Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Grande, Sandy, 1964-
London: Rowman and Littlefield, 2015
323.119 7 GRA r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ambler, S. T.
Abstrak :
the bishops'actions on the ground and their culture, identity, and political thought. In so doing it reveals how the Montfortian bishops were forced to construct a new philosophy of power in the crucible of political crisis.
Oxford: Oxford University Press, 2017
e20469694
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Syaeful Bahri
Abstrak :
ABSTRACT
This paper focused on the political thought of Recep Tayyeb Erdogan and secular political revolution. This research is a qualitative research which focused on the dynamics of secular vs Islamic political thought in Turkey. This research showed that Erdogan with the AK Party had managed to stay in power, for more than one decade, despite the secular system that adopted by Turkey. This paper showed that Erdogan had managed to overcome the secular system that was established by Attaturk, and how he managed to overcome the military which known as the guardian of the secular system in Turkey. Even though, the dynamics between the Islamic political thought vesus the secular system in Turkey is still ongoing process.
Jakarta: Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam (PSKTTI), 2017
300 MEIS 4:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad
Abstrak :
George Wilhelm Friedrich Hegel, seorang filosof yang lahir di Stuttgart pada tanggal 27 Agustus 1770. Dalam perkembangan intelektual Hegel yakni; saat Ia menekuni spirit yang berhubungan dengan jiwa, tahap selanjutnya ketika ia mendalami dialektika yang berkaitan dengan logika, dan tahap terakhir saat ia menekuni konsep tentang negara sebagai puncaknya. Pemikiran Hegel tentang negara mengundang interpretasi yang berbeda dari berbagai kalangan. Ada kelompok yang menganggap pemikiran Hegel tentang negara inilah yang mengilhami lahirnya negara totaliter, sementara kelompok lain menganggap pemikiran Hegel tentang negara memberi acuan bagi berkembangnya negara liberal dan sosialis yang mewamai konsep negara modern. Untuk mengungkap pemikiran Hegel tentang negara, penulis mengawalinya dengan mengajukan dua buah pertanyaan penelitian: 1. Apa dan bagaimana pemikiran politik Hegel tentang negara? Dan 2. Apa pendapat para pemikir terhadap pemikiran Hegel tentang negara. Saat mendalami pemikiran Hegel tentang negara, penulis melakukan kajian terhadap tulisan Hegel ?The Philosophy of Right', dengan cara merangkum pemikiran yang menonjol dan menyederhanakannya. Hampir semua pemikir sepakat bahwa dalam karyanya inilah Hegel mengungkap pemikiran politiknya tentang negara. Para pemikir yang memberikan tafsiran tentang pemikiran Hegel tentang negara ; Fasisme atau Demokrasi adalah: Lorens Bagus, Adef Budiman, William Ebenstein, M. Judd Harmon, Eka Kumiawan, Franz Magnis Suseno, Frederick Mayer, Lee Cameron McDonald, Bertrand Russell, George H. Sabine, Henry J. Schmandt, dan Marsillam Simanjuntak. Negara bagi Hegel adalah suatu organisme yang mengaktualkan Ide etis dan pikiran objektif diatas bumi. Kesimpulan ini didasari oleh pandangan Hegel yang mengatakan, kedua alam (dari keduniaan dan alam kebenaran) ini berada pada posisi yang berbeda, tetapi keduanya berakar pada satu kesatuan yang tunggal, Ide. M. Judd Harmon adalah seorang pemikir politik yang paling moderat dalam menafsirkan pemikiran Hegel tentang negara. Bagi Harmon, pemikiran politik Hegel tentang negara tidaklah termasuk kategori fasis ataupun demokratis, tetapi ia berada diantara keduanya.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12043
