Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 77 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Achmad Hery Fuad
Abstrak :
How do we reveal hidden structures within a complicated web of social interactions? How can we explain the complex nexus of relationships in a public space? In this paper, we offer a different perspective on urban structures by using a multi-layer perspective to understand the structure of space that emerges from the complex uses of spaces. We particularly benefit from the concept of nesting as the theoretical lens in our research. We use a popular urban leisure space in Jakarta as a case study: The Hotel Indonesia (HI) Roundabout during Car Free Day Sunday events. We reveal that within this particular event, there are nested smaller events. The nesting structure also demonstrates how events and activities overlap within a single setting. The nesting approach provides us with a chance to seek an alternative structure for urban spaces.
Depok: Faculty of Engineering, Universitas Indonesia, 2018
UI-IJTECH 9:1 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Heidy Octaviani Rachman
Abstrak :

Proses pembentukan ruang publik di kota dilakukan oleh tiga pemerintah, pebisnis dan masyarakat. Dalam mewujudkan kota yang berkeadilan, setiap pemerintah memiliki kontrol terhadap ruang berupa kebijakan (top-down), sedangkan pebisnis dan masyarakat melakukan necessary dan optional activity-nya masing-masing dalam ruang kota sebagai tindakan dari sisi bottom-up. Fenomena terjadinya pembentukan ruang publik oleh ketiga aktor tersebut dapat ditinjau dengan metode placemaking. Studi kasus yang diambil untuk penelitian ini adalah CFD Sudirman-Thamrin, DKI Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi mekanisme pemerintah dalam membentuk ruang CFD serta menganalisis proses pembentukan ruang publik melalui placemaking oleh pebisnis dan masyarakat pada kegiatan CFD. Untuk mengetahui kondisi lapangan, peneliti melakukan observasi partisipatif. Selanjutnya dilakukan wawancara secara mendalam dan observasi lanjutan, serta analisis data secara deskriptif dan spasial. Masing-masing dinas/pemerintahan melakukan pengontrolan atas ruang sesuai tugasnya, tetapi belum dalam kerangka besar mewujudkan ruang publik untuk masyarakat. Adanya masyarakat yang melakukan necessary dan optional activity-nya menarik partisipan lainnya untuk berpartisipasi dalam ruang publik. Ruang publik pada saat pelaksanaan CFD telah menjadi ruang aktivitas sosial yang yang inklusif dan atraktif. Kekayaan aktivitas ruang publiknya yang terbukti dalam tinjauan The Power of 10 Places and Things to do, menjadi modal sosial dan ekonomi yang baik untuk masyarakat perkotaan.

 


The process of making public spaces in the city is carried out by three main actors that are governments, business people and community. In the making of equity city, every government has control over space in with their policies (top-down action), while businesses and communities do necessary and optional activity in the city space as a bottom-up action. The phenomenon of making public spaces by the three actors can be reviewed by the method of placemaking. The case study taken was CFD Sudirman-Thamrin, DKI Jakarta. This study aims to identify government mechanisms in making CFD space and analyze the process of making public spaces through placemaking by business people and the communities in CFD. To find out the field conditions, researchers conducted the participatory observation. Furthermore, in-depth interviews and follow-up observations were carried out, as well as descriptive and spatial data analysis. The findings are each department/government controls the space according to its duties, but it is not in the big framework of making places or public space for the community yet. The existence of communities that does necessary and optional activity attracts other participants to participate in public spaces. Public spaces at the time of CFD implementation have become spaces of social activity that are inclusive and attractive. The wealth of public space activity that is evident in the review of The Power of 10 Places and Things to do, is a good social and economic capital for urban communities.

 

