Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 38 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
S6288
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hull, Terence H.
Jakarta: Penebar Swadaya, 1997
363.44 Hul p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jarvinen, Margaretha
Norway: Scandinavian University Press, 1993
306.74 JAR o
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hull, Terence H.
Jakarta: Penebar Swadaya, 1997
363.44 HIL p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Masalah prostitusi, menurut penulis artikel ini, senantiasa mengundang perdebatan. Dalam konteks krimonologi, prostitusi sering dipandang sebagai kejahatan tanpa korban, atau "victimless crime". Namun, Topo senantiasa mepertanyakan apakah memang benar pemahamannya demikian. Di Indonesia, masalah prostitusi diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (pasal 296). Penulis mengharapkan agara ancaman hukuman bagi pelaku prostitusi diperberat lagi di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Nasional yang akan datang.
Hukum dan Pembangunan Vol. 26 No. 4 Agustus 1996 : 325-333, 1996
HUPE-26-4-Agt1996-325
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang S. Pudjono
Abstrak :
Keberadaan wilayah Resosialisasi Boker di Kelurahan Ciracas ini merupakan tempat pelacuran yang statusnya tidak mendapat ijin resmi dari pemerintah, walaupun demikian para pelacur yang bekerja di tempat tersebut resmi terdaftar oleh Suku Dinas Sosial Kanwil Jakarta Timur. Wilayah Resosialisasi Boker ini memiliki kekhasan tersendiri arena tempat ini menyatu dengan pemukiman masyarakat di kelurahan ini. Dengan kondisi yang demikian sangat memungkinkan warga di sekitar Wilayah Resosialisasi ini terpengaruh oleh kegiatan yang ada di tempat tersebut. Sebagian besar warga di daerah ini menyatakan tidak senang dengan adanya tempat pelacuran di dekat tempat tinggal mereka, karena dikhawati.rkan anak-anak mereka terkena pengaruh buruk. tapi banyak yang menyatakan bahwa mereka merasa daerah ini cukup nyaman, dan menyatakan tidak ingin pindah dari tempat yang sekarang mereka huni karena pertimbangan dekat dengan tempat kerja mereka, juga mereka merasa banyak famili yang berdekatan dengan tempat tinggal mereka. Disisi lain sebagian besar warga di daerah penelitian ini rasa dapat mengambil manfaatnya dengan adanya wilayah sosialisasi Boker di dekat tempat tinggal mereka, terutama yang nampak adalah dari segi ekonomi. Dengan adanya keramaian di daerah tersebut, mereka dapat membuka usaha berdagang, ngontrakan rumah, mengontrakan kamar, dan berbagai usaha lain yang merupakan sumber penghasilan sampingan maupun pengasilan utama mereka.
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Fat`hul Achmadi Abby
Abstrak :
Kecuali germo dan mucikari, sementara ini dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sebagai hukum posit if di Indonesia, tidak terdapat satu pasal pun yang secara tegas mengancamkan pidana terhadap pelacur maupun orang yang melakukan hubungan seksual dengan pelacur. Keterbatasan hukum pidana (KUHP) ini menjangkau masalah pelacuran, telah memungkinkan daerah-daerah tertentu di Indonesia mengeluarkan kebijakan dengan menggunakan sarana penal (hukum pidana) melalui produk hukum berupa Peraturan Daerah (Perda) untuk menanggulanginya. Topik kajian dalam tesis yang mengetengahkan tema tentang PENANGGULANGAN MASALAH PELACURAN DENGAN MENGGUNAKAN SARANA PENAL ini, dilatarbelakangi oleh suatu premise bahwa tidak semua daerah di Indonesia mempunyai Peraturan Daerah (Perda) yang melarang pelacuran dengan segala macam bentuknya. Hal yang demikian tentunya tidak terlepas dari adanya nilai-nilai yang ada dan hidup dalam pandangan masyarakat pada setiap daerah tersebut. Propinsi Kalimantan Selatan mempunyai sepuluh (10) wilayah Daerah Tingkat II, yang terdiri dari sembilan (9) wilayah Kabupaten dan satu (1) wilayah Kotamadya. Dengan menggunakan metode purposive sampling, Daerah Tingkat II Kabupaten Banjar dipilih sebagai sampel lokasi penelitian atas dasar pertimbangan bahwa daerah ini merupakan satusatunya Daerah Tingkat II di Propinsi Kalimantan Selatan yang mempunyai Peraturan Daerah (Perda) tentang Pencegahan Pelacuran/Tuna Susila, sedangkan alat pengumpulan data berupa studi kepustakaan dan observasi (wawancara). Data yang terkumpul kemudian dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif analitis. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa disatu sisi terdapat beberapa alasan yang dapat dijadikan sebagai dasar pembenaran untuk menetapkan pelacuran sebagai tindak pidana, namun disisi lain juga terdapat beberapa faktor yang menyebabkan penanggulangan masalah pelacuran dengan menggunakan sarana penal (Perda) tidak berjalan efektif. Sedangkan di masa datang, selain digunakannya upaya penal melalui pengaturan hukum pidana (positif) mengenai masalah pelacuran, juga disertai upaya non penal melalui kebijakan sosial, yakni berupa upaya menghapuskan atau setidaktidaknya meminimalisasikan berbagai faktor kondusif yang dapat menimbulkan tumbuh dan berkembangnya pelacuran, termasuk kebijakan lokalisasi pelacuran.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Kurniawan
Abstrak :
Dalam tesis ini penulis ingin menunjukkan kegiatan pelacuran bertaraf kelas menengah yang terjadi di kawasan Taman Sari Jakarta Barat. Kegiatan pelacuran yang terjadi di kota Jakarta khususnya di kawasan Taman Sari mulai merebak sekitar tahun 1950 sampai dengan tahun 1960. Pada masa itu banyak para wanita dari berbagai daerah datang ke kawasan ini dalam rangka mencari nafkah dengan rnenjadi pelacur. Karena perkembangan jaman dan teknologi, maka berkembang pula kegiatan pelacuran dalam berbagai sifat, bentuk dan tingkatannya. Tak terkecuali di kawasan Taman Sari ini yang semakin hari semakin bertambah marak dengan berdirinya berbagai tempat pelacuran berkedok tempat hiburan seperti Panti-panti Pijat, Pub dan Karaoke. Tak mengherankan kalau di kawasan ini dapat dikatakan merupakan kompleks pelacuran bertaraf kelas menengah. Maraknya kegiatan placuran di kawasan ini salah satu penyebabnya adalah tidak tersentuhnya kawasan pelacuran ini dari kegiatan operasi razia yang dilakukan pihak Kepolisian dan Dinas Sosial Pemda DKI Jakarta. Disinyalir kegiatan pelacuran di kawasan ini mendapat bekingan dari para oknum yang memanfaatkan kegiatan pelacuran sebagai penghasilan tambahan yang menggiurkan. Permasalahan yang menjadi fokus perhatian dalam tesis ini meliputi kegiatan pelacuran kelas menengah di kawasan Taman Sari, pola hubungan antara oknum, germo dan agen serta lingkungan sekitarnya, juga tindakan dan penanganan yang dilakukan oleh Polsek Metro Taman Sari. Metode penelitian yang digunakan adalah metode etnografi, dengan pendekatan kualitatif yaitu mernpelajari dan menganalisis gejala serta pola hidup dan budaya obyek. Sedangkan mengenai penggalian datanya menggunakan teknik pengamatan terlibat, wawancara dan kajian kepustakaan. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa kegiatan pelacuran yang terjadi di kawasan ini menggambarkan adanya hubungan Patron Klien antara germo, pelacur, agen dan oknum yang terlibat. Karena hubungan yang selalu ditekankan pada alur timbal balik yang membentuk tatanan sosial yang saling menjaga dan memelihara, maka kegiatan pelacuran yang terjadi di kawasan Taman Sari ini terus bertahan dan berkembang bahkan luput dari adanya usaha pihak-pihak tertentu yang menginginkan penutupan lokasi ini.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T17749
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakub Prajogo
Abstrak :
