Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 55 dokumen yang sesuai dengan query
cover
I Ketut Kardhana
"Program Perusahaan Jawatan (Perjan) RSUPN-CM Jakarta, mulai dilaksanakan awal Januari 2002. RSUPN-CM adalah rumah sakit rujukan nasional yang telah dikembangkan menjadi rumah sakit Perjan. Perusahaan Jawatan adalah suatu bentuk badan usaha yang independent, dan dapat mengelola penerimaan dan pengeluarannya sendiri tanpa subsidi dari Pemenntah.
Rumah sakit, merupakan salah satu industri sosial yang memberikan pelayanan kesehatan. Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, rumah sakit harus menjadi industri yang bersifat padat karya, padat modal serta padat ilmu dan teknologi. Pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien, diharapkan akan memberikan pelayanan yang paripurna kepada masyarakat.
Persaingan rumah sakit dalam memperebutkan pasar pelayanan kesehatan, merupakan hal yang mendasar dan sangat mendesak. Kondisi ini lebih disebabkan karena banyak didirikannya rumah sakit baru, kesadaran masyarakat akan pentingnya arti kesehatan, keinginan masyarakat untuk memperoleh penanganan kesehatan dengan teknologi yang mutakhir serta keinginan masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang paripurna.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran dan mengukur indikator kinerja pelayanan medik, dan lingkungan rumah sakit, serta untuk mengetahui faktor faktor yang berpengaruh terhadap keinginan konsumen terhadap jasa pelayanan di RSUPN-CM, dalam rangka untuk mencapai tujuan RSUPN-CM sesuai dengan visi dan misinya, menjadi rumah sakit pendidikan bermutu ASEAN tahun 2003 dan bermutu ASIA PASIFIK tahun 2015.
Hasil utama dari penelitian ini adalah, bahwa untuk pelayanan dokter dari responden untuk semua kelas, elemen yang mendapat tanggapan positif adalah penampilan dokter cukup rapi, pengobatan cukup manjur dan dokter yang ramah. Sedangkan penilaian tethadap pelayanan perawat dan responden untuk semua kelas, elemen yang memperoleh penilaian yang baik yaitu pelayanan perawat cukup terampil, instruksi perawat tethadap pasien cukup jelas. Serta penilaian tertinggi terhadap fasilitas rumah sakit untuk semua kelas yaitu, tarif dari layanan rumah sakit sedang, baru kemudian menyusul elemen penting berikutnya seperti rumah sakit cukup tenang dan mutu penyajian makanan yang baik serta faktor keamanan cukup aman. Begitu pula dengan kinerja dokter, bahwa dokter hanya datang memeriksa pasien kadang-kadang, ini berarti bahwa manajemen kinerja dokter belum dilaksanakan dengan optimal, serta pejelasan dokter (inform consend) belum sepenuhnya dijalankan dengan baik.
Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan untuk mengadakan evaluasi indikator mutu pelayanan medik, Perawat dan Penunjang di RSUPN-CM, peran Komite Medik ditingkatkan sesuai dengan fungsinya sehingga setiap tindakan medik sudah sesuai dengan standard operation procedure (SOP) yang berlaku. Dan meningkatkan kualitas SDM karyawan RSUPN-CM secara menyeluruh sesuai dengan fungsi dan kebutuhannya dalain rangka mencapai tujuan yang telah direncanakan sebelumnya. "
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T3612
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Gayatri
"Kematian akibat kanker di dunia semakin meningkat baik di negara maju maupun berkembang. Di Indonesia, data menunjukkan hal yang serupa. Badan Litbangkes melaporkan bahwa berdasarkan hasil laporan laboratorium Patologi Anatomi tahun 1990, kanker serviks menempati urutan pertama dari 3 kanker yang tersering dijumpai. Registrasi kanker di Indonesia yang berdasarkan kependudukan belum ada Berita penelitian yang berkaitan dengan ketahanan hidup kanker serviks sangat kurang. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan stadium klinik dengan ketahanan hidup 5 tahun pada pasien kanker serviks setelah dikontrol oleh variabel konfounding. Desain penelitian ini adalah kohort retrospektif pada 451 subyek penelitian dengan mengunakan data rekam medis pada diagnosis tahun 1993-1996 yang diikuti selama 5 tahun. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa probabilitas ketahanan hidup 5 tahun pasien kanker serviks dengan stadium I sekitar 70%, stadium II sekitar 37,4%, stadium III sekitar 12,4%, dan stadium IV pada tahun kedua sudah menjadi 0%. Pada kadar Hb 10 gr/dl dan dikontrol oleh besar tumor dan jenis histologik maka peluang untuk meninggal pada stadium II sebesar 2,7 kali, Pada stadium III sebesar 19,2 kali. sedangkan stadium IV sebesar 6,6 kali dibandingkan dengan stadium I. Pada kadar Hb 10 gr/dl dan dikontrol oleh besar tumor dan jenis histologik maka peluang untuk meninggal pada stadium II sebesar 0,6 kali. pada stadium III sebesar 3.08 kali, sedangkan stadium IV sebesar 6,6 kali dibandingkan dengan stadium I, Berdasarkan hasil penelitian ini kepada masyarakat, disarankan untuk melakukan pemeriksaan dini. Kepada petugas rumah sakit dan pembuat kebijakan untuk melakukan promosi yang berkelanjutan tentang pentingnya pemeriksaan dini kanker serviks. Secara umum, juga disarankan agar dimulai registrasi kanker berdasarkan kependudukan untuk mempermudah penelitian yang berkaitan kanker terutama kanker serviks.

Cancer deaths in the world are increasing in both developed and developing countries. In Indonesia, data shows something similar. The Health Research and Development Agency reported that based on the results of the 1990 Anatomical Pathology laboratory report, cervical cancer ranks first out of 3 most common cancers. Cancer registration in Indonesia based on population does not yet exist. Research news related to cervical cancer survival is very lacking. The purpose of this study was to determine the relationship between clinical stage and 5-year survival in cervical cancer patients after being controlled by confounding variables. The design of this study was a retrospective cohort of 451 research subjects using medical record data at diagnosis in 1993-1996 which was followed for 5 years. The results of this study concluded that the probability of 5-year survival of cervical cancer patients with stage I is around 70%, stage II around 37.4%, stage III around 12.4%, and stage IV in the second year has become 0%. At Hb levels of 10 gr/dl and controlled by tumor size and histological type, the chance of dying in stage II is 2.7 times, in stage III it is 19.2 times. while stage IV is 6.6 times compared to stage I. At Hb levels of 10 gr/dl and controlled by tumor size and histological type, the chance of dying in stage II is 0.6 times. in stage III it is 3.08 times, while stage IV is 6.6 times compared to stage I. Based on the results of this study, it is recommended to the public to conduct early examinations. To hospital staff and policy makers to carry out ongoing promotion of the importance of early cervical cancer examinations. In general, it is also recommended to start cancer registration based on population to facilitate research related to cancer, especially cervical cancer.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T2089
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sarah Qanita Edwar
"Kanker payudara merupakan jenis kanker dengan prevalensi tertinggi di Indonesia pada pasien wanita. Penggunaan kontrasepsi oral pada wanita usia reproduktif merupakan salah satu pilihan kontrasepsi yang sering digunakan di Indonesia. Pada tahun 2012, angka kematian akibat kanker payudara meningkat sebesar 20 jika dibandingkan dengan angka kematian pada tahun 2008. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan pemakaian kontrasepsi oral terhadap kejadian kanker payudara pada pasien wanita di RSUPN Cipto Mangunkusumo pada tahun 2010-2014. Pada penelitian dengan desain studi potong lintang cross sectional ini, data diambil dari unit arsip Departemen Patologi Anatomik FKUI-RSCM sesuai dengan hasil uji histopatologik, kemudian ditelusuri ke Unit Rekam Medik RSCM sebagai data sekunder yang diolah menggunakan uji Fisher menggunakan SPSS versi 21. Hasil penelitian menunjukan nilai p = 0.03 dari 88 data yang terkumpul. Dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa penggunaan kontrasepsi oral memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian kanker payudara pada pasien wanita di RSUPN Cipto Mangunkusumo pada tahun 2010-2014.

