Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Deasyanti
Abstrak :
Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku anak dalam belajar adalah faktor situasional, dalam hal ini adalah faktor kelas, di mana anak menghabiskan sebagian besar waktu belajar di sekolah di dalam kelas. Sayangnya kondisi pembelajaran di sekolah di Indonesia belum sampai pada tingkat menjadikan anak menyukai belajar. Beban kurikulum yang sarat dengan mata pelajaran, iklim belajar yang kompetitif merupakan kondisi yang dapat mempengaruhi tujuan anak dalam belajar di mana anak akan berorientasi pada nilai, atau hal ekstnnsik lainnya. Tujuan yang mendasari seseorang dalam belajar dalam teori motivasi disebut goal orientation (orientasi tujuan) Meece, Blumenfeld 8: Hoyle (1988) mengemukakan bahwa orientasi tujuan merupakan seperangkat intensi berperilaku yang menentukan bagaimana siswa mendekati dan melibatkan diri dalam aktivitas belar. Secara umum, ada dua jenis orientasi tujuan, yaitu orientasi masrery dan performance. Siswa yang memiliki orientasi masrery rnemiliki karakteristik: mementingkan proses belajar, penguasaan materi, menggunakan strategi belajar yang efektif dan membandingkan prestasinya dengan prestasinya sendiri di masa lalu. Sedangkan siswa yang memiliki orientasi performance memiliki karakteristik: fokus pada hasil yang lebih baik dari orang lain, menghindari kelihatan tidak mampu di mata orang lain dan menggunakan strategi belajar yang dangkal. Agar anak memiliki orientasi masfery, perlu diciptakan lingkungan belajar yang bisa mengarahkan orientasi tersebut. Lingkungan belajar demikian dapat diciptakan guru melalui faktor-faktor kelas yang dijabarkan ke dalam strategi pembelajaran yang berorientasi pada masrery. Faktor-faktor kelas tersebut disebut dengan istilah strulctur kelas. Secara teoritis diduga bahwa pengaruh struktur kelas diperantarai oleh bagaimana siswa mempersepsikan struktur kelasnya. Walaupun berada dalam kelas yang sama, terdapat perbedaan individual dalam bagaimana siswa mempersepsikan pengalamannya dalam kelas. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara persepsi siswa terhadap strulctur kelas dan orientasi mastery, orientasi performance dan pola orientasi tujuan Juga ingin diketahui apakah ada perbedaan orientasi tujuan, orientasi performance dan pola orientasi tujuan pada kelas yang berbeda. Sampel penelitian adalah siswa kelas 5 SD Negeri di kecamatan Menteng Jakarta Pusat, berjumlah 129 orang. Perhitungan statistik menggunakan unit analisis individu dan unit analisis kelas. Dari hasil perhitungan dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang positif dan signiflkan antara persepsi siswa terhadap struktur kelas dan orientasi mastery, tetapi tidak ada hubungan antara persepsi siswa terhadap struktur kelas dan orientasi performarrce maupun dengan pola orientasi tujuan. Selanjutnya dalam unt analisis kelas, ditemukan tidak ada perbedaan orientasi mastery siswa pada kelas dengan struktur kelas yang berbeda, tetapi ada perbedaan orientasi performance dan pola orientasi tujuan siswa pada kelas dengan struktur kelas yang berbeda Dalam orientasi performance yang berbeda juga ditemukan kecenderungan perbedaan yang sistematis, artinya, kelas dengan struktur kelas yang semakin lebih berorientasi mastery, memiliki siswa dengan orientasi perjformance yang semakin rendah dan sebaliknya, Sedangkan, perbedaan kelas (didalamnya mencakup perbedaan struktur kelas) memiliki ?pengaruh dalam membentuk pola orientasi tujuan siswa di dalam kelas tersebut. Hubungan yang semula dihipotesiskan namun ternyata ditolak adalah adanya hubungan yang negatif dan signitikan antara persepsi siswa terhadap struktur kelas dan orientasi performance, adanya hubungan yang signifikan antara persepsi siswa terhadap strulctur kelas dan pola orientasi tujuan, dan adanya perbedaan orientasi mastery siswa di antara kelas yang berbeda. Ditolaknya hipotesis disebabkan karena beberapa keterbatasan