaksanakan dengan optimal, serta pejelasan dokter (inform consend) belum sepenuhnya dijalankan dengan baik. Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan untuk mengadakan evaluasi indikator mutu pelayanan medik, Perawat dan Penunjang di RSUPN-CM, peran Komite Medik ditingkatkan sesuai dengan fungsinya sehingga setiap tindakan medik sudah sesuai dengan standard operation procedure (SOP) yang berlaku. Dan meningkatkan kualitas SDM karyawan RSUPN-CM secara menyeluruh sesuai dengan fungsi dan kebutuhannya dalain rangka mencapai tujuan yang telah direncanakan sebelumnya.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T3612
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nursyahidah
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang: Penggunaan antibiotik profilaksis bedah bertujuan untuk mencegah infeksi daerah operasi pada pasien yang dianggap mempunyai risiko tinggi. Meskipun kebijakan penggunaan antibiotik profilaksis dalam operasi telah ditetapkan, masih terdapat penggunaan yang tidak sesuai yang dapat menyebabkan peningkatan risiko resistensi antibiotik dan peningkatan biaya perawatan di rumah sakit.Tujuan: Mengevaluasi ketepatan penggunaan antibiotik profilaksis serta efisiensi biaya penggunaan antibiotik profilaksis pada pasien bedah digestif di RSUPN-CMMetode: Penelitian ini merupakan studi retrospektif. Data sekunder diambil dari rekam medik pasien rawat inap Departemen Bedah RSUPN-CM selama periode Januari hingga Desember 2015. Pada penelitian ini 102 pasien yang mendapatkan antibiotik profilaksis dievaluasi berdasarkan panduan NHS Lanaskhire untuk ketepatan dosis dan waktu pemberian pada tindakan pembedahan dan panduan antibiotik profilaksis divisi bedah digestif RSUPN-CM untuk pemilihan antibiotik berdasarkan indikasi tindakan.Hasil: Dari 102 pasien penelitian 81,4 pasien mendapatkan antibiotik profilaksis dengan indikasi sesuai tindakan dan 90,8 pasien mendapatkan antibiotik profilaksis tepat dosis. Berdasarkan ketepatan waktu pemberian antibiotik profilaksis, sebanyak 52 pasien mendapatkan antibiotik profilaksis tepat waktu 30 menit . Sementara itu, pasien yang mendapatkan antibiotik profilaksis lebih dari satu dosis yang berarti bukan lagi profilaksis sebanyak 15,7 . Tambahan biaya obat akibat pemberian antibiotik profilaksis yang tidak sesuai pedoman sebesar Rp. 16.016.007,-.Kesimpulan: Hasil penelitian menunjukkan masih adanya penggunaan antibiotik profilaksis yang tidak sesuai pedoman pada pasien bedah digestif RSUPN-CM. Pemberian antibiotik profilaksis yang tidak sesuai pedoman dapat menyebabkan peningkatan biaya perawatan rumah sakit. Diperlukan upaya untuk meningkatkan kepatuhan terhadap pedoman yang digunakan. hr> b>ABSTRACT
"Background Prophylactic antibiotic is used to prevent surgical wound infections in surgery patients who are considered to have high risk of contamination. Despite established guideline, some studies reported inappropriate use of prophylactic antibiotic which potentially increase the risk of antibiotic resistance and hospitalization cost.Aim To evaluate the appropriateness and cost of prophylactic antibiotic usage in digestive surgery patients at Cipto Mangunkusumo hospital.Methods This was a retrospective study conducted on digestive surgery patients. Secondary data were collected from medical records of hospitalized patients in Surgery Department of Cipto Mangunkusumo hospital during the periode January to Desember 2015. In this study, 102 patients receiving prophylactic antibiotics were evaluated based on NHS Lanaskhire guideline for dosage and timimg in accordance with surgical types and guideline of digestive surgery division Cipto Mangunkusumo hospital for antibiotic selection.Results In 102 patients 81,3 patients received prophylactic antibiotics with appropriate indications and 91,2 patients received prophylactic antibiotics with appropriate doses. While 52 patient received prophylactic antibiotic with appropriate timing of 30 minutes. Meanwhile, patients that received prophylactic antibiotics more than once, which means not prophylactic anymore, were accounted for 15,7 . The estimated extra cost due to of inappropriate use of prophylactic antibiotics was Rp. 16.016.007, .Conclusion The results showed that inappropriate use of antimicrobial prophylaxis was still found in digestive surgery Cipto Mangunkusumo hospital and it increased drug cost. The most frequent inappropriateness was the timing of administration followed by inappropriate indication and dose. More work is needed in order to increase the adherence to the guidelines.
