Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 193 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rr. Tri Mayang Mekar
Abstrak :
Khamir merupakan mikroorganisme yang paling banyak digunakan dalam industri Protein Sel Tunggal (PST). Diketahui bahwa substrat merupakan biaya operasi terbesar dalam industri ini. Di Indinesia, hutan sagu yang tersebar luas belum dimanfaatkan secara optimal. Tepung sagu dapat dimafaatkan sebagai substrat PST. Saccharomycopsis fibuligera yang memiliki enzim amilase ekstra selular, termasuk khamir yang dapat mengurai amilum atau pati. Penelitian pendahuluan membuktikan bahwa S. fibuligera mampu tumbuh pada medium sagu 0,5 %. Dalam penelitian ini, pertumbuhan diukur dengan spektrofotometer Spectronic 20 Bausch & Lomb pada panjang gelombang = 640 nm. Pertumbuhan yang lebih baik didapatkan setelah penambahan yeast extract, mengingat sagu miskin vitamin. Selanjutnya, diuji pengaruh 3 variasi pH terhadap pertumbuhan S. fibuligera pada medium sagu yang diperkaya yeast extract. Dari penelitian dapat disimpulakan bahwa S. fibuligera tumbuh lebih baik pada medium sagu sesudah ditambahkan yeast extract, dan pH 5,0 merupahan pH yang terbaik bagi pertumbuhan S. fibuligera pada medium sagu yeast extract, pada suhu kurang lebih 30 derajat celcius.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1985
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lelosutan, Syafruddin AR
Abstrak :
Background: Esophagitis implies an organic damage of the esophagus due to several pathophysiologic factors, predominantly: (1) degree of gastric acid secretion (gastric pH), whereabouts are rapidly or slowly to be mucosal breaks onto esophagus were under the influe nced by: (a) gastric pH 54 and (b) the contact of gastric acid into esophageal mucosal. (2) Lower esophageal sphincter (LES) as a important lactor lor antifetlux mechanisms, which antireflux mechanism cannot senre as a barrier system whenever tone of LES comes down until 510 mml-lg that causes feeble resting LES pressure. Esophageal injuries are recognized endoscopicaliy by the presence of the Savary-Millers classification (1985), but there are not definitely which ones principally to pathophysiologic factor. Methods: This was a consecutive non-random sampling cross sectional study Thirty subject from 127 patients with dyspepsia undergoing elective upper-endoscopic examination with collecting of the gastric juice and biopsies of tower esophageal mucosal, also esophageal manometric examination. Before that, clinical inclusive and exclusive criterias until laboratory examination were performed. Significant interval was 95%. Analyzing data with Fisher?s Exact Test One-Tail to correlate between gastric pH and hypotonic LES into esophagitis. Results: Esophagilis prevalence was 22. 8%. Fisher's Exact Test One-Tail to correlate esophagitis with gastric pH E 4 was significant (p=0.013798), but with hypotonic LES (tones of LES S 10 mmHg) was not (p=0.60269). The combined roles or' gastric pH and tones of LES into esophagitis are included: (1) Frequency of roles of pH E 4 and hypotonic LES are 48.2% (2) Frequency of role of pH < 4 without hypotonic of LES are 33.3%. (3) Frequency of role of hypotonic LES without pH S4 are 11. 1% and (4) Frequency of esophagitis without roles of pH $4 and hypotonic ol LES are 7.4%. Conclusions: The sum of gastric pH 5 4 and hypotonic of LES together are more than each separate factor. Onto statistically was significant between esophagitis and gastric pH, but there is no correlation with tones ol LES. So, gastric pH plays a more important role than LES.
