Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 114 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yoseph Agus Bagus Budi Nurani
Abstrak :
Konsep penghasilan berdasarkan Undang-undang Pajak Penghasilan (UU PPh) berbeda dengan konsep penghasilan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) karena tujuan penghitungan Penghasilan Kena Pajak (PKP) berdasarkan UU PPh adalah untuk keperluan penerimaan negara dan mengatur kehidupan sosial ekonomi termasuk redistribusi penghasilan, sedangkan tujuan penghitungan penghasilan benlasarkan SAK adalah memberi informasi kepada manajemen dan perbedaan antara UU PPh dan SAK. Selanjutnya dikaji pula apakah ketentuan UU PPh yang berbeda dengan SAK tersebut seyogyanya dipertahankan, dipertahankan dengan aturan tambahan secukupnya ataukah diusulkan untuk direformasi. Setelah dilakukan analisis dapat disimpulkan bahwa perbedaan antara penghitungan panghasilan berdasarkan SAK dan PKP berdasarkan UU Pajak tidak dapat dihindarkan karena adanya perbedaan tujuan penyusunan laporan keuangan komersial dengan tujuan penyusunan laporan keuangan fiskal. Perbedaan pedakuan ata.s Bantuan atau Sumbangan, Hibah, Dividen, Penghasilan Dana Pensiun, Bunga Obligasi Reksa Dana, Penghasilan Modal Ventura, Piutang Tak Tertagih, Penyusutan/Amortisasi, Penelitian dan Pengembangan, Pembentukan dan Pemupukan Cadangan, Natura dan Kenikmatan, Entertinmen dan Jamuan Makan, Sanksi Administrasi!Pidana adalah oleh karena UU PPh memiliki pertimbangan dan pendirian yang berbeda dengan SAK. Perbedaan perlakuan UU PPh dengan perlakuan SAK atas Bantuan atau Sumbangan, Hibah, Penghasilan Dana Pensiun, Bunga Obligasi, Piutang Yang tidak dapat ditagih, penyusutan/amortisasi, penelitian dan pengembangan, pembentukan dan penupukan cadangan, natura dan kenikmatan, entertainmen/jamuan, sanksi administrasi pada prinsipnya sebaiknya dipertahakan tetapi diberi aturan tambahan secukupnya, sehingga tercipta kepastian hokum. Sedangkan atas deviden, penghasilan modal ventura diusulkan untuk direformasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T4996
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuliana Gunawan
Abstrak :
Pajak yang timbul sebagai akibat dari teijadinya pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, yaitu Pajak Penghasilan dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan yang dipungut berdasarkan sistem Self Assessment menggunakan Surat Setoran Pajak Penghasilan dan Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 35/PJ/2008 tentang Kewajiban Pemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak Dalam Rangka Pengalihan Hak atas Tanah dan atau Bangunan. Nomor Pokok Wajib Pajak adalah suatu sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak. Sebelum seseorang diwajibkan mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak, ia terlebih dahulu harus memenuhi syarat subjektif dan syarat objektif, jika hanya memenuhi salah satu syarat ia belum diwajibkan mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak. Pokok permasalahan yang diangkat penulis dalam penelitian ini adalah: bagaimana peraturan pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) beserta prakteknya menyangkut kewajiban pencantuman Nomor Pokok Wajib Pajak pada Surat Setoran Pajak Penghasilan dan Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan? dan bagaimana tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam pelaksanaan pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) khususnya terkait dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)?. Metode penelitian yang dipakai adalah metode penelitian yuridis normatif yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif. Dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa pengaturan mengenai Nomor Pokok Wajib Pajak ada pertentangan dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan bahwa Pajak Penghasilan, dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Tax arises as the impact of land and/building rights transfer which is realized by means of Income Tax and Duty on the Acquisition of Land and Building Rights. These taxes are collected based on the Self Assessment system using the Tax Payment Form and Duty on the Acquisition of Land and Building Rights Tax Payment Form which are regulated in the Regulation of Directorate General of Tax Number 35/PJ/2008 35/PJ/2008 on the Obligatory Ownership of Mandatory Taxpayer