Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Novanto Edi Sakti
Abstrak :
Mutu effluent yang dihasilkan sejumlah rumah sakit masih di atas baku mutu effluent yang dipersyaratkan bagi rumah sakit, juga pada saat peneliti melakukan residensi II pada bulan Agustus - November 2002 ditemukan cemaran asap dari incinerator dan kadar Ammonium dari limbah cair yang melebihi baku mutu yang dipersyaratkan. Oleh karena itu penting untuk mengetahui bagaimana sistem pengelolaan limbah cair dan klinis Rumah Sakit Haji Jakarta sehingga dapat diterapkan Metode dan Teknologi serta Sumber Daya Manusia yang terlibat beserta proses monitoring atau pemantauan pengelolaan limbah cair dan klinis rumah sakit. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan upaya untuk menggali informasi sedalam-dalamnya tentang pengelolaan limbah cair dan Minis di Rumah Sakit Haji Pondok Gede Jakarta; juga dalam rangka untuk mengetahui sampai sejauh mana pemahaman para petugas dalam proses pengelolaan limbah cair dan klinis rumah sakit. Responden diambil secara Non Probability Sampling, menggunakan metode Purposive Sampling yang dilengkapi dengan pedoman wawancara sebagai instrumen. Hasil penelitian berupa wawancara mendalam, pengamatan dan analisis dokumen. Untuk pengelolaan limbah Minis menggunakan metode Incinerasi, sedangkan untuk limbah cair adalah Biological Treatment; metode yang dianjurkan dalam sanitasi rumah sakit. Sedangkan teknologinya digunakan Incinerator dan STP - WWTP. Personil yang terlibat sudah mempunyai latar belakang pendidikan tentang kesehatan lingkungan. Dari aspek monitoring mengacu kepada standar atau parameter yaitu uji emisi untuk incinerator dan Keputusan Gubernur KDKI Jakarta No. 582/1995 untuk limbah cair. Kesimpulan penelitian bahwa pengelolaan limbah cair dan klinis sudah mengacu kepada peraturan atau ketentuan yang berlaku seperti Permenkes No.986/MENKES/PER/XI/I992, maupun Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia. Saran untuk standar atau parameter limbah cair yang digunakan sebaiknya menggunakan Kep-58/MENLH/I2/1995, sedangkan cemaran asap yang timbul akibat incinerator dapat ditinggikan cerobongnya, bila pemindahan lokasi tidak dapat dilakukan.
The quality of effluent which producted from several hospital still exceed effluent's standard of hospital; also when researcher was undergoing residence II on August - November 2002, it found incinerator's smoke contamination and Ammonium level of liquid waste exceed effluent's standard. Considering the following facts, it's important to understand the method, technology and Human Resources who incharged, along with monitoring process of hospital's liquid waste and clinic treatment. The approach of research is qualitatif, to get information deeply about treatment analysis of liquid waste and clinic in Haji Hospital Jakarta; also in framework to understand how deep comprehensive of officer in liquid waste and clinic treatment. Sample is being taken as Non Probability Sampling, utilizing Purposive Sampling Method and fully equipped with interview directive. The result shaped in-depth interview, observation and content analysis. For clinic waste utilizing incinerate method, whereas for liquid waste using Biological Treatment; method that recommended in hospital sanitation. The technology making use of Incinerator and STP - WWTP. The officers who incharged have have sanitation's educational background. The monitoring process is referring to standard which is emission exam for incinerator and Decision of KDKI Jakarta's Governor No. 582/1995 for liquid waste. The conclusion is liquid waste and clinic treatment have been following to regulation and legislation as well, like Permenkes No. 986/MENKES/PER/XI/1992, as well as Hospital's Sanitation Standard in Indonesia. Suggestion to recommend is standard for liquid waste preferable referring to Kep-58/MenLH/12/1995, whereas smoke contamination that emerged as impact of incinerator may heighten of chimney, if location moving is impossible. Bibliography : 36 ( 1992-2002 )
Depok: Universitas Indonesia,
T12975
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bagya Mujianto
Abstrak :
