Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Roslaini Sumantri
1986
S25159
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Perusahaan daerah air minum (PDAM) sebagai ujung tombak pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat akan air bersih seringkali menjadi perhatian publik atas kapasitas dan kapabilitas pelayanannya. Citra PDAM tidak bisa dipungkiri belum lepas dari stigma negatif seperti seringnya sambungan air putus...
AUDIT 6:11 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rama Boedi
Abstrak :
Pelayanan air minum perkotaan mengandung elemen kebijakan sosial yang kuat, karena pelayanan air minum merupakan salah satu jenis pelayanan umum yang berkaitan erat dengan kepentingan masyarakat luas. Kondisi pelayanan air minum yang dilaksanakan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) di seluruh Indonesia dinilai oleh banyak pihak tidak baik dan bermasalah. Kondisi ini diasumsikan bersumber dari permasalahan rendahnya tarif jual air dan kebocoran air pada pelaksanaan pelayanan, serta permasalahan sumber daya manusia pengelola. Akibatnya, secara umum, 306 PDAM yang tersebar di seluruh Indonesia mengalami masalah inefisiensi dan terlalu besarnya hutang yang harus di tanggung oleh masing-masing PDAM. Keterpurukan pengelolaan pelayanan air minum ini banyak dipengaruhi oleh berbagai hal, salah satunya adalah akibat pengaruh sifat birokrasi pelayanannya yang tidak mengikuti kaidah sifat birokrasi modern. Sikap birokrasi yang tidak modern pada jajaran Direksi PDAM ini mengikuti sikap yang ada pada birokrasi pemerintahan di Indonesia. Birokrasi pemerintah di Indonesia masih merupakan birokrasi tempat saling berbenturannya nilai-nilai modern dan tradisional yang terbentuk dari sejarah yang cukup panjang. Untuk memperbaiki kondisi pelayanan air minum di Indonesia saat ini diperlukan jiwa kewirausahaan sejati dan akuntabilitas dari jajaran Direksi PDAM, sehingga mampu untuk mengatasi berbagai masalah yang menimpa manajemen PDAM. Dalam penelitian ini disusun dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Apakah terdapat pengaruh Sikap Birokrasi Pemerintah terhadap kewirausahaan Jajaran Direksi Perusahaan Daerah Air Minum di Indonesia? 2. Apakah terdapat pengaruh Sikap Birokrasi Pemerintah terhadap Akuntabilitas Jajaran Direksi Perusahaan Daerah Air Minum di Indonesia? Tujuan penelitian ini untuk mengetahui : 1.Seberapa besar pengaruh Sikap Birokrasi Pemerintah terhadap Kewirausahaan JajaranDireksi Perusahaan Daerah Air Minum di Indonesia? 2.Seberapa besar pengaruh Sikap Birokrasi Pemerintah terhadap Akuntabilitas Jajaran Direksi Perusahaan Daerah Air Minum di Indonesia? Hipotesis yang diajukan : 1.Terdapat pengaruh Sikap Birokrasi Pemerintah terhadap Kewirausahaan .Jajaran Direksi Perusahaan Daerah Air Minum di Indonesia. 2.Terdapat pengaruh Sikap Birokrasi Pemerintah terhadap Akuntabilitas Jajaran Direksi Perusahaan Daerah Air Minum di Indonesia. Metodologi Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Pengambilan sampel penelitian sebanyak 36 responden dari populasi 306 PDAM, menggunakan Teknik Stratified Random Sampling, stratum sample terdiri dari Direktur Utarna, Direktur Teknik/Operasi, dan Direktur administrasifKeuangan pada PDAM yang terdapat di selurub Indonesia. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik dan alat pengumpulan data yang meliputi Teknik Wawancara, Teknik Kuesionering, Observasi dan Studi Kepustakaan. Penyusunan Kuesionering menggunakan penskalaan Teknik Skala Likert; Teknik analisa data menggunakan Metoda Analisis Deskriptif Kuantitatif yang didukung dengan Metoda Analisis Deskriptif Kualitatif. Hasil Penelitian mencakup gambaran umum permasalahan pelayanan air minum di Indonesia yang dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Budaya organisasi yang berlaku di dalam birokrasi pemerintahan merupakan sumber atau acuan sikap manajerial yang masih melekat pads jajaran Direksi PDAM. Atau dengan kata lain, terdapat sikap birokrasi pemerintah di kalangan jajaran Direksi PDAM di Indonesia. 2. Sikap birokrasi pemerintah yang melekat pada Direksi PDAM secara sadar atau tidak disadari telah memotivasi dan menjadi sifat kebijakan dan gaya kepemimpinan pada jajaran Direksi PDAM di Indonesia. 