Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 31 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bucher, Charles A
St.Louis: Times Mirror/Mosby College, 1985
613.707 11 BUC f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Alfridsyah
Abstrak :
Kesegaran jasmani merupakan salah satu faktor yang menenukkan produktifitas kerja yang dapat diartikan sebagai kemampuan atau kesanggupan seseorang untuk melakukan penyesuaian (adaptasi) terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya dengan mudah tanpa menimbulkan kelelahan yang berlebihan dan masih mempunyai sisa atau cadangan tenaga untuk menikmati waktu senggangnya guna keperluan yang mendadak. Hasil dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa sebahagian besar tenaga kerja mempunyai tingkat kesegaran jasmani kurang. Pejabat struktural di Dinas Kesehatan Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam merupakan sumber daya manusia yang potensial dalam pembangunan dibidang kesehatan. Untuk itu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui gambaran kesegaran jasmani dan faktor-faktor yang mempengaruhinya dengan mengunakan strategi pemodelan. Rancangan penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan jumlah sampel 66 orang_ Variabel yarig diteliti adalah kesegaran jasmani, indeks massa tubuh (IMT), rasio lingkar pinggang pinggul (RLPP), persen lemak tubuh (PLT), tekanan darah diastolik (TDD), kelompok umur, jenis kelamin, kebiasaan merokok dan kebiasaan makan yang meliputi kebiasaan makan pagi, makan sayuran, makan berlemak dan kebiasan memakan makanan "trendy". Dalam melakukan strategi pemodelan diiakukan dengan uji regresi logistik ganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kesegaran jasmani pejabat struktural sebahagian besar (69,7 %) berada pads kategori kurang. Sedangkan keadaan status gizi berdasarkan IMT 51,5 % berada dalam kategori lebih, berdasarkan RLPP 40,9 %berkategori lebih, berdasarkan PLT 87,9 % berada dalam kategori lebih. Sedangkan untuk TDD 27,3 % berada pads kategori tinggi. Gambaran umur rata-rata responden 47 ± 4,78 dan 75 % berjenis kelamin perempuan, 31,9 % dari responden mempunyai kebiasaan merokok. Untuk kebiasaan makan pagi diketahui 11,1, % jarang sarapan pagi, 9,7 % jarang mengkonsumsi sayuran, 15,3 % sering mengkonsumsi makanan trendy dan 55,6 % sering mengkonsumsi makanan berlemak. Berdasarkan uji chi square menunjukkan ada hubungan antara status gizi (EMT, RLPP, PLT ) dengan tingkat kesegaran jasmani. Berdasarkan analisis regresi logistik ganda dengan strategi pemodelan, variabel yang signifikan berhubungan dengan kesegaran jasmani adalah RLPP dan PLT. Sedangkan variabel yang paling berpengaruh terhadap kesegaran jasmani adalah PLT. Adapun risiko yang didapat adalah pejabat struktural yang memiliki RLPP lebih/tinggi mempunyai risiko 5,07 kali untuk mengalami kesegaran jasmani kurang dibandingkan dengan temannya yang mempunyai RLPP normal setelah dikontrol dengan variabel PLT dan pejabat struktural yang memiliki PLT tinggi lebih mempunyai risiko 6,98 kali untuk mengalami kesegaran kurang dibandingkan temannya yang mempunyai PLT normal setelah dikontrol oleh varibel RLPP. Berdasarkan hasil penelitian disarankan agar Dinas Kesehatan Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam mengantisipasi kesegaran jasmani kurang dengan mengurangi faktor risiko status gizi (PLT) melalui peningkatan aktifitas fisik dengan menggalakkan program olah raga dan pengaturan makanan yang adekuat serta diadakannya pemeriksaan kesehatan fisik secara berkala agar setiap pegawai dapat memonitoring keadaan kesehatannya. Selain itu diperlukan penelitian lanjutan dengan mengunakan rancangan yang berbeda dan meliputi variabel aktifitas fisik serta mengunakan semua aspek pengukuran kesegaran jasmani, sehingga dapat diketahui dengan pasti hubungan sebab akibat dari kesegaran jasmani. ......Physical fitness is one of the factors that influence one's productivity which can be defined as one's ability or competence to adapt with tasks given to him or her easily without creating excessive fatigue and he or she still has reserve energy that can be used for leisure or unexpected activity. A number of studies reveal that most workers have poor physical fitness. Structural officials in Health Department of Nanggroe Aceh Darussalam Province are potential human resources in health development. For that reason, this study was conducted to obtain a description of physical fitness and factors that influence it by using modeling strategy. The research design used was cross sectional with 66 people as sample. The variables under study included physical fitness, Body Mass Index (BMI), Waist-hip Circumference Ratio (WCR), Body Fat Percentage (BFP), Diastolic Blood Pressure (DBP), age group, sex, smoking habit and eating habit including habits of breakfasting, eating vegetable, eating