2019
T53562
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Julyan Ferdiansyah
Abstrak :
ABSTRAK
Kanal Banjir Timur tidak hanya menjadi instrumen pengendali banjir, tetapi juga sebagai ruang publik yang mendapat perhatian dari masyarakat dan berpotensi menjadi icon baru bagi Jakarta. Penelitian ini membahas mengenai aplikasi dari manajemen ruang publik dalam pengelolaan Kanal Banjir Timur sebagai ruang publik. Penelitian ini menggunakan pendekatan positivist dengan menjadikan dimensi-dimensi manajemen ruang publik, yaitu regulation, maintenance, investment dan coordination, sebagai dasar dalam menganalisis. Data primer diperoleh melalui field research dan wawancara, sedangkan data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa penerapan manajemen ruang publik dalam pengelolaan Kanal Banjir Timur sudah terdapat upaya untuk membuat suatu pengelolaan terpadu yang dilaksanakan oleh UP BKT, namun dalam pelaksanaannya masih mengalami berbagai permasalahan dari sudut pandang dimensi-dimensi manajemen ruang publik.
ABSTRACT
Kanal Banjir Timur is not only an instrument of flood control, but also as a public space that gets the attention of the public and potentially become a new icon for Jakarta. This study discusses the application of public space management in the management of Kanal Banjir Timur as a public space. This study used a positivist approach by making the dimensions of public space management, ie regulation, maintenance, investment and coordination, as a basis for analyzing. The primary data obtained through field research and interviews, and secondary data obtained from the study of literature. The results of this study showed that the application of public space management in the management of Kanal Banjir Timur have an integrated management conducted by UP BKT, but the implementation face a variety problems from the point of view of the dimensions of public space management.
2014
S57561
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marini Saripuspa Dini
Abstrak :
ABSTRAK:

Adanya globalisasi membuat identitas sebuah tempat mulai kehilangan perannya. Pembentukan identitas tempat tidak terlepas dengan kehadiran aktor di dalamnya. Salah satu aktor tersebut adalah komunitas kreatif. Komunitas kreatif adalah sekelompok orang yang memiliki ketertarikan yang sama dan memiliki nilai, tujuan, serta menciptakan interaksi baik dengan individu laindan lingkungan fisik. Keterkaitan antara tempat dan komunitas kreatif dalam pembentukan identitas tempat ditinjau melalui pengaruh identitas tempat terhadap komunitas kreatif atau sebaliknya serta mengkaji penggunaan ruang dan makna tempat bagi komunitas kreatif. Kolaborasi antara ketiga hal tersebut serta waktu terjadinya merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam membahas identitas tempat.

Studi kasus dilakukan di Taman Fatahillah dan Pasar Baru Jakarta, dengan menggunakan metode pengamatan dan wawancara. Sebagairuang publik, tempat ini memiliki identitas yang kuat dalam memicu kehadiran komunitas kreatif di ruang itu. Keberadaan komunitas kreatif melalui aktivitasnya dalam pembentukan identitas tempat merupakan salah satu usaha dalam meningkatkan identitas tempat tersebut. Bagi komunitas kreatif, identitas yang dimiliki ruang publik mendukung aktivitas yang dilakukan dan menciptakan interaksi dengan individu yang lain. Sedangkan peran komunitas bagi ruang publik adalah menjadi daya tarik lain bagi masyarakat untuk datang ke tempat itu.Peran komunitas kreatif menambah identitas tempat tersebut.


ABSTRACT:

Globalization makes the identity of a place begins to lose its role. The formation of place identity cannot be separated by the presence of actors in it. One of the actors is creative community. Creative community is a group of people having the same interest and having value, purpose, and creating the interaction of either by another individual and physical environment. The relationship between the place and the creative community in shaping of place identity viewed through place identity against creative community or otherwise as well as assessing the use of space and meaning of a place for the creative community. The collaboration among all these three and the time of the occurrence of an entity that cannot be separated in discussing the identity of the place.

Case study carried out in Taman Fatahillah and Pasar Baru Jakarta, using the methods of observation and interviews. As a public space, this place of having the strong identity to the triggering of the presence of creative community in these space. The existence of the creative community through their activities in shaping of place identity is one effort in improving the identity of the place. For the creative community, the identity which owned by public space support their activities undertaken and create the interaction with other individuals. While the role of the community for public space is becoming another attraction for people to come to that place. The role of the creative community add to the identity of the place.

Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S56353
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Soerio Hutomo
Abstrak :
Well-being adalah suatu kondisi dalam hidup yang berjalan dengan baik secara perasaan (mental) dan fisik dari suatu individu. Kondisi baik itu salah satunya dapat dipicu dan dicapai melalui ruang publik yang berperan sebagai wadah pengguna dengan latar belakang yang beragam untuk berkumpul, berinteraksi, dan beraktivitas. Namun, peran ruang publik dalam memenuhi kebutuhan utuk mencapai well-being penggunanya semakin menurun. Hal tersebut terutama dikarenakan berkembangnya teknologi yang dapat memenuhi kebutuhan melalui ruang virtual hanya dari genggaman tangan, sehingga pengguna ruang publik menjadi terikat terhadap gadget dibanding daya tarik ruang publik secara fisik dan kualitas. Tulisan ini bertujuan untuk melihat terjadinya fenomena penurunan peran dari ruang publik dalam memenuhi kebutuhan pengguna melalui aktivitasnya untuk mencapai well-being pada era teknologi ini. Untuk dapat memahami fenomena ini lebih jauh, penulis melihat hubungan antara kualitas dari Taman Suropati di Jakarta sebagai objek pengamatan, dengan terjadinya five-ways to well-being dan passive-active engagement terhadap ketercapaian well-being pengguna ruang publik berdasarkan model PERMA. Hasil menunjukan bahwa Taman Suropati sebagai ruang publik yang baik dari segi elemen dan kualitasnya, mampu memicu aktivitas serta interaksi yang dibutuhkan pengunjungnya dan menghasilkan positive emotion sebagai indikasi dari tercapainya well-being dari subjek tersebut. ......Well-being is a positive state in the life of an individual, both mentally and physically. One of the ways to trigger and fulfill the need of such condition is through public spaces, which function as a place for people with diverse backgrounds to gather, interact, and do various activities. However, the role of public space in achieving the need to reach its well-being users has been declining nowadays. This is mainly due to the development of technology that can fulfill their needs to meet and interact in virtual space only from the hands so that users of public space become more engaged to gadgets rather than the attraction of the public space. This paper aims to examine the phenomenon of the declining role of public space for users through their activities to achieve well-being in this technological era. To be able to understand this phenomenon further, the author analyses the relationship between the quality of Taman Suropati in Jakarta as the object of observation, with the occurrence of five-ways to well-being and passive-active engagement towards the achievement of well-being users of public spaces based on PERMA Model. The result shows that Taman Suropati as a public space with fine elements and quality, can trigger the activities and interactions that needed by its visitors and create positive emotions as an indication of the achievement of well-being from the subjects.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitanggang, Nobelitha G. Aldine
Abstrak :
ABSTRAK
Jakarta merupakan ibukota Indonesia dengan penduduk yang sangat padat, kurang lebih empat juta dari sembilan juta diantaranya di Jakarta menempuh perjalanan ke dan dari kota setiap hari kerja maupun hari libur. MRT dapat menjadi solusi alternatif transportasi bagi masyarakat yang juga ramah lingkungan. Kehidupan dan aktivitas ekonomi sebuah kota tergantung dari seberapa mudah warga kota melakukan perjalanan atau mobilitas dan seberapa sering mereka dapat melakukannya ke berbagai tujuan dalam kota. Kota Jakarta yang memiliki kepadatan lalu lintas akan sangat terlihat dampaknya saat MRT sudah berjalan dengan efektif. Adanya perubahan sikap dan mental masyarakat dalam menggunakan MRT akan sangat terlihat, terutama perubahan ketika individu mengalami perbedaan pola perilaku tertentu yang dikombinasikan dengan objek tertentu dalam batasan ruang dan waktu tertentu. Yang dimana dalam hal ini, penerapan arsitektur perilaku yaitu behavior setting dapat menjadi suatu teori yang dapat di dalami sebagai suatu lingkungan binaan yang diciptakan oleh manusia, sehubungan dengan pengertian di atas maka teori tersebut membahas tentang hubungan antara tingkah laku manusia dengan lingkungannya khususnya dalam ruang arsitektur kota. Sehingga adanya MRT yang merupakan terobosan dalam transportasi umum akan sangat memberikan dampak dalam behavior setting manusia dengan lingkungannya. Dengan demikian, melalui teori tersebut akan terlihat kesesuaian antara behavior setting yang terbentuk dengan fungsi ruang di Stasiun MRT Blok M Jakarta.
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muthi`Ah Yasmin Alisha
Abstrak :