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Affy Khoiriyah
Abstrak :
Penelitian ini berupaya menguak pemikiran politik Ibn Rusyd dalam menyikapi kondisi politik pada masanya. Karena penelitian ini terfokus pada seseorang dan pemikiran politiknya, maka biografi dan teks-teks yang menunjukkan sikap politiknya mendorong peneliti untuk membacanya dengan menggunakan metode hermeneutika sebagai metode untuk menyingkap makna atau signifikasi bagi obyek penelitian ini. Dalam penelitian yang telah kami persembahkan ini, sedikit banyak layak untuk melukiskan pengetahuan kita tentang filosof Kordoba, Ibn Rusyd. Karena dalam penelitian ini Ibn Rusyd menampakkan nilai-nilai yang signifikan sebagai wacana "demonstratif' dan analisis-kritis dalam memproduk pemikiran politiknya secara teori dan praktek, sehingga kita bisa mengatakan dengan bangga bahwa dalam tradisi Islam yang kita miliki ada hal yang bisa dibenturkan untuk persoalan-persoalan yang tengah mencuat dalam gelanggang politik kontemporer, terlebih-lebih mengenai bangsa kita Indonesia yang tengah mengalami krisis multidimensi. Lebih dari itu, menantang keberanian kita dan kemampuan kita dalam mengkritik berbagai sistem pemerintahan yang ditawarkan, seperti yang terjadi "di negeri dan zaman kita", sebuah ungkapan yang acapkali dikatakan Ibn Rusyd dalam satu-satu karya politiknya yang menjadi pokok dari obyek penelitian ini; yang bermaksud sebagai kecaman terhadap pemerintahan yang diktator pada masanya: sebuah hukum yang dikatakan Ibn Rusyd dengan istilah yang diciptakannya sendiri dengan istilah Wahdaniyyah Al-Tasalluth (kekuasaan yang egois), sebagai padanan dari kata Yunani, yatu: tirani.
This research attempt to explorer the political thought of Ibn Rusyd and his attitude within the politics' phenomenon during period of his life. Because this research focused on study about man and his political idea, therefore, I prefer to use hermeneutics' method for this research. Hermeneutic is a method to reveal the meaning and the significance of the object of this research (Biography and political teks of Ibn Rusyd). This research can give us more information to straighten our perception about Cordoba Philosopher "Ibn Rusyd". Cause Ibn Rusyd -in this research- appears the significant values; demonstrative discourse and critical analysis to construct his political thought, within theoretical and practical field. Then we can say with rightfully proud that, in our Islamic tradition there is some thing we can use to face a contemporary political discourses, especially our state Indonesia with the multi dimensions crisis. More than that, Ibn Rusyd challenges ours courage's and capabilities to give critical opinion for all governmental system today, like what happen "in ours state and period". Ibn Rusyd repeatedly used this idiom in his political work which being the main object of this research. The aim of Idiom -"In ours state and period"- is to criticize dictator's government at his period or the system that lbn Rusyd called with term: Wahdaniyyah Al-Tasalluth (egoism power) same with term tyranny in Greek.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T11941
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Etin Nurhaetin Ningrum
Abstrak :