Breast cancer is one of the most prevalence types of cancers among women in Indonesia. Oral contraceptive consumption in reproductive age is one of the favorable choices for contraception in Indonesia. In 2012, the mortality rate increases to 20 compared with the mortality rate in 2008. The aim of this study is to find the relationship between oral contraceptive consumption and the occurrence of breast cancer among female patients in Cipto Mangunkusumo Hospital in 2010 2014. This cross sectional study is using collected secondary data taken from patients rsquo medical record based on patients rsquo histopathological examination results that can be analyzed using Fisher test with SPSS version 21. The result of this research shows p value that is 0.03 collected from 88 datas. From this research, it can be concluded that oral contraceptive consumption has statistically significant association on the occurence of breast cancer among female patients in Dr. Cipto Mangunkusumo National General Hospital in 2010 2014."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nursyahidah
"ABSTRAK
Latar belakang: Penggunaan antibiotik profilaksis bedah bertujuan untuk mencegah infeksi daerah operasi pada pasien yang dianggap mempunyai risiko tinggi. Meskipun kebijakan penggunaan antibiotik profilaksis dalam operasi telah ditetapkan, masih terdapat penggunaan yang tidak sesuai yang dapat menyebabkan peningkatan risiko resistensi antibiotik dan peningkatan biaya perawatan di rumah sakit.Tujuan: Mengevaluasi ketepatan penggunaan antibiotik profilaksis serta efisiensi biaya penggunaan antibiotik profilaksis pada pasien bedah digestif di RSUPN-CMMetode: Penelitian ini merupakan studi retrospektif. Data sekunder diambil dari rekam medik pasien rawat inap Departemen Bedah RSUPN-CM selama periode Januari hingga Desember 2015. Pada penelitian ini 102 pasien yang mendapatkan antibiotik profilaksis dievaluasi berdasarkan panduan NHS Lanaskhire untuk ketepatan dosis dan waktu pemberian pada tindakan pembedahan dan panduan antibiotik profilaksis divisi bedah digestif RSUPN-CM untuk pemilihan antibiotik berdasarkan indikasi tindakan.Hasil: Dari 102 pasien penelitian 81,4 pasien mendapatkan antibiotik profilaksis dengan indikasi sesuai tindakan dan 90,8 pasien mendapatkan antibiotik profilaksis tepat dosis. Berdasarkan ketepatan waktu pemberian antibiotik profilaksis, sebanyak 52 pasien mendapatkan antibiotik profilaksis tepat waktu 30 menit . Sementara itu, pasien yang mendapatkan antibiotik profilaksis lebih dari satu dosis yang berarti bukan lagi profilaksis sebanyak 15,7 . Tambahan biaya obat akibat pemberian antibiotik profilaksis yang tidak sesuai pedoman sebesar Rp. 16.016.007,-.Kesimpulan: Hasil penelitian menunjukkan masih adanya penggunaan antibiotik profilaksis yang tidak sesuai pedoman pada pasien bedah digestif RSUPN-CM. Pemberian antibiotik profilaksis yang tidak sesuai pedoman dapat menyebabkan peningkatan biaya perawatan rumah sakit. Diperlukan upaya untuk meningkatkan kepatuhan terhadap pedoman yang digunakan.