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 722/Menkes/IX 1988, Asam Borat dan senyawanya merupakan salah satu dari jenis bahan tambahan makanan yang dilarang digunakan dalam produk makanan. Karena asam borat dan senyawanya merupakan senyawa kimia yang mempunyai sifat karsinogen. Meskipun boraks berbahaya bagi kesehatan temyata masih banyak digunakan oleh masyarakat sebagai bahan tambahan makanan, karena selain berfungsi sebagai pengawet, boraks juga dapat memperbaiki tekstur bakso dan kerupuk sehingga menjadi lebih kenyal dan lebih disukai konsumen. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa yang berhubungan dengan perilaku penggunaan boraks pada bakso oleh pedagang. Tempat penelitian di Kecamatan Pondok Gede-Bekasi tahun 2003. Populasi pada studi Cross Sectional ini adalah seluruh pedagang bakso yang menetap dan seluruh pedagang bakso yang keliling di area komplek perumahan di wilayah penelitian. Kriteria inklusi sampel adalah pedagang yang membuat bakso sendiri dengan jenis bakso adalah bakso daging sapi. Variabel yang diamati adalah perilaku penggunaan boraks, umur, tingkat pendidikan, pengetahuan tentang bahan tambahan makanan, sikap terhadap penggunaan boraks, lama berdagang, besar modal, pemberian pembinaan dan pemberian pengawasan. Responden yang diamati berjumlah 175 orang terdiri dari 100 orang pedagang menetap dan 75 orang pedagang keliling. Hasil penelitian mendapatkan bahwa proporsi penggunaan boraks pada pedagang menetap sebesar 38% (CI 90%: 28,49-45,97) dan pada pedagang keliling sebesar 28% (CI 90%: 17,77-38,23) telah diuji secara statistik kedua proporsi tersebut tidak berbeda. Setelah dilakukan analisis Regresi Logistik Ganda pada α=0,1 dari 8 variabel yang diduga berhubungan dengan penggunaan boraks, ditemukan pada pedagang menetap hanya 3 variabel yang berpengaruh yaitu sikap responden terhadap penggunaan boraks, lama dagang dan pemberian pembinaan. Sedangkan pada pedagang keliling variabel penentu tersebut adalah umur responden dan pemberian pembinaan. Faktor yang paling dominan berhubungan dengan perilaku penggunaan boraks pada penelitian ini adalah faktor penguat, yaitu pemberian pembinaan, baik untuk pedagang menetap maupun pada pedagang keliling. Pada pedagang menetap diperoleh nilai OR=2,433 (CI:90% 1,108-5,342) yang artinya pedagang yang tidak diberi pembinaan cenderung menggunakan boraks sebesar 2,43 kali dibandingkan dengan pedagang yang telah diberi pembinaan. Pada pedagang keliling diperoleh nilai OR=5,420 (CI:90% 1,529-19,216) yang artinya pedagang yang tidak diberi pembinaan cenderung menggunakan boraks sebesar 5,42 kali dibandingkan dengan pedagang yang telah diberi pembinaan. Berdasarkan hasil penelitian tersebut penulis menyarankan kepada kalangan Akademis dan Peneliti perlunya dilakukan penelitian sejenis dengan sampel yang lebih komprehensif tidak sebatas pada perilaku penggunaan boraks tetapi lebih luas keperilaku penggunaan bahan tambahan makanan lainnya yang jelas dilarang oleh pemerintah tetapi masih banyak digunakan oleh masyarakat dan dicarikan zat pengganti selain boraks yang tidak merugikan konsumen dari segi kesehatan, mudah didapat dengan harga yang terjangkau oleh pedagang kecil/jajanan. Kepada instansi terkait perlu diintensifkan upaya pembinaan dan pengawasan terhadap pedagang jajanan. Kepada masyarakat diharapkan waspada tentang masih banyak bakso yang beredar menggunakan boraks. Dimohon para pedagang tidak menggunakan boraks. Daftar bacaan : 55 (1978-2003)
Based on Health Ministry of Republic of Indonesia regulation No722/Menkes/IX/1988, Borat Acid and its compound is one of food additives that prohibited in food product, because borax acid and its compound is carcinogenic. Although it is hazardous to human health, its usage still remain high rate by community as added material in food as preservative, also to enhance texture of bakso (meatball) and kerupuk so more elastic and enjoyable to consumer. This study objective is to find out factors that related to borax usage behavior on bakso by seller. This study conducted in Sub District of Pondok Gede, Bekasi year of 2003. Population in this cross sectional study is all bakso sellers in housing area of study area. Inclusion criteria are seller who makes bakso on they own and kind of bakso is bakso from beef meat. Observed variables are borax usage behavior, age, education level, knowledge of food additives, attitude to borax usage, selling