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh munculnya Barat sebagai suatu peradaban baru yang lebih maju sebagai  fenomena global yang memengaruhi dan mengubah tatanan peradaban dan geopolitik dunia. Konsep sekuler Ali Abd ar-Raziq dan Soekarno merupakan produk dari fenomena tersebut. Studi ini bertujuan menjawab tiga pertanyaan: pertama, bagaimana latar belakang faktor internal dan eksternal yang memengaruhi pemikiran Negara Sekuler Ali Abd ar-Raziq di Mesir serta pemikiran Negara Pancasila Soekarno di Indonesia; kedua, Bagaimana kedua konsep pemikiran tersebut? dan ketiga, bagaimana perbandingan pemikiran-pemikiran tersebut. Penelitian ini menggunakan teori Negara Sekuler, Negara Pancasila. Sosialisasi Politik dan Perbandingan Politik. Metode penelitian yang digunakan bersifat deskriptif-analitis dengan memakai studi kepustakaan.

Temuan penelitian menunjukkan bahwa perbedaan pemikiran kedua tokoh tersebut disebabkan  perbedaan latar belakang, pendidikan, dan wawasan keagamaan. Soekarno adalah seorang politisi, negarawan, dan nasionalis radikal, sedangkan  Ali Abd ar-Raziq adalah seorang ulama, akademisi, dengan wawasan Islam yang luas dan modern. Keduanya ingin memisahkan Islam dan Negara, namun tujuan mereka berbeda. Ali Abd Ar-Raziq lebih cenderung ingin memurnikan Islam dari  politik yang dianggapnya kotor, sedangkan Soekarno ingin me’muda’kan agama dan menempatkannya di tempat yang mulia. Persamaan kedua pemikiran tersebut disebabkan oleh kondisi politik global. Pada saat itu, terjadi kolonialisme Barat yang menyebarkan pemikiran dan gagasan sekularisme. Di Timur Tengah, politik regional dipengaruhi oleh melemahnya Turki Usmani dan penjajahan Barat. Di Indonesia, politik regional dipengaruhi oleh bangkitnya nasionalisme negara-negara Asia terhadap kekuasaan kulit putih.

Kesimpulannya, secara nasional kondisi politik yang terjadi di Mesir dan Indonesia menjadi sebab utama munculnya gagasan Negara Sekuler dari Ali Abd ar-Raziq dan Negara Pancasila dari Soekarno. Munculnya ide sekuler di Indonesia didorong dan dipengaruhi oleh semangat ingin merdeka dari penjajahan Belanda dan kaum ulama yang berpikiran terbelakang. Gagasan sekuler Ali Abd ar-Raziq di Mesir muncul sebagai reaksi untuk mencegah keinginan Raja Fu’ad  menjadi khalifah di Mesir. Soekarno memandang hubungan negara dan agama Islam harus dipisahkan. Ia bermaksud membawa Indonesia agar lebih maju seperti bangsa Eropa, sedangkan Ali Abd ar-Raziq memandang bahwa Islam harus dipisahkan dari unsur-unsur negara secara yuridis. Menurutnya, khilafah tidak mempunyai legitimasi dari Al-Qur’an dan Hadits, maupun Ijma karena hal tersebut bukan merupakan institusi agama.

 


This study is based on the advancement and rise of Western civilization, a global phenomenon that affected and transformed the world’s civilization and geopolitics. It produced Both Ali Abd ar-Raziq’s and Soekarno’s secular concepts of the State.

This research aims to answer the following questions: First, what are the internal and external factors that affected Ali Abd ar-Raziq-s concept of the Secular State in Egypt and Soekarno concept of the Pancasila State? Second, what are the two concepts of the State? Third, what are the similarities and differences between the two concepts? This study uses the Secular State theory, the Pancasila State theory, the Political Socialization theory, and the Political Comparison theory. The method used is descriptive-analytical and the information are gathered through literary review.

The principal finding of this research reveals that the differences between the two is caused because of a difference in background, education, and religious knowledge. Soekarno was a politician, statesman, and radical nationalist. Ali Abd ar-Raziq was a religious scholar, as well as an individual with a broader and more modern Islamic knowledge. Although both aimed to separate Islam and the State, they had a different motivation. Ali Abd Ar-Raziq wanted to cleanse Islam from politics, while Soekarno wanted to renew Islam and place it in a noble position. The similarities between the two concept lies in the global political condition at the time. During that period, Western colonization had spread secularism. While in a regional scope, the political condition was affected by the weakening of the Ottoman Dinasty in the Middle East and secularism. The political condition in Indonesia was influenced by the rise of nationalism in Asian countries towards colonization.

Conclusively, the political condition in Egypt and Indonesia is the catalyst of Ali Abd ar-Raziq and Soekarno’s conceopt  of the State. In Indonesia, secularism were highly influenced by the fervor to be from Dutch colonization and religious leaders with outdated thoughts and  beliefs. While in Egypt, secularism was a reaction towards King Fuad’s desire to be a Caliphate in Egypt. Soekarno opined that religion and the state must be separated, while Ali Abd ar-Raziq believed that Islam has to be separated from the State in legal terms because the Al-Qur’an, Hadits, and Ijma does not give a caliph legitimacy to rule a State as it is not a religious institution.

Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ai Fatimah Nur Fuad
Abstrak :
Tampilnya Mohammad Khatami dalam panggung politik Iran telah menciptakan dinamika tersendiri dalam kaitannya dengan modernisasi politik di Iran. Gagasan-gagasan modernisasi politik seperti civil society, kebebasan pers, dan lain sebagainya menjadi isu utama yang ditawarkan khatami. Modernisasi politik yang digulirkannya memadukan teori-teori yang berkembang di Barat dengan yang ada dalam tradisi Islam. Modernisasi politik tersebut meliputi dibukanya ruang kompetisi yang bebas dalam memilih pimpinan nasional, pelibatan partisipasi rakyat, dan kebebasan dalam mengekspresikan sikap politik. Modernisasi politik di Iran berhadapan dengan berbagai kendala baik struktural ataupun kendala kultural. Tulisan ini akan berupaya mengeksplorasi pemikiran politik Khatami yang terkait dengan modernisasi politik di Iran. Dalam penelitian ini, digunakan paradigma konstruktivisme; sebuah paradigma yang dipakai dalam rangka memahami bagaimana para pelaku sosial berupaya mengelola dunia sosialnya. Jenis penelitian yang dipilih adalah kualitatif dengan metode fenomenologis. Melalui metode ini, penulis berusaha memahami arti sebuah peristiwa kaitannya terhadap orang biasa dalam situasi tertentu. Adapun sumber datanya, dikumpulkan melalui penelaahan secara sistematis terhadap data-data yang terdapat dalam buku, jurnal, majalah, koran, dan situs Internet yang relevan dengan topik penelitian ini. Political Modernization in Iran:Phenomenological Study on Khatami's Political Thought 1997-2004 Mohammad Khatami's appearance on Iranian political arena created particular dynamic concerning Iranian political modernization. The notions of political modernization such a. civil society, freedom of press, etc were Khatami's main issues. His political modernization combines the western theories and the Islamic tradition. It is including free election of national leadership, people's political participation and freedom of political expression. Political modernization in Iran encountered Muslim scholar's conservatism upholding theocracy. This research attempts to explore Khatami's thought regarding political modernization in Iran. The writer used constructivism; a paradigm to comprehend the way people manages their social sphere. It is a qualitative research by phenomenological method. Trough this method, the writer attempts to comprehend the meaning of an event regardin6 ordinary people within certain context. Data is collected trough systematic observation trough books, journals, magazines, newspapers, and internet.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T11961
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Idris Thaha
Abstrak :
NURCHOLISH Madjid dan M. Amien Rais adalah dua tokoh Muslim yang mewarnai dunia pemikiran Islam di tanah air kita. Warna-warni pemikiran mereka tentu saja tidak mungkin dilepas dari latar belakang kehidupannya, baik keluarga, pendidikan, maupun organisasi. Menjelang Pemilu 2004, baik Nurcholish maupun Amien mencoba untuk membuktikan pemikiran-pemikiran di dalam dunia nyata dengan siap-siap maju menjadi Calon presiden RI. Nurcholish tidak memiliki partai politik sebagai kendaraan politiknya menuju istana negara, sedangkan Amien melangkah dengan partai politik yang didirikannya, Partai Amamat Nasional. Salah satu pemikiran yang hendak mereka wujudkan di tengali-tengah masyarakat Indonesia adalah berkaitan dengan Islam dan demokrasi. Nurcholish dan Amien menyayangkan gagalnya ujicoba praktik demokrasi: Demokrasi "Liberal" Parlementer dan Demokrasi Terpimpin (Orde Lama), dan Demokrasi Pancasila (Orde Baru). JaIan buntu praktik demokrasi di Indonesia ini mendorong Nurcholish dan Amien menawarkan pemikiran-pemikiran politiknya tentang demokrasi. Mereka mengemukakan sepuluh hal penting untuk mewujudkan transisi Indonesia menuju demokrasi. Kesepuluh elemen demokrasi yang mereka maksudkan tidak bisa dilepas dari bimbingan wahyu Ilahi, sehingga tidak salah jalan. Elemen demokrasi yang sejalan dengan beberapa agama Islam itu, antara lain terdiri partisipasi politik