Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Runi Astari
Abstrak :
Skripsi ini membahas tentang Implementasi Kebijakan Penertiban Pengemis di Jakarta Timur yang merupakan bagian dari Peraturan Daerah Nomor 8 tahun 2007 tentang Ketertiban Umum (Bab VIII Tertib Sosial). Kebijakan ini dibuat karena adanya fenomena populasi pengemis di jalan dan di tempat-tempat umum yang cenderung meningkat jumlahnya dan sulit diatasi. Peraturan Daerah Nomor 8 tahun 2007 tersebut merupakan terobosan yang dikeluarkan oleh Pemerintah DKI Jakarta guna menyelesaikan masalah dibidang tertib sosial khususnya pengemis. Dalam pelaksanaannya tidak dapat dilaksanakan secara optimal karena adanya pro dan kontra bahkan sebagian masyarakat menganggap kebijakan tersebut bertentangan dengan Hak Asasi Manusia. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan desain deskripstif yang menggambarkan kondisi permasalahan sosial pengemis, pelaksanaan implementasi kebijakan penertiban pengemis serta pola penanganan pengemis di Jakarta Timur. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa implementasi kebijakan penertiban pengemis di Jakarta Timur (Perda Nomor 8 tahun 2007) kurang efektif karena tidak memberikan efek jera kepada pelanggar Perda tersebut. ......This thesis discussed about the implementation of beggars policies in East of Jakarta which part of District Regulation (Perda) No. 8 Year 2007 of Public Regulation (chapter VIII Social Regulation). This policies is made because of the phenomena population of beggars in the street and public places which tends to increase the quantities and hard to handle by the Government. District Regulation (Perda) no. 8 Year 2007 is the solution that Government of DKI Jakarta issued for solving the social problem especially for the beggars. The implementation of this District Regulation not optimal because of the pros and contras, even part of the communities resists this policies and thought that contra with human's rights. This research used the qualitative methods, descriptive design which described the condition of beggars social?s problems, the implementation applied of Beggars Policies and design of handing the beggars in East of Jakarta. The result of this research concluded that the Implementation of the Beggar District Regulation in East of Jakarta (Perda) No. 8 Year 2007 not effective because didn?t give a shock therapy to the Perda?s offenders.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Laila Karmila
Abstrak :
Tesis ini membahas faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan penertiban pedagang kaki lima di Pasar Minggu Jakarta Selatan. penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan tipe deskriptif. Hasil penelitian menyarankan bahwa perlu adanya koordinasi yang intensif antar instansi yang terlibat di dalam penertiban pedagang kaki lima. Tanggung jawab fungsi koordinasi terpusat pada Kepala Kecamatan Pasar Minggu sebagai pihak yang berwenang menerapkan ketertiban umum di wilayahnya. Hal ini terkait dengan usaha mengikis keberadaan oknum-oknum yang melindungi dan memfasilitasi pedagang kaki lima untuk berjualan di tempat-tempat umum. Selain itu, perlu adanya perbaikan internal terkait dengan sumber-sumber (resources) yang melekat pada Satuan Tugas Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kecamatan Pasar Minggu khususnya peningkatan kuantitas dan kualitas petugas Satpol PP. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah perlu adanya peningkatan frekuensi sosialisasi kepada masyarakat khususnya pedagang kaki lima sehingga dapat memberikan pemahaman menyeluruh terkait ketertiban umum di DKI Jakarta. Dengan ini maka dapat mengikis penolakan masyarakat terhadap penegakan ketertiban umum. ......The focus of this study is factors that influence the policy implementation for Regulating street vendors in pasar minggu jakarta selatan. This type of research is a qualitative descriptive research. The result of this study is that researcher suggests that local government has to improve the coordination amongst working units which regulating street vendors. The responsibility of coordination function is centered in the hand of Head of Pasar Minggu District as the only authorize person in implementing public order in his area. This coordination can eliminate the existence of persons which protect and fasilitate the street vendors existence in public area. Moreover, it needs some improvement in the resources which attach to Civil Servant Police Unit (Satpol PP) Pasar Minggu especially for the personels’ quantity and quality. Another factor that has to be counted too is the improvement of socialization frequency amongst society especially street vendors in order to give holistic perception related to public order in DKI Jakarta. By this condition, it can eliminate the resistent of society about the implementation of public order.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T32956
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andreas Natallino Hamboer
Abstrak :