Jakarta: The Indonesian Journal of Gastroenterology Hepatology and Digestive Endoscopy, 2001
IJGH-2-3-Des2001-6
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Idham Rafly Dewantara
Abstrak :
Latar Belakang: Pemanasan global merupakan peristiwa terjadinya kenaikan suhu pada permukaan bumi. Peristiwa tersebut terjadi akibat adanya kenaikan karbondioksida pada atmosfer sehingga mempengaruhi perubahan ikim. Peningkatan karbondioksida dapat mempengaruhi sistem imun. Pada keadaan hiperkapnia terjadi penurunan pada pengeluaran sitokin dan kemokin serta hambatan pada proses fagositosis dan autofagi pada makrofag. Selain itu, dapat menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan seperti sakit kepala dan muntah hingga terjadi penurunan kesadaran pada manusia. Terdapat berbagai respon yang ditunjukkan PBMC pada saat dipaparkan karbondioksida namun, penelitian ini difokuskan untuk melihat perubahan pH pada medium kultur sel PBMC. Tujuan: Mengetahui efek paparan karbondioksida terhadap perubahan pH pada medium kultur PBMC. Metode: Penelitian ini menggunakan sel PBMC yang telah diisolasi dan telah dipaparkan kadar karbondioksida 5% sebagai kontrol dan 15% sebagai uji masing-masing selama 24 jam dan 48 jam. Kemudian dilakukan pengukuran pH pada medium kultur sel PBMC pada masing-masing kelompok dengan menggunakan pH meter. Hasil yang didapatkan akan dianalisis dengan menggunakan SPSS. Hasil: Terdapat penurunan pH secara signifikan pada kelompok uji dibandingkan dengan kelompok kontrol (P<0.05). Paparan CO2 15 % terbukti menurunkan pH medium kultur PBMC secara signifikan pada 24 jam dan 48 jam dibandingkan dengan control (CO2 5%). Hal ini juga didukung dengan hasil konsentrasi H+ yang meningkat setelah paparan CO2 15% selama 24 jam dan 48 jam. Kesimpulan: Terdapat perubahan pH dan konsentrasi ion H+ pada medium kultur PBMC sebagai respon terhadap pemaparan karbondioksida 15% selama 24 jam dan 48 jam. Background: Global warming is an event of an increase in temperature on the earth's surface. This event occurs due to an increase in carbon dioxide in the atmosphere so that it affects climate change. Increased carbon dioxide can affect the immune system. In hypercapnia, there is a decrease in the release of cytokines and chemokines as well as inhibition of the process of phagocytosis and autophagy in macrophages. In addition, it can cause health problems such as headaches and vomiting to a decrease in consciousness in humans. There are various responses shown by PBMCs when exposed to carbon dioxide, however, this study focused on looking at changes in pH in the PBMC cell culture medium. Objective: To determine the effect of carbon dioxide exposure on changes in pH in PBMC culture medium. Methods: This study used PBMC cells that had been isolated and exposed to carbon dioxide levels of 5% as control and 15% as test for 24 hours and 48 hours, respectively. Then measured the pH of the PBMC cell culture medium in each group using a pH meter. The results obtained will be analyzed using SPSS. Results: There was a significant decrease in pH in the test group compared to the control group (P<0.05). Exposure to 15% CO2 was shown to significantly reduce the pH of the PBMC culture medium at 24 and 48 hours compared to the control (CO2 5%). This is also supported by the results of the increased H+ concentration after exposure to 15% CO2 for 24 hours and 48 hours. Conclusion: There are changes in pH and concentration of H+ ions in PBMC culture medium in response to exposure to 15% carbon dioxide for 24 hours and 48 hours.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Theresia Dhearine
Abstrak :
Latar Belakang : Karies adalah penyakit gigi yang sering terjadi di Indonesia. Saliva berperan dalam terjadinya karies. Saat ini xylitol dapat mencegah karies dan belum ada penelitian yang melihat pengaruh xylitol terhadap pH saliva. Tujuan: mengetahui pengaruh mengunyah permen karet yang mengandung xylitol terhadap perubahan nilai pH saliva. Metode: 30 anak berusia 10-12 tahun diberikan tiga perlakuan: mengunyah parafin, 2 permen karet xylitol, dan 4 permen karet xylitol selama 5 menit. Data dianalisis dengan uji statistik dengan p<0,05. Hasil: Kelompok sebelum dan sesudah parafin, 2 xylitol, serta 4 xylitol didapat masing-masing nilai p=0,000; kelompok sesudah parafin dengan sesudah 2 xylitol (p=0,472); kelompok sesudah parafin dengan sesudah 4 xylitol (p=0,000). Kesimpulan: Peningkatan pH saliva terjadi seiring dengan bertambahnya jumlah permen karet xylitol.
