Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Ira Syofyanti
"ABSTRAK
Selain ibu, ayah juga memiliki peran yang tak kalah pentingnya dalam
perkembangan anak, diantaranya adalah perkembangan jender. Jender terkait dengan
karakteristik psikologis (maskulin, feminin, dan androgini), bagaimana seharusnya
seseorang bertingkah laku sebagai pria atau wanita (peran jender), bagaimana cara
berinteraksi dan persepsi diri sebagai pria atau wanita (stereotip peran jender), dan
bagaimana seseorang mengidentifikasikan dirinya sebagai pria atau wanita (identitas
peran jender). Terutama bagi anak laki-laki, ayah merupakan model maskulinitas yang
paling terlihat dan paling signifikan tentang bagaimana seorang laki-laki harus bersikap
dan bertingkah laku. Namun menurut Hetherington dan Parke (1993) ada beberapa alasan
yang menyebabkan ayah tidak dapat hadir bagi anak-anaknya yaitu kematian, perceraian,
bepergian dalam jangka waktu lama, ayah yang dikirim ke medan perang, dan ayah pasif
dan kurang perhatian walaupun secara fisik hadir. Penelitian Nash (dalam Benson, 1968)
menyatakan bahwa anak laki-laki yang mengalami ketidakhadiran ayah pada lima tahun
pertama hidupnya seringkali gagal dalam memperoleh sifat-sifat yang maskulin. Hal ini
sejalan dengan penelitian Dagun (1990) yang menyebutkan bahwa anak yang tidak
mendapat asuhan ayah maka ciri-ciri maskulinnya men jadi kabur.
Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan penghayatan jender pria dewasa
muda yang mengalami ketidakhadiran ayah pada masa kanak-kanaknya (dibawah usia
lima tahun). Subyek dewasa muda diambil dengan alasan bahwa pada tahap usia ini
identitas jender telah terbentuk dan individu telah mengerti apa yang biasa atau tidak
biasa dilakukan oleh pria dan wanita (Baron & Byme, 1997). Bila dikaitkan dengan tugas
perkembangan dewasa muda maka pada tahap ini individu telah mengembangkan
keintiman dalam hubungan interpersonal dan proses pemilihan karir. Penelitian ini juga
akan menjelaskan bagaimana implementasi penghayatan jender dalam hubungan
interpersonal dan proses pemilihan karir pria dewasa muda yang mengalami ketidak
hadiran ayali.
Penelitian ini dapat digolongkan sebagai penelitian kualitatif. Metode
pengumpulan data yang dipakai adalah wawancara, observasi, dan Rem Sex Role
Invwentory (BSRJ). Dalam penelitian kualitatif diharapkan suatu gejala dapat dipahami
sebagaimana pengalaman subyek jadi bukan semata-mata kesimpulan yang dipaksakan
peneliti (Bogdan & Taylor, 1975). Pedoman wawancara yang digunakan disusun oleh
peneliti berdasarkan teori yang terkait dengan penelitian ini. BSRI yang digunakan diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dan telah diujicobakan, direvisi dan dihitung
validitas dan rcliabilitas itemnya oleh Seniati (1991).
Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini adalah bahwa pria dewasa yang
mengalami ketidakhadiran ayah pada masa kanak-kanaknya tetap memiliki sifat-sifat
maskulin. Walaupun memiliki beberapa sifat feminin, mereka dapat menampilkannya
pada situasi dan kondisi yang tepat. Mereka juga mampu mengidentifikasikan diri
terhadap peran jender dan menyadari keberadaan mereka sebagai pria. Dalam menjalani
hubungan interpersonal mereka terbuka dan memiliki ikatan emosional yang cukup erat,
lebih cenderung mencari sahabat yang memiliki ide, nilai dan sifat yang hampir sama
dengan mereka. Dalam hubungan percintaan mereka sedikit khawatir dalam
berkomitmen. Jadi mereka lebih memilih menjalani hubungan tanpa komitmen atau tidak
memiliki pasangan.
Keterbatasan dalam penelitian ini antara lain adalah kurang beragamnya alasan
ketidakhadiran ayah yang dialami subyek. Selain itu, subyek juga sedikit kesulitan dalam
mengingat kejadian masa kanak-kanaknya."