experience, capital, given education, and monitoring. Respondents observed are 175 sellers; consist of 100 staying sellers and 75 moving sellers. Results of this study showed that proportion of borax usage in staying sellers is 38% (CI 90%:28,49-45,97) and moving sellers is 28% (CI 90%:17,77-38,23) statistically these proportions not different. After analyzed by multi logistic regression at aA),l from eight variables that suspected related to borax usage, in staying sellers only three variables that influencing, these are; sellers attitude to borax usage, selling experience, and given education. While in moving sellers influencing variables are age and given education. The most dominant factors which related to behavior of borax usage in this study is strengthened factor, that are good education that given to all sellers. In staying sellers OR value is 2,433 (CI:90% 1,108-5,342) which mean seller who never received education tend to use borax 2,43 times compare to those who has received education. In moving sellers OR value is 5,420 (C1:90% 1,529-19,216) which mean sellers who never received education tend to use borax 5,42 times than those who has received education. Based on these results, this study recommends to academia and researcher to conduct similar study with more comprehensive sample, not limited to borax use but wider to other food additives that prohibit for consumption and still being used by community then find the alternatives that easy to seek and inexpensive. It needs educational and monitoring to all street food sellers and to community to be careful in consumption bakso, because there is a lot of bakso still added with borax. Bibliography: 55 (1978-2003)
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T13047
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Lerman
Abstrak :
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk di mana masyarakatnya terdiri dari bermacam-macam suku, agama, budaya, ras, dan golongan. Oleh sebab itu, interaksi antarbudaya dan antar agama adalah realitas sosial yang tidak dapat dihindari dalam masyarakat Interaksi dan komunikasi antar umat beragama yang tidak dikelola secara baik dapat menggangu kerukunan dan keharmonisan bahkan dapat menimbulkan konflik horizontal antar umat beragama tersebut. Secara teoritis maka stereotip, prasangka dan etnosentrisme dipandang sebagai "potential problem" dalam komunikasi antarbudaya apabila stereotip, prasangka dan etnosentrisme tersebut berdimensi negatif maka sangat berpotensi untuk mengganggu komunikasi dan interaksi kelompok budaya yang berbeda-beda. Dalam tesis ini penulis meneliti stereotip, prasangka dan etnosentrisme yang terjadi pada Etnis Betawi Kampung Sawah baik yang beragama Islam maupun beragama Katolik. Dengan menggunakan paradigma konstruktivis dan pendekatan komunikasi antarbudaya, penulis menjelajahi realitas stereotip, prasangka dan etnosentrisme maupun "communicative style" kedua kelompok agama yang berbeda tersebut dalam interaksi mereka sehari-hari. Beberapa permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran stereotip, prasangka dan etnosentrisme Etnis Betawi Kampung Sawah baik yang beragama Islam maupun beragama Katolik dan sebaliknya, bagaimana penerimaan etnis Betawi yang memeluk agama Islam terhadap yang memeluk agama Katolik dalam kelompoknya dan sebaliknya, bagaimana gaya komunikasi antara kedua kelompok agama yang berbeda tersebut dalam interaksi mereka sehari-hari. Pandangan stereotip dan prasangka etnis Betawi yang memeluk agama Islam terhadap etnis Betawi beragama Katolik adalah baik dan positif. Mereka berpandangan bahwa etnis Betawi yang beragama Katolik sebagai orang yang suka menolong, ramah dan bersahabat. Demikian pula sebaliknya mengenai pandangan stereotip dan prasangka etnis Betawi yang memeluk agama Katolik terhadap etnis Betawi beragama Islam adalah positif. Mereka berpandangan bahwa saudara-saudaranya yang beragama Islam sebagai orang yang suka menolong juga, baik, toleran dan bersikap ramah. Sikap etnosentrisme etnis Betawi yang beragama Islam terhadap yang memeluk agama Katolik dan sebaliknya temyata juga berdimensi positif. Artinya dalam interaksi mereka tidak ditemukan kelompok (orang) yang mempunyai sikap yang menganggap hanya norma-norma, nilai-nilai agama, dan perilaku kelompoknya