3. Kebijakan dan kepemimpinan yang demikiian itu mendorong terbentuknya sikap dan perilaku organisasi tertentu dikalangan staf atau pegawai PDAM, yang pada umunya juga berasal dari instansi-instansi pemerintahan. 4. Sikap dan perilaku organisasi tersebut kemudian membentuk dan sekaligus menjadi ciri kinerja PDAM. 5. Kineija PDAM menunjukan fenomena permasalahan inefisiensi perusahaan yang antara lain disebabkan oleh faktor internal yaitu rendahnya kualitas sumber daya manusia, dan faktor eksternal, yaitu rendah dan tidak layaknya tarif air minum akibat resistensi masyarakat. 6. Rendahnya kualitas sumber daya manusia tersebut dapat diartikan sebagai masalah kewirausahaan pada jajaran Direksi PDAM, dan rendah serta tidak Iayaknya tarif air minum dapat diartikan sebagai masalah akuntabilitas publik PDAM.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T907
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Anin Ratri
Abstrak :
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) adalah salah satu unit usaha milik daerah, yang bergerak dalam distribusi air bersih bagi masyarakat umum yang terdapat di setiap provinsi, kabupaten, dan kotamadya di seluruh Indonesia. Setiap tahunnya dilakukan penilaian kerja PDAM oleh Badan Peningkatan Penyelengaraan Sistem Penyediaan Air Minum (BPPSPAM). Penilaian kerja Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) penyelenggara SPAM merupakan upaya untuk melihat dan mengukur tingkat kinerja manajemen dalam mengelola perusahaan yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana efisiensi dan efektifitas pengelolaannya. Penilaian kinerja ini menggunakan empat aspek dimana setiap aspeknya memiliki indikator-indikator penilaian. Aspek yang pertama adalah aspek keuangan dengan indikator Return of Equity (ROE), rasio operasi, rasio kas, efektivitas penagihan, dan solvabilitas. Selanjutnya adalah aspek pelayanan dengan indikator-indikator, yaitu cakupan pelayanan teknis, pertumbuhan pelanggan, tingkat penyelesaian pengaduan, kualitas air pelanggan, dan konsumsi air domestik. Aspek yang ketiga adalah aspek operasional dengan indikator efisiensi produk, tingkat kehilangan air, jam operasi layanan, tekanan air pada sambungan pelanggan, dan penggantian dan (atau) kalibrasi meter air pelanggan. Aspek yang terakhir adalah aspek sumber daya manusia dengan indikator rasio pegawai, rasio diklat pegawai, dan rasio beban diklat terhadap beban pegawai. Indikator-indikator tersebut kemudian dihitung dan setiap unit PDAM dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu sehat, kurang sehat, dan sakit. Pada penelitian ini dilakukan pengelompokan ulang dengan menggunakan metode clustering untuk menentukan berapa kelompok yang mungkin dihasilkan berdasarkan indikator-indikator tersebut. Indikator-indikator yang dipakai pada penelitian ini adalah Return of EquityROE), efektivitas penagihan, jam operasional, rasio pegawai, cakupan pelayanan teknis, pertumbuhan pelanggan, tingkat kehilangan air, tarif rata-rata, profit margin, rasio pelayanan, dan rasio kas. Penelitian ini menghasilkan kelompok-kelompok yang lebih rinci dibandingkan dengan kelompok yang sebelumnya. Penelitian ini juga membandingkan hasil clustering tersebut dengan pengelompokan yang sudah diterapkan oleh BPPSPAM. ......Regional Water Use Company (Perusahaan Daerah Air Minum/PDAM) is one of the regional-owned business unit, which is engaged in the distribution of clean water for the general public in Indonesia. Every year a PDAM work assessment is carried out by the BPPSPAM. This work assessment is an effort to see and measure the level of management performance in managing the company which aims to determine the extent of efficiency and effectiveness of its management. This performance appraisal uses four aspects where each aspect has assessment indicators. The first aspect is the financial aspects with the indicators of Return of Equity (ROE), operating ratio, cash ratio, collection effectiveness, and solvency. The second one is the service aspects with indicators, namely technical service coverage, customer growth, complaint resolution rate, customer water quality, and domestic water consumption. The third one is the operational aspects with indicators of product efficiency, non-revenue water, service operating hours, water pressure at customer