penelitian, antara lain karakteristik subyek yang cenderung homogen (berasal dari sekolah dengan karakteritik sama) sehingga kurang terjaring skor orientasi tujuan yang bervariasi. Sebaliknya, struktur kelas suatu kelas diulcur berdasarkan persepsi siswa dan temyata skor penilaian siswa berada dalam rentang penyebaran yang cukup lebar, sehingga obyektivitas penilaian siswa perlu dipertimbangkan dalam menganalis hasil. Keterbatasan yang juga cukup berpengaruh adalah dalam konstruksi alat ukur. Pembahasan kesimpulan hasil penelitian diuraikan dalam diskusi, dan dikuti dengan saran-saran. Adapun saran-saran mencakup saran yang terkait dengan variabel penelitian, dengan konstruksi alat ukur, dan saran praktis. Implikasi dari penelitian diharapkan guru dan sekolah dapat menciptakan struktur kelas yang dapat mengarahkan orientasi mastery siswa sebagai pola orientasi yang paling adaptif dalam kegiatan belajar (terlepas apakah orientasi perjormavrce-nya tinggi/rendah).
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T37857
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
learning motivation and instructional media are assumed to contribute to learning achievement in the academic subject of "Pembuatan Busana Tailoring". this research is aimed at revealing the contribution of learning motivation and students' perception on the instructional media toward the students' achievement at SMKN 6 Padang he research shows that: learning motivation (xi) contributes to achievement, students' perception
2006
370 JPUNP 29:1 (2006)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Ain Rahmiati
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah atribusi berperan sebagai mediator dalam hubungan persepsi siswa terhadap penilaian guru dengan self-efficacy siswa dalam pelajaran matematika. Terdapat empat penyebab dalam atribusi yang akan dilihat dalam penelitian ini, yaitu kemampuan, usaha, keberuntungan, dan derajat kesulitan tugas. Data penelitian dikumpulkan melalui kuesioner yang terdiri dari persepsi siswa terhadap penilaian guru, atribusi, dan self-efficacy dalam pelajaran matematika. Kuesioner diisi oleh 330 siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) kelas 7 tiga SMP Negeri di Pontianak dengan teknik pengambilan sampel secara accidental sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa atribusi siswa pada kemampuan dan usaha pada saat sukses, serta kemampuan saat gagal berperan sebagai partial mediator dalam hubungan persepsi siswa terhadap penilaian guru dengan self-efficacy siswa dalam pelajaran matematika. Hal ini menunjukkan pentingnya pembentukan atribusi yang adaptif untuk meningkatkan self-efficacy siswa.
The aim of this study is to explore the role of attribution as mediator in the relationship between student's perception of teacher ability evaluation and self-efficacy in mathematics. The causes stem from four attribution categories, namely ability, effort, luck, and task difficulty. The data was collected through self-report questionnaire about student's perception of teacher ability evaluation, self-efficacy in mathematics, and causal ascription for success and failure. The questionnaire is filled by 330 of 7th-grade Junior High School students from three Public Junior High Schools in Pontianak. Results show that the effect of student's perception of teacher ability evaluation on self-efficacy in mathematics was mediated partially by the ability attribution of success, effort attribution of success and ability attribution of failure. The results indicate the the important role of adaptive attribution to increase self-efficacy.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
T45540
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Triwardani
Abstrak :