hr>
b>ABSTRACT
"Background Prophylactic antibiotic is used to prevent surgical wound infections in surgery patients who are considered to have high risk of contamination. Despite established guideline, some studies reported inappropriate use of prophylactic antibiotic which potentially increase the risk of antibiotic resistance and hospitalization cost.Aim To evaluate the appropriateness and cost of prophylactic antibiotic usage in digestive surgery patients at Cipto Mangunkusumo hospital.Methods This was a retrospective study conducted on digestive surgery patients. Secondary data were collected from medical records of hospitalized patients in Surgery Department of Cipto Mangunkusumo hospital during the periode January to Desember 2015. In this study, 102 patients receiving prophylactic antibiotics were evaluated based on NHS Lanaskhire guideline for dosage and timimg in accordance with surgical types and guideline of digestive surgery division Cipto Mangunkusumo hospital for antibiotic selection.Results In 102 patients 81,3 patients received prophylactic antibiotics with appropriate indications and 91,2 patients received prophylactic antibiotics with appropriate doses. While 52 patient received prophylactic antibiotic with appropriate timing of 30 minutes. Meanwhile, patients that received prophylactic antibiotics more than once, which means not prophylactic anymore, were accounted for 15,7 . The estimated extra cost due to of inappropriate use of prophylactic antibiotics was Rp. 16.016.007, .Conclusion The results showed that inappropriate use of antimicrobial prophylaxis was still found in digestive surgery Cipto Mangunkusumo hospital and it increased drug cost. The most frequent inappropriateness was the timing of administration followed by inappropriate indication and dose. More work is needed in order to increase the adherence to the guidelines. "
2017
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kharis Mustofa
"Praktek Kerja Profesi Apoteker di RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo memiliki 3 tujua yaitu yang pertama memahami peranan, tugas dan tanggung jawab apoteker di rumah sakit sesuai dengan ketentuan dan etika pelayanan farmasi khususnya dan pelayanan kesehatan umumnya, serta melakukan praktek pelayanan kefarmasian sesuai dengan ketentuan dan etika yang berlaku; yang kedua adalah agar memiliki wawasan, ketrampilan, dan pengalaman praktis untuk melakukan praktek kefarmasian di rumah sakit; dan yang ketiga adalah agar memiliki gambaran nyata tentang permasalahan praktek kefarmasian serta mempelajari strategi dan kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam rangka pengembangan praktek kefarmasian di rumah sakit. Dalam pelaksanaan praktek kerja profesi apoteker ini dilakukan penulisan tugas khusus dengan judul 'Validasi dan pembuatan guideline kuesioner survei kepuasan pelanggan eksternal RSUPN DR. Cipto Mangunkusumo'. Tujuan dari penulisan tugas khusus ini adalah untuk memastikan apakah kuesioner yang akan dipakai untuk mengukur variabel sudah valid, jelas dan dapat dipahami serta dapat membuat guideline yang dapat dipahami oleh peneliti selanjutnya.

Internship at the Dr. Cipto Mangunkusumo National General Hospital has 3 main purposes, first is to understand the duties and responsibilities of pharmacists in hospital pharmaceutical care activities accordance with statutory provisions and ethics. Second is to earn knowledge, skills, professional behaviors and the real experiences to carry out pharmacist practices in the hospital. And the third purpose is to learn about the strategy to develop pharmaceutical care activities, and also have a real picture about problem solving activities inside hospital. Given special assignment entitled 'Validation and making guideline of questionnaire survey external customer satisfaction rsupn dr. Mangunkusumo'. The purpose of the special task is to ascertain whether the questionnaire to be used for measuring variable is valid, clear and can understand and can make guideline prophethood next researchers."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Haznim Fadhli
"ABSTRAK
