Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Slamet Sujud Purnawan Jati
"Pendahuluan
Latar Belakang Masalah
Seperti halnya wilayah lain di Pulau Jawa, penelitian arkeologi di Jawa Timur, khususnya untuk situs prasejarah telah dimulai sejak masa pemerintahan kolonial Belanda. Kegiatan tersebut dilaksanakan sesuai dengan kepentingan dan tujuan penelitian pada saat itu. Pada tahap awal tampaknya perhatian penelitian lebih banyak dicurahkan pada tujuan untuk menemukan benda-benda arkeologi berupa artefak. Sementara itu kegiatan yang banyak dilakukan berupa pendokumentasian, kegiatan inventarisasi, pembahasan yang berorientasi pada artefak (artifact-oriented), dan beberapa upaya untuk merekonstruksi kehidupan manusia di masa lampau.
Kegiatan penelitian di wilayah ini pada dua dasawarsa terakhir telah meningkat jumlahnya, dan telah terjadi pergeseran perhatian dari pengkajian atas artefak kepada pengkajian atas situs dan bahkan kawasan. Namun demikian penelitian tersebut belum mencakup seluruh aspek yang terkait, misalnya aspek lingkungan. Hal ini perlu mendapat perhatian, karena berbicara perkara kehidupan manusia dan budayanya, tentu tidak akan terlepas dari perkara yang lain seperti lingkungan alam. Ketiga hal tersebut merupakan faktor yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi baik dalam dimensi ruang maupun waktu (Soejano 1987:37).
Sejak masa lalu manusia telah memanfaatkan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini tercermin dari bukti-bukti arkeologi yang diperoleh, baik yang berbentuk artefak (artefact), ekofak (ecafact), fitur (feature), dan situs (site). Namun disadari bahwa bukti-bukti arkeologi yang sampai kepada kita memiliki keterbatasan baik kuantitas maupun kualitas (Mundardjito 1986:42). Oleh karena itu untuk dapat menjelaskan kehidupan manusia masa lalu tidak hanya dibutuhkan pengkajian atas artefak semata-mata, tetapi pengkajian yang luas atas tinggalan arkeologi, tidak saja pada hanya satu situs, namun tinggalan arkeologi dalam Skala ruang yang lebih luas, yaitu benda-benda arkeologi dan situs-situs yang tersebar dalam wilayah atau kawasan. Untuk itu diperlukan pendekatan yang makro, yaitu pendekatan kawasan disertai dengan kesadaran yang tinggi akan keterkaitan antar situs, baik secara ekologis, geografis maupun fungsional."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Respatianto
"Teknologi secara harfiah ialah ilmu yang berhubungan dengan teknik. Teknik adalah metode, cara dan keterampilan untuk membuat sesuatu atau mencapai sesuatu. Dalam makna yang luas, teknologi berarti cara-cara membuat atau mengerjakan benda-benda, yang dalam mendapatkannya dapat dipelajari terlebih dahulu. Teknologi juga dapat diartikan semua proses yang berkaitan dengan bahan. Selain itu, teknologi juga bertujuan untuk mempelajari hubungan antara sistem teknik dan fenomena sosial ekonomi pada masyarakat pendukungnya. Pada prinsipnya, teknologi meliputi semua proses, dari mulai memperoleh bahan sampai membuangnya, melalui tahapan pembuatan dan penggunaan. Dalam hal ini, industri dapat dipelajari melalui sebuah kombinasi dari beberapa elemen seperti bahan baku, aktifitas pembuatan, keahlian dalam membuat alat, dan alat pembuatnya (lnizan, 1992:12). Teknologi pembuatan suatu benda terdiri dari substractive technology dan additive technology. Substractive technology adalah pembuatan suatu produk dengan mengurangi bahan baku. Sedangkan additive technology adalah pembuatan suatu produk dengan menambah bahan baku (James Deetz, 1967:48). Proses pembuatan suatu benda akan sangat menentukan kualitas hasil benda yang dibuat. Penentuan kualitas hasil pembuatan tergantung pada kemampuan seorang pembuat alat (artisan). Semakin mahir seorang artisan, maka hasilnya akan semakin bagus, dan mendekati kesesuaian dengan keinginan yang direncanakan. Pada prinsipnya, teknologi pembuatan suatu alat terdiri dari substractive technology dan additive technology. Teknologi pembuatan alat batu merupakan salah satu dari contah substractive technology, yaitu pembuatan suahu alat dengan melakukan pengurangan terhadap bahan baku. Pembuatan alat batu itu sendiri adalah perpaduan dari sejumlah pengetthium yaitu kemanapun memperoleh, memilih dan menyiapkan bahan, memotong, menyerpih, menghaluskan, melubangi, dan membentuk bahan baku menjadi produk (Crabtree, 1972:4). Dalam membuat alai batu, seorang pembuat harus melakukan pembuatan dengan hati-hati, karna apabila terjadi kesalahan dalam pemotongan, penyerpihan, dan penghalusan maka akan berakibat pada kegagalan pembuatan sesuai dengan yang direncanakan. Hal itu disebabkan batuan yang sudah dipisahkan tidak dapat ditempel kembali."