Background: Dental caries is one of the common dental health problem in Indonesia. Saliva has a role in caries process. Recently, xylitol usage can prevent dental caries and no research has studied the effect on salivary pH. Objective: Identify the effect of xylitol xhewing gum on salivary pH. Method: 30 subjects aged between 10-12 years will get three kinds of treatment (cross-over method): chewing paraffin, 2 pieces of xylitol chewing gum, and 4 pieces of xylitol chewing gum on a 5 minute basis. The research data will be evaluated with statistic analysis (p<0,05). Result: Before and after parafin, 2 xylitol, and 4 xylitol p=0,000; between parafin and 2 xylitol p=0,472; between parafin and 4 xylitol p=0,000. Conclusion: The increase of salivary pH is proportional to the amount of the gum chewed.
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Danar Permana
Abstrak :
Penelitian ini memanfaatkan kemampuan zeolit alam Lampung sebagai bonding agent (bahan pengikat) melalui proses flotasi untuk mengangkat limbah amonia ke permukaan. Pada penelitian ini ditambahkan beberapa bahan-bahan kimia berupa koagulan Polyaluminium chloride (PAC) dan surfaktan Sodium Lauril Sulfat (SLS) . Penelitian ini dilakukan dengan variasi pH 6, 10 dan 11, dosis PAC (0 g/L dan 0,13 g/L), dosis SLS (0,2 g/L, 0,4 g/L, 0,6 g/L, dan 0,8 g/L). Berdasarkan hasil penelitian, persentase pemisahan amonia tertinggi adalah 95,33 % pada kondisi pH 6, dosis SLS 0,8 g/L dan dosis PAC 0,13 g/L. Pengaruh penambahan SLS terbukti dapat meningkatkan persentase pemisahan yang dihasilkan.
This research uses Zeolit Alam Lampung as a bonding agent through flotation process to lift ammonia to the surface. Surfactant Sodium Lauril Sulfat (SLS) and coagulant Polyaluminium chloride (PAC) was added to this process. Flotation process was variated in pH (6, 10 and 11), PAC (0 g/L; 0,13 g/L) and SLS (0,2 g/L; 0,4 g/L; 0,6 g/L, and 0,8 g/L). Based on this research, the highest ammonia separation presentation is 95,33%. This result was reached in pH 6 when SLS concentration 0,8 g/L and PAC concentration 0,13 g/L. The effect of addition SLS has made the ammonia separation presentation increased.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S52227
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Juliani
Abstrak :
Tempe kedele merupakan makanan tradisional hasil fermentasi yang disenangi penduduk Indonesia pada umumnya. Sejauh ini belum ada laporan yang menyebutkan jatuhnya korban akibat keracunan tempe kedele. Tingginya resistensi terhadap penyakit perut di Indonesia diduga disebabkan oleh senyawa antibiotik yang ditemukan dalam tempe kedele. Dalam penelitian ini dilihat pengaruh pH medium kedele Extract Broth (KEB) yang berbeda (4,0 dan 5,3) terhadap aktivitas antibiotik tiga strain Rhizopus spp. Mikroorganisme penguji yang digunakan adalah Bacillus subtilis dan Eschericia coli, dan medium penguji yang digunakan adalah medium Ellis, Wang, dan Hesseltine (EWH). Aktivitas antibiotik diukur berdasarkan lebar daerah bening di sekitar paper disk, yang menandakan terhambatnya pertumbuhan bakteri di atas medium EWH. Dari penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa pH medium KEB 4,0 dan 5,3 tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada aktivitas antibiotik ketiga strain Rhizopus spp. tersebut. Namun demikian, ternyata aktivitas antibiotik di antara ketiga strain Rhizopus spp. tersebut berbeda nyata.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1985
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferigina Satariah
Abstrak :
Latar Belakang : Perawatan ortodonti yang menggunakan alat ortodonti cekat bertujuan untuk memperbaiki fungsi gigi geligi dan estetis seseorang, namun hal tersebut berpotensi meningkatkan resiko karies selama atau setelah perawatan. Hal tersebut disebabkan karena adanya kesulitan dalam membersihkan plak dan sisa-sisa makanan akibat adanya perangkat ortodonti seperti bracket, ligature dan kawat. Mengunyah permen karet yang mengandung Xylitol merupakan salah satu cara untuk mencegah karies. Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek penggunaan permen karet Xylitol pada pasien yang menggunakan alat ortodonti cekat dalam mengurangi resiko karies ditinjau dari perubahan pH plak dan pH saliva. Metode : Subyek penelitian yang terdiri dari 30 pasien yang menggunakan alat ortodonti cekat diinstruksikan mengunyah permen karet Xylitol merk Lotte sebanyak dua butir selama minimal lima menit sehabis menyikat gigi, dua kali sehari pagi dan malam selama dua minggu. Satu butir permen karet mengandung Xylitol sebesar 1.320 g. Pemeriksaan pH plak dan pH saliva dilakukan sebelum dan sesudah perlakuan dengan menggunakan pH plak indicator kit dan dental saliva pH indicator. Perubahan rerata pH plak dan pH saliva sebelum dan sesudah perlakuan di analisis menggunakan uji wilcoxon dua arah. Hasil : Berdasarkan analisis statistik terdapat peningkatan yang bermakna pada rerata pH plak dan pH saliva sebelum dan sesudah mengunyah permen karet Xylitol selama dua minggu, dengan nilai p < 0.05. Simpulan : Mengunyah permen karet Xylitol dua kali sehari selama dua minggu dapat menurunkan resiko karies pada pasien yang menggunakan alat ortodonti cekat.