Latar belakang: Nilai normal Kecepatan Hantar Saraf KHS pada saraf perifer, dipengaruhi oleh faktor-faktor fisiologis, antara lain usia, tinggi badan dan indeks massa tubuh, dan faktor non fisiologis seperti teknik pengukuran dan suhu. Referensi nilai normal tiap laboratorium elektrofisiologi berbeda-beda, sehingga dibutuhkan penelitian untuk memperoleh referensi nilai normal KHS yang sesuai dengan populasi di Indonesia, khususnya di RSUPN dr. Cipto Mangukusumo Jakarta..Metode:Penelitian ini merupakan penelitian prospektif. Responden sehat didapatkan sesuai kriteria inklusi dan eksklusi diambil secara concecutive, usia 18-60 tahun sebanyak 210 subyek. Dilakukan penapisan neuropati perifer dengan wawancara dan kuesioner Brief Peripheral Neuropathy Screening Tool BPNS Tool . Subyek yang memenuhi persyaratan dilakukan pemeriksaan Kecepatan Hantar Saraf KHS motorik dan sensorik pada ekstremitas atas dan bawah, meliputi n.medianus, n.ulnaris, n.radialis, n.peroneus, dan n.suralis. Hasil:Didapatkan sebanyak 210 dari 215 subyek yang memenuhi kriteria inklusi. Subyek penelitian terdiri dari 91 sampel ekstremitas laki-laki dan 119 sampel perempuan. Subjek diambil pada usia dewasa rentang 18-60 tahun, dengan nilai tengah 33 tahun. Subyek terbanyak usia 31-40 tahun, sebanyak 68 sampel 32,4 , jenis kelamin wanita sebanyak 119 sampel 56,7 . Usia subyek dengan nilai tengah 33 22,0-53,4 tahun, dengan tinggi badan subyek 1,6 1,49;1,74 m, dan nilai tengah indeks massa tubuh IMT 24.84 18,5- 31,3 kg/m2.Nilai kecepatan hantar saraf KHS digunakan nilai tengah, dengan batas bawah persentil lima dan batas atas persentil sembilan puluh lima. Nilai KHS motorik pada n.medianus 60 50;73,2 m/det, n.ulnaris 66,6 53;80 m/det, pada n.radialis 67 48,1; 81,8 m/det. n.peroneus 55 39,6;69,8 m/det, n.tibialis 59,5 46,5;75 m/det. Hasil pemeriksaan sensorik, didapatkan KHS sensorik pada n.medianus 66,3 49,6;83 m/det, n.ulnaris 52 41,5;70 m/det, n.radialis 46,7 38,4: 59 m/det. n.peroneus superfisialis 62 44;82 m/det, pada n.suralis 62 48;79 m/det. Kesimpulan:Nilai normal kecepatan hantar saraf motorik pada n.medianus ge;50 m/det, n.ulnaris ge;53 m/det, n.radialis ge;48 m/det, n.peroneus ge;40 m/det, n.tibialis ge;46 m/det. Nilai normal kecepatan hantar saraf KHS pada saraf sensorik pada n.medianus ge; 50 m/det, n.ulnaris ge; 41 m/det, n.radialis ge;38 m/det, n.peroneus superfisialis ge;44 m//det, n.suralis ge;48 m/det.

ABSTRACT<>br>
Background The normal value of nerve conduction velocity NCV in peripheral nerves, is influenced by physiological factors, including age, height and body mass index, and non physiological factors such as measurement and temperature techniques. Reference to the normal values of each electrophysiological laboratory is different, so research is needed to obtain references to normal NCV values that are appropriate to the population in Indonesia, especially in dr. Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta. Method This research is a prospective study. Healthy respondents were obtained according to the inclusion and exclusion criteria were taken concecutive, aged 18 60 years as many as 210 subjects.Peripheral neuropathy screening was performed by interview and questionnaire of the Brief Peripheral Neuropathy Screening Tool BPNS Tool . Subjects meeting the requirements were examined for motor and sensory velocity NCV at the upper and lower extremities, including n.medianus, n.ulnaris, n.radialis, n.peroneus, and n.suralis. Result There were 210 out of 215 subjects who met the inclusion criteria. The subjects consisted of 91 samples of male limbs and 119 female samples. Subjects were takenat an adult age range of 18 60 years, with a median of 33 years. Most subjects aged 3140 years, as many as 68 samples 32.4 , gender of women as much as 119 samples 56.7 . Age of subjects with a mean of 33 22.0 53.4 years, with a subjectheight of 1.6 1.49, 1.74 m, and a median body mass index IMT of 24.84 18.5 31.3 kg m2.The value of nerve conduction velocity NCV is used in the middle value, with thelower limit of the fiveth percentile and the upper limit of the ninety five percentile.The value of motor KHS at n.medianus 60 50 73,2 m s, n.ulnaris 