sendiri yang baik, sementara kelompok (orang lain) dilihat sebagai jelek, tidak benar dan tidak penting. Tema yang sering dibicarakan dalam interaksi dan komunikasi sehan-hari antara etnis Betawi yang beragama Islam dengan yang beragama Katolik ditandai dengan tegur sapa, obrolan santai, sampai pembicaraan yang serius misalnya masalah kesehatan, pekerjaan, dan masalah keluarga lainnya. Bentuk interaksi yang lebih disukai adalah a) Tegur sapa, basa-basi yang disertai dengan ekspresi wajah ketika bertemu dengan sababat, keluarga atau tetangga kapan dan dimana saja. b). Berbicara santai disertai tawa dan canda terutama pada obrolan yang melibatkan beberapa orang yang kebetulan berkumpul di suatu tempat misalnya pesta perkawinan, sunatan, di warung, dll. Tatacara berkomunikasi yang dipilih, sangat tergantung kepada; siapa yang diajak berkomunikasi? Apakali terpaut hubungan keluarga, pertemanan atau pekerjaan dengannya? Dan di mana komunikasi tersebut dilangsungkan? Cara memberi respon dalam berinteraksi adalah suka berbicara dan tepat tanggap dengan ungkapan khas Betawi Kampung Sawah dengan nada ceplos-ceplos penuh dengan canda dan tawa, walau kadang-kadang respons yang diberikan tidak tepat atau tidak sesuai dengan konteks pembicaraan. Penyikapan diri pada umumnya gampang atau mudah mengungkapkan dirinya; siapa sebenarnya mereka, apa yang mereka rasakan, apa yang mereka harapkan, dll. Empathy dalam berinteraksi ditunjukkan dengan keterlibatan penuh keduanya dalam berkomunikasi dan dalam menghayati kebersamaan. Dalam kehidupan sosial kemasyarakatan empathy di antara mereka tampak jelas dalam moment-moment kebersamaan, misalnya dalam ucapara pernikahan, sunatan, kematian, dll. Sebagai ungkapan rasa empathy dalam kesederhanaan di kondisi keterbatasan masing-masing datang membawa apa yang mereka miliki, seperti beras, hewan piaraan, sedikit uang dan bentuk-bentuk lain sebagai tanda keterlibatan mereka, sebagai ungkapan rasa empathy diantara mereka dalam mempererat kerukunan dan keharmonisan satu sama lain. Dalam komunikasi antar budaya dan antar agama, pemahaman yang baik mengenai stereotip, prasangka dan etnosentrisme serta gaya komunikasi akan sangat membantu pihak-pihak yang melakukan interaksi sehingga dapat mengontrol sebagai pelaku komunikasi yang terampil dan kompeten dalam berkomunikasi antarbudaya. Stereotip, prasangka dan etnosentrisme dengan arah (direction) yang positif akan menjadi faktor penting untuk menciptakan iklun komunikasi yang baik dalam memperlancar komunikasi kedua belah pihak, karena masing-masing akan lebih mudah menerima perbedaan-perbedaan yang ada dan menjadikannya sebagai hal yang saling melengkapi bagi kebaikan bersama.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14317
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ninip Hanifah Kadir
Abstrak :
Penafsiran tentang kepemimpinan perempuan dalam Islam masih menjadi wacana yang sering diperdebatkan karena termasuk wilayah khilafiyah dan ijtihadiyah. Penafsiran yang ada masih memperlihatkan bias gender. Pemahaman penafsiran ini berpengaruh pada etika sosial di kalangan umat Islam khususnya dan masyarakat luas umumnya sehingga berdampak pada peran dan kedudukan perempuan, Agar penafsiran tentang kepemimpinan tidak bias gender, perlu diadakan pemberdayaan perempuan melalui para mubaligah. Merekalah penyampai ajaran-ajaran Islam kepada umatnya. Oleh sebab itu, perlu diadakan penelitian tentang mubaligah untuk mengetahui pemahaman mereka tentang kepemimpinan perempuan dalam Islam Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif berperspektif perempuan. Data dikumpulkan dengan teknik wawancara mendalam, kemudian dianalisis dengan perspektif gender untuk memperlihatkan pemahaman mubaligah tentang relasi perempuan dan laki-laki. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman mubaligah tentang kepemimpinan perempuan bervariasi karena latar belakang pendidikan agama yang berbeda. Hanya sebagian menyetujui kepemimpinan perempuan dalam rumah tangga dan dalam negara (sebagai presiden). Namun seluruhnya menyetujui kepemimpinan perempuan dalam masyarakat pada tatanan yang lebih rendah (bukan sebagai presiden). Mereka yang mengikuti feminisme modern mengakui kesetaraan gender, sedangkan yang dipengaruhi mufasir tradisional tidak mengakuinya.