Salah satu faktor situasional yang mempengaruhi perilaku anak belajar adalah lingkungan keluarga dan pola asuhnya. Baumrind (dalam Berk, 1994) menjabarkan teori mengenai dua dimensi dalam pola asuh, yaitu: demandingness dan responsiveness, kombinasl dua jenis dimensi ini, dapat menjadi empat jenIs pola asuh, namun jenis yang terakhir tidak dibahas dalam penelitian ini karena pola asuh jenis tersebut (uninvolved) jarang diterapkan oleh orang tua, Ketiga jenis pola asuh, yaitu; pola asuh authoritative, pola asuh authoritarian, dan pola asuh permissive. Orang tua yang menerapkan pola asuh authon'tative memiliki karakteristik: cenderung menuntut anak (demanding), namun menyeimbangkan dengan perhatian akan kebutuhan anak (responsive). Penerapan pola asuh authoritarian, akan membuat orang tua cenderung menuntut anak (demanding), tanpa anak boleh mempertanyakan dan menolak kemauan orang tua, sedang kebutuhan anak tidak diperhatikan orang tua (unresponsive). Sedang jenis pola asuh permissive memiliki ciri: kontrol terhadap anak sangat lemah (undemanding), dan orang tua tidak memperhatikan kebutuhan anak (unresponsive). Perilaku belajar juga dipengaruhi oleh goal orientation. Teori mengenai goal orientation yang dikemukakan oleh Meece, Blumenfeld & Hoyle (1998) menjabarkan orientasi siswa dalam bentuk seperangkat intensi perilaku yang menentukan bagaimana siswa terlibat dalam proses belajar. Teori ini dibagi ke dalam 2 bagian besar, yaitu: mastery orientation (Ames & Acher. 1988 dalam Solmon, 1996), dan performance orientation (Dweck & Leggett, 1988; Elliot & â–¡week, 1988, dalam Solmon, 1996). Siswa yang mengacu pada mastery orientation akan mementingkan proses belajar, penguasaan materi, menggunakan strategi belajar untuk mengatasi tugas yang sulit dan hasil akhir akan dibandingkan dengan hasil diri sendiri di masa lalu. Sedang siswa yang menerapkan performance orientation, akan menitikberatkan pada hasil pembelajaran, yaitu hasil yang lebih baik bila dibandingkan dengan orang lain, tidak mau dianggap tidak mampu oleh penilaian eksternal, dan menerapkan strategi belajar yang dangkal. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara persepsi siswa terhadap pola asuh orang tua dengan goal orientation siswa, Penelitianpenelitian, antara lain penelitian Steinberg et al, (1992) menemukan bahwa orang tua authoritative berdampak positif dalam memacu prestasi remaja di sekolah. Penelitian dilakukan dengan menggunakan sampel siswa SMP St. Antonius, diperoleh hasil penelitian: ada hubungan antara pola asuh authoritBtive berhubungan positif signifikan dengan mastery orientation (r= 0,495 p<0,05), pola asuh authoritarian berhubungan positif dan signifikan dengan mastery orientation (r=0,219 p<0,05), dan pola asuh permissive berhubungan positif signifikan dengan performance orientation (p=0,301 p<0,05). Dari hasil perhitungan statistik, dapat disimpulkan bahwa siswa yang mempersepsikan poia asuh orang tua adalah authoritative, maka goal ohentationnya mengarah pada mastery orientation. Siswa dengan pola asuh authoritarian menginternalisasi keinginan orang tua ke dalam dlrinya, sehingga siswa memiliki goai ohentation mengarah pada mastery orientation. Sedang siswa yang mempersepsi pola asuh yang diterima adalah permissive, akan memiliki goal orientation mengarah pada performance orientation. Hubungan yang semula dihipotesakan dan ditolak adalah: adanya hubungan yang negatif dan signifikan antara pola asuh authoritative dengan performance orientation, hubungan yang negatif dan signifikan antara pola asuh authon'tarian dengan performance orientation, dan hubungan yang negatif dan signifikan antara pola asuh permissive dengan mastery orientation. Ditoiaknya hipotesis mungkin disebabkan sampel yang homogen (berasal hanya dari satu sekolah saja), instrumen yang kalimatnya membingungkan subyek dalam menjawab (waiau sudah diperbaiki, mungkin saja kaiimat tetap sulit dimengerti subyek). pada saat pengambilan data peneliti tidak dapat mendampingi subyek dalam mengisi kuesioner sehingga tidak memungkinkan subyek bertanya dan meminta penjeiasan pada peneliti. Kesimpulan ini dibahas dalam diskusi dan diikuti oleh saran-saran: pengambilan data dilakukan di berbagai sekolah (swasta dan negeri) agar variasi data lebih kaya, penyusunan kaiimat dalam item alat ukur diperhatikan lagi keringkasan dan kejelasannya agar tidak menyulitkan subyek dalam menjawab, dan peneliti sebaiknya hadir dan mendampingi subyek dalam menjawab kueisoner, agar pertanyaan subyek mengenai kuesioner dapat langsung dijawab.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001