2003
S3246
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutapea, Emelia Astuty
"Setiap tahap dalam kehidupan manusia memiliki tugas perkembangan masing-masing yang harus dipenuhi. Begitu juga dengan masa dewasa muda, masa dimana muncul tuntutan-tuntutan dan harapan-harapan baru dari masyarakat, misalnya untuk mandiri, memiliki pekerjaan, menjalin hubungan intim dengan lawan jenis, dalam rangka membentuk keluarga. Dikatakan bahwa masa dewasa muda adalah puncak dari perkembangan fisik, sehingga kebanyakan orang dewasa muda mengandalkan kekuatan tersebut untuk memenuhi tuntutan yang ada. Namun, ada orang-orang yang mengalami peristiwa-peristiwa yang tidak normatif (misalnya cacat fisik akibat kecelakaan) yang membuat mereka sulit memenuhi tugas perkembangan yang ada. Penyandang cacat fisik mengalami situasi psikologis yang baru karena ada hal-hal yang tidak dapat mereka lakukan seperti sebelum mengalami kecacatan. Bagi pria hal ini menjadi lebih berat karena tuntutan masyarakat terhadap mereka untuk mandiri dan memiliki pekeijaan sangat besar, apalagi mereka akan menjadi kepala keluarga yang harus bertanggung jawab terhadap keluarganya.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggali pandangan mereka tentang masa depan, dalam hal ini kemandirian, intimacy, dan pekeijaan serta faktor-faktor yang mempengaruhi cara pandang tersebut. Juga untuk mengetahui apakah terjadi perubahan pada kepribadian mereka akibat amputasi tangan yang mereka alami, dan bagaimana bentuk perubahannya. Peneliti juga ingin mengetahui pandangan mereka tentang masa depan secara keseluruhan. Dengan mengetahui hal tersebut, dapat membantu mereka untuk bersikap positif tentang masa depan mereka dan membantu kita untuk bersikap dengan tepat terhadap para penyandang cacat sehingga tidak memperburuk pandangan mereka. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif melalui wawancara individual dengan dua pria dewasa muda berusia 20-25 tahun yang mengalami amputasi tangan.
Hasil penelitian menunjukkan bagaimana pandangan subyek tentang kemandirian, intimacy, dan pekerjaan. Kedua subyek merasa mandiri dalam bentuk self governance yang serupa dengan ketidaktegantungan secara fungsional. Namun seorang subyek merasa tidak mandiri dalam pengambilan keputusan, dan kedua subyek merasa belum mandiri secara finansial. Dalam hal intimacy, seorang subyek belum pernah menjalin hubungan dengan lawan jenis, sedangkan subyek lainnya sedang menjalin hubungan dengan seorang gadis yang berada di kota yang berbeda. Hubungan ini dipandang sebagai sumber motivasi dan langkah untuk membentuk keluarga. Dalam pekerjaan, kedua subyek memilih pekerjaan dengan alasan untuk mempertahankan hidup dan disesuaikan dengan ketrampilan yang dimiliki. Bagi kedua subyek, faktor yang mendukung pencapaian kemandirian adalah motivasi dan kemampuan mental yang dimiliki, hal lainnya adalah ketrampilan. Sedangkan faktor yang menghambat adalah belum adanya pekerjaan, bagi seorang subyek cacat fisik juga merupakan penghambat dan subyek lain perlindungan yang berlebihan dari ibunya menghambat kemandiriannya.
Belum adanya pekerjaan dan sifatnya yang pemalu merupakan penghambat bagi seorang subyek untuk menjalin hubungan dengan lawan jenis. Faktor pendukung bagi kedua subyek untuk mendapatkan pekerjaan adalah ketrampilan dan kemampuan mental, juga keberanian, hubungan dengan otoritas dan teman sejawat, sedangkan subyek lain menambahkan motivasi sebagai faktor pendukung. Sedangkan kecacatan merupakan faktor penghambat yang utama selain dasar pendidikan yang kurang, kesulitan mempraktekkan ketrampilan yang didapat, dan perasaan serba kekurangan. Seorang subyek merasa kurang mendapat dukungan dari keluarga, juga sikap orang-orang tertentu yang membuatnya merasa rendah diri serta kepribadiannya yang sensitif dan merasa serba kekurangan membuatnya memandang masa depan dengan pesimis dan sulit sekali untuk sukses. Sedangkan subyek lainnya memandang masa depannya dengan optimis karena adanya dukungan dari berbagai pihak, kepribadiannya yang optimis yang berusaha memandang segala sesuatu dari sisi positif. Seorang subyek merasa sulit untuk merencanakan masa depannya sedangkan subyek lain merasa sedang menuju masa depan yang diinginkannya, bahwa terjadi perubahan pada kepribadian subyek akibat amputasi.
Hasil penelitian juga menunjukkan terjadinya perubahan pada kepribadian subyek akibat amputasi tersebut. Ada perubahan yang bersifat menetap dan positif, ada juga perubahan yang bersifat negatif dan sementara. Perubahan yang bersifat sementara dan negatif adalah timbulnya rasa rendah diri dan rasa malu yang berlebihan. Perubahan yang menetap dan positif dirasakan oleh subyek B yang merasa tidak manja lagi dan terjadi perbaikan dalam kehidupan beragamanya. Untuk melengkapi hasil penelitian .ini, sebaiknya dilanjutkan dengan melibatkan subyek yang bervariasi karakteristikanya dan data digali dari berbagai sumber yang terkait dengan subyek sehingga data yang diperoleh lebih kaya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3220
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library