connection, and replacement (or) calibration of customer water meters. And the last one is the human resources aspects with indicators of employee ratio, employee training ratio, and the ratio of training expenses to employee expenses. These indicators are then calculated and PDAM units are grouped into three groups, namely healthy, unhealthy, and sick. In this study, regrouping was carried out using the clustering method to determine how many groups might be generated based on some of these indicators. The indicators used in this study are Return of Equity (ROE), billing effectiveness, operation hours, employee ratio, technical service coverage, customer growth, water loss rate, average fee, profit margin, service ratio, and cash ratio. This study also compares the results of the clustering with the grouping by BPPSPAM. This study resulted in more detailed groups than the previous groups.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yumna Aqila Kaltsum
Abstrak :
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) merupakan salah satu perusahaan yang berstatus Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). BUMD adalah perusahaan milik pemerintah daerah dengan status badan hukum organisasi yang independen, yang dipimpin oleh dewan direksi yang ditunjuk oleh pejabat pemerintah daerah dengan kepemilikan mayoritas publik. Modal dari perusahaan tersebut sebagian atau sepenuhnya berasal dari pemerintah. Selain menjadi penyelenggara layanan air bersih, PDAM juga berperan dalam menyokong Pendapatan Asli Daerah (PAD), maka dalam penilaiannya, PDAM sebagai suatu perusahaan, tidak hanya dinilai dari kualitas produksi air, namun juga bagaimana kualitas pelayanan serta keuntungan yang didapatkan dari kegiatannya. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang memiliki keterkaitan dengan kinerja PDAM di Indonesia Tahun 2019, metode statistik yang dapat digunakan adalah Metode Classification and Regression Trees (CART). CART adalah suatu metode eksplorasi statistika nonparametrik untuk mengelompokkan pengamatan-pengamatan dalam data dengan kriteria yang sama berdasarkan urutan signifikansi terkait variabel prediktor dalam pembentukan kelompok kategori. Pada penilaian Status kinerja, variabel Return of Equity (ROE), Jam Oprasional Pelayanan, Tingkat Kehilangan Air, Efektivitas Penagihan, serta Tingkat Pelayanan merupakan variabel-variabel yang cukup signifikan. Selanjutnya dilakukan Analisis menggunakan Metode Regresi Logistik. Regresi Logistik digunakan untuk mengetahui seberapa besar keterkaitan variabel-variabel prediktor (X) terhadap variabel respon (Y) yang bersifat dikotomi. Analisis ini menghasilkan model Regresi Logistik. ......Regional Water Use Company (Perusahaan Daerah Air Minum/PDAM) is one of the companies with the status of Regional Owned Enterprises (Badan Usaha Milik Daerah/ BUMD). BUMD is a local government-owned company with the status of an independent legal entity, led by a board of directors appointed by local government officials with majority public ownership. The capital of the company comes partly or wholly from the government. In addition to being a clean water service provider, PDAM also plays a role in supporting Regional Original Revenue (Pendapatan Asli Daerah/PAD), so in its assessment, PDAM as a company is not only judged by the quality of water production, but also how the quality of service and the benefits it gets from its activities. To find out what factors affect the performance of PDAMs in Indonesia in 2019, a statistical method that can be used is the Classification and Regression Trees (CART) Method. CART is a nonparametric statistical exploration method to classify observations in the data with the same criteria based on the order of significance of the influence of the predictor variables in the formation of category groups. In the assessment of performance status, the variable Return of Equity (ROE), Service Operational Hours, Water Loss Levels, Billing Effectiveness, and Service Level are quite significant variables. The analysis is carried out using the Logistic Regression Method. Logistic regression is used to determine how much influence the predictor variables (X) have on the dichotomous response variable (Y). This analysis produces a Logistic Regression model.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natsar Desi
