Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 22 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Vera Bararah Barid
Abstrak :
ABSTRAK Pembinaan narapidana merupakan bagian dari tujuan pemidanaan berdasarkan sistem pemasyarakatan yang telah diatur dalam Undang-undang pemasyarakatan dimana seseorang yang telah melakukan kesalahan dibina dengan baik, agar mereka dapat menyadari kesalahan dan perbuatannya dan melakukan pertaubatan, serta ketika mereka selesai menjalani hukuman dapat berintegrasi sosial atau kembali ke masyarakat. Kerja sama pihak swasta dengan Lembaga Pemasyarakatan dalam pembinaan narapidana tidak bertentangan dengan tujuan pembinaan narapidana seperti dalam sistem pemasyarakatan tersebut, karena komponen-komponen pembinaan narapidana yang masih terbatas dari pihak lapas maupun pemerintah (seperti: sumber daya manusia, anggaran pembinaan, peralatan yang menunjang dsb.) dapat dibantu dan dipenuhi oleh pihak swasta. Lapas wanita Klas II A Palembang merupakan salah satu contoh lapas yang berhasil menerapkan konsep ini, meskipun keberhasilan tersebut bukan berarti tanpa adanya kendala-kendala dalam pelaksanaannya. Dengan adanya konsep ini diharapkan narapidana mendapatkan skill sebagai bekalnya nanti ketika mereka telah bebas atau selesai menjalani hukuman di lembaga pemasyarakatan.
ABSTRACT Rehabilitation of inmates is a part of the purpose of criminal prosecution based on the penal system which has been regulated in Law penitentiary whereas a person who has made a mistake nurtured properly, so that they can realize their mistakes, and could change it and when they finished the sentencing, they can integrate social or return to the public. Rehabilitation inmates program in Palembang woman?s correction based on collaboration between correction and private sector which is not contrary to the purpose of fostering such prisoners in the correctional system, because the components are still limited coaching inmates of the prison and the government (such as human resources, budget, support equipment and so on) can be helped and be met by the private sector. Woman?s correction of Class II A Palembang is an example of the correction were successfully implemented this concept, despite this success does not mean the absence of constraints in implementation. With the concept of inmates is expected to gain skills as her talent later when they have free or finished their sentencing in a correctional institution.
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T45136
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sony Wirawan Isnanda
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini melakukan pembahasan mengenai pengaruh sebelum dan sesudah atas intervensi yang dilakukan oleh sektor swasta dalam melakukan pemberdayaan terhadap usaha mikro kecil dan menengah dalam studi kasus Wirausaha Muda Mandiri. Beberapa hal yang akan dilakukan analisis adalah mengenai pengaruh atas intervensi swasta terhadap perkembangan usaha dari UMKM yang dilihat berdasarkan peningkatan omset, aset usaha dan net profit, kemudian mengenai perngaruh atas intervensi swasta terhadap akses keuangan dari UMKM, serta pengaruh intervensi swasta dalam menarik perhatian Pemerintah terhadap para pelaku UMKM yang telah mendapatkan intervensi swasta
ABSTRACT
This thesis is a discussion about the effect before and after the intervention by the private sector in the empowerment of the micro small and medium enterprises in case study of Wirausaha Muda Mandiri . Some things that will be analyze is the impact of the intervention of the private sector to the development of the business of SMEs is seen by the increase in turnover , business assets and net profit , then the impact of the intervention of the private sector to the access to finance of SMEs , as well as the effect of the intervention of private in drawing the Government's attention to the the SMEs that have gained private intervention .