fatty meals, and eating "trendy" meals. Double logistic regression test was used in employing modeling strategy. Research result shows that level of structural officials' physical fitness was mostly (69.7%) under poor category. While their nutrition status based on BMI was 51.5% under excessive category; based on WCR 40.9% was under excessive category; based on BFP 87.9% was under excessive category. While for DBP, 27.3% was under high category. Average age of respondents 47 ± 4.78 and 75% was female; 31.9% of respondents had smoking habit. The study also discovered that 11.1% rarely took breakfast, 9.7% rarely consumed vegetable, 15.3% often consumed trendy meals and 55.6% often consumed fatty meals. Based on chi square test, there is a correlation between nutrition status (BMI, WCR, BFP) and level of physical fitness. According to double logistic regression analysis by modeling strategy, variables that significantly correlate to physical fitness are WCR and BFP. While variable that is most influencing on physical fitness is BFP. In addition, the study shows that structural officials who has excessive/high WCR tend to risk 5.07 times experiencing poor physical fitness compared to fellow official who have normal WCR after having been controlled by BFP variable, and structural officials who have high/excessive BFP tend to risk 6.98 times experiencing poor physical fitness compared to fellow officials who have normal BFP after having been controlled by WCR variable. Based on the study result, it is recommended that the Health Department of Nanggroe Aceh Darussalam Province anticipate the poor physical fitness by reducing nutrition status risk factor (BFP) through encouraging physical activities by promoting adequate body exercises and meal diet and regularly running general check-up so that each official can monitor his or her health. Moreover, further study needs to be conducted by using different design and encompassing physical activity variable and using all aspects of physical fitness assessment so that the cause-effect relation of physical fitness can be identified more precisely.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T587
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ramadhana Komala
Abstrak :
Tingkat kebugaran yang rendah merupakan faktor risiko terjadinya penyakit kardiovaskular. Skripsi ini merupakan penelitian dengan desain studi cross-sectional yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan status kebugaran berdasarkan status gizi, aktivitas fisik, dan asupan gizi. Pada penelitian ini melibatkan responden sebanyak 156 mahasiswi Program Studi Gizi FKM UI yang berusia 18-22 tahun. Kebugaran diukur menggunakan tes bangku 3 menit YMCA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan tes kebugaran terdapat 67,9% mahasiswi tergolong tidak bugar. Variabel yang memiliki perbedaan yang bermakna pada penelitian ini adalah persen lemak tubuh, asupan protein, lemak, vitamin B2, dan seng/Zn. Persen lemak tubuh yang normal, asupan protein, lemak, vitamin B2, dan seng/Zn yang cukup akan meningkatkan kebugaran. ......The low fitness levels was a risk factor for cardiovascular disease. The primary purpose of this cross-sectional study design that aims to identify differences in fitness status based on the status of nutrition, physical activity, and nutrition. In this study, 156 female students of Nutrional Sciences FPH UI were aged 18-22 years. Physical fitness was measured using YMCA 3-minute step test method. The results shows that based on the fitness tests are 67.9% female students classified as unfit. Variables that have significant differences in this study were percent body fat, intake of protein, fat, vitamin B2, and zinc/Zn. Normal percent body fat, intake of protein, fat, vitamin B2, and zinc /Zn sufficient to improve physical fitness.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S46430
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Duden, Ellington
Chicago: Contemporary Books, 1981
617.102 7 DAR a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rickard, Jenny
Jakarta: Grasindo, 2000
613.79 RIC r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
New York: Karger, 1991
613.208 3 HUM (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sarashvati Adi Sasongko
Abstrak :
ABSTRACT
There is a growing interest in physical fitness lately, for physical fitness is believed to be important throughout life, to develop and maintain functional capability, to meet the demands of living and to promote optimal health (ACSM, 1968.). Physical fitness implies health plus, that is the extent to which a child or an adult is free from illness and free to work or play with maximum vigor and endurance (HALSEY & FOSTER, 1973). The interest in the physical fitness of children has also been increasing since the past decade (BARR-OR, 1989).