Permohonan pendaftaran merek tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum dan moralitas agama, sesuai dengan yang diatur pasal 5 UU Merek No 15 Tahun 2001. Namun dalam Kasus merek Buddha Bar, telah terjadi pendaftaran yang sah tetapi bertentangan dengan prinsip ketertiban umum. Merek Buddha Bar adalah merek Perancis, yang dimiliki oleh perusahaan George V Restaurant, yang kemudian didirikan oleh PT Nireta Vista Creative. Sertifikasi merek yang diberikan, adalah suatu produk hukum yang dikeluarkan Dirjen HAKI, berdasarkan asas National Treatment, yang diatur di dalam Konvensi Paris. Konvensi Paris juga mengatur adanya kewajiban untuk mengakui merek yang telah terdaftar di negara-negara lain. Walaupun UU merek berasal dari TRIPs, dan merupakan produk hukum Internasional yang telah diratifikasi,tetapi setiap Negara mempuyai kedaulatan untuk menentukan hukum tentang mereknya masing-masing. Undang undang merek merupakan produk hukum Internasional dari TRIPs yang bersumber dari hukum asing, sedangkan hukum membutuhkan wadah implementasi yaitu masyarakat sebagai sarana untuk mengaplikasikan hukum yang telah tercipta. Artinya setiap kaidah hukum bersumber dari keadaan sosiologis masyarakat pembentuknya, dan tidak bisa disamakan keadaan sosiologis masyarakat yang satu dengan yang lain. Ketertiban umum digunakan hakim sebagai alasan pembatalan merek terdaftar Buddha Bar, karena kaidah hukum dari luar, telah bertentangan dengan kaidah hukum nasional yang dijunjung tinggi oleh masyarakat. ...... Application for trade mark registration must not be contrary to public order and morality of religion, according to article 5 Law of Marks No. 15 of 2001. However, in the case of the Buddha Bar mark, there has been a valid registration trademark, but contrary to the principle of public order. Brand Buddha Bar is a French brand, that is owned by George V Restaurant, which was subsequently established by PT Nireta Vista Creative. Certification of marks is a product of law which is issued by Dirjen HAKI, based on the principle of National Treatment. The Paris Convention also regulates the obligation to recognized marks that have been registered in other countries. Although the Law of Marks No. 15 of 2001 comes from TRIPs act, and as a product of International law which has been ratified, but each country has sovereignty to determine their own law of marks. Trade mark Law is product of International Law and TRIPs, that is sourced from foreign law, while the law needs a place to implement, that is community forum, as a means to apply the law which has been created. This means that any rule law derived from the sociological circumstances, and can not be equated state of sociological community with one another. Public order is used by judges as a reason for cancellation the registered trade mark Buddha Bar, because the foreign legal element contrary to the rules of national law upheld by the community.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S24993
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Rahmat Idnal
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini tentang membahas tentang kegiatan penertiban permukiman liar di Muara Angke yang dilakukan oleh petugas tramtib dan Polisi. Perhatian utama dalam penulisan tesis ini adalah bahwa kegiatan penertiban yang dilakukan oleh petugas tramtib dan polisi di Muara Angke selama ini dengan memberdayakan keberadaan para preman yang dianggap tokoh oleh warga penghuni liar. Pendekatan yang digunakan adalah metode kualitatif dengan metode etnografi. Pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan, pengamatan terlibat dan wawancara berstruktur dan tidak berstruktur. Hasil penelitian menunjukan: 1) Kawasan permukiman liar yang terdapat di Muara Angke pada awalnya merupakan penguasaan sebagian lahan yang dilakukan oleh orang-orang kaum pendatang yang memanfaatkan lahan-lahan yang masih kosong milik Unit Pelaksana Teknis Pengelola Kawasan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan (PT PKPP & PPI) Dinas Petemakan, Perikanan dan Kelautan Propinsi DKI Jakarta; 2) kegiatan penertiban yang dilakukan di permukiman liar Muara Angke selama ini dilakukan dengan dua metode yang berbeda, pertama dilakukan oleh aparat tramtib kecamatan Penjaringan Jakarta Utara dan kedua dilakukan oleh UPT PKPP & PPI dengan menggunakan komunitas preman yang dianggap tokoh oleh warga hunian liar, yang selama ini dikenal dengan sebutan tramtib india; 3) kelompok preman yang terdapat di permukiman liar adalah kelompok preman dari bugis-makasar dan kelompok preman dari kulon; 4) para korban penertiban permukiman liar mendapatkan kompensasi dari UPT PKPP & PPI berupa uang kerohiman yang jumlahnya sama dengan tidak melihat kondisi dan fisik bangunan; 5) Cara kerja para preman di permukiman liar Muara Angke adalah dengan mengunig lahan-lahan yang masih kosong kemudian menjualnya kepada warga hunian liar baru yang akan menempatinya; 6) pola hubungan patron klien yang terjadi di permukiman liar Muara Angke adalah patron klien antara preman dengan warga hunian liar dan patron klien antara polisi dengan para preman; 7) metode pendekatan yang dilakukan oleh Polsek KP3 Pelabuhan Sunda Kelapa terhadap para preman di kawasan permukiman liar adalah dengan metode pendekatan persuasif dengan cara melibatkan para preman untuk menjaga dan mengawasi sarana dan prasarana milik UPT PKPP & PPI Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi DKI Jakarta, seperti penjagaan blongblong ikan, penjagaan tambak-tambak dan pejagaan kapal-kapal hasil sitaan Polsek KP3 Pelabuhan Sunda Kelapa. Implikasi kajian dari tesis ini adalah: 1) Ketegasan dalam penegakan Perda DKI Jakarta No. 11 tahun 1988 tentang Ketertiban Umum Wilayah DKI Jakarta terhadap bangunan liar yang ditempati oleh para pendatang liar di Muara Angke harus dilakukan secara konsisten dan berkesinambungan agar jumlahnya tidak terus bertambah; 2) perlu adanya kejelasan status dan pemberian kekuatan hukum yang tetap kepada pihak UPT PKPP & PPI Dinas Petemakan, Perikanan dan Kelautan Propinsi DK1 Jakarta, sehingga setiap kegiatan penertiban yang akan dilakukan oleh pihaknya memiliki dasar hukum yang kuat dan tidak rawan terhadap gugatan PTUN dari pihak lain; 3) Setiap kegiatan penertiban dan penggusuran yang akan dilakukan, hendaknya selalu dipikirkan dampak konflik yang ditimbulkan dari penertiban tersebut, yaitu mengenai relokasi ternpat tinggal selanjutnya dan memperbanyak pembuatan rumah-rumah sederhana layak huni atau rumah susun yang harganya sebagian merupakan subsidi dari pemerintah; 4) penerapan sanksi sesuai Perda harus diterapkan kepada para warga hunian liar yang masih memanfaatkan lahan kosong yang telah dilakukan penertiban.