S2787
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gagan Ganda Mulya
Abstrak :
ABSTRAK
Berbagai upaya pembenahan sistem pendidikan dan perangkatnya di Indonesia terns dilakukan, di mana Gum pada masa sekarang dituntut untuk senantiasa meningkatkan kemampuan profesionalnya dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan. Pendidikan dasar sebagai jenjang awal dari pendidikan di sekolah yang bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat warga negara dan anggota umat manusia serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah. Pelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan yang mengutamakan aktivitas jasmani dan kebiasaan hidup sehat sehari-hari mempunyai peranan penting dalam pembinaan dan pengembangan individu maupun kelompok dalam menunjang pertumbuhan dan perkembangan jasmani, mental, sosial serta emosional yang serasi, selaras dan seimbang Manusia sebagai makhluk sosial yang dalam realitasnya melakukan berbagai interaksi dengan makhluk lain melalui berbagai situasi, seperti situasi di dalam pendidikan di mana di dalamnya terjadi peristiwa pengajaran yang bertujuan untuk pencapaian tujuan pendidikan. Siswa sebagai peserta didik yang dibimbing di dalam interaksi edukatif memunculkan persepsi tentang Gum yang mengajarkan dirinya di dalam pelajaran pendidikan kesehatan yang efektif ataupun sikap Gum di dalam interaksi dengan siswa, baik secara positif maupun negatif (Simpson, 1980 dalam Handayani,1996), Siswa mempersepsikan Gum dari hasil interaksinya di dalam kelas selama mereka belajar di sekolah. Efektifitas mengajar di dalam penjelasannya mempunyai variasi dari level sekolah yang punya area dan konten yang berbeda dari populasi berbeda. Gum sebagai salah satu faktor ekstemal mempengamhi prestasi belajar siswa, Di dalam penelitian, persepsi siswa memiliki hubungan dengan self- efficacy di mana self efficacy punya peranan penting untuk mencapai hasil yang baik di dalam pendidikan (Zimmerman, 1996). Lebih lanjut Zimmerman menjelaskan bahwa self- efficacy berperan di dalam motivasi akademis. Berdasarkan hal tersebut penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara persepsi siswa terhadap efektifitas Guru dengan self- efficacy prestasi pendidikan kesehatan di Sekolah Dasar. Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas VI (enam) di SDN Pamulang in yang beijumlah 94 siswa di mana peneliti berasumsi bahwa siswa kelas enam sudah memilild pengalaman yang memadai dari basil interaksinya dengan .Guru. Siswa diberikan 2 (dua) kuesioner, pertama adalah kuesioner self- efficacy prestasi pelajaran penjaskes, kedua adalah persepsi siswa terhadap efektifitas guru pelajaran pendidikan kesehatan. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode non-probability dan teknik yang digunakan adalah accidental sampling. Kemudian data dari basil kuesioner tersebut dianalisa dengan teknik Alpha Coefisien Cronbach dan teknik korelasi Pearson Product Moment yang ada di dalam program SPSS versi 11.00. Dari penelitian yang dilakukan, terdapat hubungan yang positif antara persepsi siswa terhadap efektifitas Guru dengan self- efficacy. Bila Guru dipersepsikan efektif di dalam mengajarnya maka siswa akan memilild self- efficacy yang tinggi. Sebaliknya bila Guru tersebut dipersepsikan tidak efektif maka self- efficacy siswa rendah. Saran b^i penelitian selanjutnya adalah di dalam penggunaan sampel penelitian dari sekolah lain, dengan Guru yang berbeda maka akan terlihat perbedaan di dalam persepsi siswa terhadap efektifitas Guru yang berhubungan dengan self- efficacy.