As a matter of fact, being physically fit is relative to the tasks in which the individual must engage. For physical fitness is mostly related to muscular work, it should be noted that some degree of muscular activity is indeed required in all kinds of work, even the most intellectual occupations. Therefore, its importance is undoubtedly true in all walks of life (ASTRAND & RODAHL, 1987).

In order to attain the desired physical performance, i.e. being fit, the human body, a biological machine, needs food for fuel. It is thus logical to expect that nutrition may well play a role in physical performance (THITGEY, CATALDO, ROLFES, 1987). Some studies have indeed supported the assumption. SATYANARAYANA et al (1977) demonstrated the relationship between body size and work output in male industrial workers. Several other studies on young boys and adolescents showed similar relationship. The subjects, recorded as having been malnourished in their early childhood, failed to perform as expected (SATYANARAYANA et al, 1979; SPURR, et al, 1983). It is then generally considered that individuals with low body weight and height may not have reached their full genetic potential as a consequence of inadequate food intake in early childhood, leading to lower capacity to perform their daily tasks.

While some findings have shown the adverse effect of under nutrition on the physical performance of the individuals later in life, little is known as to how far nutrition influences physical fitness during childhood. The idea is, the earlier the adverse effect is detected, and the sooner actions can be made. Unfortunately, data about this subject are scanty. Some experts, however, have put forward the emphasis on the well-being of a specific group - the school children, in particular those at elementary schools (ADAMS et al, 1961; AGARWAL et al, 1987).

It has been long recognized that the elementary school period is the most decisive stage in a person's life as it is at this particular time that many important norms are implanted on the learners. Moreover, the elementary school years are nutritionally significant because this period is a preparation for the rapid growth of adolescence (Mc WILLIAMS, 1974; WENCK, BAREN, DEWAN, 1984).

In the case of nutrition and physical fitness of elementary school children, the whole school community - parents, teachers, and school children -- is concerned. This is in line with the Alma Ata Declaration which states that people have the right and duty to participate individually and collectively in the planning and implementation of their healthy care (WHO, 1978). This concept has been adopted by the Indonesian government and it is reflected in the Indonesian National Health System (MINISTRY ON HEALTH R.I., 1982). The WHO-based declaration reflects the growing conviction that an individual choice of healthy lifestyle is the key factor and that emphasis should be placed on the positive actions that individuals and communities could take to maintain and promote health (STROOT, 1989). As a rule, healthy lifestyle is best to be taught during the elementary school period; but actions, nevertheless, can be expected when base-line information has been available. Only then it is hoped that parents will be convinced that "academic" performance, which has sometimes been overemphasized, would?