Makalah ini menjelaskan bagaimana sistem wayfinding membantu pengunjung museum dalam memahami informasi yang diberikan di museum. Pengguna museum sendiri memiliki latar belakang pengunjung yang bervariasi, termasuk penyandang disabilitas tunanetra. Sebagai ruang publik, museum pada umumnya mampu memberikan informasi tertentu bagi pengunjungnya. Informasi tersebut dapat dipahami pengunjung dengan cara yang berbeda-beda, maka dari itu, pengunjung cenderung bergerak secara independen di dalam museum untuk memahami informasi yang terdapat di museum. Dalam mengakomodasi kebutuhan seluruh pengunjung, dibutuhkan penyesuaian di dalam museum agar museum tersebut dapat diakses oleh semua pengunjung. Dalam hal ini, sistem wayfinding hadir untuk mengarahkan pengunjung museum ketika beraktivitas di dalam sebuah museum. Tujuan dari sistem wayfinding sendiri tidak hanya memberikan arahan bagi seseorang untuk bergerak, tetapi juga untuk memahami lingkungan tempat mereka berada. Pada umumnya sistem wayfinding hadir secara visual, tetapi bagi mereka yang memiliki keterbatasan visual memerlukan penggunaan sensori lainnya untuk memahami sistem wayfinding. Oleh karena itu, sistem wayfinding yang disesuaikan di museum harus hadir secara maksimal agar dapat diakses oleh semua kalangan termasuk pengunjung dengan keterbatasan visual. ...... This paper explains how wayfinding system helps museum visitor to understand the information given in a museum. Museum user itself have a varied background of visitors, including people with disability such as blind people. As a public space, museum generally provide certain information for their visitors. Such information can be understood by visitors in different ways, therefore, visitors tend to move independently to understand the information given in the museum. To accommodate the needs of all visitors, adjustments are needed in the museum so that the museum can be accessed by all visitors. In this case, a wayfinding system appears to direct museum visitors when they are exploring the museum. The purpose of the wayfinding system itself does not only provide direction for a person to move, but also to understand the environment in which they are in. In general, the wayfinding system is presented visually, but for those who have visual disability it requires the use of other sensory to understand the wayfinding system. Therefore, an adjusted wayfinding system in the museum must be present optimally so that it can be accessed by all visitors including those with visual disability.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prinsylia Thionardy
Abstrak :
CPTED yang awalnya bertujuan untuk mengurangi tindakan kriminal pada akhirnya secara tidak langsung berdampak menghasilkan desain-desain yang bersifat membatasi atau mengontrol perilaku maupun akses dari suatu individu atau kelompok tertentu. Desain-desain tersebut dikenal dengan istilah desain hostile yang memiliki tujuan untuk mendukung keberhasilan dari konsep CPTED. Oleh karena itu, desain-desain yang bersifat hostile pada ruang publik saat ini banyak yang berasal dari konsep CPTED. Desain hostile yang tercipta karena konsep CPTED ini dibutuhkan untuk menghasilkan keteraturan di dalam ruang publik yang pada akhirnya berakibat terhadap individu di dalam ruang publik. Berdasarkan hasil pengamatan pada studi kasus, desain hostile yang terbentuk karena konsep CPTED menyebabkan individu tertentu merasa tidak nyaman dan berusaha untuk merespon desain hostile tersebut sehingga menghasilkan sebuah perilaku. Perilaku yang dibentuk tersebut menyebabkan terjadinya perubahan pergerakan manusia di ruang publik stasiun. ......CPTED which initially aims to reduce criminal activity, ultimately has an indirectly impact the creation of designs that limit or control the behavior or access of an individual or a particular group. These designs are known as hostile designs which aim to support the success of the CPTED concept. Therefore, many of the hostile designs in public spaces today stem from the CPTED concept. The hostile design that was created because of the CPTED concept is needed to produce order in public spaces which ultimately affects individuals in public spaces. Based on the observations in the case studies, the hostile design formed due to the CPTED concept causes certain individuals to feel uncomfortable and try to respond to the hostile design resulting in a behavior. The behavior that is formed causes a change in human movement in the public station space.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Burk, Adrienne L. (Lee), 1954-
Abstrak :
In the late 1990s, Vancouver's Downtown Eastside became the setting for three monuments - Crab Park Boulder, Marker of Change and Standing with Courage, Strength and Pride. The monuments were grassroots initiatives that challenged the norms of civic art by claiming a place in public space for society's most vulnerable groups, and each figured in debates about many kinds of violence. Emphasizing the resilience and agency of artists, activists and residents, this vivid account of the creation of memory-scapes offers unique insights into the links between power, public space and social memory. Adrienne L. Burk is a senior lecturer in the Department of Sociology and Anthropology at Simon Fraser University --
Vancouver: UBC Press, 2010
971.1 BUR s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Zeffry Alkatiri
Abstrak :
This article observes collective action of Toa Pe Kong celebration in the public space during Post-New Order era in Slawi, Central Java. This celebration involves local people from different religions and cultures. Why this celebration can be done after New Order? What aspect functions as collective bond among Slawi plural society? Using historical and cultural sources, this study analyses function and meaning of the ritual in relation to the collective aspect of Toa Pe Kong celebration.
2012
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8   >>