2016
T46716
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Felix Aglen Ndaru Prasetya
Abstrak :
Corporate Social Responsibility (CSR) partnership between the public sector and the private sector has become a new trend in Indonesia in order to overcome budget constraint. However, most CSR programs are not empowering and the LocalGovernments tend to share development burden to the private sector. Kulon Progo Regency is the poorest region in Java Island that conducts a CSR partnership through One Village One Sister Company (OVOSC) program. This study viewed communityempowerment and the discretion of the private sector in OVOSC program. The research approach of this study was the qualitative approach, which utilize in-depth interviews and literature study. Research results show that OVOSC program is dominated bycharity programs. The private companies also have relatively large discretion because the Government tends to share development task to external actors based on the philosophy of gotong royong (mutual cooperation). Kulon Progo Regency Government shouldendorse the companies to launch more empowerment programs and strengthen the monitoring in order to avoid the companies from abusing the discretion. This research also confirms the statement from Donahue and Zeckhauser (2011) that categorized CSRas an alternative way to engage private players in public missions and different from collaborative governance.
Kerja Sama Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (TSP) antara sektor publik dan swasta menjadi model baru di Indonesia untuk mengatasi keterbatasan anggaran. Permasalahannya, mayoritas program TSP tidak memberdayakan masyarakat danPemerintah Daerah cenderung menyerahkan sebagian beban pembangunan kepada sektor swasta. Kabupaten Kulon Progo merupakan daerah termiskin di Pulau Jawa yang melakukan kerja sama TSP melalui program One Village One Sister Company(OVOSC). Penelitian ini mengkaji pemberdayaan masyarakat dan diskresi yang dimiliki sektor swasta dalam program OVOSC. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan melakukan wawancara-wawancara mendalam dan studi literatur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa program OVOSC masih didominasi program karitatif. Sektor swasta juga memiliki diskresi yang relatif besar karena Pemerintah Kabupaten Kulon Progo ingin membagi tugas pembangunan kepada aktor eksternal berdasarkanfilosofi gotong royong. Pemerintah Kabupaten Kulon Progo sebaiknya mendorong perusahaan supaya meluncurkan lebih banyak program pemberdayaan serta memperkuat pengawasan untuk mencegah perusahaan menyalahgunakan diskresi. Penelitian inijuga mempertegas pendapat dari Donahue dan Zeckhauser (2011) yang menyatakan bahwa TSP merupakan cara alternatif untuk melibatkan sektor swasta dalam tujuan publik dan berbeda dari collaborative governance.
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2015
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Abstrak :
his Handbook aims to support policy-makers, national governments, national and regional public administrations, PPP officers, practitioners and academia in the design, implementation and assessment of appropriate responses to foster PPPs uptake in the context of developing and emerging economies.
United Kingdom: Emerald, 2018
e20469554
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Sudjoko
Abstrak :