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Henny Arida
Abstrak :
Berdasarkan data pengukuran kebugaran pegawai dengan metode Rockportdari program Kesehatan Olahraga Puskesmas Rawat Inap Permata Sukarame Tahun 2020, didapatkan hasil Vo2Max pegawai dengan 34% kategori cukup dan 66% kategori kurang dan tidak ditemukan hasil Vo2Max kategori baik. Kondisi jasmani yang bugar memberikan dampak positif pada tenaga kerja antara lain menciptakan produktivitas kerja yang optimal begitu juga dengan sebaliknya. Penelitian ini dirancang dengan pendekatan penelitian kualitatif, desain studi fenomenologi. Hasil penelitian ini adalah adanya ditemukan motivasi intrinsik informan yang melakukan pengukuran kebugaran jasmani yaitu adanya ketertarikan pada kegiatan tersebut yang memberikan efek positif bagi kesehatan. Informan juga merasa mendapatkan penyegaran di luar dari rutinitas sehari-hari, serta perlunya kesadaran penulis tentang arti pentingnya kebugaran jasmani. Untuk motivasi ektrinsik pegawai yaitu: penghargaan, pengawasan, tanggung jawab, hubungan pribadi, kondisi kerja serta kebijakan dan administrasi tempat kerja. Kondisi tubuh tidak fit, cuaca, kekurangan waktu dan keluarga menjadi hambatan dalam pengukuran kebugaran jasmani. Dapat diartikan bahwa untuk mendapatkan hasil pengukuran kebugaran jasmani yang optimal, diperlukan minat berupa hobi dan ketertarikan, tantangan serta tanggung jawab yang berupa kesadaran diri yang berasal dari motivasi intrinsik. Untuk motivasi ekstrinsik, diperlukan penghargaan, pengawasan, hubungan antar pribadi, kondisi tempat kerja serta kebijakan dan administrasi. Terdapat juga hambatan lingkungan sosial dan lingkungan fisik yang menghambat seseorang melakukan pengukuran kebugaran jasmani. kondisi kerja serta kebijakan dan administrasi tempat kerja. Kondisi tubuh tidak fit, cuaca, kekurangan waktu dan keluarga menjadi hambatan dalam pengukuran kebugaran jasmani. Dapat diartikan bahwa untuk mendapatkan hasil pengukuran kebugaran jasmani yang optimal, diperlukan minat berupa hobi dan ketertarikan, tantangan serta tanggung jawab yang berupa kesadaran diri yang berasal dari motivasi intrinsik. Untuk motivasi ekstrinsik, diperlukan penghargaan, pengawasan, hubungan antar pribadi, kondisi tempat kerja serta kebijakan dan administrasi. Terdapat juga hambatan lingkungan sosial dan lingkungan fisik yang menghambat seseorang melakukan pengukuran kebugaran jasmani. kondisi kerja serta kebijakan dan administrasi tempat kerja. Kondisi tubuh tidak fit, cuaca, kekurangan waktu dan keluarga menjadi hambatan dalam pengukuran kebugaran jasmani. Dapat diartikan bahwa untuk mendapatkan hasil pengukuran kebugaran jasmani yang optimal, diperlukan minat berupa hobi dan ketertarikan, tantangan serta tanggung jawab yang berupa kesadaran diri yang berasal dari motivasi intrinsik. Untuk motivasi ekstrinsik, diperlukan penghargaan, pengawasan, hubungan antar pribadi, kondisi tempat kerja serta kebijakan dan administrasi. Terdapat juga hambatan lingkungan sosial dan lingkungan fisik yang menghambat seseorang melakukan pengukuran kebugaran jasmani. Dapat diartikan bahwa untuk mendapatkan hasil pengukuran kebugaran jasmani yang optimal, diperlukan minat berupa hobi dan ketertarikan, tantangan serta tanggung jawab yang berupa kesadaran diri yang berasal dari motivasi intrinsik. Untuk motivasi ekstrinsik, diperlukan penghargaan, pengawasan, hubungan antar pribadi, kondisi tempat kerja serta kebijakan dan administrasi. Terdapat juga hambatan lingkungan sosial dan lingkungan fisik yang menghambat seseorang melakukan pengukuran kebugaran jasmani. Dapat diartikan bahwa untuk mendapatkan hasil pengukuran kebugaran jasmani yang optimal, diperlukan minat berupa hobi dan ketertarikan, tantangan serta tanggung jawab yang berupa kesadaran diri yang berasal dari motivasi intrinsik. Untuk motivasi ekstrinsik, diperlukan penghargaan, pengawasan, hubungan antar pribadi, kondisi tempat kerja serta kebijakan dan administrasi. Terdapat juga hambatan lingkungan sosial dan lingkungan fisik yang menghambat seseorang melakukan pengukuran kebugaran jasmani. kondisi tempat kerja serta kebijakan dan administrasi. Terdapat juga hambatan lingkungan sosial dan lingkungan fisik yang menghambat seseorang melakukan pengukuran kebugaran jasmani. kondisi tempat kerja serta kebijakan dan administrasi. Terdapat juga hambatan lingkungan sosial dan