Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tami Justisia
"Genetic resources have an important value and role for human life. Over technology, it often happens that the utilization of genetic resources of developing countries are not held accountable by the developed countries. Convention on Biological Diversity and the Nagoya Protocol are several international instruments governing the protection of genetic resources. Since each country has sovereign rights over genetic resources in their area, then any access and use should be based on the consent of the competent national authorities which regulated in the Nagoya Protocol. This study will focusing on the protection of the utilization of genetic resources from irresponsible use under Nagoya Protocol and its implementation in Indonesia.

Sumber daya genetika memiliki nilai dan peranan yang penting bagi kehidupan manusia. Seiring berjalannya teknologi,sering terjadi pemanfaatan sumber daya genetika milik negara berkembang secara tidak bertanggung jawab oleh negaranegara maju. Convention on Biological Diversity dan Nagoya Protocol adalah beberapa instrumen hukum internasional yang mengatur perlindungan sumber daya genetika. Karena setiap negara memiliki sovereign rights atas sumber daya genetika yang ada di wilayahnya, setiap akses dan pemanfaatan harus didasarkan kepada izin dari lembaga nasional yang berwenang yang diatur dalam Nagoya Protocol. Skripsi ini meninjau mengenai perlindungan terhadap sumber daya genetika dari pemanfaatan yang tidak bertanggung jawab berdasarkan Nagoya Protocol serta implementasinya di Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
S42161
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Pratiwi Eka Sari
"Indonesia dikenal sebagai negara mega biodiversity memiliki kekayaan spesies tanaman obat sehingga Indonesia menarik bagi peneliti asing yang ingin melakukan penelitian baik untuk kepentingan komersial maupun non-komersial. Sumber Daya Genetik Tanaman Obat Indonesia yang bernilai di pasaran Internasional, membuat Biopiracy berpotensi terjadi apabila perlindungan pelaksanaan akses dan pembagian keuntungan belum optimal sebagaimana amanah tujuan Protokol Nagoya mengenai pembagian yang adil dan seimbang dari setiap keuntungan yang dihasilkan dari pemanfaatan Sumber Daya Genetik. Hal tersebut disebabkan oleh berbagai kendala, diantaranya: (i) perbedaaan konsep pandangan masyarakat lokal yang komunal berlawanan dengan konsep paten dalam rezim hak kekayaan intelektual yang bersifat individual; (ii) database tanaman obat dan pengetahuan tradisional yang belum terintegrasi dengan baik sebagai amanah Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan untuk diintegrasikan dalam Pendataan Kebudayaan Terpadu; (iii) mekanisme perizinan yang rumit; (iv) pembagian keuntungan yang belum maksimal karena terkendala rendahnya Bargaining Position peneliti Indonesia dalam kerjasama; (v) belum adanya standarisasi Material Transfer Agreement (MTA), Mutually agreed Terms (MAT), Prior Informed Consent (PIC); dan (vi) belum disahkannya beberapa aturan hukum yang mengatur mekanisme pendukung akses dan pembagian keuntungan sumber daya genetik yang hingga saat ini masih dalam proses harmonisasi juga membuat pelaksanaan Pasal 26 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten belum dapat dilaksanakan secara maksimal.

Indonesia, known as a mega biodiversity country has rich species of medicinal plants. This makes Indonesia attractive to foreign researchers who want to conduct research for both commercial and non-commercial purposes. The commercial value of Indonesian medicinal genetic resources makes biopiracy potentially occur if the regulation of granting access and profit sharing is not optimal in carrying out safeguards as mandated of the Nagoya Protocol. This is caused by various obstacles, among others: (i) related to the differences in the concept of communal local community views, of course contrary to the Patent concept in the regime of individual Intellectual Property Rights; (ii) database related to medicinal plants and traditional knowledge that has not been well integrated as one of the mandates of law Promoting Culture; (iii) licensing mechanism to obtain complicated access; (iv) profit sharing that has not been maximized due to constrained low Indonesian Bargaining Position; (v) absence of Material Transfer Agreement standard, Mutually Agreed Terms, Prior Informed Consent; and (vi) several legal rules that regulate supporting mechanisms for Genetic Resources Access and Profit Sharing that are still in the process of harmonization also make the implementation of Article 26 Paragraph (3) of Law Number 13 of 2016 concerning Patents has not been fully implemented."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53767
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library