Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 31 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mirawati Siti Mariam
Abstrak :
Perkawinan lahir dari kesepakatan antara calon suami-istri, dimana undang-undang menetapkan apabila mereka melangsungkan perkawinan maka segala harta benda yang diperoleh dalam masa berlangsungnya perkawinan tersebut menjadi harta bersama. Namun sebelum perkawinan berlangsung undang-undang memungkinkan calon suami-istri untuk membuat perjanjian perkawinan yaitu suatu perjanjian mengenai harta benda suami istri selama perkawinan mereka yang menyimpang dari asas atau pola yang ditetapkan oleh undang-undang. Maksud dan tujuan dibuatnya perjanjan kawin adalah untuk melakukan penyimpangan dari prinsip harta benda perkawinan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukuin Perdata dan Undang-undang Perkawinan. Perjanjian kawin pada umumnya dibuat dengan akta notaris sebelum atau pada saat perkawinan berlangsung dan mulai berlaku sejak saat perkawinan ditutup dan mengikat pihak ketiga sejak didaftarkan di kantor Pengadilan Negeri. Berkaitan dengan hal tersebut ada beberapa pokok permasalahan yang timbul sehubungan dengan; (1) Syarat-syarat apa saja yang diperlukan untuk sahnya suatu perjanjian kawin?; (2) Hal-hal apa saja yang dilarang dalam isi dari perjanjian kawin?; (3) Sejauh mana tanggung jawab notaris terhadap akta perjanjian kawin yang dibuatnya?; Dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif analitis serta dengan pengumpulan data sekunder, maka penelitiannya dilakukan secara kualitatif dengan mendasari pada aturan hukum yang berlaku, berdasarkan data yang tersedia, baik berupa bahan-bahan yang tersedia, literatur-literatur hukum, buku-buku, ensiklopedia, maka dibuat kesimpulan dalam rangka menjawab pokok permasalahan, antara lain; (1)sahnya suatu perjanjian perkawinan harus memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian; (2) Isi dari perjanjian kawin umumnya menyangkut hukum harta benda penyimpangan diizinkan sejauh tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum; (3) Notaris hanya bertanggung jawab hanya sebatas akta yang dibuatnya, sedangkan isi dari akta tersebut adalah tanggung jawab para penghadap, dan jika bertentangan dengan Undang-Undang notaris berhak untuk menolaknya.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16345
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Arie Permana
Abstrak :
Tesis ini membahas mengenai permasalahan perjanjian kawin yang tidak didaftarkan. Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita, sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan merupakan salah satu bentuk "perikatan" antara seorang pria dengan seorang wanita. Perikatan tersebut diatur dalam suatu hukum yang berlaku dalam masyarakat, yang dikenal dengan istilah "hukum perkawinan" yakni sebuah himpunan dari peraturan-peraturan yang mengatur dan memberi sanksi terhadap tingkah laku manusia dalam perkawinan. Pokok permasalahan dalam tesis ini adalah mengenai implikasi perjanjian kawin yang tidak didaftarkan terhadap pihak ketiga dan status kepemilikan properti milik WNI setelah perkawinan dilangsungkan menurut hukum yang berlaku di Indonesia. Penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif, jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang dikumpulkan melalui studi dokumen. Ketidaktahuan hukum dalam pembuatan perjanjian kawin setelah perkawinan berlangsung dan keterlambatan pendaftaran perjanjian kawin, akan menjadi pemicu masalah hukum bagi suami istri maupun pihak ketiga karena merasa dirugikan, dan dapat berakibat pada pembatalan perjanjian kawin. Pihak ketiga akan dirugikan apabila tidak dilakukan pendaftaran, karena perjanjian kawin tersebut dianggap hanya berlaku pada pihak suami dan istri saja, tidak berlaku terhadap pihak ketiga apabila tidak didaftarkan. Bagi calon pasangan perkawinan campuran yang akan mengadakan perjanjian kawin dalam perkawinannya, sudah sebaiknya mencari informasi baik melalui instansi pemerintah yakni pada Kantor Catatan Sipil maupun profesi hukum yang memiliki kompetensi atau pengetahuan berkaitan dengan pembuatan perjanjian kawin, seperti Notaris atau pengacara.