2003
S2862
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Martuti Kuntoro
Abstrak :
ABSTRAK
Matematika sebagai salah satu ilmu dasar menjadi komponen esensiai dalam banyak kegiatan hidup. Semakin meningkatnya persaingan di tengah era globalisasi seperti saat ini dan perkembangan teknologi yang semakin canggih, semakin banyak pula tuntutan terhadap siswa terutama dalam bidang matematika, Hal ini seringkali membuat matematika dianggap sebagai pelajaran yang maha penting oleh siswa., sehingga seringkali menyebabkan timbulnya kecemasan matematika (math anxiety) dalam diri siswa. Kecmasan matematika dapat disebabkan oleh banyak faktor, Flett, Greene, dan Hewitt (2004), menuujukkan adanya hubungan antara self-oriented peifectionism dengan rasa takut yang disebabkan oleh ketakutannya sendiri {anxiety sensitivity), sehlngga siswa yang menetapkan standar tinggi bagi dirinya sendiri sering merasa tidak puas hila tidak mencapai kesempurnaan dan mereka juga seringkali merasa cernas, terutama pad a bidang yang menuntut konsentrasi tinggi seperti matematika. Selain itu, Croley (2003) menyatakan bahwa orang tua yang tidak memberikan bantuan dalam menyelesaikan tugas matematika dan mempunyai tuntutan yang tidak realistis terhada:p kemampuan matematika siswa juga dapat meniugkatkan kecemasan maternatika. Namun, Flett, Hewitt dan Singer (1995) menemukan bahwa bentuk pola asuh orang tua yang otoritarian yaitu orang tua yang terlalu menuntut dan menekankan kepatuhan menyebabkan socially-prescribed perfectionism (perfeksionisme yang ditentukan oleh lingkungan, seperti persepsi seseorang tentang apa yang diharapkan oleh !ingkungan atau masyarakat, termasuk orang tua mereka, terbadap diri mereka). Dalam penelitiannya yang bersifat kualitatif, Croley (2003) juga menemukan babwa karakteristik kepribadian guru dan ketidakmarnpuannya da!am mendidik dapat menyebabkan timbulnya kecemasan dalam diri siswa melebihi faktor~faktor ekstemal Jainnya. Untuk memperjelas hubungan antara variabel perfeksionisme siswa, pola asuh orang tua dan karakteristik guru terhadap kecemasan matematika dan untuk melihat kontribusi terbesar ketiga variabel tersebut secara keseluruhan, dHakukan penelitian yang bersifat kuantitatif dl dua jenis sekolah, yairu SMP Negri dan SMP Swasta dengan menggunakan kuesioner yang diherikan kepada 261 siswa sekolah menengah pertama. HasH penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan perfeksionisme siswa dan pola asuh orang tua tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan kecemasan matematika, sedangkan yang mempunyai hubungan sangat signifikan adalall karaktelistik guru. Namun hasil analisis yang lebih mendalam terhadap dimensi-dimensi dari masing~-masing variabel menunjukkan, bahwa socially prescribed perfectionism dan pola asuh orang tua yang permisif juga mempunyai hubungan yang sangat signifikan terhadap kecemasan matematika. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa bentuk pola asuh orang tua yang otoritarian mempunyai hubungan yang saugat signifikan dengan perfeksionisme siswa dan kedua dimensinya. HasH penelitian yang lebih menda!am pada variabel karakteristik guru membuktikan bahwa dengan memberikan motivasi yang tepat pada saat guru mengajar matematika dan meningkatkan bantuan serta dukungan dari orang tua di rumah dapat mereduksi kecemasan matematika khususnya siswa sekolah menengah pertama. Berdasarkan hal tersebut. maka disarankan kepada para guru matematika untuk lebih mendalaml dan menerapkan teori motivasi yang dikemukakan oleh Jolm KeUer (dalam Reigeluth. 1983) yang sekaiigusjuga meningkatkan kemampuan berpikir siswa.