Number on Land and/ Building Rights Transfer. The Mandatory Taxpayer Number is a facility in the tax administration which is used to identify the Taxpayer. Before a person can obtain this number, the applicant must first fulfill the subjective and objective requirement cumulatively. Partial completion does not lead to the obligation to own Mandatory Taxpayer Number. In this thesis, the author would like to discuss about rules regarding the Income Tax and Duty on the Acquisition of Land and Building Rights Tax Payment Form along with its practice regarding the Obligatory Ownership of Mandatory Taxpayer Number on Land and/ Building Rights Transfer Tax Payment Form. In addition it also seeks to research about the responsibility of Official Certifier of Land Deeds in the enactment of Income Tax and Duty on the Acquisition of Land and Building Rights, particularly relating to the Mandatory Taxpayer Number. The legal research method applies a juridical normative research methodology which focuses on the aspects or norms of positive law. From the research, it is concluded that the regulation regarding Mandatory Taxpayer Number conflicts with Law Number 28 Year 2007 on General Rules and Taxation Procedures, Law Number 38 Year 2008 on Income Tax and Law Number 28 Year 2009 on Provincial Tax and Provincial Levies.
Depok: Universitas Indonesia, 2011
T43906
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alisangihe, Amelia Sonja
Abstrak :
PPAT adalah Pejabat Umum yang bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu. Sebelum melaksanakan pembuatan akta mengenai perbuatan hukum tersebut, selain PPAT wajib terlebih dahulu melakukan pemeriksaan pada Kantor Pertanahan mengenai kesesuaian sertipikat hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun, maka PPAT hanya dapat membuat akta pemindahan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun setelah Wajib Pajak menyerahkan tembusan Surat Setoran Pajak Penghasilan (SSP) dan BPHTB (SSB). Pokok permasalahan yang diangkat penulis dalam penelitian ini adalah: Bagaimana prosedur pelaksanaan pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPTHB)? dan: Apakah hambatan dalam penagihan Pajak Penghasilan (PPh) atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) bagi Pejabat Pembuat Akta Tanah? Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif; data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh melalui bahan pustaka berupa studi dokumen, dimana tipologi dalam penelitian ini bersifat evaluatif yakni menganalisa mengenai prosedur pelaksanaan pembayaran PPh atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dan BPTHB serta hambatan dalam penagihan PPh dan BPHTB bagi PPAT. Dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa pembayaran PPh atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dan BPTHB hanya dapat melalui bank-bank tertentu yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak dan meminta validasi terhadap bukti pembayaran pajak berupa Surat Setoran Pajak Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dan Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ke Kantor Pelayanan Pajak yang telah ditunjuk membutuhkan waktu yang lama. Hal ini merupakan salah satu hambatan bagi PPAT untuk melakukan pendaftaran ke Kantor Pertanahan, sehingga PPAT menyerahkan dokumen-dokumen untuk pendaftaran terlebih dahulu ke Kantor Pertanahan, kemudian menyerahkan tembusan SSP dan SSB setelah mendapat validasi. ......Land Deed Official is the General Official, who has duty to perform part of Land Registration Activities by iss uing deeds as legal proof of certain lawful acts conceming land and ownership rights on property, which will be used as Standard for land registration amendment resulting from such acts. Before issuing the deeds conceming such acts, official other than Land Deed Official, shall assess the actuality of the land and ownership rights certificate to the Land Office, afterwards Land Deed Official may issue the deed after the Taxpayer has submitted a copy of Tax Payment Slip (SSP) and Acquisition Duty of Right on Land and Building Payment Slip (SSB). The main issue that the writer desires to bring to this research is: what is the procedure of Income Tax Payment in respect of the Transfer of Right on Land and/or Building and Acquisition Duty of Right on Land and Building (BPHTB)? and: what is the barrier to land deed official in collecting