Lengkap +
2000
S11886
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Mardiani
"
ABSTRAK
Artefak batu banyak ditemukan dalam situs-situs prasejarah di Indonesia. Artefak ini terdiri dari berbagai jenis dalam kategori alat masif dan alat serpih-bilah. Pada penelitian ini, kategori artefak batu difokuskan pada alat serpih-bilah yang ditemukan dari hasil ekskavasi oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) di situs gua Song Keplek di daerah Punung, Pacitan, Jawa Timur.
Alat serpih-bilah umumnya memiliki teknologi yang hampir sama dengan alat batu masif. Perbedaannya adalah pada teknologinya, yaitu teknik pemangkasan pada alat batu masif dan teknik penyerpihan pada alat serpih-bilah. Tahapan teknologi alat batu terdiri dari perolehan bahan (dengan cara penyiapan dan pengolahan bahan), pembentukan bahan, dan penyempurnaan atau penghalusan alat.
Teknologi yang diuraikan merupakan teknologi umum yang berkembang untuk serpih-bilah. Teknologi ini tentunya berkembang pada pembuatan alat yang dapat menjadi suatu kegiatan penghasil alat, yaitu indusrtri alat batu. Berkaitan dengan perolehan bahan, suatu industri alat batu memerlukan keberadaan sumberdaya batuan. Sumberdaya batuan itu terdapat di lingkungan, dan untuk mendapatkannya, manusia memiliki pengetahuan dalam memilih bahan batuan yang sesuai dengan kebutuhannya. Hal ini memicu munculnya permasalahan pemanfaatan sumberdaya batuan sebagai alat batu di situs ini dengan tujuan untuk mengetahui kaitan antara teknologi dengan sumber bahan agar dapat menjawab perilaku manusia di situs dalam memanfaatkan lingkungan alam, khususnya sumberdaya batuan.
Tujuan penelitian di atas dicoba dicapai dengan menganalisis khusus (specific analysis) terhadap temuan serpih-bilah di Situs Song Keplek, termasuk dengan pengujian petrografi dari serpih yang ditemukan. Analisis kontekstual (contextual analysis) dilakukan terhadap lingkungan situs yang diduga sebagai sumber bahan. Pada penelitian ini juga dilakukan survei pemukaan terhadap beberapa situs sumber.
Tujuan penelitian ini dapat dicapai dan kesimpulan yang dapat diambil adalah: (1) tahap pengerjaan alat batu Situs Song Keplek telah mencapai tahap penyempurnaan alat, (2) Sumber bahan batuan terdapat di lingkungan sekitar situs, dengan 3 kelompok radius daerah perolehan sumber, semakin dekat jarak sumber ke situs, maka semakin besar kemungkinannya sumber itu dimanfaatkan, dan sebaliknya (3) Proses perjalanan alat batu dari bahan hingga alat adalah merupakan hasil seleksi terhadap bahan di dalam teknologi pembuatannya.
"
Lengkap +
1998
S11564
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bandung : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional
050 PREO 3 (1996)
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Andri Purnomo
"Skripsi ini mengkaji Pemanfaatan Hewan Sebagai Sumber Makanan dan Dan Alat Tulang di Situs Song Keplek Jawa Timur. Melalui temuan hasil penggaliannya yang berupa tulang-tulang hewan. Tujuan penelitian ini adalah mencoba mengetahui seberapa jauh pemanfaatan hewan yang dilakukan oleh penghuni situs Song Keplek, terutama untuk sumber makanan dan bahan pembuat alat tulang, dimana dari hasil penggalian yang pernah dilakukan banyak ditemukan temuan tulang hewan dan temuan alat tulang.