rakyat, kebebasan, penegakan hukum, pemerataaan keadilan sosial, peningkatan mutu pendidikan, dan pembentukan masyarakat madam, sebenamya telah tertuang jelas dan tegas di dalam rumusan Pancasila. Menurut Nurcholish dan Amien, sila-sila di dalam Pancasila sendiri sebetulnya sudah memberikan rumusan yang baik tentang sebagian konsep demokrasi. Karena itu, bila bangsa Indonesia, khususnya umat Islam taat pada agamanya, maka dipastikan mereka telah menjalankan nilai-nilai Pancasila, dan mereka sesungguhnya telah menjalankan demokrasi. Menurut Nurcholish dan Amien, sila pertama Pancasila, "Ketuhanan yang Mahaesa" mengandung makna tawhid. Untuk itu, ia menjadi sila utama yang menyinari dan menjadi dasar etis sila-sila lainnya. Bagi mereka, sila pertama adalah sila vertikal (habl min Allah): beriman kepada Allah. Sedangkan sila-sila selanjutnya adalah sila-sila horizontal (habl min al-nas): beramal saleh kepada sesama. Karena itu, tidak heran kalau Nurcholish dan Amien sangat menekankan pemikiranpemikirannya, khususnya dalam politik, pada konsep tauhid. Tauhid merupakan fondasi asasi dalam mewujudkan demokrasi di Indonesia. Demokrasi tanpa tauhid tidak akan memiliki makna berarti bagi kehidupan masyarakat. Inilah yang kita rebut dengan demokrasi yang dilandaskan pada tauhid. Yaitu, demokrasi religius atau demokrasi teistik-yang sebenamya dikehendaki M. Natsir-kita tahun, kedua tokoh ini pemah dijuluki "Natsir Muda". Untuk itu, saya berkesimpulan, bahwa Nurcholish dan Amien merupakan wakil tokoh Muslim Indonesia yang dapat dikatakan sebagai pemilar demokrat religius (substantif dan formalis) Wallahu a'lam lii alshawub.
Nurcholish Madjid and M. Amien Rais are two influential Muslim figures for Islamic thoughts in Indonesia Their thoughts, of course, are significantly related to their family, educational, and organizational background. During the general election 2004, Nurcholish and Amien tried to actualized their role and function in real politic. They were nominated for presidential candidate. Nurcholish went through non-political party, while Amien went through the National Mandate Party (PAN). In most of their ideas and thoughts, Nurcholish and Amien attempted to introduce the concept of Islam and democracy. This is due to the failure of democratic practices: Parliamentary "Liberal" Democracy and Guided Democracy (Old Era) and Pancasila Democracy (New Era). In introducing their political thoughts and democracy, Nuscholish and Amien proposed ten important points in order to change the existing democratic system in Indonesia. The ten points are based and rooted on Islamic concept of democracy. They include people political participation, freedom, law enforcement, social justice, improving the quality of education and creating civil society. Both Nurcholish and Amien agreed that these elements, in fact, have been included in Pancasila. According to them, Pancasila reflects certain aspects of democracy. Therefore, if Indonesian people, especially Muslim population, are really committed to Islamic teachings, actually they have implemented the concept of Pancasila, meaning that they have implemented the concept of democracy. According to Nurcholish and Amien, the first element of Pancasila, i.e. "Belief in One God", implies the concept of tawhid. This element is the basic foundation of the other elements. In their opinions, the first element is considered as vertical aspect (habl min Allah): belief in Allah, while the other elements are considered as horizontal aspect (habl min al-nas): doing good deeds for humanity. NurchoIish and Amien emphasize their political thoughts on the concept of tawhid. Tawhid is the basic foundation for implementing the concept of democracy in Indonesia. This is so-called tawhid-based democracy. That is religious democracy or theistic democracy as proposed by M. Natsir. In conclusion, Nurcholish and Amien represent Indonesian Muslim figures who introduce religious democratic concept. Wallahu a'lam bi al-shawib.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14368
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library