ABSTRACT
Mathematics is a basic component in many activities of our life. The more competition in teclmology, the more demand to students knowledge of Mathematics. This fact can cause mathematics anxiety among the children. Many other factors could also cause mathematics anxiety. Flett. Greene, and Hewitt (2004). indicated that there is a connections between self-oriented perfectionism and anxiety sensitivity. Students who want to reach a higher degree in mathematics often feel unsatisfaction of themselves and anxiety more than other students. It happens especially to students who failed to reach personal targets in mathematics, which demands from high level of concentration. Croley (2003), explained that parents who don't help their children in their studies of mathematics but have unrealistic demands regarding standard of children's knowledge, these parents could raise children's mathematics anxieties level. Flett, Hewitt, and Singer ( 1995). indicated that authoritarian parent which very demanding and emphasize obedience of their children could cause socially prescribed perfectionism in their children. In his qualitative research, Croley (2003) also found that teacher characteristic and their lack ability of teaching and educating students could cause more anxiety in their students than other external factors. This quantitative research on 261 Junior High School Students purpose is to make it clear how the student's perfectionism. parental authority, and teacher characteristic have a connection ?with mathematics anxiety. The result of this research indicated that student's perfectionism and the parental authority have not a significant relationship with mathematics anxiety generally. But, the result for deeper analyze in the dimension of each variable, indicated that socially prescribed perfectionism and permissive parents have significant relationship with mathematics anxiety especially in Junior High School Students. The result for deeper analyze in the dimension of characteristic teacher, found that motivation for students during mathematics lesson is very important to give in a right time, The motivation's theory that suggested in this study is the John Keller's theory of motivation (in Reigeluth, 1983) that could also improve students' learning capabilities and their thinking skill.
2007
T33726
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vini Risma Khairani Tjakrawadhana
Abstrak :
Tesis ini membahas upaya peningkatan kosakata dan gramatika bahasa Jerman melalui Total Physical Response TPR . Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian tindakan kelas PTK dengan menggunakan metode penelitian kombinasi, yaitu mengumpulkan dan menganalisis data berupa kualitiatif dan kuantitatif. Penelitian dilakukan terhadap 10 peserta kursus bahasa Jerman di sebuah lembaga kursus bahasa asing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan yang signifikan untuk hasil tes pembelajaran kosakata bahasa Jerman dengan TPR yang dilakukan pada siklus I dan siklus II. Sementara itu, untuk pembelajaran gramatika dengan TPR, belum ada peningkatan yang signifikan untuk tes I dan II. Namun, untuk tes II dan III terdapat peningkatan yang signifikan. Berdasarkan hasil wawancara dengan siswa, sebagian besar siswa menyatakan bahwa belajar kosakata dengan TPR memudahkan mereka untuk memahami dan mengingat kosakata yang dipelajari. Sementara itu, untuk pembelajaran gramatika, beberapa siswa menyatakan senang belajar dengan TPR, dan beberapa lainnya mengaku lebih memilih untuk mempelajari gramatika dengan cara mencatat. Selanjutnya, hasil kuesioner juga menunjukkan bahwa siswa menikmati dan tidak tegang selama proses pembelajaran kosakata dan gramatika bahasa Jerman dengan TPR di dalam kelas. Hal ini menunjukkan bahwa siswa memiliki affective filter yang rendah ketika belajar dengan TPR. ...... This thesis discusses the efforts to improve German vocabulary and grammar through Total Physical Response TPR . The type of research that was conducted in this research is classroom action research CAR using a combination research method, which were collecting and analyzing data in the form of qualitative and quantitative. This research was conducted on 10 German language learners from a foreign language course institute. The results showed that there was a significant improvement for the German language vocabulary learning test with TPR performed on cycle I and cycle II. Meanwhile, for grammatical learning with TPR, there had been no significant increase for tests I and II. However, for tests II and III there was a significant increase. Based on the results of interview with the students, most of the students stated that learning vocabulary with TPR made it easier for them to understand and memorize the vocabulary that had been learned. Meanwhile, for grammatical learning, some students expressed that they enjoyed learning using TPR, while some claimed that they preferref to study grammar using notes. Furthermore, the results of the questionnaire also showed that students enjoyed and did not feel stress during the process of learning vocabulary and grammar of German language with TPR in the classroom. This showed that students had a low affective filter when learning with TPR.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
T50468
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>