ABSTRACT
This thesis discusses about the order enforcement activities at illegal settlement in Muara Angke conducted by public order officers and police officers. The main concern in this thesis writing is that the law enforcement activities conducted by public order officers at Muara Angke during the time by empowering the existence of thugs considered as figures by the squatters. The approach used is qualitative method with ethnography method. Data collection carried out through observation, participatory observation and structured and non structured interviews. The research results indicate: (1) Illegal settlement located at Muara Angke in the beginning was control of land conducted by migrants utilizing the unoccupied land belong to Unit Pelaksana Teknis Pengelolaan Kawasan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan (PT PKPPP & PPI) Husbandry, Fishery and Marine Agency Capital Jakarta; 2) the order enforcement conducted in the illegal settlement of Muara Angke during the time conducted with to different methods, first conducted by public order officers of Penjaringan District North Jakarta and second conducted by UPT PKPP & PPI by using thugs community considered as figure by squatters, which during the time known with India public order enforcers; 3) thugs groups in the illegal settlement are thugs groups from Bugis-Makassar and thugs group from Kulon, 4) the eviction victims received compensation from UPT PKPP & PPI in form of kerohiman money which the amounts were the same without considering the building conditions and physic; the work method of thugs at the illegal settlement Muara Angke was by dividing the unoccupied land then sold them to the new squatters who will place them; 6) relations pattern of patron client occurred in illegal settlement Muara Angke are patron client between thugs and squatters and patron client between police and thugs; 7) the approach method conduced by Precinct Police Station KP3 Sunda Kelapa Port toward the thugs in the illegal settlement is by persuasive method by involving the thugs to safeguard and oversee the means and facilities belong to UPI PKPP & PPI of Fishery and Maritime Agency of Capital Jakarta, such safeguarding fish catching, embankments, and vessels of confiscation result of Precinct Police Station KP3 Sunda Kelapa Port. Research implications of this thesis are : 1) Decisiveness in enforcement Bylaw of Capital Jakarta No. 11/1988 concerning Public Orderliness of Jakarta Region toward illegal buildings occupied by the illegal migrants at Muara Angke should be conducted in consistent and sustainable way in order that their number does not increase; 2) it requires clarification of status and permanent legal force granting to the to UPT PKPP & PP Husbandry, Fishery and Maritime Agency of Capital Jakarta, so each orderliness activities to carry out by its side has a strong legal basis and not vulnerable to administrative legal suit from other party; 3) Each order enforcement and eviction to conduct should be always considered their conflict impacts emerged from order enforcement, namely, concerning relocation their next homes and increase the number of simple and decent homes or flats which the prices a part is subsidy from the government; 4) the imposition of sanctions pursuant to Bylaw should be applied to the squatters who still utilize the vacant lands which have been ordered.