Pertumbuhan penduduk yang pesat saat ini menuntut tersedianya prasarana dan sarana kota termasuk bidang persampahan yang memadai dan perhatian yang lebih besar dari pengelolaan kota. Isu-isu pengelolaan sampah dewasa ini adalah belum efesien dan efektifnya pelayanan, disamping masih tingginya subtidi Pemerintah Daerah dalam pengelolaan sampah. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui dan mengidentifika ikan jenis pelayanan kebersihan (2) Mengetahui sejauh mana efesiensi & efektivitas pelayanan kebersihan di tinjau dari biaya transaksi ekonomi serta pendekatan sumber, proses dan saran (3) Menemukan model alternatif pengelolaan sampah dengan meiibatkan partisipasi sektor swasta (4) Memberikan rekomendasi terhadap delivery system yang lebih efesien dan efektif. Dalam privatisasi mempunyai tujuan sedikit campur tangan pemerintah, lebih bersifat bisnis dan pengurangan beban pemerintah sehingga privatisasi akan lebih efektif dan efesien. Dalam Reinventing Government management tuntutan terhadap pelaku organisasi untuk mempunyai sikap inovasif dan sikap kewirausahaan. Penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan beberapa bentuk perpaduan metode diskriptif yaitu survey kelembagaan dan analisis dokummenter, studi kasus terhadap kinerja swasta yang melaksanakan kontrak pelayanan sampah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelayanan sampah merupakan mixed goods (kuadran 2) dengan ciri-ciri non excludable rival untuk sampah komersial industri dan pasar dan ini hanya meliputi 20,5 % timbulan sampah. Sedangkan pelayanan yang merupakan pure public goods dengan ciri-ciri, non excludable, non rival (kuadran 4) untuk sampah berasal dari rumah tinggal dan fasilitas umum meliputi 79,5 % timbulan sampah. Efesiensi dan efektivitas organisasi dilihat dari pendekatan sumber, proses dan saran masih belum optimal. Retribusi kebersihan baru menyumbang 5;96 % dari jumlah anggaran kebersihan. Model alternatif pengelolaan sampah saat ini masih PSP (Private Sector Participation) perlu dikembangkan lebih jauh menjadi PPP ( Public Private Partnership) atau kontrak konsesi. Akhirnya penulis menyarankan agar momentum Regom ini perlu dilanjutkan dan dikembangkan sesuai action plan, kerangka hukum perlu dirubah, dari Dinas menjadi Perusahaan Daerah, serta usaha-usaha peningkatan produktivitas personil dengan meningkatkan teknologi dan metode kerja, usaha-usaha mereduksi volume sampah serta peningkatan peran serta masyarakat.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riyadi
Abstrak :
Kebijakan Pemerintah Daerah Propinsi DKI Jakarta tentang swastanisasi pelayanan penanganan sampah bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kebersihan lingkungan; memperluas kesempatan kerja dan usaha; serta memperluas areal pelayanan kebersihan. Pelayanan kebersihan itu sendiri, pertama, merupakan salah satu bentuk pelaksanaan fungsi pemerintah daerah yakni fungsi pelayanan masyarakat (public service function), kedua, sebagai bentuk pertanggungjawaban pemerintah daerah kepada masyarakat selaku pembayar pajak, karena pengadaan pelayanan kebersihan baik yang dilaksanakan pemerintah daerah maupun swasta, dibiayai dari pajak yang dibayar oleh masyarakat. Penelitian ini mengkaji perbandingan tingkat kepuasan masyarakat atas pelayanan penanganan sampah, khususnya di wilayah Kecamatan Kelapa Gading Jakarta Utara. Hal yang diperbandingkan adalah tingkat kepuasan kelompok masyarakat yang dilayani oleh sektor pemerintah (public sector) dan yang dilayani oleh sektor swasta (private sector). Sebagai pendukung dan untuk melengkapi, juga diperbandingkan tingkat kepuasan antar pengguna layanan dari kelompok 'rumah tinggal' dan 'komersil', serta antar pengguna layanan yang berdomisili di Kelurahan 'Kelapa Gading Barat', Kelurahan `Kelapa Gading Timur' dan Kelurahan 'Pegangsaan Dua?, Kecamatan Kelapa Gading. Pengujian dilakukan menggunakan methode