Proses pengumpulan data dilakukan dengan melakukan survei pustaka dan survey lapangan. Tujuan dari kegiatan tersebut untuk mengumpulkan seluruh data yang ada dan tercatatat. Data yang telah dikumpulkan dipisahkan menjadi dua, yaitu data pustaka dan data lapangan. Data Iapangan dibedakan lagi menjadi data penggalian dan data lingkungan. Data penggalian yang merupakan data utama dalam penelitian ini kemudian dipilah lagi untuk mendapatkan data yang layak diteliti lebih lanjut. Pengamatan secara khusus terhadap tulang-tulang hewan dan alat tulang dibantu dengan data kepustakaan menghasilkan beberapa hal yang berkenaan dengan proses pemanfaatan hewan yang ada di Situs Song Keplek, yaitu tentang jenis-jenis hewan yang dimanfaatkan dan bagian dari hewan yang kerap dimanfaatkan. Penelusuran data penggalian, kepustakaan mengenai habitat hewan dan lingkungan situs saat kini, menghasilkan kemungkinan gambaran lingkungan yang pernah berlangsung di lingkungan mikro Situs Song Keplek."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1998
S11510
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kasman Setiagama
"
ABSTRAK
Penelitian mengkaji segi subsistensi manusia terutama dalam memanfaatkan sumber daya fauna untuk memperoleh sumber protein hewani dan menggunakan sisa-sisa fauna sebagai bahan peralatan subsistensi. Pemanfaatan sumber daya fauna mempunyai fase nutris dan fase pengolahan bahan alat. Fase nutrisi berlangsung ketika hewan diburu, dijagal dan diambil jaringan lunaknya sebagai bahan makanan. Fase pengolahan bahan alat berlangsung setelah fase nutrisi berakhir dengan diperolehnya limbah konsumsi berupa sisa-sisa tulang hewan. Tulang hewan dipergunakan sebagai alat secara langsung (melalui expeditive bone fracturing technology) maupun secara terencana (melalui intensional bone fracturing technology).
Analisis ekofaktual dan analisis khusus dipergunakan dalam mengamati tulang-tulang panjang vertebrata darat khususnya mamalia. Tujuan analisis untuk mendapatkan gambaran perburuan-pengumpulan hewan, teknologi dan morfologi perusakan tulang panjang hewan, dan teknologi alternatif peralatan subsistensi berbahan tulang hewan.
Gambaran perburuan-pengumpulan diperoleh berdasarkan strategi perburuan yang disusun Julian Steward (1979) dengan membagi kategori perburuan hewan air, perburuan hewan kecil dan perburuan hewan besar. Gambaran teknologi dan morfologi perusakan tulang panjang hewan diperoleh berdasarkan analisis pecahan Bonnichsen (1979), teknologi pengubahan tulang Capaldo dan Blumensehine (1994) dan teknologi pengubahan tulang Eileen Johnson (1985). Gambaran penggunaan tulang hewan sebagai bahan peralatan subsistensi berdasarkan analisis khusus dengan menempatkan unsur tajaman sebagai indikator dalam mengamati artefak tulang.
Berdasarkan kategori Steward, fauna Song Terus dibagi menjadi hewan air (ikan, linsang dan kura-kura), hewan kecil (monyet, kelelawar, tikus pohon, tupai, tikes, landak, unggas, rusa dan babi) dan hewan besar (kerbau, karnivora, badak dan gajah). Monyet merupakan hewan yang dominan berdasarkan indikasi kemunculan dan sebaran elemen hewan disusul kelompok ungulata, pengerat, kura-kura darat, unggas, karnivora, kelelawar, tikus pohon, ikan, badak dan gajah. Teknologi dan morfologi perusakan tulang tampak dalam kemunculan ciri-ciri keruakan tulang hewan, yaitu wilayah pemukulan, titik pukul, luka pemukulan, bentuk umum melingkar, bentuk-bentuk tepian pecahan, retakan penyerpihan dan serpih pemukulan. Ciri-ciri tersebut muncul pada fragmen epifisial, fragmen shaft diafisial, fragmen serpih diafisial dan fragmen konsentrasi. Terdapat dua tipe umum tajaman artefak yang dihasilkan dan variasi delapan sub tipe tajaman menunjukkan keragaman artefak alat tulang.
"
Lengkap +
1998
S11736
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Astuti
"Studi Keankaragaman Hayati Di Situs Song Keplek Punung Pegunungan Sewu, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur
Pasca Sarjana Biologi-FMIPAUI,2000
Penelitian fosil polen dan spora di Danau Wuyang Warak dan Kerta Gebang Kawasan karst Pegunungan Sewu, Jawa Timur, dilakukan pada 3 periode, yaitu : 20 - 23 Desember 1997, 26 28 April 1998, dan tanggal 7 - 8 Maret 1999. Pengambilan contoh tanah dilakukan dengan teknik pengeboran sampai kedalaman ± 6 m. Di setiap lokasi diambil masing-masing dua contoh tanah. Pengamatan polen dan spora menggunakan mikroskop binokuler transmisi merek Leits dengan perbesaran 1.250 kali. Determinasi dilakukan pada foto polen menggunakan buku- buku acuan ; Erdtman (1943 & 1986), Hyde & Adams (1958), Kapp (1969), Huang (1972), Moore & Webb (1978), Morley (1977), Murillo & Bless (1978) dan foto-foto koleksi laboratorium eksploitasi LEMIGAS, Jakarta serta preparat dan slide yang telah teridentifikasi.