2007
T20481
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suroto
Abstrak :
Tesis ini mengkaji tentang pola adaptasi yang dikembangkan anggota Brimob dan keluarganya di lingkungan Asrama Brimob Kedaung Pamulang. Dari latar belakang sosial dan kebudayaan yang berbeda mereka tinggal dalam satu lingkungan asrama yang menekankan nilai-nilai kebersamaan dan jiwa korsa. Karena itu mereka dituntut untuk mengembangkan pola adaptasi baik terhadap lingkungan fisik, sosial dan dalam kehidupan ekonomi sehingga terwujud suatu keteraturan sosial. Penelitian ini mengacu pada konsep yang dikemukakan Alland, bahwa setiap masyarakat selalu mengembangkan mekanisme penanggulangan terhadap tantangan dalam proses adaptasi terhadap lingkungannya. Dalam usaha memahami lingkungannya, manusia mengacu pada pengetahuan budayanya untuk mengantisipasi tantangan-tantangan yang mengancam kelangsungan hidupnya, dan menentukan pilihan strategi penanggulangan guna meningkatkan daya guna bagi hidupnya. Sedangkan konsep adaptasi mengacu pada pendapat J. Bennett, yaitu adaptasi tingkah laku dan adaptasi sosial. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif bersifat deskriptif, dengan tujuan untuk menggambarkan pola adaptasi anggota Brimob dan keluarganya di lingkungan asrama. Selanjutnya dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pola adaptasi anggota Brimob dan keluarganya terhadap lingkungan fisik, sosial dan ekonomi mempunyai karakteristik ; (1) Upaya untuk mengoptimalkan rasio antara input (kondisi lingkungan) dan output (kebutuhan yang harus dipenuhi). (2) Hirarki kepangkatan tidak diterapkan secara tegas. (3) Menjaga keseimbangan kelompok. (4) Perasaan senasib dan saling membutuhkan antar sesama warga. (5) Loyalitas anggota Brimob kepada Danki masih kuat. Pola adaptasi tersebut melahirkan sikap tolong menolong, saling menghargai dan menghormati, saling membutuhkan dan saling menjaga agar tidak terjadi konflik. Demi kepentingan bersama (ketertiban dan ketenteraman di asrama) kadang-kadang mereka harus rela mengorbankan kepentingan pribadinya (menahan perasaan dan mengendalikan diri). Karena itu, terwujudlah keteraturan sosial dalam kehidupan mereka sehari-hari di lingkungan asrama. Keteraturan sosial tersebut terwujud karena adanya perasaan senasib dan saling membutuhkan antar sesama warga yang tinggal di asrama. Untuk mewujudkan keteraturan sosial tersebut mereka membuat aturan-aturan atau yang disepakati dan dilaksanakan bersama sebagai landasan untuk berperilaku. Di sisi lain, agar semua warga berperilaku sesuai dengan harapan-harapan kelompok, maka mereka melakukan pengendalian sosial.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T7711
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Khaidir
Abstrak :
Pelayanan Polri merupakan salah satu tugas pokok Polri dibidang pencegahan kejahatan dalam rangka mewujudkan Kamtibmas. Tugas pelayanan ini, selalu menjadi sorotan masyarakat, karena masih ada beberapa anggota Polri yang belum menghayati arti dari tugas pelayanan tersebut. Mereka masih menampilkan sikap arogan, kasar dan cenderung diskriminatif serta cenderung mengharapkan imbalan saat melakukan pelayanan kepada masyarakat. Demikian halnya dengan Pos Polisi Blok M yang berada di tengah-tengah masyarakat di kawasan Blok M. Keberadaan Pos Polisi tersebut dibutuhkan masyarakat untuk melayani masyarakat melalui tugas Kepolisian yang meliputi : penerimaan laporan pengaduan, melaksanakan tindakan preventif dengan melaksanakan tugas pengaturan, penjagaan, pengawalan dan patroli serta penanganan tempat kejadian perkara. Dalam tugas pelayanan ini, Pos Polisi Blok M tidak hanya sekedar melaksanakan tugas sesuai yang diterangkan diatas. Masyarakat yang heterogen dan memiliki berbagai kepentingan serta menyimpan berbagai masalah di kawasan itu, juga membutuhkan Polri dalam konteks tugas lain yaitu : dapat meredam berbagai permasalahan yang terjadi, mampu menciptakan suasana yang aman dan tertib, dapat menetralisir suasana yang kacau, mengamankan dan menertibkan pasar, berperan sebagai pemecah masalah dalam rangka mencegah terjadinya kejahatan, membantu masyarakat agar terhindar dari gangguan keamanan dan melaksanakan upaya untuk mengantisipasi sumber-sumber potensi konflik. Melihat situasi kawasan Blok M yang begitu kompleks masalahnya dan mencermati keadaan Pos Polisi Blok M yang bersahaja, (cenderung sederhana dan miskin kemampuan), maka menimbulkan suatu asumsi, bahwa Pos Polisi Blok M mengalami kondisi yang tidak seimbang dibandingkan dengan tantangan tugas yang dihadapi. Kondisi seperti ini akan mempengaruhi tugas pelayanan dan juga menimbulkan berbagai kendala dalam menangani setiap permasalahan di kawasan tersebut. Dari penelitian yang dilakukan, diperoleh fakta, bahwa jika Pos Polisi Blok M tidak didukung satuan atas (Polsek dan Polres), maka pos tersebut mengalami tugas yang berat . Dengan adanya peran satuan atas, selama ini tugas-tugas yang begitu kompleks dapat dihadapi. Terlihat pula, bahwa