Lokasi pelacuran pada warung-warung di sepanjang Jalan Tegal Rotan Kecamatan Pondok Aran Kabupaten Tangerang, tepatnya berada di RT 01 dan 02 pada RW 01 Desa Pondok Jaya, merupakan salah satu dari beberapa lokasi pelacuran di pinggiran kota Jakarta. Kegiatan tersebut merupakan lokasi pelacuran yang timbul sebagai salah satu akibat minimya pendidikan dan kemampuan yang dimiliki para pelacur, disamping itu kegiatan mereka dimanfaatkan oleh para pemilik warung untuk menarik pengunjung guna membeli barang dagangannya di warungnya. Sehingga kehidupan para pelacur dan pedagang warung sangat ketergantungan antara satu dengan yang lainnya. Adapun para pelacur yang terdata sebanyak 70 orang selama penelitian, namun diperkirakan lebih dari jumlah tersebut karena terdapat para pelacur bebas yang keluar masuk lokasi tersebut yang juga tidak diketahui aparat RT setempat. Sejak sekitar tahun 1982, lokasi pelacuran di Jalan Tegal Rotan bermula dari masyarakat setempat yang membuka warung makan dan minuman di sekitar tempat tinggalnya. Pertama kali yang membuka warung dengan mempekerjakan pelayan warung yang merupakan pelacur adalah Pak Rohim. Rohim adalah warga pendatang yang sebelumnya pernah tinggal dan berjualan di waning kopi di lokasi pelacuran di Desa Pondok Kacang Barat. Kemudian kegiatan tersebut diikuti pedagang warung lainnya seperti Bu Tasiyah, Pak Budi Pak Yanto. Kemudian sekarang bertambah dengan pedagang warung lainnya seperti Bu Siti Fatimah, Bu Nurayati, Pak Ton clan lainnya di sepanjang Jalan Tegal Rotan. Adapun pedagang waning yang terdata selama penelitian sebanyak 19 orang. Pelacuran merupakan masalah sosial dalam masyarakat yang dianggap merupakan penyimpangan sosial, namun di sisi lain kegiatan pelacuran dianggap sebagai kegiatan yang dapat menghasilkan uang yang digunakan bagi kebutuhan hidupnya. Sehingga dalam linkungan pelacuran di Jalan Tegal Rotan dalam kenyataannya menjadi fungsional dalam sistem sosial masyarakat, dimana terdapat beberapa warga masyarakat memperoleh penghasilan dari adanya pelacuran di lingkungan tersebut, seperti diantaranya pemilik rumah kontrakan, tukang ojek dan pedagang warung. Penelitian dan pembahasan dalam penuliian tesis ini terhadap pelacuran di lingkungan Jalan Tegal Ratan menggunakan Teori Patron Klien dari Keith R. Legg, Teori Penyimpangan dari Edwin Shuterland, Edwin Lemert, Robert K. Merton, Emile Durkheim dan Howard Becker, Teori Keteraturan Sosial dari Horton dan Hun, Teori Pengendalian Sosial dari Horton dan Teori Interaksionisme Simbolik dari Blumer. Agar memahami pemaknaan dari hubungan para pelaku tersebut, penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan metode etnografi dengan metak loan pengamatan terlibat clan wawanc ara berpedoman. Hasil penelitian mengenai kehidupan pelacur di lingkungan Jalan Tegal Rotan, menunjukan adanya hasil hubunganhubungan para pelaku pelacuran memiliki pemaknaan masingmasing yang menjadilcan keamanan bisnis pelacuran berjalan. Pemaknaan tersebut merupakan pemahaman dari para pelaku yang merupakan kebiasaan dalam lingkungan tersebut, bila dikaji merupakan hal-hal penyimpangan yang seharusnya diketahui oleh para penegak hukum untuk diantisipasi agar dapat menanggulangi masalah pelacuran yang merupakan sebagai masalah sosial dalam masyaralcat yang menyangkut masalah ekonomi pula.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T14870
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Wahyuningsih Rahmawati
Abstrak :
Banyak orang berpendapat bahwa profesi paling tua yang ada dalam masyarakat manusia adalah prostitusi atau pelacuran. Akan tetapi untuk mengungkapkan kapan pelacuran mulai ada dalam masyarakat tidak ada jawaban yang cukup jelas. Pada agama yang yang diakui secara resmi di Indonesia, pelacuran dianggap sebagai suatu penyimpangan tercela dan harus dihindari. Disamping faktor agama, pandangan negatif masyarakat terhadap pelacuran juga dipengaruhi oleh alasan-alasan praktis seperti masalah kesehatan dan kesejeahteraan rumah tangga. Melihat pertimbangan di atas, sudah sewajarnya jika pemerintah berusaha mengurangi, bahkan kalau mungkin melenyapkan pelacuran. Salah satu usaha