Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rowe, David Nelson
New York: Harcourt, Brace and Company, 1945
327.05 ROW c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Etna Wahyuningsih
"Masalah dwi kewarganegaraan muncul setelah pemerintah Belanda mengeluarkan undang-undang kewarganegaraan tahun 1910 yang kemudian diwariskan kepada pemerintah Indonesia pada jaman kemerdekaan. Status orang-orang Cina di Indonesia menjadi tidak menentu dengan munculnya kewarganegaraan rangkap. Selanjutnya pemerintah Indonesia mencari jalan penyelesaiannya melalui perjanjian Dwi Kewarganegaraan antara RI dan RRC yang ditandatangani pada tanggal 22 April 1955. Terbentuknya perjanjian Dwi Kewarganegaraan tersebut selain karena hal di atas juga disebabkan oleh kekhawatiran pemerintah Indonesia bahwa keberadaan orang_orang Cina di Indonesia selain akan melarikan devisa ke negeri leluhurnya juga akan membawa pengaruh komunis di Indonesia. Pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan, berupa buku-buku, surat kabar, artikel_artikel, majalah serta wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah terbentuknya perjanjian ini kemudian menimbulkan reaksi yang datang dari kalangan partai politik balk itu yang mendukung maupun yang menentang. Pada akhirnya terjadi pembekuan hubungan diplomatik antara RI dan RRC setelah terjadi peristiwa G3OS/PKI yang berakibat dibatalkannya perjanjian itu pada tahun 1969."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1991
S12420
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riyono Utomo
"Kebijaksanaan Koeksistensi Damai merupakan salah satu kebijakan luar negeri RRC yang penting pada kurun waktu 1950 an. Kebijakan ini diawali dengan perjanjian Sino-India mengenai wilayah Tibet pada 1954 yang melahirkan lima prinsip Koeksistensi damai yang terkenal. Dua tahun setelah Dikeluarkannya komunike bersama Cina-India mengenai Koeksistensi damai ini, pada Kongres XX PKUS 1956, Sekretaris Jendral PKUS N.S. Khrushchev mengumumkan digunakannya koeksistensi damai sebagai garis umum kebijakan luar negeri Soviet. Meskipun dengan pengumuman tersebut tampak bahwa Soviet menggunakan kebijakan yang sama dengan Cina dalam politik luar negerinya, namun pada dasarnya kebijakan koeksistensi damai yang diumumkannya itu sebenarnya memiliki perbedaan dengan apa yang diumumkan Cina sebelumnya. Ini terbukti kemudian, ketika koeksistensi damai menjadi salah satu dimensi yang penting dalam perselisihan terbuka Sino-Soviet yang terjadi kemudian Koeksistensi Damai yang diumumkan terlebih dulu oleh Cina, lebih menekankan fungsinya sebagai 'taktik sementara', seperti yang telah ditekankan Lenin. Cina menginginkan suatu masa damai untuk melaksanakan pembangunan dalam negerinya. Ia pun mengharapkan bahwa selama masa itu pula, ia bisa menggalang suatu front persatuan internasional dengan dunia ketiga untuk melawan imperialisme. Tujuan jangka pendek dari penggalangan front persatuan ini adalah keluar dari posis defensif akibat politik pembendungan AS terhadapnya. Sementara seperti Lenin Cina berharap dapat merebut waktu sehingga pada gilirannya ia dapat mencapai kemenangan akhir 'revolusi dunia'. Lain halnya dengan Cina, Khrushchev terutama menggunakan kebijakan tersebut untuk mengadakan peredaan ketegangan dengan AS. Ia mendefinisikan koeksistensi damai tidak lain sebagai penolakan perang, karena di dunia sekarang, telah muncul faktor baru yang menentukan yaitu senjata nuklir. Dengan demikian menurut Khrushchev hanya ada dua pilihan perang yang menghancurkan kedua pihak, imperialis maupun sosialis, atau koeksistensi damai. Pendeknya ia memilih koeksistensi damai karena ini memungkinkan sosialis untuk memenangkan kompetisi di antara dua kubu tersebut..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1993
S12967
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library