Hasil identifikasi fosil polen dan spora mengindikasikan bahwa di daerah penelitian pernah menjadi habitat bagi tumbuhan mangrove, back mangrove, hutan rawa air tawar, hutan hujan pegunungan bawah, hutan hujan pegunungan atas dan bawah, serta riparian.
Masyarakat di kawasan karst Kecamatan Punung Pegunungan Sewu mengupas lapisan kapur pada lahan yang datar dan setengah miring untuk dijadikan sawah dan kebun serta menanam jenis tanaman yang dianggap mempunyai nilai ekonomi tinggi tanpa mernperdulikan kemampuan medium tumbuh. Pola eksploitasi pertanian tradisional yang ada yaitu pola pertanian di Pulau Jawa yang intensif dan pola di luar Pulau Jawa dengan cara tebas bakar dan masa kosong.
Pola pertanian di kawasan karst Pegunungan Sewu berkembang akibat adanya pertambahan penduduk, pemekaran pemukiman dan daerah pertanian yang menggunakan pola bertani intensif dengan memanfaatkan daerah-daerah marginal atau hutan lindung.

Situs Song Keplek is one of the pre-historic sites which is located at Kecamatan Punung apart the Sewu mountain limestone formation right in the border of Central and East Java provinces.
The limestone formation of the Sewu mountain had undergone several physiographic transformations since the Pleistocene time or from two million years ago up to the present.
This study is intended to describe past ecosystem Situs Song Keplek based on fossilized pollens and spores escavated from the sites and present floral composition of the situs.
The research was carried (conducted) out in three different visits on December 20 - 23, 1997; April 26 - 28 1998, and March 7 - 8 1999.
The fossil samples were taken from the bottom or the sediment of Wuyang Warak lake which is still watered up until today and Kerta Gebang lake which is only seasonally watered. The study identified 53 species of 29 families of plants. In Wuyang Warak lake, it was found 29 species of angiosperms and 9 species of pteridophytes with high frequency of Monoprites annulatus (83 pollens), followed by Cyatides sp. (50 spores), Blechnum fraxineum (46 spores), Lycopodium elavatum (28 spores), Podocarpus amaurus (28 pollens), and Lycopodium microphyllum (27 spores). In Kerta Gebang lake, there were 17 species of angiosperms and 18 species of pteridophytes with high frequency of Monoprites annulatus (210 pollens), followed by Podocarpus amaurus (163 pollens), Pteris ensiformis (17 spores), Selaginella sp. (11 spores), and Mimosa sp. (10 pollens).
Sorensen similarity indeks reveals an index of 24% similarity of pollens and spores between two lakes.This figure indicates that the two locations were different in term of their floral compositions which were probably due to their different physiographic environment altitude during the past.
Approximately about 10000 years ago, the sites probably composed of the mangrove back mangrove fresh water tropical rain forest and riparian ecosystems.
The incontinuity of the vegetation pattern in the area could be related to the change of the climate as well as by the presence of human being in the environment since long time.
The findings of Wuyang Warak and Kerta Gebang lakes show a similarity with those of Julianto (1994) who conducted a research in Nampol formation, Jaten formation, and Andjarwati (2000) who conducted a research in Situs Kali Banjar and Situs Gua Tabuhan. The pollen and spore fossils found in Jaten formation concisted of 53 species and 5 families of plants, while in Jaten formation concisted of 32 species and 5 families of plants, in Situs Kali Banjar, the pollen and spore fossils were from 21 familiesof plants and in Situs Gua Tabuhan were from 16 families of plants.
Karst vegetation of the Sewu mountain is not various and mostly composed of wild bushes grows covering the slope of the hill. This is because the people replace the formely existing forest with vegetation of economic value.
Our record on the Baduy practice of agriculture, indicates that traditional wisdom contribute to the conservation of the environment as well as the variety of the local plants and forest. The slash and burn practice of agriculture does not disturb the soil surface, hence proverigation of the soil is prevented.
"
Lengkap +
2000
T550
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library