The interpretation of women's leadership in Islam often becomes a debate. It is regarded as a polemic and an exercise of judgment on the basis of the Qur'an and the sunnah. Today's interpretation tends to be gender biased. The understanding of the interpretation influences social ethics, especially for Moslems, and generally for the whole society. It gives an impact on the role and status of women. To decrease the gender bias, women empowerment via mubaligahs (women preachers) is badly needed. It is due to the fact that mubaligahs are persons in charge of transferring Islam teaching to their followers. Consequently, we need a research about the mubaligahs. The research was conducted by using qualitative approach with women's perspective. The data were collected with in-depth interview. Gender-based analysis was used to probe mubaligah's understanding into the relation of women and men. The result reveals that the understanding of mubaligahs is varied because their religious educational background is different. Only some of them acknowledged and the other disagreed with the women's leadership in the family as well as in the society (as president). On the contrary, all of them legitimized with the women's leadership in the society on the lower level (not as president). Some of them approved gender equality (following the concept of modern-Islamic feminism), and the other disapproved (being influenced by the traditional-Islamic interpreter).
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T14630
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Hastuti
Abstrak :
Upaya Pemerintah dalam mengendalikan laju penduduk melalui program KB telah memperlihatkan hasil cukup baik dengan cakupan KB 57,4% (BKKBN, 2000). Namun pada masyarakat daerah banyak cakupan KBnya masih rendah, seperti pada Ibu-ibu PUS Wali murid SDIT IQRO yang mempunyai anak : 2 mencapai 62,6% serta belum diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan masalah tersebut. Penelitian dilakukan secara kuantitatif, sample dipilih secara acak sederhana, diundi dari 595 Wali murid berdasarkan rumus estimasi proporsi (Ariawan, 1988) didapatkan sampel sebesar 183, pada penelitian ini dipakai 185 sampel yang berusia 15-49 tahun, bersuami, domisili di Komplek Perumahan IQRO. Yang menjadi kajian adalah factor umur, pendidikan, pengetahuan, sikap, jumlah anak, nilai anak, dukungan keluarga, perilaku petugas dan lokasi pelayanan. Rancangan penelitian adalah Cross Sectional, analisis data Univariat, Bivariat, Multivariat. Berdasarkan hasil analisis Univariat dan Bivariat diperoleh faktor-faktor yang berhubungan yaitu dukungan keluarga dan perilaku petugas yang tidak berhubungan adalah umur, pendidikan, pengetahuan,jumlah anak, nilai anak, sikap, dan lokasi, hasil Multivariat yang dominan adalah perilaku petugas. Pengupayaan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan cakupan KB sesuai hasil penelitian adalah peningkatan peran petugas, pelatihan kader sebagai konselor, pendekatan kepada tokoh masyarakat/agama, pembinaan keluarga PUS secara ekonomi melalui edit lunak dengan tujuan faktor -faktor yang berhubungan dengan program KB dapat diatasi sehingga program KB lebih berhasil. ...... Factors Related to Family Planning Participation, PUS Mother Student's Custody of the IQRO Islamic Integrated Elementary School, Sub District of Pondok Gede, Bekasi City, year of 2004Government efforts in controlling the population rate through Family Planning program (KB) has showed good result, with KB coverage 57,4% (BKKBN,2000) but in district region the coverage is still low, like among PUS mother student custody of SDIT IQRO who has children more than two reach 62,6% and not yet revealed the factors i,hich related to this issue. This study was carried out quantitatively; the sample has chosen by simple random sampling, taken from 595 student's custody based on proportion estimating formula (Ariawan, 1988) gained 183 samples, sample aged 15-49 years old, has husband living in IQRO residential. Factors which have been studied are age, education, knowledge, attitude, number of child, child's value, family support, behavior, officer and service location. Study design is cross sectional using univariate, bivariate, and multivariate analysis. Based on the result of univariate and bivariate analysis showed that factors which related to Family Planning are family support and officer behaviors and the unrelated factors are age, education, knowledge, number of child, child's value, attitude, and location. Multivariate analysis showed the most dominant variable is officer behaviors. Efforts which can be done to increase KB coverage based on the results of this study are improving officer's role, training as counselor, public figure or religious figure approaching, PUS family development economically by easy loans which related to any action to success the family planning program.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T12785
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library