income tax relating to such issue?. This research constitutes juridical normative research; using a secondary data obtained through materials such as documents. The typology in this research is evaluative, that is to analyze procedures of Income Tax Payment in respect of the Transfer of Right on Land and/or Building and Acquisition Duty of Right on Land and Building (BPHTB) and the barrier in collecting income tax by Land Deed Official relating thereto. By doing this research, it can be concluded that the payment of Income Tax in respect of the Transfer of Right on Land and/or Building and Acquisition Duty of Right on Land and Building (BPHTB) can only be made through certain banks appointed by the Directorate General of Taxation, and validation from the Tax Office generally takes a long period. This is one of the barriers to Land Deed Official in registering land to land Office, causing the copy of validation tax Payment Slip has to be submitted later after relating documents have been submitted.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T26450
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
S10335
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stephen Sinalsal
Abstrak :
PT. Krakatau Steel merupakan salah satu BUMN yang ditunjuk negara untuk memungut PPh 22 atas pembeliannya. Hal ini didasarkan pada UU Nomor 36 Tahun 2008. Agustus 2010 terbit peraturan baru yang mengubah posisi PT. Krakatau Steel sebagai pemungut pajak yaitu PMK Nomor 154/PMK.03/2010. Perubahan ini juga menimbulkan dampak lain bagi PT. Krakatau Steel. Melalui penelitian ini penulis mencoba menganalisa dampak-dampak yang dihadapi oleh PT. Krakatau Steel selaku pemungut PPh 22 dan asas-asas dari penerapan peraturan baru tersebut. Dampak yang dihadapi oleh PT. Krakatau Steel adalah berupa perubahan subjek dan objek pajak, mekanisme penghitungan, mekanisme penyetoran dan pelaporan, serta masalah lain terkait aktivitas PPh 22. Penulis menganalisa bagaimana PT. Krakatau Steel menghadapi dampak ini dan menganalisa kewajiban perpajakan PPh 22 PT. Krakatau Steel untuk melihat keseuaian asas penerapan dari peraturan baru. Penulis menemukan bahwa perubahan ini secara umum telah sesuai dengan asas-asas pemungutan pajak.
PT. Krakatau Steel is one of state-owned enterprise that selected to collect Income Tax Article 22 for their purchase. This is based on UU Nomor 36 Tahun 2008. At August 2010 new rule was released and that change PT. Krakatau Steel position as Income Tax Article 22 collector. The rule is PMK No. 154/No.03/2010. The rule causes some impacts for PT. Krakatau Steel. This research is aimed to analyze the impacts to PT. Krakatau Steel as income tax article 22 collector and the principle in the changed rule.The impact that faced by PT. Krakatau Steel is the change in tax subject and object, calculation mechanism, deposit and report mechanism, and other problem according to tax activity. It also analyze principle of changed rule by analyze PT. Krakatau Steel income tax especially article 22. According to the research results principle is well prepared and well placed in the change.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
S44040
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djoko Muljono
Yogyakarta: Andi, 2009
336.2 DJO p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Adhitya Noorma Febrianto
Abstrak :
Penelitian ini menganalisis pengaruh tarif marginal Pajak Penghasilan orang pribadi PPh OP dan reformasi PPh OP pada tahun 2008 terhadap pertumbuhan laba usaha Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha mikro, kecil dan menengah UMKM . Pengukuran laba usaha tersebut menggunakan rasio laba usaha sebelum pajak terhadap total seluruh penghasilan bruto yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan PPh OP 1770 dalam kurun waktu 2005 sampai dengan 2012 delapan tahun . Penelitian ini menggunakan data yang diperoleh dari Direktorat Jenderal Pajak DJP. Hasil estimasi menggunakan Ordinary Least Square yang dilakukan untuk setiap tahun pengamatan menunjukkan bahwa penurunan tarif PPh OP cenderung dapat meningkatkan rasio laba usaha yang diperoleh Wajib Pajak orang pribadi UMKM, dan peningkatan tersebut menjadi lebih besar setelah dilakukan perubahan struktur dan besaran tarif PPh tahun 2008. Dengan demikian, reformasi PPh OP tahun 2008 tersebut berhasil meningkatkan kinerja usaha Wajib Pajak orang pribadi UMKM.