Background : The Goal of fixed orthodontic treatment are to improve functional and esthetic of the patient, but it potentially increase caries risk during and after the treatment because orthodontic appliances such as brackets or ligatures often cause difficulties in mechanically removing plaque and food debris. Xylitol chewing gum is one of the effective method to prevent caries. Objective : The aim of this research is to study the effect of Xylitol chewing gum on reducing caries risk in fixed orthodontic patient based on plaque pH and salivary pH. Methods : 30 subjects which is a fixed orthodontic patients was instructed to chew two Xylitol chewing gum two times a day for minimal five minutes in two weeks. Each gum contains 1.320 g Xylitol. Plaque pH and salivary pH are measured by using plaque pH indicator kit and dental saliva pH indicator, it was taken before and after experiment. The mean value in plaque pH and salivary pH before and after the experiment was analyzed using two way wilcoxon test. Results : Based on the statistical analysis, there is a significant increase in plaque pH and salivary pH mean value before and after chewing xylitol chewing gum in two weeks (p < 0.05). Conclusion : Chewing Xylitol two times a day in two weeks could reduce caries risk in fixed orthodontic patient.
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rizka Eka Prasetyanti
Abstrak :
Latar Belakang : Perawatan ortodonti bertujuan untuk memperbaiki fungsi gigi geligi dan estetis seseorang, namun pada perawatan yang menggunakan alat cekat berpotensi meningkatkan resiko karies selama atau setelah perawatan ortodonti cekat. Hal tersebut disebabkan adanya kesulitan pasien dalam menjaga kebersihan rongga mulut, khususnya di daerah sekitar braket, band dan ligatur sehingga meningkatan resiko terjadinya karies. Pencegahan karies dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan menambah asupan fluoride , termasuk pemberian secara topikal. Tujuan : Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek topical fluoride pada pasien ortodonti cekat dalam mengurangi resiko karies pasien, ditinjau dari perubahan pada pH plak dan pH saliva. Metode : Subjek penelitian terdiri dari 30 pasien yang dirawat menggunakan alat ortodonti cekat diperiksa pH plak dan pH saliva awal dengan menggunakan pH plak indicator kit dan dental saliva pH indicator. Subjek kemudian diberikan perlakuan berupa aplikasi topical fluoride selama dua kali dalam waktu dua minggu, dengan interval pemberian aplikasi satu minggu dan setelahnya diperiksa kembali. Perubahan rerata pH plak dan pH saliva sebelum dan sesudah perlakuan kemudian di analisis menggunakan uji wilcoxon dua arah. Hasil : Terjadi peningkatan pada rerata pH plak dan penurunan pada rerata pH saliva tetapi tidak bermakna secara statistik (p > 0.05). Kesimpulan : Pemberian topical fluoride pada pasien yang menggunakan alat ortodonti cekat dapat menurunkan resiko karies tetapi tidak mempengaruhi pH plak dan pH saliva.