66.6 53 80 m s, on n.radialis 67 48,1,81,8 m det. n.peroneus 55 39,6,69,8 m s, n.tibialis 59,5 46,5,75 m s. The results of sensory examination, obtained sensory KHS atn.medianus 66.3 49.6 83 m s, n.ulnaris 52 41,5 70 m s, n.radialis 46,7 38.4 59 m s. n.peroneus superfisialis 62 44 82 m s, on n.suralis 62 48 79 m s. Conclusion The normal value of motor neural conduction velocity in n.medianus ge 50 m s, n.ulnaris ge 53 m s, n.radialis ge 48 m s, n.peroneus ge 40 m s, n.tibialis 46 m s. In the sensory nerves is obtained nerve velocity n.medianus ge 50 .m s, n.ulnaris ge 41 m s, n.radialis ge 38 m s, n.peroneus superfisialis ge 44 m s, n.suralis ge 48 m s. "
2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hertyn Frianka
"Kerja Profesi Apoteker dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo. Kegiatan PKPA ini bertujuan untuk memberikan pemahaman serta pengalaman kepada mahasiswa apoteker tentang tugas pokok seorang apoteker di rumah sakit dalam peran manajemen perbekalan farmasi dan pelayanan farmasi klinik di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Adapun tugas khusus di RSUPN dr. Ciptomangunkusumo yaitu formulasi sediaanpeel neutralizerdi subs instalasi produksi rumah sakit umum pusat nasional (rsupn) dr. cipto mangunkusumo . Tujuannya adalah Untuk memenuhi permintaan dari departemen kulit, mendapatkan sediaan peel neutralizer yang lebih murah sehingga dapat menghemat biaya pengeluaran belanja di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.

he Apothecary Profession Internship has been held at RSUPN Dr. CiptoMangunkusumo. The aims of this internship is to provide students understanding and experience about the roles of pharmacist in drug management and clinica pharmacy services in Hospital. The particular assignment is make a peel neutralizer formulation for subs-instalation for skin department in RSUPN Dr.Cipto mangunkusumo so the budget for RSCM can be lower."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia;, 2015
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nugroho Tam Tomo
"ABSTRAK
Krisis ekonomi yang mulai terjadi sejak awal tahun 1997, telah memberi dampak dalam pembiayaan sektor kesehatan dalam hal ini rumah sakit. Dilema yang dihadapi disatu pihak rumah sakit dengan segala keterbatasan dana, rumah sakit dituntut untuk memberikan pelayanan kesehatan yang lebih bermutu dengan biaya yang terjangkau. Pengelolaan rumah sakit membutuhkan biaya yang cukup besar, terus menerus, disisi lain kemampuan sumber dana dari pemerintah sangat terbatas. Pengelolaan rumah sakit dalam hal ini manajemen keuangan rumah sakit perlu mendapat perhatian terutama masalah piutang pasien yang merupakan salah satu masalah yang dapat mempengaruhi likuiditas rumah sakit.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sistem penatalaksanaan piutang pasien umum rawat inap di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo yang menyebabkan terjadinya piutang dari faktor internal, dengan pendekatan sistem yaitu : Input, Proses, Output Penelitian ini bersifat diskriptik analitik dengan melakukan pengamatan tangsung dan wawancara mendalam.
Hasil penelitian disimpulkan bahwa sistem penatalaksanaan piutang pasien umum rawat inap yang terdiri dari Tahap pra penerimaan, Tahap Penerimaan, Tahap Perawatan, Tahap Penataan Rekening, Tahap Penagihan, Tahap Penutupan Rekening, belum berjalan sebagaimana mestinya. Tahapan pra penerimaan yang merupakan tahapan yang penting ternyata belum ada. Kegiatan informasi yang seharusnya dilakukan pada tahap tersebut, pada tahap berikutnya juga tidak dilakukan. informasi biaya belum dapat disampaikan kepada pasien/keluarganya secara berkala, sehingga pasien/keluarganya tidak dapat memperkirakan jumlah biaya yang harus disiapkan, sistem komputerisasi yang belum terpadu.
Saran-saran yang dapat diberikan adalah penetapan prosedur pemberian kredit pada tahap pra penerimaan, pencatatan biaya pada tahap perawatan dilakukan setiap hari sehingga informasi biaya dapat diinformasikan secara berkala, kerja sama antara tahap perawatan dart tahap penataan rekening dalam hal biaya dengan sistem komputerisasi yang terpadu, aktifnya bagian penagihan.