Pos Polisi Blok M, melalui kepemimpinan Kapospolnya, telah melaksanakan berbagai kiat, langkah guna mengatasi tantangan tugas. Kiat dan langkah yang dilakukan oleh Kapospol, cenderung mengabaikan prosedur tetap yang berlaku, bersifat rutinitas, insting dan jangka pendek tanpa perencanaan tertulis, dengan alasan tugas yang dilaksanakan lebih praktis. Kapospol mampu menciptakan hubungan yang baik dengan segenap masyarakat di kawasan tersebut, untuk memanfaatkan potensi masyarakat sekitarya, guna mendukung tugas yang berat. Dalam penelitian ditemukan fakta, bahwa Kapospol tidak menerapkan proses manajemen yang benar sesuai teorinya. Sebagai manajer tingkat bawah, Kapospol terlihat hanya menerapkan manajemen yang sifatnya alami dan berdasarkan situasi saat itu, terutama dalam proses kegiatan pelayanan, dari mulai perencanaan, penyusunan kekuatan, pelaksanaan dan pengendalian. Kesemuanya ini tidak diiakukan secara terencana. Kemudian fakta menunjukkan, bahwa perpolisian yang terkandung dalam tugas pelayanan di Pos Polisi Blok M, lebih bersifat kekeluargaan ( Familiar policing)
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T7712
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Suriadi
Abstrak :
Operasi penertiban yang sering dilakukan oleh Pemda DKI Jakarta terhadap pedagang kaki lima (PKL) yang dianggap melanggar Perda Nomor 11 Tahun 1988, rupanya tidak diterima begitu saja oleh PKL. Ternyata, para PKL melakukan berbagai bentuk perlawanan dalam menghadapi aparat Pemda, bahkan bentuk perlawanan mereka akhir-akhir ini semakin keras. Kerasnya perlawanan PKL tersebut disebabkan oleh munculnya berbagai faktor di mana faktor yang satu berkaitan dengan faktor yang lain. Secara teoretis, suatu perlawanan dapat dimanifestasikan dalam berbagai bentuk, tergantung dari kondisi situasional yang tercipta pada saat itu serta nilai-nilai dan norma, baik yang berlaku di lingkungan setempat maupun yang mengendap dalam alam pemikiran para aktornya. Demikian pula bahwa terdapat sejumlah faktor yang saling berkaitan sehingga menyebabkan terjadinya suatu bentuk perlawanan yang dilakukan oleh satu pihak terhadap pihak lain. Secara umum, teori-teori yang dapat naenjelaskan masalah tersebut antara lain teori yang dikemukakan oleh Parsons, Galtung, Smelser, dan Gum Sementara teori-teori dalam nuansa konteks Indonesia juga dapat dijelaskan seperti yang dikemukakan oleh Pally, Nitibaskara, Wirutomo, dan Hikam. Untuk mengkaji masalah bentuk bentuk perlawanan dan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perlawanan PKL terhadap Pemda DKI Jakarta tersebut, maka dalam penelitian ini dipilih pendekatan penelitian kualitatif dengan jenis penelitian yang bersifat deskriptif-eksplanatif Agar mendapatkan gambaran komprehensif, ada dua jenis data yang dibutuhkan, yakni data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara secara mendalam kepada informan yang dianggap dapat memberikan informasi yang diperlukan serta melakukan pengamatan langsung terhadap kehidupan sehari-hari para PKL. Sementara data sekunder diperoleh dari laporan, dokumen-dokumen, berita-berita surat kabar yang berkaitan dengan masalah perlawanan PKL. Sebagai sampel penelitian, ditetapkan secara purposif salah satu lokasi di DKI Jakarta, yaitu di Perempatan Ciracas, Kelurahan Susukan, Kecamatan Ciracas, Kotamadya Jakarta Timur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada tiga bentuk perlawanan yang dilakukan oleh PKL dalam penertiban Pemda DKI Jakarta, yakni (1) perlawanan tertutup yang dicirikan oleh sikap pura-pura patuh pada saat ada aparat Pemda, tetapi ketika aparat meninggalkan lokasi mereka pun kembali berjualan; (2) perlawanan semi-terbuka yang dicirikan oleh sudah adanya upaya penentangan dalam bentuk perang urat syaraf, munculnya strategi mengaburkan konsep PKL, dan menggalang kekuatan melakukan protes secara lebih frontal; dan (3) perlawanan terbuka yang dicirikan oleh sikap perlawanan secara fisik berupa penggunaan benda tumpul dan senjata tajam yang digunakan oleh PKL untuk melakukan perlawanan kepada aparat Pemda DKI Jakarta. Sedangkan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perlawanan PKL secara keras dapat dilihat pada berbagai tingkatan. Pertama, faktor sistem budaya yang tidak sama antara PKL di satu sisi dengan aparat Pemda di sisi lain dalam memandang lokasi seperti taman-taman kota, trotoar, dan badan jalan. Pemda meletakkan nilai-nilai keindahan dan ketertiban sebagai dasar dalam melihat ketiga tersebut, sementara PKL menempatkan nilai-nilai yang lebih fungsional seperti nilai-nilai ekonomi (yang penting dapat uang) sebagai hal yang utama . Kedua, faktor sistem sosial yang tidak kondusif dalam interaksi sosial sehari-hari PKL, baik terhadap aparat Pemda maupun sesama PKL yang sesama ini mendapat perhatian dari Pemda. Ketiga, faktor sistem kepribadian PKL yang aktif dan agresif tidak diarahkan pada terbentuknya kepribadian yang taat pada aturan. Keempat, faktor sistem biologis yang kurang