This study analyzes the effect of marginal Personal Income Tax rate and its reform in 2008 on the growth of individual taxpayers 39 net income which conduct micro, small and medium business UMKM . The measurement of net income uses the ratio of net income before tax to the total of all gross income earned by the taxpayers which has been reported in Personal Income Tax Return 1770 within the period of 2005 to 2012 eight years . This study uses data obtained from the Directorate General of Tax DGT. The estimation result using ldquo Ordinary Least Square rdquo that are performed for each year of observation shows that the decrease of Personal Income Tax rate tends to increase the profit ratio obtained by the individual taxpayer of UMKM, and the increase becomes bigger after the change of structure and the tariff of Personal Income Tax in 2008. Thus, the Personal Income Tax reform in 2008 was successful in improving the performance of individual SMEs.
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T51852
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Ayu Kade Dewi Utami
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pendapat Pemeriksa dan PT. ABC atas sengketa koreksi tentang service charge serta menganalisis implikasi pajak yang timbul dalam sengketa koreksi atas service charge ini. Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan teori sistem pemungutan pajak, pemeriksaan pajak, teori akuntansi dan konsep penghasilan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif dengan melakukan wawancara mendalam. Hasil dari penelitian ini adalah menurut pendapat Pemeriksa, service charge yang diterima dari transaksi sewa hotel harus diakui sebagai penghasilan PT. ABC karena service charge tersebut merupakan bagian yang melekat pada penerimaan utama PT. ABC dan implikasi pajak yang timbul adalah atas komponen service charge tersebut dikenakan pajak di level perusahaan dan karyawan karena Pemeriksa tidak melakukan penyesuaian pada biaya operasional. Sementara menurut PT. ABC service charge merupakan utang kepada karyawan karena substansi service charge merupakan hak karyawan sehingga tidak berhak diakui sebagai penghasilan PT. ABC, dimana hal ini menyebabkan ketidaksesuaian menurut ketentuan pajak karena PT. ABC diwajibkan untuk memotong PPh 21 karyawan. Oleh karena itu, disajikan skema alternatif dimana Wajib Pajak dapat mengubah skema pencatatan atas service charge atau dengan melakukan rekonsiliasi fiskal.
This study aims to analyze the argumentation between fiscus and PT. ABC for fiscal adjustment dispute regarding service charge as well as analyzing the tax implications arising in the correction dispute regarding service charge. The analysis conducted in this study uses the theory of tax collection systems, tax audits, accounting theories and revenue concepts. The method used in this research is descriptive qualitative by conducting in depth interviews. The results of this study are according to the fiscus' argument, service charge received from a hotel rental transaction must be recognized as revenue of PT. ABC because the service charge is an integral part of PT. ABC and the tax implications arising are that the service charge component is taxed at the company and employee level because the fiscus does not make adjustments to operational costs. Meanwhile according to PT. ABC service charge is a liability to the employee because the substance of the service charge is the employees right so it is not entitled to be recognized as revenue of PT. ABC, where this might cause dispute according to the tax regulations because PT. ABC is required to withold personal employee income tax. Therefore, alternative schemes is presented where the Taxpayer can change the scheme used to record transaction related to service charge or by conducting fiscal reconciliation each year.