Background : The goal of orthodontic treatment are to provide functional and esthetic improvement in patient, but it potentially increase caries risk during and after treatment. Placing the orthodontic appliances can alters the oral environment changes in pH and plaque deposition around bracket. As a consequence oral hygiene becomes more difficult and increased risk of developing dental caries for the patient. There are several mechanism on preventing dental caries, one of it is fluoride application. Objective : The aim of this research is to study the effect of topical fluoride on reducing caries risk in fixed orthodontic patient based on plaque and salivary pH. Methods : 30 subjects which is a fixed orthodontic patients was applied with topical fluoride two times within two weeks with one week interval for each treatment. Plaque pH and salivary pH measurement by using pH plaque indicator kit and dental saliva pH indicator, it was taken before and after experiment. The mean value in plaque pH and salivary pH before and after the experiment was analyzed using two way wilcoxon test. Result : Fluoride application had no statistically significant effects in plaque and salivary pH mean value before and after application within two weeks (p > 0.05). Conclusion : Fluoride application reduce caries risk in fixed orthodontic patient but it wasn?t alter any changes on plaque and salivary pH.
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Prasanti Fitriastuti
Abstrak :
Latar belakang : Perawatan ortodonti dengan menggunakan alat ortodonti cekat bertujuan untuk memperbaiki fungsi gigi geligi dan estetis seseorang, dapat berpotensi meningkatkan resiko karies selama atau setelah perawatan ortodonti cekat karena adanya kendala dalam membersihkan plak dan sisa-sisa makanan akibat adanya perangkat ortodonti misalnnya bracket atau ligature. Salah satu cara untuk mengurangi resiko karies adalah berkumur Chlorhexidine. Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek penggunaan obat kumur Chlorhexidine 0,2% pada pasien yang menggunakan alat ortodonti cekat dalam mengurangi resiko karies ditinjau dari perubahan pH plak dan pH saliva. Metode: Subyek penelitian yang terdiri dari 30 pasien yang menggunakan alat ortodonti cekat diinstruksikan untuk berkumur Chlorhexidine 0,2% selama 0,5-1 menit beberapa menit setelah menyikat gigi, dua kali sehari pagi dan malam hari selama dua minggu. Pemeriksaan pH plak dan pH saliva sebelum dan sesudah perlakuan kemudian di periksa menggunakan pH plak indicator kit dan dental saliva pH indicator kit. Perubahan rerata pH plak dan pH saliva sebelum dan sesudah perlakuan kemudian di analisis menggunakan uji Wilcoxon dua arah. Hasil: Berdasarkan analisis statistik terdapat peningkatan bermakna pada rerata pH plak sesudah berkumur obar kumur Chlorhexidine selama dua minggu (p < 0,05). Sedangkan pada pH saliva sesudah berkumur obat kumur Chlorhexidine selama dua minggu terjadi penurunan nilai rerata namun hal ini tidak bermakna (p > 0,05). Simpulan: Penggunaan obat kumur chlorhexidine dapat menurunkan resiko karies pada pasien yang menggunakan alat ortodonti cekat jika ditinjau dari pH plak, namun tidak pada pH saliva.
Background : The goal of fixed orthodontic treatment are to improve functional and esthetic of the patient, but it potentially increase caries risk during and after the treatment because orthodontic appliances such as brackets or ligatures often cause diffuculties in mechanically removing plaque and food debris. Chlorhexidine mouthrinse is one of the effective methods to prevent caries. Objective : The aim of this research is to study the effect of Chlorhexidine mouthrinse on reducing caries risk in fixed orthodontic patient based on plaque pH and salivary pH. Methods : 30 subjects which is a fixed orthodontic patients was instructed to gargle Chlorhexidine 0,2% a few minutes after toothbrushing for 0,5-1 minute. Plaque pH and salivary pH measurement was taken before and after experiment using pH plaque indicator kit and dental saliva pH indicator. The mean value in plaque pH and salivary pH before and after the experiment was analyzed using two way wilcoxon test. Results : Based on the statistical analysis, there is a significant increase in plaque pH after gargling Chlorhexidine 0,2% for two weeks (p < 0,05). However a decrease was found in saliva pH after gargling Chlorhexidine 0,2% a few minutes after toothbrushing for two weeks although statistically insignificant (p > o,05). Conclusion : Gargling Chlorhexidine can reduce caries risk in fixed orthodontic patient showed an increasing in plaque pH but it was not in salivary pH.
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>