2017
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sundari
Abstrak :
Penyakit autoimun adalah sindroma ldinik yang disebabkan oleh respon autoimun akibat aktivasi dari sel T maupun sel B atau keduanya terhadap antigen selfl). Penyakit ini merupakan kelainan yang cukup sering ditemukan di ldinik, dapat bersifat ringan maupun berat, terjadi akibat gangguan keseimbangan kerja sistem imun. 1 Penyebab penyakit dan patogenesisnya belum jelas. Gejala dan keparahan dari penyakit autoimun berbeda beda pad a tiap p~ien. Pemeriksaan laboratorium ANA mempunyai tingkat sensitivitas ' dan spesifisitas yang berbeda beda pada tiap penyakit autoimun; pada penyakit LES yang paling sensitif (:::; 95%). Pol a ANA yang ditemukan pada pasien penyakit autoimun dapat berupa speckled, homogen, nuldeoli, perifer, sentromer dan sitoplasma. ' Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan data tentang profil ANA pada pasien autoimun yang berobat ke polildinik Alergi dan Imunologi, departemen Ilmu Penyakit Dalam, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Penelitian ini berguna untuk memberikan informasi kepada ldinisi tentang pola dominan yang ditemukan pada penyakit autoimun tertentu dan membantu memperkirakan penyakitnya. Subjek diambil dari pasien dewasa (usia> 15 tahun) rawat jalan yang berobat di polildinik Alergi Imunologi (Juni 2010-Agustus 2010) dan menggunakan penelitian deskriptif. Pasien dengan stadium pengobatan stadium pengobatan : maintenance 21(52,5%), tappering offl2 (30%), dan induk~i 7 pasien (17,5%). Pemeriksaan ANA dilakukan pada 40 sampel dan 10 subjek sehat. Subjek penelitian terdiri dari 38 wanita (95%) dan 2 pria (5%) sedangkan subjek sehat terdiri dari 8 wanita (80%) dim 2 pria (20%). Usia median untuk subjek adalah 20-29 tahun sedangkan subjek sehat median umur 30-39 tahun. Kami mendapatkan 6 kontrol denga.'1 hasil negatif dan 4 hasil positif pola speckled halus dengan titer rendah 11100. Pada subjek penelitian didapatkan diagnosis LES 38 pasien (95%) dan 2 slderoderma (5%). Pada pasein LES, didapatkan hasil ANA positif 33 (87%) dan negatif 5 (13%). Pada kedua pasien slderoderma, pemeriksaan ANA nya positif. Pada pasien LES 'dengan ANA positif, karni menemukan pola speckled 26 (65%), terdiri dari speckled kasar 23 (57,5%) dan speckled halus 3 (7,5%), nuldeolar 4 (10%), homogen 2 (5%), dan anti sitoplasma antibodi 1 (2,5%). Modus titer ANA sebelum pengobatan 1110.000 dan setelah pengobatan 11100. ......Autoimmune disease is an inflammatory ,disorder charactherized by autoantibodies among others to nuclear antigen.Severity and symptoms of autoimmune disease differ in each' patient. 'A laboratory test of antinuclear antibo4y (ANA) is different in every autoimmune dis~e; but in SLE, is the most sensitivetest,(:::: 95%). Patterris of ANA were' found in ~utoimmune disease , patients 'are speckled, homogen, nucleoli, peripheral, centrQmere and cytoplasmic pattern. The aim of this study was to found the pattern of ANA iIi patients that 'di~gno~d as 'autoimmune disease in Allergy and Immunology clinic, department" of internal medicine, Cipto Mangunkusumo Hospital. The value of this study was to give infonnation to clinician the most frequent pattern of ANA founded in autoimmune patient and to estimate type of autoimmune disease. ' Subjects were taken in out patient in' Allergy Immunology clinic (June 2010 - Augustus 201 0) in adult autoimmune pa~ents (age:> 15 years). , ' ANA test was applied to 40 autoiininune subjects, and 10 healthy subjects. Thirty eight of subjects were wom~ (95%) and 2 of them were men (5%). The median age is 20-29 years old. (45%). Healthy 'subjects are 8 women and 2 men and median age is 30-40 years old. We found 6 healthy subjects were negative ANA test and 4 were positive fine speckled pattern and titer were low 11100. We found SLE 38 patient (95%) 'and 2 Schlerodenna (5%). From 38 SLE patient ,positive of ANA test '33 (87%) and 5 negative of ANA test (13%), and from 2 schlerodenna 100%' ANA test positive. From positive ANA test of SLE we found 26 speckled pattern (65%), devide in coarse speckled 23 (57,5%) and fine speckled 3 (7,5%),4 nucleolar (10%), 2 homogen pattern (5%), and antlcytoplasmic antib<;>dy pattern 1 (2,5%). In this study founded that the most ANA pattern and spesific for SLE patients in department internal medicine, Cipto Manglmkusumumo Hospital was speckled pattern. The stage of therapy are maintenance ' 21 ' (52,5.%), "tapering off stag~12(30%)and induction stage 7 (17,'5%) is maintenance stage and 7 patient (17,5%) in tapering off stage. , " ' Modus titer ANA Defore therapy ,1/1 0.000 and after therapy 11100.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
T58025
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library