Abstrak :
Menurunnya ketersediaan air permukaan salah satu disebabkan menurunnya mutu daerah tangkapan air (Catchment area) akibat pembukaan hutan untuk perkebunan dan pemukiman. Hutan yang berfungsi sebagai daerah tangkapan air setiap tahun mengalami kerusakan mencapai 1,5 juta ha per tahun, yang berakibat terjadi kehilangan air akibat run off yang tinggi maupun evaporasi. Terjadi kesidakseimbangan jumlah air pada musim kemarau dan hujan, Permintaan air bersih pada tahun 2015 untuk kebutuhan domestik diperkirakan mencapai 81 juta m3, dan jika dilihat dari tahun 2000 terjadi peningkatan tahunan sebesar 6,7%. Angka itu belum termasuk kebutuhan air bersih dan sektor pertanian yang mencapai 98% konsumsi air Indonesia dan meningkat 6,67% per tahun sampai 2015 (KLH, 2004). Tanggal 26 Maret 2004, telah terjadi bencana berupa runtuhnya dinding Kaldera Gunung Bawakaraeng yang merupakan hulu Sungai Jeneberang di Sulawesi Selatan. Dinding kaldera yang runtuh diidentifikasi sebagai tebing yang sermasuk Gunung Sarongan (elevasi 2.514 m dpl). Volume massa yang runtuh diperkirakah atitara 2{70 -- 300 juta m3, sepanjang daerah aliran Sungai Jeneberang. Sungai Jeneberang merupakan salah satu sungai besar dan penting di Sulawesi Selatan mengingas alurnya yang melalui Kabupaten Gowa, Kabupaten Takalar dan Kota Makassar. Sumber air baku PDAM Kota Makassar menggunakan air permukaan yaitu : (a) Sungai Maros dari Kabupaten Maros dengan kapasitas 1300 lld pada kondisi normal, (b) Sungai Jeneberang dari Kabupaten Gowa dengan kapasitas 3500 lld dan yang terpakai 1500 11d (Musagani, 2005).Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey dengan mengunakan teknik pengumpulan data berupa observasi laboratorium dan dokumentasi. Observasi laboratorium digunakan untuk memperoleh data tentang kualitas air pada Sungai Jeneberang sesuai dengan parameter yang diamati. Metode dokumentasi digunakan untuk memperoleh berbagai macam data sekunder dalam menunjang data primer. Melalui metode dokumentasi dilakukan pencatatan informasi dari berbagai sumber tentang kualitas air Sungai Jeneberang. Pemilihan sampel dengan metode persimbangan (Purposive) untuk menentukan waktu dan ternpat pcngambilan sampel dilakukan secara Acak (random). Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pemanfaatan lahan yang memberikan kontribusi besar pada besarnya laju erosi tanah dan menurunkan kualisas air baku Sungai Jeneberang adalah ladang/tegalan sebesar 479,81 ton/km2/tahun. Parameter kualitas air baku yang diteliti dan melampaui baku (PP No. 82 Tahun 2001) akibas longsor adalah TSS maksimal sebesar 26560 mgll, BOD maksimal sebesar 4,17 mg/l dan COD maksimal sebesar 11,38 mgll, sedangkan parameter kualitas air minum yang melampaui baku mutu (SK. MENKES No. 907 Tahun 2002) adalah kekeruhan maksimal sebesar 6,3 mg/I clan pH maksimal sebesar 8,66. Pemanfaatan lahan dan longsor pada hulu DAS Jeneberang, berimplikasi pada jenis bangunan pengolahan air minum yaitu jika pH basa maka terjadi kerak pada jenis bangunan pengolahan air, perlakuan proses pengolahan pada tingkat kekeruhan di atas 6000 NTU beralih dari kapur dan tawas ke PAC (Poll aluminium clorite) dan Polymer. Biaya pemakaian bahan kimia PAC (Poll aluminium clorite) dan polymer meningkat rata-rata tiap tahun sebesar Rp 0,25/liter. Untuk mengatasi permasalahan kualitas air baku yang disebabkan pemanfaatan lahan dan Iongsor, disarankan membuat perasuran mengenai perunsukan kawasan hulu Sungai Jeneberang sebagai kawasan penyangga, memperbanyak cekdam agar material longsoran Gunung Bawakaraeng yang setiap turun hujan akan Iangsung jatuh ke Sungai dapat diperlambat. Disarankan meningkatkan kapasitas instalasi pengolahan air minum dan memproduksi air minum pada tingkat kekeruhan yang rendah, kemudian menyimpan air minum dalam jumlah besar untuk didistribusikan ke pelanggan. Dan perlu kajian lebih lanjut tentang perubahan teknologi pengolahan air minum PDAM Kota Makassar yang masih menggunakan sistem konvensional ke sistem pengolahan air minum yang lebih moderen. Perlu penelitian lebih terpadu dengan melihat berbagai aspek kepentingan Iingkungan hidup, sosial dan ekonomi dari hulu sampai hilir dalam pengelolaan DAS Jeneberang.