statistik parametrik/non parametrik dengan memakai fasilitas SPSS for Windows 11 serta dengan teknik 'uji beda mean-skor'. Tingkat kepuasan itu sendiri diukur dari persepsi (P) masyarakat atas pelayanan yang telah diterimanya hingga pengambilan data dilakukan, dikurangi dengan harapan (E) masyarakat atas pelayanan yang ideal diinginkannya. Dimensi pelayanan yang dijadikan acuan dalam penelitian ini merujuk pada dimensi SERVQUAL (Services Quality) yang telah diuraikan Parasuraman, dkk, yaitu ; tangible (bukti langsung), reliability (keandalan), responsiveness (daya tanggap), assurance (jaminan) dan emphaty (kepedulian). Lima dimensi SERVQUAL ini dijabarkan dalam 20 instrumen penelitian (dinotasikan dengan Q1 s.d Q20) dalam bentuk pertanyaan/pernyataan yang diajukan kepada respoden. Ke 20 pernyataan/pertanyaan tersebut pada dasarnya merupakan instrumen pelayanan, khususnya pelayanan penanganan sampah. Jawaban dari setiap instrumen pertanyaan menggunakan gradasi sangat tidak setuju s.d. sangat setuju, yang masing-masing diberi skor 1 s.d. 5. Dengan demikian secara teoritis, tingkat kepuasan bergerak dari yang paling rendah : sangat tidak puas dengan skor (-4) , puas (0), dan tertinggi sangat puas (+4). Dari hasil analisis uji validitas dan reliabilitas data menunjukkan bahwa ke 20 instrumen penelitian ini cukup valid dan reliable. Oleh karenanya ke 20 instrumen tersebut tidak ada yang direduksi. Artinya ke 20 instrumen tersebut dapat diandalkan untuk mengukur sesuatu yang ingin diukur yaitu "tingkat kepuasan pengguna layanan penanganan sampah di Kecamatan kelapa Gading', baik pelayanan yang diberikan oleh sektor publik maupun sektor swasta. Dengan demikian dapat dikatakan dimensi pelayanan jasa yang meliputi dimensi tangible, reliability, responsiveness, assurance dan emphaty, dapat diandalkan sebagai alat untuk menganalisa pelayanan jasa (Zeithaml, Valerie A, et. el. 1990). Hasil uji kornparatif mean skor tingkat kepuasan antara pengguna layanan sektor pemerintah dan sektor swasta, ternyata ada 6 (enam) instrumen yang secara signifikan memiliki perbedaan mean skor tingkat kepuasan. 'Satu instrumen' memberikan tingkat kepuasan lebih tinggi kepada responden/masyarakat yang dilayani oleh sektor pemerintah. Sedangkan untuk 'lima instrumen yang lain', responden/masyarakat yang dilayani oleh sektor swasta tingkat kepuasannya lebih tinggi dari pada yang dilayani oleh sektor pemerintah. Untuk uji beda mean skor tingkat kepuasan antara kelompok konsumen rumah tinggai dan konsumen komersil, terdapat 14 (empat belas) instrumen yang secara nyata memiliki perbedan mean skor tingkat kepuasan. Dan ke 14 instrumen tersebut, kelompok konsumen komersil (tingkat kepuasannya lebih tinggi dari pada kelompok konsumen rumah tinggal. Sedangkan pada uji komparatif mean skor tingkat kepuasan atas instrumen penelitian berdasarkan domisili responden/masyarakat, tidak dapat dilakukan analisis karena tidak memenuhi aturan uji 'Anova'. Oleh karenanya, pengujian dilakukan langsung terhadap dimensi pelayanan. Hasilnya terdapat dua dimensi pelayanan yang secara nyata memiliki perbedaan mean skor tingkat kepuasan, yaitu dimensi 'tangible' dan 'emphaty. Pada dua dimensi tangible dan emphaty tersebut, masyarakat yang tinggal di Kelurahan Kelapa Gading Sarat memiliki tingkat kepuasan lebih tinggi dari pada yang tinggal di Kelurahan Kelapa gading Timur. Demikian juga masyarakat yang tinggal di Kelurahan Pegangsaan Dua memiliki tingkat Kepuasan yang lebih tinggi dari pada masyarakat yang tinggal di Keluarahan Kelapa Gading Timur. Sedangkan antara masyarakat yang tinggal di Keluarahan Kelapa Gading Barat dengan yang tinggal di Kelurahan Pegangsaan Dua tidak memiki perbedaan tingkat kepuasan yang nyata. Dari hasil analisis data terungkap bahwa rata-rata masyarakat Kelapa Gading belum puas atas pelayanan penanganan sampah, baik pelayanan yang diberikan oleh sektor pemerintah (public sector), maupun yang diberikan oleh sektor swasta (private sector). Untuk itu disarankan agar penyedia jasa secara terus menerus memperbaiki dan meningkatkan kinerja pelayanannya.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12476