lingkungan fisik yang menghambat seseorang melakukan pengukuran kebugaran jasmani. ......Berdasarkan data pengukuran kebugaran pegawai dengan menggunakan metode rockport dari program Kesehatan Olahraga Puskesmas Rawat Inap Permata Sukarame Tahun 2020 diperoleh hasil Vo2Max pegawai dengan kategori cukup sebesar 34% dan kategori kurang sebesar 66% dan tidak ditemukan hasil Vo2Max yang baik kategori. Kondisi fisik yang fit memberikan dampak positif bagi tenaga kerja, antara lain menciptakan produktivitas kerja yang optimal dan sebaliknya. Penelitian ini dirancang dengan pendekatan penelitian kualitatif dengan desain studi kasus. Hasil penelitian ini menemukan bahwa terdapat motivasi intrinsik informan untuk mengukur kebugaran jasmani yaitu minat terhadap aktivitas tersebut yang berdampak positif bagi kesehatan. Informan juga merasa mendapat penyegaran di luar rutinitas sehari-hari, serta perlunya kesadaran diri oleh karyawan tentang pentingnya kebugaran jasmani. Untuk motivasi ekstrinsik karyawan yaitu: penghargaan, pengawasan, tanggung jawab, hubungan pribadi, kondisi kerja dan kebijakan dan administrasi tempat kerja. Kondisi tubuh yang tidak fit, cuaca, kurangnya waktu dan keluarga menjadi kendala dalam mengukur kebugaran jasmani. Dapat disimpulkan bahwa untuk memperoleh hasil pengukuran kebugaran jasmani yang optimal diperlukan minat berupa hobi dan minat, tantangan dan tanggung jawab berupa kesadaran diri yang bersumber dari motivasi intrinsik. Untuk motivasi ekstrinsik, diperlukan rasa hormat, pengawasan, hubungan interpersonal, kondisi kerja dan kebijakan serta administrasi.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Titik Indrawati
Abstrak :
Health-related physical fitness adalah komponen kebugaran jasmani yang memiliki hubungan dengan kesehatan yang baik. Health-related physical fitness terdiri dari komposisi tubuh (body composition), kebugaran otot (musculoskeletal fitness) dan daya tahan kardiorespirasi (cardiorespiratory fitness). Rescuer adalah salah satu pekerja yang membutuhkan kebugaran dalam pencarian dan pertolongan (search and rescue) korban khususnya untuk pertolongan di air. Tesis ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan health related physicl fitness rescuer dengan intervensi renang gaya dada. Metode. Penelitian ini menggunakan metode one group pre-post eksperimental design yang dilakukan pada 15 subjek. Intervensi dilakukan 3 kali seminggu selama 8 minggu dengan intensitas sedang (64%–<76% denyut jantung maksimal). Hasil. Ppenelitian ini mendapatkan adanya perubahan signifikan secara statistik pada komponen kebugaran otot (sit and reach test p <0,001, sit up test p <0,001) dan daya tahan kardiorespirasi (tes renang 12 menit p <0,001) tetapi tidak ada perubahan signifikan secara statistik pada komposisi tubuh (IMT p=0,053). Kesimpulan. Intervensi renang gaya dada terbukti dapat meningkatkan health-related physical fitness rescuer pada komponen kebugaran otot dan kebugaran kardiorespirasi tetapi tidak meningkatkan komponen komposisi tubuh. ......Health-related physical fitness is a component of physical fitness that has a relationship with good health. Health related physical fitness consists of body composition, musculoskeletal fitness and cardiorespiratory fitness. Rescuer is one of the workers who needs fitness in the search and rescue of victims, especially for help in water. This thesis aims to determine the increase in health-related physical fitness rescuer with breast stroke intervention. Method. This study used the method of one group pre-post experimental design carried out on 15 subjects. Interventions were carried out 3 times a week for 8 weeks with moderate intensity (64% - <76% maximum heart rate). Results. This study found a statistically significant change in the musculoskeletal fitness component (sit and reach test p <0.001, sit-up test p <0.001) and cardiorespiratory fitness (12-minute swimming test p <0.001) but no statistically significant changes in body composition (BMI p = 0.053). Conclusion. Breaststroke intervention has been shown to improve health-related physical fitness rescuers in musculoskeletal fitness components and cardiorespiratory fitness but does not increase the body composition component.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cheng Man-Ching
Den Haag: Servire, 1994
613.7148 CHE
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>