ABSTRACT
System Analysis on Credit Arrangement for In-patient at RSUPN Dr. Ciptomangunkusumo, Year 1999/2000Economic crisis that overwhelmed Indonesia since 1997 has impact on health sector budgeting, especially for hospital. The dilemma that is faced by hospital in their limitation budget nowadays is that hospital shall provide quality of health service with affordable cost for the patient. In other side, the management of hospital needs huge and continuous budget support, while the ability of central government to give budget support to hospital is very limited, Hospital management, in this case refers to the hospital financial management, needs to have special attention especially on credit arrangement for in-patient that become a major problem that can influence hospital liquidity.
The objective of this research is to analyze the credit arrangement system for in-patient at RSUPN Dr. Ciptomangunkusumo that can lead into credit from internal factor, with the system approach of Input, Process and Output This is a descriptive analysis research by conducting direct observation and in-depth interview.
The result of this research has assumed that the credit arrangement for in-patient consists of some phases. There are: Pre-initial Phase, Initial Phase, Treatment Phase, Accounting Phase, Billing Phase and Billing Closing Phase, which have not run appropriately yet. Pre-initial phase, which is the most important phase, is not existing. The information activity that should be conducted at that phase in fact is not conducted also in the next phase. Information regarding health service cost still can not be delivered regularly to the patient and their family, so that they can not estimate the service cost that should be paid by them, in more the computerized system still not integrated.
Some suggestions are to formulate procedure for providing credit arrangement for in-patient at Pre-initial Phase, daily medical cost recording at Treatment Phase so that information cost is available and can be informed regularly, coordination at Treatment Phase and Accounting Phase in costing with integrated computerized system, and active participation of billing division."
2001
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mustafa Kamal
"Infeksi nosokomial adalah infeksi yang khas terjadi atau didapat di Rumah Sakit. Faktor risiko yang berhubungan dengan infeksi nosokomial di Ruang Perawatan RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo belum diketahui. Periode pengumpulan data dilakukan sejak tanggal 1 Juli 1996 sampai dengan 30 Juni 1997 dengan menggunakan desain kasus kontrol. Jumlah sampel kasus penelitian adalah 210 pasien dan jumlah kontrol 420 pasien. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa rata-rata usia pasien yang terkena infeksi nosokomial lebih tua daripada rata-rata pasien yang tidak terkena infeksi dan perbedaan ini secara statistik bermakna (P = 0,0079). Rata-rata lama hari rawat pasien yang terinfeksi lebih lama daripada pasien yang tidak terinfeksi dan perbedaan ini secara statstik bermakna (P = 0,0122). Kelas III lebih berisiko terkena infeksi nosokomial dibanding kelas I dan II (OR = 1,12, P = 0,6968). Komplikasi dan penyakit penyerta lebih berisiko terkena infeksi nosokomial dibanding tanpa komplikasi dan penyakit penyerta (OR = 1,37, P = 0,0805). Lama tindakan infus yang menggunakan waktu lebih lama lebih berisiko terkena infeksi nosokomial (OR > 3 hari. = 1,85 P = 0,0038). Tindakan operasi yang lamanya lebih dari satu jam lebih berisiko terkena infeksi nosokomial dibanding yang iamanya kurang atau sama dengan satu jam (OR>1 jam = 1,20, p = 0,3897). Tindakan kateter yang membutuhkan waktu lebih lama (lebih 3 hari) berisiko terkena infeksi nosokomial dibanding yang waktunya lebih singkat (kurang atau sama 3 hari) (OR > 3 hari = 2,77, P = 0,0000). Janis tindakan kateter lebih berisiko terkena infeksi nosokomial dibanding tidak dilakukan tindakan kateter (OR = 1,74, P = 0,0020). Pasien yang mendapat banyak tindakan ( > 3 tindakan) lebih berisiko terkena infeksi nosokomial dibanding kurang dari 3 tindakan (OR 3 tindakan = 1,5, P = 0,0329). Pada pemakaian antibiotika yang tidak sesuai dengan hasil kultur (OR = 5,53, P = 0,5186), pemakaian antibiotika irrasional (OR = 3,07, P = 0,0000) dan pemakaian satu/dua jenis antibiotika (0R = 148,8 / 99,46, P = 0,0000) lebih berisiko terkena infeksi nosokomial dibanding antibiotika yang sesuai, antibiotika rasional dan tanpa antibiotika. Faktor-faktor lainnya yang berefek kepada kejadian infeksi nosokomial adalah tindakan infus yang lebih lama, jenis tindakan kateter dan pemakaian antibiotika tidak sesuai dengan hasil kultur. Secara multivariat efek positif tertinggi terdapat pada pemakaian antibiotika tidak sesuai dengan hasil kultur (OR = 6,1848, P - 0,0332) dan efek negatif tertinggi pada pemakaian satu jenis antibiotika (OR.