memadai, yang diakibatkan oleh pengaruh lokasi penjualan (panas, dingin, debu, asap kendaraan) dan lokasi permukiman yang tidak memenuhi norma-norma kesehatan, tidak memungkinkan terciptanya tabula yang senantiasa sehat. Keempat faktor ini saling berkaitan dalam dua mekanisme. Mekanisme pertama adalah sistem biologis memberikan energi dan dorongan terhadap sistem kepribadian untuk kemudian diteruskan ke sistem sosial dan terakhir ke sistem budaya. Sedangkan mekatrisme kedua adalah setelah berada di puncak, sistem budaya kembali mengontrol sistem sosial (institusionalisasi), lalu mengontrol sistem kepribadian (internalisasi), seianjutnya mengontrol sistem biologis. Dan hasil penelitian ini, ada beberapa rekomendasi yang dapat diajukan: (a) kiranya Perpu No. 11 Tahun 1988 (pasal 16) dapat ditinjau ulang karena ternyata Perda tersebut cenderung mendiskriminasi pedagang kecil, seperti PKL; (b) kiranya PKL yang tidak resmi diberi peluang yang sama dengan PKL yang resmi untuk mendapatkan status resmi sehingga mereka juga dapat menjalankan aktivitas penjualannya dengan aman dan tenang; (c) perlunya Pemda mengubah tindakan penertiban tersebut dengan langkah-langkah yang lebih akomodatif berupa penyediaan kios atau lapak-lapak serta pemberian bantuan modal bagi PKL; dan (d) perlunya pembenahan internal bagi Pemda di mana anggotanya sering memeras PKL, padahal mereka juga yang menertibkannya.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T7720
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imam Saputra
Abstrak :
Tesis ini tentang Pemolisian Pos Pol Duri Kepa merupakan interpretasi Kapospol dan anggotanya yang mengacu pada kebijakan dan perintah pimpinan berdasarkan aturan, norma, dan nilai yang berlaku dilingkungan Polri dan masyarakat sebagai subyek kegiatan Pemolisian. Ruang lingkup masalah penelitian dalam tesis ini, mencakup situasi dan karakteristik wilayah Pos Pol Duri Kepa, komposisi dan karakteristik suku bangsa, situasi kamtibmas kelurahan Duri Kepa, masalah-masalah sosial yang menonjol, organisasi dan pengorganisasian Pos Pol Duri Kepa, serta pemolisian diwilayah Pos Pol Duri Kepa. Fokus penelitian ini tentang tindakan-tindakan petugas Pos P0l pada tingkat operasional dalam melaksanakan pemolisian. Sedangkan pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode etnografi, dan didalam mengumpulkan data menggunakan metode pengamatan, pengamatan terlibat, wawancara dan kajian dokumen. Pemolisian merupakan tindakan yang dilakukan oleh Polisi sebagai institusi atau pranata adalah produk interpretasi petugas polisi terhadap perintah atau kebijakan pimpinan, seperangkat aturan, karakteristik wilayah dan budaya masyarakat setempat, untuk menghadapi, menangani berbagai gejala dan permasalahan yang dihadapinya dalam rangka memanfaatkan potensi atau sumber daya lingkungannya untuk memenuhi kebutuhannya balk secara institusi atau pribadi. Yang dilakukan secara berulang dan terus menerus dari waktu ke waktu melalui kegiatan preventif (pelayanan, penjagaan, patroli dan kunjungan warga), guna menciptakan keamanan dan mencegah timbulnya kejahatan atau kriminalitas dan masalah-masalah sosial. Wilayah Kebon Jeruk merupakan salah satu bagian kota di Jakarta dengan karakteristik wilayah yang berbeda dengan daerah diluar kota Jakarta. Wilayah ini memiliki penduduk yang padat dimana masyarakatnya terdiri dari bermacam kesukubangsaan dan kenyakinan agamanya, serta memiliki komunitas yang cukup banyak. Daerah Kebon Jeruk juga merupakan salah satu pusat perekonomian, perdagangan dan kebudayaan. Fakta ini menunjukan banyaknya permasalahan sosial dan tingkat kriminalitas yang berpengaruh terhadap situasi kamtibmas. Wilayah Duri Kepa adalah salah satu kelurahan di Kecamatan Kebon Jeruk yang memiliki penduduk terpadat dan memiliki komuniti yang paling beragam diantara Kelurahan-kelurahan diwilayah Kebon Jenak. Duri Kepa merupakan pusat perekonomian dan aktivitas masyarakatnya paling padat diwilayah Kebon Jeruk, sehingga berdampak pada kompleksitas permasalahan yang timbul menjadi ancaman kamtibmas, yang pada akhimya akan berpengaruh terhadap tugas polisi setempat. Pos pol Duri Kepa sebagai kesatuan polisi terdepan memiliki fungsi dan peran dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat diwilayahnya. Keterbatasan personil, sarana prasarana dan anggaran yang dimiliki Pos Pol akan berdampak kepada pemolisian diwilayah Duri Kepa dalam menciptakan dan memelihara kamtibmas. Kenyataan ini berpengaruh terhadap strategi Kapospol dalam menjalankan pemolisian di wilayah Pos Pol, dengan cara melakukan pendekatan pada masyarakat untuk ikut membantu atau bekerja sama dalam menciptakan kamtibmas dilingkungannya. Pemolisian Pos Pol Duri Kepa merupakan tindakan-tindakan Kapospol beserta anggotanya yang mengacu pada kebijakan dan perintah pimpinan dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang dimiliki Pos Pol serta masyarakat Duri kepa. Strategi pemolisian yang dilakukan oleh Kapospol berupa rencana kegiatan