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djumirin
Abstrak :
Karena keterbatasan dana untuk memenuhi permintaan pembangunan sarana dan prasarana, banyak negara telah menerapkan sistem jalan tol. Pada awalnya pembiayaan jalan tol ditanggulangi dengan dana pemerintah, pinjaman bilateral dan multilateral. Permintaan pembangunan terus meningkat dan memalcsa pengikutsertaan sektor swasta - privatisasi. Privatisasi dapat digunakan untuk memindahkan ekonomi ke sektor swasta dan mengurangi peran pemerintah. Privatisasi usaha jalan tol di Indonesia dimulai pertengahan 1980-an. Privatisasi atau "penjualan' proyek-proyek jalan tol kepada sektor swasta kewenangannya ada pada departemen teknis - Departemen Pekerjaan Umum. Pelaksanaanya dilakukan dengan penunjukan langsung, pemilihan terbatas dan pelelangan terbuka. investor harus bekerja sama dengan Jasa Marga sebagai Badan Pengelola jalan tol di lndosesia. Dalam konsep 80T investor membiayai pembangunan jalan tol, mengoperasikan dan setelah habis masa konsesi umumnya diatas 20 tahun, kewenangan atas jalan tol dikembalikan ke pemerintah tanpa kompensasi apapun. Investasi jalan tol perlu dana besar, jangka panjang, dan arus kas pada awalnya defisit, penerimaan dari pendapatan tol dalam rupiah, meningkat terus sejalan dengan peningkatan volume lalu lintas dan kenaikan tarif. Volume lalu lintas suatu saat mencapai tingkat jenuh, sehingga selain biaya operasional dan pemeliharaan diperlukan investasi ulang untuk penambahan lajur. Jenis sumber dana dan nilai waktu daripada uang sangat penting, bisa mengakibatkan suatu proyek tidak layak. Diperlukan profesionalisme untuk dapat mengatasi resiko-resiko, terutama keuangan, agar tidak terjadi kegagalan investasi. Keberhasilan privatisasi memberikan keuntungan bagi pemerintah (jalan tol terbangun), dan masyarakat. (tarif tol dibawah BKBOK). Investor mendapatkan keuntungan bila sampai masa konsesi proyeksi keuangannya tercapai. Konsep BOT adalah suatu alternatif pendanaan. Penerapan BOT perlu dilanjutkan dengan perencanaan dan pengaturan legal serta perhitungan biaya yang akural agar terhindar terjadinya kegagalan. Agar konsesi berhasil baik, masing-masing pihak wajib konsisten, konsekuen dalam menjalani kerjasama sesuai perjanjian yang telah disepakati. Kesulitan-kesulitan banyak timbul dalam proyek BOT dan merupakan tantangan bagi manajemen untuk mengatasinya. Pembangunan jalan tol di perkotaan memerlukan biaya investasi yang jauh lebih besar. Dalam pengadaan dengan penunjukkan langsung, total biaya investasi lebih besar dibanding dengan lelang terbuka karena tidak terjadi persaingan harga. Tingginya biaya investasi membawa akibat panjangnya masa konsesi. Konsesi yang panjang sebenarnya tidak masalah, yang penting pemerintah/Jasa Marga terhindar dari kerugian akibat kegagalan investasi. Dukungan pemerintah sangat diperlukan. Pemerintah perlu siap dengan FS, FED, OE dan TOR yang akurat sebelum dilakukan lelang. Masalahnya adalah bagaimana mengerahkan investasi dana sebegitu besar dalam jangka panjang tanpa mempengaruhi industri bahkan dapat menyediakan prasarana yang diperlukan - jalan tol.