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mafili Pramudita
Abstrak :
Terbitnya Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) pada tahun 2021 kembali merevisi Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh), salah satunya adalah mengenai perlakuan PPh atas biaya imbalan natura dan/atau kenikmatan. Penelitian ini membahas mengenai adanya perbedaan klausul dalam UU PPh hasil revisi UU HPP dengan peraturan turunannya mengenai pengaturan perlakuan PPh atas biaya natura dan/atau kenikmatan, dengan tujuan menganalisis keselarasan kebijakan pengaturan PPh atas biaya imbalan dan/atau kenikmatan dalam UU PPh hasil revisi UU HPP dengan peraturan turunannya ditinjau melalui asas preferensi berupa lex superior derogat legi inferiori. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif, dengan teknik pengumpulan data berupa studi literatur dan wawancara mendalam. Hasil dari penelitian ini mengungkapkan bahwa asas preferensi lex superior derogat legi inferiori belum dapat diimplementasikan secara pasti, karena masih terdapatnya perbedaan interpretasi baik dari otoritas pajak, maupun dari akademisi dan praktisi, dengan akademisi dan salah satu praktisi yang berpendapat bahwa peraturan tersebut bersifat tidak selaras, namun DJP dan salah satu praktisi berpendapat bahwa peraturan tersebut sudah bersifat selaras. Oleh karena itu, disarankan agar otoritas pajak memberikan sosialisasi secara lebih konkret mengenai perlakuan PPh atas biaya natura dan/atau kenikmatan, dengan memberikan contoh kasus dalam sosialisasinya, sedangkan untuk wajib pajak disarankan agar dapat menyertakan dokumentasi dan pembuktian yang menyatakan bahwa biaya natura dan atau kenikmatan memang berhubungan dengan komponen 3M, sehingga potensi sengketa dapat diminimalisir. ......The enactment of the Harmonization of Tax Regulations Act in 2021 revised the Income Tax Law, including the treatment of income tax on the expenses of fringe benefits and/or benefits in a form of pleasure. This study discusses the differences in clauses between the revised Income Tax Law on the Harmonization of Tax Regulation and its derivative regulations regarding the treatment of income tax on the expenses of fringe benefits and/or benefits in a form of pleasure, aiming to analyze the alignment of income tax policy on both of the regulations from the preference principle of lex superior derogat legi inferiori. The research used a qualitative method, with data collection techniques including literature studies and in-depth interviews. The result of this study reveal that the preference principle of lex superior derogat legi inferiori cannot yet be definitively implemented, as there are still differences in interpretation persist between tax authorities, academics, and practitioners. The tax academics and one of the practitioners stated that the regulations did not align, while the tax authorities and one of the other practitioners stated that the regulations did align. Therefore, it is recommended for tax authorities to provide more concrete socialization regarding the treatment of income tax on the expenses of fringe benefits and/or benefits in a form of pleasure, including giving some case as some examples, while the taxpayers are recommended to include the documentation and proof stating that the cost are indeed related to the 3M components, so that the potential disputes can be minimized.
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aliya Rahmah Rinaldi
Abstrak :
Laporan magang ini bertujuan untuk membahas mengenai evaluasi pelaporan pajak penghasilan SPT Masa PPh 21 dan 23 pada SPT Masa Rumah Sakit DES periode Maret 2022. Rumah Sakit DES merupakan rumah sakit umum yang pada mulanya berfokus pada pelayanan ibu dan anak. Hasil evaluasi akan membandingkan kesesuaian antara praktik pelaporan SPT Masa dengan dasar hukum yang berlaku seperti Peraturan Menteri Keuangan. Evaluasi dilakukan pada subjek pajak, objek pajak, pembayaran SPT, hingga pelaporan SPT Masa. Dari hasil evaluasi, pelaporan pajak penghasilan SPT Masa yang dilakukan oleh Rumah Sakit DES telah sesuai dengan dasar hukum dan teori yang berlaku. Selain membahas pelaporan SPT Masa pada pajak penghasilan Rumah Sakit DES, laporan magang ini juga membahas refleksi diri dari pengalaman yang didapat selama menjalankan magang. ......This internship report aims to discuss the evaluation of income tax reporting on periodic tax return DES Hospital for the March 2022 period. DES Hospital is a public hospital that initially focused on mother and child services. The results of the evaluation will compare the conformity between the reporting practices of the Periodic SPT with the applicable legal basis such as the Ministry of Finance Regulation. Evaluation is carried out on tax subjects, tax objects, payment of tax returns, to reporting of mass tax returns. From the evaluation results, the reporting of the Periodic Tax Return by DES Hospital is following the legal basis and applicable theory. In addition to discussing the reporting of the Periodic Tax Return on DES Hospital income tax, this internship report also discusses self-reflection from the experiences gained during the internship.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>