Indonesia's currents and future needs for water are increasing despite relatively steady supplies spread across the country. To ensure sustainable development in Indonesia, the basic principle regarding water resources would be so sufficiently satisfy the needs for water of all people of Indonesia and all the development sectors, taking into account the aspects of water resource carrying capacity and conservation. Declining supplies of surface water is partly a result of shrinking water catchments areas as forests are opened up for settlements. Every year, 1.5 million hectares of forests that function as water catchment areas are cleared, and the resulting water loss due to high run-off and evaporation leads to imbalance water supplies during dry and rainy seasons. The estimated domestic demand for clean water in 2015 is 81 million cubic meters with an annual increase of 6.7% compared with the 2000 statistics. This does not include the clean water demand of the agriculture sector which makes up 98% of Indonesia's water consumption which is increasing annually by 6.67% up to 2015 (Ministry of Environmental Affairs, 2004). On March 26, 2004, a disaster occurred: the collapse of the crater of Mount Bawakaraeng where Jeneberang River in South Sulawesi has its upper reaches. The collapsed section was identified as the crater rim which was part of Mount Sarongan (elevation: 2,514 m above sea level). The estimated volume of the mass covering the Jeneberang watershed area was 200-300 million cubic meters. The river Jeneberang is one of the largest and most important rivers in South Sulawesi because it flows across the regencies of Gowa and Takalar and the city of Makassar.Data show that following the disaster, Makassar's regional water company is facing a very serious problem, threatening the supply of water particularly to Makassar. The water company uses surface water from: (a) Maros river flowing from Maros regency with a capacity of 1,300 liter per second on normal condition, and (b) Jeneberang river flowing from Gowa regency with a capacity of 3,500 liters per second, of which only 1,500 liters arc used (Musagani, 2005). The research on the Impact of Watershed Quality on Drinking Water was conducted using the descriptive-analytical method. Purposive method was used for sample selection, while random method was used for times and places of sample collection. Results showed that the declining water quality of Jeneberang river resulted from the large 479,81 ton/km2/ year. Studied parameters of undistilled water quality and of above-standard water quality due to collapsed crater rim (Government Regulation No. 82 of 2001) were maximum TTS of 26560 mgll, maximum GODS of 4.17 mgll and maximum COD of 11.38 me; while parameters of the quality of water which was exceeding the prescribed standard (Decision of the Minister of Health No. 907 of 2002) were maximum turbidity of 6.3 mgtl and maximum pH of 8.66. Land use and landslides occurred at she watershed areas upstream of Jeneberang affected the water processing facility, i.e. non-neutral pH would result in corroded components and produce slags/crusts. For turbidity of more than 6000 NTU, PAC (poll aluminum chlorite) and Polymer should be used instead of limessone and alum in she water processing. The cost for using PAC and polymer is increasing annually by Rp 0.25 per liter. In order so deal with the problem of degrading quality of undistilled and clean water due so improper land use and occurring landslides, the government should make a policy on the use/allotment of Jeneberang river areas and also find a solution to stop materials on Mount Bawakaraeng from falling down to Jeneberang. Another alternative to deal with the problem of drinking water processing is to increase the capacity of the water processing plant to enable it to produce water with turbidity of less than 6000 NTU and to store a large amounts of water to be dissributed to customers. Further studies are required on the replacement of the undistilled water processing system at Makassar Water Company. More integrated researches would also be necessary to identify various environmental, social and economic aspects of the management of upstream to downstream watershed areas of Jeneberang.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T16833
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Guntur Sukmawan Putra, auhtor
Abstrak :
Fokus dari penelitian ini adalah pengukuran kinerja Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2007-2009 pada tiga aspek kinerja (aspek keuangan, aspek, aspek operasional, dan aspek administrasi) sebagaimana diatur dalam Kepmendagri No.47 Tahun 1999. Dengan menggunakan 10 indikator kinerja pada masing-masing aspek, diketahui bahwa kinerja Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2007-2009 masuk dalam kategori Cukup. Terdapat lima hambatan dalam upaya pencapaian kinerja yang lebih baik. Dari aspek keuangan diketahui bahwa pada tahun 2007-2009 masih mengalami kerugian akibat beban pembayaran cicilan hutang. Dari aspek operasional diketahui bahwa cakupan pelayanan masih rendah karena kecilnya investasi pada sumber air baru dan jaringan distribusi. Tingkat kehilangan air masih cukup tinggi (di atas 30%) dan penggantian meter air pelanggan belum sepenuhnya dilakukan. Dari aspek administrasi, bahwa jajaran direksi belum membuat rencana jangka panjang.