yang dilakukan adalah dengan mendirikan Panti Rehabilitasi untuk para wanita tuna susila. Di dalam panti, mereka menerima bimbingan, pembinaan dan penyuluhan agar dapat kembali ke masyarakat. Namun demikian apakah masyarakat juga akan menerima mereka yang ingin kembali? Pada kenyataannya, kesediaan masyarakat untuk menerima para wanita tuna susila yang ingin kembali inilah yang jarang ditemui. Karakteristik yang pernah dipilih oleh seseorang akan menjadi suatu pola yang dikenali secara khusus. Dan karakteristik sebagai wanita tuna susila akan menjadi suatu faktor yang kelak akan diperhitungkan orang dalam berinteraksi. Dalam penelitian ini ingin diketahui apakah penolakan dari masyarakat dan pandangan negatif mereka dirasakan pula oleh para wanita tuna susila yang berada dalam pembinaan Panti Rehabilitasi Wanita Mulya Jaya (siswa PRW-MJ). Selain itu ingin diketahui pula seberapa besar intensi mereka untuk berhenti menjadi wanita tuna susila dan apakah persepsi mereka terhadap penolakan lingkungan sosial mempengaruhi intensi mereka untuk berhenti menjadi wanita tuna susila. Hal lain yang juga ingin diketahui melalui penelitian ini adalah, apakah ada perbedaan persepsi siswa PRW MJ terhadap aspek-aspek dalam penolakan lingkungan sosial (aspek keluarga, tetangga dan teman), serta manakah diantara ketiga aspek tersebut yang berpengaruh terhadap intensi mereka untuk berhenti menjadi wanita tuna susila sekeluarnya dari PRW-MJ. Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah kuesioner yang terdiri dari dua bagian:
1. Kuesioner tentang persepsi siswa PRW-MJ mengenai penolakan lingkungan sosial.
2. Kuesioner tentang intensi siswa PRW-MJ untuk berhenti menjadi wanita tuna susila. Dari hasil penelitian ini (dengan 34 responden) didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan pada l.o.s 0.05 antara persepsi terhadap penolakan lingkungan sosial dengan intensi siswa untuk berhenti menjadi wanita tuna susila sekeluarnya dari Panti Rehabilitasi Wanita Mulya Jaya. Semakin tinggi skor persepsi responden terhadap penolakan lingkungan sosial, maka intensinya untuk berhenti menjadi WTS akan semakin rendah. Demikian pula sebaliknya. Hasil lain dari penelitian ini menunjukkan, bahwa siswa PRW-MJ memiliki skor persepsi yang rendah terpenolakan lingkungan sosial, hal ini berarti secara umum mereka tidak merasakan adanya penolakan dari lingkungan sosial terhadap diri mereka. Selanjutnya, penelitian terhadap intensi siswa PRW-MJ untuk berhenti dari pekerjaannya semula sebagai WTS menunjukkan adanya tingkat intensitas yang tinggi. Dari ketiga aspek yang dipersepsi oleh responden, terlihat bahwa skor persepsi responden terhadap aspek keluarga dan tetangga relatif rendah, sedangkan skor pada aspek teman relatif tinggi. Hal ini berarti secara umum mereka tidak merasakan adanya penolakan baik dari keluarga maupun tetangga terhadap diri mereka. Akan tetapi mereka cenderung merasakan adanya penolakan dari teman. Jika ditilik dari pekerjaan mereka sebelumnya sebagai WTS, dimana untuk memperoleh keberhasilan terkadang mereka harus bersaing dengan teman, dapat dimaklumi bila hubungan mereka dengan teman tidak begitu hangat, dan hal ini tentu mempengaruhi persepsi mereka terhadap aspek teman. Hasil lain menunjukkan, bahwa aspek persepsi terhadap keluarga merupakan aspek yang paling menentukan (signifikan pada 1.o.s 0.05) dalam hubungannya dengan intensi untuk berhenti menjadi Wanita Tuna Susila. Hal ini dapat dimengerti karena bila seseorang merasa ditolak oleh keluarganya, maka ia akan merasa tak berarti lagi, karena tak dapat dicari pengganti kehangatan seperti dalam keluarga. Tetapi sebaliknya bila keluarga dipersepsi responden tetap akan menerima kehadiran dirinya, tentulah keinginan responden untuk berhenti menjadi WTS akan semakin meningkat.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1995
S2353
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>