The condition of limited fund available for the development of infra- structures and public utilities has forced many countries to apply toll road system. Initially, toll road financing was sufficed with the government fund, toll revenue, bilateral and multilateral loans. The increasing demand for toll road development has forced the participation of the private sector - privatization. Privatization can be used to move the economy to the private sector and reduce the government's role. Toll road privatization in Indonesia was started in mid of 1980s, among others through BOT system. The 'selling' of toil road projects to the private sector is implemented and under the approval of the Ministry of Public Works. It is carried out through direct appointment, limited tender and open Lender. Investments in toll road should be in cooperation with PT Jasa Marga (Persero) which has the right of management of toll roads in Indonesia. In the BOT concept the investors build the road, operate and enjoy the revenue, and upon expiry of the concession the toll road right is revert to the government without any compensation. New toll roads are provided without Government spending. The investment needs huge fund, long-term period, the cash flow is initially deficit, toll revenue is in cash, in rupiah, and it increases in line with the increase of traffic volume until it reaches saturation. Yet it still increases due to tariff increase. When the road has reached its maximum capacity it needs widening so that in addition to the operation and maintenance expenditures the investor needs to reinvest. Being a long-term investment, the consideration of time .slue of money is important, and is determinative to the viability of the project. It requires professionalism to cope with the financial risks to avoid investment failure. The success of privatization will bring benefits to the government (roads are provided), to the community as the beneficiary (tariff is lower than SVOC), and the investor enjoys the benefit if until the expiry of the concession period the financial projection can be realized. BOT concept is an alternative of financing. its implementation is worth to be continued with effective planning, accurate financial estimates and computation, and better legal arrangements. To be a sound concessionaire each party in the BOT project should be consistent, observe and adhere to the agreements. Many problems, mostly financial difficulties are challenging the management. Toll road development in city areas needs much more funds. Project procured through direct appointment is with higher investment cost than through open tender because there is no pricing competition. Higher investment cost claims a longer concession period. Providing that the 130T project becomes viable and safe without bringing loss to the government until the concession is expired, limiting the concession period to, e.g. 30 years is likely not wise. For the success of BOT, the government's desire and supports arc-required and it needs to be completed with PFS, FS, FED, OE and TOR and well-worded tender documents before tender. The remaining question is how to mobilize so huge funds for so long a term from the community without/ hampering industrial development but providing it with transportation facilities they require - TOLL ROADS.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1997
T1539
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Felix Aglen Ndaru Prasetya
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan collaborative governance di Kabupaten Kulon Progo melalui program One Village One Sister Company dalam penanggulangan kemiskinan dan upaya Pemerintah Kabupaten Kulon Progo untuk mengajak sektor swasta bergabung dalam program One Village One Sister Company. Teori yang digunakan adalah collaborative governance Pendekatan penelitian ini adalah post positivist dengan teknik pengumpulan data wawancara mendalam dan studi literatur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat sepuluh dimensi dalam collaborative governance di Kabupaten Kulon Progo melalui program One Village One Sister Company dalam penanggulangan kemiskinan yaitu partisipan formalitas durasi fokus stabilitas tahap diskresi alasan. Pemerintah melibatkan sektor swasta upaya Pemerintah mengatasi keterbatasan informasi dan resiko. Pemerintah Selain itu ada tiga upaya Pemerintah Kabupaten Kulon Progo untuk mengajak sektor swasta bergabung dalam program One Village One Sister Company yaitu mempromosikan program One Village One Sister Company melalui media massa melakukan komunikasi secara langsung dengan pihak swasta dan mendayagunakan jejaring yang dimiliki pegawai Pemerintah Kabupaten Kulon Progo.
This research aims to describe collaborative governance in Kulon Progo Regency through One Village One Sister Company Program in poverty alleviation. It also describes Kulon Progo Regency Government effort to invite the private sector to join One Village One Sister Company Program. This research uses collaborative governance theory. Research appoach is post positivist that utilizes in depth interview and literature study. The result shows that collaborative governance in Kulon Progo Regency through One Village One Sister Company Program in poverty alleviation has ten dimensions those are participants formality duration focus stability cycle discretions Government rationales to involve private sector Government efforts to deal with information shortfall and Government risks Besides Kulon Progo Regency Government has three methods to invite the private sector to join One Village One Sister Company program those are promote One Village One Sister Company program through mass media communicate directly with the private company and utilize network owned by the employees of Kulon Progo Regency Government.
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2015
S61367
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Baur, Dorothea
Abstrak :
This book focuses primarily on the role of non-governmental organizations (NGOs), arguing that NGOs can rise above perceived legitimacy deficit to function more effectively as corporate partners than interest groups and activists.
Dordrecht, Netherlands: Springer, 2011
e20400456
eBooks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>