= 0,0095, P = 0,0000). Terdapat interaksi antara lama tindakan lain-lain dengan jenis tindakan kateter (OR = 0,2226, P = 0,0538), interaksi, antara lama tindakan lain-lain dengan pemeriksaan kultur (OR = 0,0209, P = 0,0264), interaksi antara jenis tindakan kateter dengan pemeriksaan kultur (OR. = 0,1353, P = 0,0224). Prevalensi infeksi nosokomial 4,65% sedangkan prevalensi .jenis infeksi luka infus 4,63%, perlu mendapatkan perhatian khusus tentang faktor risiko infeksi nosokomial.

Nosocomial Infection is an infection that specifically occurs or is found in hospitals. The risk factors related to nosocomial infection in the wards of RSUPtk Dr. Cipto Mangunkusumo are not yet known. Data was collected from 1 July 1996 up to 30 June 1997 using the control case design. 210 patients were used as case samples for the research and 420 patients for control. The results of the research show that average age of patients who were nosocomially infected is older than the average age of patients who were not infected and this difference is statistically significant (P = 0,0079i. The average length of stay of infected patients is longer than patients not infected and this difference is statistically significant (P = 0,0122). Class III patients have a higher risk of being infected nosocomially than Class I and II (OR = 1,12, P = 0,6968). Patients with Complications and other side effect diseases have a higher risk of getting infected compared to those without complication or side -- effect (OR = 1,37. A longer use of infusion procedures increases the risk of nosocomially infection (OR ) 3 days = 1,65, P = 0,0038). Operation of longer than one hour cause a higher risk of nosocomial infection compared to operations of one hour or less OR > 1 hour = 1,20, P = 0,3897). The extended use of a catheter (longer than 3 days) increases the risk of nosocomial infection compared to cases in which a chateter is not used (less than or equal to 3 days) (OR > 3 days = 2,77, P = 0,0000). Treatment using a chateter increases the risk of nosocomial infection compared to treatment not using a chateter (OR = 1,74, P = 0,0020). Patients who are treated with several different treatment c> 3 treatments) run a higher risk of getting nosocomial infection compared to those receiving less than 3 treatments (OR 3 treatments = 1,5, F' = 0,0329). The use of unsuitable antibiotics for the culture result (OR = 5,53. F' = 0,5186). an irrational use of antibiotics (OR= 3,07, P = 0,0000) or the use of one or two different antibiotics (OR = 146,8 / 99,46, P = 0,0000) increase the risk of nosocomial infection compared to the use of suitable, rational or no use of infusion, use of catheter and the use of unsuitable antibiotics for culture results. Other factors that influence the occurrence of nosocomial infection are longer use of infusion, use of catheter and the use of unsuitable antibiotics for culture result. In terms of multi-variant the highest positive effect occurs in the use of antibiotics that are not suitable for the culture result (OR = 6.1848,?P = 0,0332) and the highest negative effect is the use of one kind of antibiotic OR = 0,0095, P = 0,0000). There is an interaction between the duration of other treatments and the use of catheter (OR = 0,2228, P = 0,0538), an interaction between the duration of other treatment and culture examinations (OR = 0,0209, P = 0,0264), the interaction between treatment using a catheter and culture examinations (OR = 0,1353, P = 0,0224). The prevalence of nosocomial infection of 4.65% compared to the prevalence of infection caused by wounds induced by infusion needles of 4.63%, shows that special attention should be paid to nosocomial infection risk factors.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>