The focus of this study is measuring performance of Ponorogo Regency's Water Supply Company (PDAM) in 2007-2009 with three aspects of performance (financial aspect, operational aspect and administration aspect) as regulated by the Decree of Interior Minister Number 47 Year 1999. Using 10 indicators performance from each aspect of performance, performance of Ponorogo Regency's Water Supply Company (PDAM) in 2007-2009 are classified as sufficiently. The result are found that five obstacles in achieving better performance. From the financial aspects, that PDAM still incur losses because bear large debt repayment. From operational aspects found that service coverage still low because of small investments in new water sources and distribution networks. The water loss are high (above 30%) and customer water replacement not fully being done. From administration aspect, that board of director has not made a long-term planning.
Depok: Fakultas Eknonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2010
T27572
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sandika Faturahman
Abstrak :
Industri 4.0 mendorong pegawai Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Asasta Kota Depok untuk menyesuaikan kemampuan dan keterampilannya dengan kebutuhan pada era tersebut. Perusahaan telah mengembangkan sejumlah teknologi informasi untuk mendukung dan meningkatkan produktivitas pekerja dalam mengatasi tanggung jawab dan pelanggan, tetapi nilai rata-rata keluhan pelanggan per bulan meningkat setiap tahun karena kesalahan administratif pekerja dan terdapat tekanan tersendiri dari kehadiran kompetitor lain. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sejauh mana kesiapan sikap SDM PDAM Tirta Asasta Kota Depok dalam menghadapi Industri 4.0. Data penelitian dikumpulkan melalui survei, wawancara mendalam, dan studi literatur. Populasi penelitian ini adalah 257 pegawai PDAM Tirta Asasta Kota Depok, serta sampelnya berjumlah 71 orang yang terbagi dalam sembilan Bagian. Survei menggunakan skala Likert untuk melihat kesiapan sikap SDM PDAM Tirta Asasta Kota Depok. Data dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui sejauh mana kesiapan sikap SDM PDAM Tirta Asasta Kota Depok dalam menghadapi Industri 4.0, serta dianalisis dengan uji H-Kruskal Wallis untuk mengetahui perbedaan kesiapan antara atasan dan bawahan. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar pegawai perusahaan tersebut memiliki tingkat kesiapan yang Tinggi dalam menghadapi Industri 4.0. Kesiapan tersebut ditunjukkan dari keyakinan individu yang Tinggi juga pada setiap dimensi penelitian. Motivation to Learn menjadi komponen perubahan Industri 4.0 yang sering mendapatkan respon positif, sedangkan Ability to Work Under Pressure menjadi komponen perubahan Industri 4.0 yang sering mendapatkan respon negatif dari pegawai PDAM Tirta Asasta Kota Depok pada setiap dimensi penelitian. Tingkat kesiapan antara atasan dan bawahan juga tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam menghadapi Industri 4.0 ......Industry 4.0 encourages employees of the Regional Drinking Water Company (PDAM) Tirta Asasta in Depok City to adapt their abilities and skills to the needs of that era. The company has developed a number of information technologies to support and improve worker productivity in dealing with responsibilities and customers, but the average monthly rate of customer complaints increases every year due to employee administrative errors and the pressure from the presence of other competitors. This study aims to analyze the readiness of PDAM Tirta Asasta Depok City's HR attitude’s in facing Industry 4.0. The research data were collected through surveys, in-depth interviews, and literature studies. The population of this research is 257 employees of PDAM Tirta Asasta Depok City, and the sample is 71 people divided into nine sections. The survey uses a Likert scale to see the readiness of the HR attitude’s of PDAM Tirta Asasta Depok City. The data were analyzed descriptively to determine the extent of the readiness of PDAM Tirta Asasta Depok City's HR attitudes in facing Industry 4.0, and analyzed with the H-Kruskal Wallis test to determine the difference in readiness between superiors and subordinates. The results showed that most of the company's employees actually have a high level of readiness to face Industry 4.0. This readiness is shown from high individual confidence in each dimension of the study. Motivation to Learn is a component of change in Industry 4.0 which often gets positive responses, while Ability to Work Under Pressure is a component of change in Industry 4.0 which often gets negative responses from employees of PDAM Tirta Asasta Depok City on every research dimension. The level of readiness between superiors and subordinates also does not show a significant difference in facing Industry 4.0.