harian, mingguan, dan bulanan. Rencana kegiatan tersebut dijabarkan melatui kegiatan-kegiatan berupa patroli, penyuluhan dan sambang/kunjungan ke kawasan dan hunian, Belum maksimalnya hasit dari kegiatan pemolisian yang dilakukan oleh Pospol Duri Kepa dan meningkatnya ancaman kriminalitas dan permasalahan sosial maka Pos Pol dalam pemolisian di wilayah tugasnya melibatkan masyarakat setempat dalam suatu wadah yang dlnamaKan Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat (FKPM). Serta untuk keberhasilan perpolisian komuniti, di lakukan juga tindakan diskresi oleh petugas Pospol untuk membangun kepercayaan terhadap masyarakat. Kegiatan pemolisian yang telah dilakukan oleh Pospol mendapat respon yang beragam dari masyarakat Duri Kepa yang bersifat positif dan negatif. Pandangan negatif diberikan warga atas kegiatan pemolisian yang tidak merata atau masih tebang pilih. Kegiatan pemolisian yang tebang pilih dikarenakan keterbatasan kuantitas dan kualitas personal, prasarana dan anggaran yang dimiliki oleh Pospol Duri Kepa.
The thesis is about community policing of Duri Kepa Police Post (DKPP) conducted based on the interpretation of the Chief and staff of DKPP. Such interpretation is, of course, based on the strategies and policies of the Indonesian National Police administrator. It is also based on the regulations, rules, norms and values existing in the community as the subject of the programs. The scope of this research includes the situation and the characteristic of the area of DKPP, the compositions and characteristic of various ethnic groups living in the area, the situation of security and public orders of Duri Kepa Political District (Kelurahan), the prominent social issues, the structure and organization of DKPP as well as community policing in the area of DKPP. The research focuses on the action DKPP police officers at the level of operational in implementing community policing. The writer employs qualitative approach and ethnography. Data is collected by using several methods such as observation, involved-observation, interview and document review. Policing is an action which is conducted by the police as an institution. Policing is also a product of police officers' interpretation of order or administrators' policies, a set of regulations, the characteristic of the area and local cultures in facing and handling various phenomenon and issues in order to make use of its potential or human resources in order to create security and public order as well as to prevent crimes and other disturbing social issues. Kebon Jeruk has different characteristic from other areas located out of Jakarta It is a densely populated area Its people have various ethnic groups and various beliefs_ It is also one of the economy, business and culture centers in Jakarta It goes without saying, such reality has influenced criminal situation as well as security and public order in Kebun Jeruk It is the most densely populated area and has the most various communities. It is the center of economy and business resulting in complex problems and threatening security and public order. Lacking of personnel, facilities and infrastructures and budget are some of the problems faced by DKPP. All the problems clearly impact the community policing programs in the area in creating and maintaining public order and security. Policing strategies conducted by DKPP chief and staff include daily activity plan, weekly activity plan, and monthly activity plan that refer to their main duties and the police . ministrator's policies. The increasing criminal and social problems make DKPP involve their community to help them do their jobs by establishing an organization called Forum of Police and Community Partnership (FKPM). Policing activities conducted by DKPP officers has got either positive or negative response from their community. Those who give negative response have the opinion that policing activities are not evenly distributed. As a matter of fact, such distribution is because of DKPP personnel limitation and insufficient budget.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20848
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurahman Adhiyamtomo
Abstrak :
Penelitian ini dibuat untuk mencapai tiga tujuan. Pertama, untuk memahami pengaturan penolakan permohonan eksekuatur Arbitrase Internasional di Indonesia, kedua, untuk mengetahui penafsiran asas ketertiban umum di dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan arbitrase dan ketiga, untuk mengetahui apakah Penolakan Permohonan Eksekuatur Putusan Arbitrase SIAC No. ARB062/08/JL oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Mahkamah Agung dengan menggunakan asas Ketertiban Umum sudah tepat atau tidak. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan dimana hal ini dilakukan dengan cara mengkaji putusan-putusan pengadilan dan Arbitrase, peraturan perundang-undangan serta buku-buku dan dokumen lain untuk dianalisis. Tipologi penelitian adalah yuridis normatif, yaitu dengan melakukan analisis terhadap peraturan perundangundangan di bidang arbitrase serta aturan prosedural (rules) yang berlaku dalam pengakuan putusan arbitrase internasional di Indonesia. Penelitian ini menemukan bahwa Penggunaan asas ketertiban umum oleh PN Pusat di dalam Penetapan No.05/Pdt/ARBINT/2009 dan Mahkamah Agung dalam Putusan No. 01 K/Pdt.Sus/2010 tidak tepat dalam kasus ini karena hanya menggunakan interpretasinya sendiri yang tidak didasarkan kepada arti dari ketertiban umum itu sendiri. Penulis juga berkesimpulan bahwa pada saat Putusan Arbitrase SIAC ini tidak mendapat eksekuatur, maka asas ketertiban umum itu sendiri yang akan terlanggar dengan pemahaman bahwa tidak adanya kepastian hukum untuk menjalankan Perjanjian yang sesuai dengan kontrak (tidak ditaatinya Pacta Sunt Servanda sesuai pasal 1338 KUH Perdata) dan juga terlanggarnya kebijakan publik yaitu Undang-undang No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. ......The research is made to achieve three objectives. First, to understand the rule in refusing international arbitration award in Indonesia. Second, to understand the interpretation of public order in Indonesia?s arbitration laws, and third to know whether the use of public order in the refusal of Arbitration Award No. ARB062/08/JL by Jakarta Pusat District Court and Republic of Indonesia Supreme Court is already proper. The research is using literature research methodology, which is done by studying court verdicts, arbitration awards, rules and legislations, books and other documents in making the analysis. The research typology is normative, which is done by doing analysis to legislations in arbitration field and other arbitration rules and procedures applied applied in Indonesia. The research found that the use of public order in refusing arbitration award by Jakarta Pusat District Court in Penetapan No.05/Pdt/ARBINT/2009 and Republic of Indonesia Supreme Court in Putusan No. 01 K/Pdt.Sus/2010 is not proper. They used their own interpretation of public order without considering the essential meaning of the public order itself. The writer concluded that, at the time SIAC Arbitration Awards didn?t get the exequatur, the public order itself was violated, with the justification that there?s no law certainty to execute agreeement (violation against Pacta Sunt Servanda as in Article 1338 KUH Perdata) and there is also a violation to Indonesia?s public order, Undang-Undang No. 30 Tahun 1999.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41858
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danu Pratama Aulia
Abstrak :
Pada praktiknya, Polri terkadang membutuhkan bantuan TNI dalam melakukan pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat. Namun, belum ada pengaturan yang secara komprehensif mengatur mengenai perbantuan TNI kepada Polri. Menanggapi hal ini, Polri dan TNI menyepakati nota kesepahaman, perjanjian kerjasama, dan pedoman bersama untuk mengatur mengenai perbantuan TNI kepada Polri dalam memelihara Kamtibmas. Dengan metode penelitian yuridis-normatif, tulisan ini menelaah keberlakuan nota kesepahaman, perjanjian kerjasama, dan pedoman bersama antara Polri dengan TNI berdasarkan peraturan perundang-undangan serta doktrin-doktrin hukum. Dalam hal ini, Nota Kesepahaman, Perjanjian Kerjasama, dan Pedoman Bersama antara Polri dengan TNI masih bertentangan dengan UU TNI yang mengatur bahwa pengerahan OMSP harus berlandaskan pada kebijakan dan keputusan politik negara. Salah satu cara untuk menyediakan landasan hukum OMSP dengan selaras dengan UU TNI adalah dengan mengaturnya dalam UU yang merupakan peraturan yang disepakati bersama oleh Pemerintah dengan DPR RI. ......In practice, the National Police sometimes needs the help of the National Armed Force in order to maintain safety and public order. So far, there has been no law that comprehensively regulate military involvement in helping the police to maintain safety and public order. The National Police and National Armed Force then agreed on a memorandum of understanding, agreement, and joined guidelines to regulate military involvement in helping the police to maintain security and public order. With normative legal research, this paper discusses the binding power of memorandum of understanding, agreement, and joined guidelines used by The National Police and National Armed Force. In this case, the memorandum of understanding, agreement, and joined guidelines between Indonesian National Police and Indonesian National Armed Force contradict Law Number 34 of 2004 because it does not stated that a national state policy is a prerequisite for involving the military in protecting safety and public order. One way to provide this national state policy is for the government along with the house of representative to create a new law to regulate military involvement in protecting safety and public order.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library