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hafidh Nadhor Tsaqib
Abstrak :
Dalam rangka mencapai Tujuan 6 Sustainable Development Goals, diperlukan fokus untuk menyelesaikan permasalahan dalam Sistem Penyediaan Air Minum, salah satunya berkaitan dengan pungutan negara atas Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) sebagai penyedia air minum. Kesesuaian pungutan negara dengan asas ease of administration menjadi hal yang cukup penting agar kebijakan pajak dapat berjalan dengan baik. Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis penerapan kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas pengelolaan sumber daya air di Indonesia ditinjau dari asas ease of administration dengan fokus analisis terkait kebijakan PPN atas Biaya Jasa Pengelolaan Sumber Daya Air (BJPSDA) terhadap PDAM dan dikaitkan dengan Pajak Air Permukaan yang dipungut oleh Pemerintah Daerah. Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivist dan menggunakan teknik pengumpulan data berupa studi lapangan dan kepustakaan. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa kebijakan Pajak Pertambahan Nilai atas Biaya Jasa Pengelolaan Sumber Daya Air tidak sepenuhnya sesuai dengan asas ease of administration. Berdasarkan Dimensi Certainty, terdapat beberapa permasalahan yang terjadi dari sisi hukum pajak material dan formal, khususnya terkait kepastian pemungutan PPN atas BJPSDA pada setiap wilayah. Berdasarkan Dimensi Efficiency, terdapat beberapa permasalahan seperti adanya beban keuangan yang signifikan yang harus ditanggung penanggung jawab PPN dan adanya ketidaksesuaian dengan legal character PPN yaitu general dan on consumption. Berdasarkan Dimensi Convenience, mayoritas menunjukkan sejalan dengan dimensi ini, tetapi terdapat catatan berkaitan dengan berbagai pungutan yang berpotensi menurunkan voluntary compliance. Terakhir, berdasarkan Dimensi Simplicity, terdapat beberapa permasalahan di antaranya terkait perbedaan pemahaman antara Pemikul dan Penanggung Jawab Pajak. ......In order to achieve Goal 6 of the Sustainable Development Goals, it is necessary to focus on solving problems in the Drinking Water Supply System, one of which is related to state levies on Regional Drinkingss Water Companies (PDAM) as drinking water providers. Conformity of state levies with the principle of ease of administration is important so tax policy can run well. The purpose of this study is to analyze the implementation of value added tax policy on water resources management in indonesia in terms of the ease of administration principle with an analysis focus on Value Added Tax (VAT) policies on Water Resources Management Service Fee (BJPSDA) contributions to PDAMs and associated with Surface Water Tax which collected by the Regional Government. This study uses a post-positivist approach and uses data collection techniques in the form of field studies and literature. The research results show that the VAT policy on BJPSDA needs to be fully in line with the principle of ease of administration. Based on the Certainty Dimension, several problems occur regarding material and formal tax law, mainly related to the certainty of VAT collection on BJPSDA in each region. Based on the Efficiency Dimension, there are several problems, such as the existence of a significant financial burden that must be borne by the person in charge of VAT and a discrepancy with the legal character of VAT, namely general and on consumption. Based on the Convenience Dimension, the majority show that they are in line with this dimension. However, there are notes relating to various levies that have the potential to reduce voluntary compliance. Finally, based on the Simplicity Dimension, there are several problems related to differences in understanding between the Tax Bearer and the Person in Charge of Taxes.
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library