This thesis discusses the issue of marriage agreements that are not registered. Marriage is an inner and outer bond between a man and a woman, as a husband and wife with the aim of forming a happy and eternal family based on the One Godhead. Marriage is one form of "engagement" between a man and a woman. The engagement is regulated in a law that applies in society, known as "marriage law" which is a set of rules that regulate and sanction human behavior in marriage. The main problem in this thesis is about the implications of the marriage agreement that is not registered with the third party and the property ownership status of the Indonesian citizen after the marriage is held according to the applicable law in Indonesia. The author uses a normative juridical research method, the type of data used is secondary data collected through document studies. The ignorance of the law in making marriage agreements after marriage and the delay in the registration of marriage agreements, will be a trigger for legal problems for husband and wife and third parties because they feel disadvantaged, and can result in the cancellation of the marriage agreement. Third parties will be disadvantaged if registration is not carried out, because the marriage agreement is considered only valid on the part of husband and wife only, does not apply to third parties if not registered. For prospective mixed marriages who will enter into marriage agreements in their marriages, it is better to seek information through government agencies, namely the Civil Registry Office and the legal profession that has the competence or knowledge related to making marriage agreements, such as Notaries or lawyers.
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T52210
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rendy Susanto
Abstrak :
Pada kenyataannya terdapat pembatalan perjanjian kawin yang dikabulkan oleh Hakim. Dikabulkannya pembatalan perjanjian kawin membawa akibat terciptanya kembali persatuan harta bulat di antara suami dan istri, kecuali harta bawaan masing-masing yang dibawa ke dalam perkawinan dan masing-masing pihak tetap bertanggung jawab atas hutang yang pernah ditimbulkannya kepada pihak ketiga atau kreditor. Pihak kreditor berhak untuk mengambil kekurangan pelunasan dari persatuan harta bulat. Hingga kini belum terdapat kepastian hukum mengenai pembatalan perjanjian kawin, sehingga dikabulkan atau tidak dikabulkannya pembatalan perjanjian kawin setelah perkawinan berlangsung berdasarkan pertimbangan hakim. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan kualitatif. Pembatalan perjanjian kawin setelah perkawinan berlangsung dapat dilakukan dengan cara permohonan atau mengajukan gugatan kepada hakim dengan alasan-alasan tertentu yang nantinya akan dipertimbangkan terlebih dahulu oleh hakim.
In reality there is a cancellation of the prenuptial agreement which was granted by Judge. The granting of the cancellation of the prenuptial agreement bring back unity round assets in between husband and wife, except the inherent assets of each are brought into the marriage and each party remains liable for debts ever caused to third parties or creditors. The creditor is entitled to take shortfall repayment of unity round the property. Until now there has been no legal certainty regarding the cancellation of the prenuptial agreement, so that the granting or refusal of cancellation of the prenuptial agreement after the marriage takes place based on the consideration of judges. The method used is qualitative normative juridical approach. Cancellation of the prenuptial agreement after the marriage can be done by way of a petition or file a lawsuit to judge the specific reasons which will be considered first by the judge.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T45175
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raisa Fatnisary
Abstrak :
Penelitian ini membahas mengenai perjanjian kawin berdasarkan asas kebebasan berkontrak dengan pembanding negara Amerika Serikat. Pada dasarnya perjanjian perkawinan dapat merupakan sebuah solusi dari permasalahan yang mungkin dihadapi oleh suami atau isteri dalam menjalankan kehidupan perkawinan, terutama mengenai harta benda mereka. Kondisi masyarakat yang makin demokratis dan kritis membuat perjanjian kawin mengalami perkembangan. Isi yang diatur di dalam perjanjian kawin tidak hanya mengenai harta benda perkawinan, namun dapat juga seperti pembagian biaya keluarga, penyelesaian perselisihan dalam rumah tangga, kebiasaan mengoleksi barang langka yang tergolong mahal, hingga mengatur terhadap profesi masing-masing calon suami istri selama perkawinan berlangsung. Negara Amerika Serikat merupakan negara common law dengan yurisprudensi sebagai sumber hukumnya. Selain adanya ketentuan umum pemerintah federal, tiap-tiap negara bagian memiliki peraturan berbeda antar satu sama lain. Dalam kaitannya dengan perjanjian kawin, mayoritas negara bagian mengadopsi ketentuan Uniform Premarital Agreement Act (UPAA) sehingga peraturan tersebut berlaku sejalan dengan ketentuan masing-masing negara bagian.Perbedaan dari masing-masing negara bagian serta sistem yang tidak membedakan hukum keluarga dan hukum kontrak membuat negara Amerika Serikat menarik untuk dijadikan pembanding. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai bagaimana pengaturan megenai perjanjian kawin di Negara Indonesia dan Amerika Serikat serta akibat hukum perjanjian kawin yang tidak hanya mengatur mengenai harta kekayaan namun berdasarkan asas kebebasan berkontrak baik di Indonesia maupun di Amerika Serikat. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum adalah yuridis-normatif, yang mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan serta norma-norma yang berlaku dan mengikat masyarakat. Hasil analisa adalah bahwa pembuatan perjanjian kawin yang tidak menyangkut mengenai harta benda suami atau istri pada umumnya dimungkinkan berdasarkan asas kebebasan berkontrak. Walaupun isi dari perjanjian dapat dibebaskan, perjanjian tetap harus mengikuti ketentuan undang-undang, agama, kepatutan, kesusilaan, dan ketertiban umum. ......This research discusses the marriage agreement based on the principle of freedom of contract with the comparator of the United States. Basically, a marriage agreement can be a solution to the problems that a husband or wife may face in carrying out their married life, especially regarding their property. The more democratic and critical conditions of society make the marriage agreement develop. The contents stipulated in the marriage agreement are not only regarding marital property, but can also include the sharing of family expenses, settlement of disputes in the household, the habit of collecting expensive rare items, to regulating the profession of each prospective husband and wife during the marriage. The United States of America is a common law country with jurisprudence as its source of law. In addition to the general provisions of the federal government, different states have different regulations from one another. In relation to marriage agreements, the majority of states adopt the provisions of the Uniform Premarital Agreement Act (UPAA) so that these regulations apply in line with the provisions of each state. The United States is interesting for comparison. The problems raised in this study are about how to regulate marriage agreements in Indonesia and the United States and the consequences of marriage agreement law which not only regulates assets but is based on the principle of freedom of contract both in Indonesia and in the United States. To answer this problem, a legal research method is used that is juridical-normative, which refers to the legal norms contained in the laws and regulations as well as norms that apply and bind the community. The result of the analysis is that the making of a marriage agreement that does not involve the husband or wife's property is generally possible based on the principle of freedom of contract. However, even though the contents of the agreement can be exempted, the agreement must still comply with the provisions of law, religion, propriety, morals and public order.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Amanati
Abstrak :
Pada umumnya masyarakat yang melakukan perkawinan campuran tidak memperhatikan dan mengetahui hal-hal yang harus dilakukan sebelum mereka melakukan perkawinan campuran terutama hal-hal yang menyangkut mengenai harta bersama yang diperoleh sepanjang perkawinan mereka. Pada dasarnya seseorang yang melakukan perkawinan campuran tidaklah dapat secara bebas untuk membeli hak-hak atas tanah di Indonesia dikarenakan pasangannya yang berkewarganegaraan asing tetap mempunyai hak tersebut karena adanya harta bersama. Hal ini karena adanya pembatasan hak kepemilikan tanah yang diatur dalam hukum pertanahan Indonesia pasal 1 jo pasal 21 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 yang berazaskan kebangsaan. Penelitian kali ini berjudul "Tinjauan Yuridis Perjanjian Kawin Dalam Perkawinan Campuran Terhadap Harta Bersama" dengan menggunakan metode kepustakaan yang bersifat normatif dengan jenis penelitian menarik asas hukum untuk mendapatkan gambaran menyeluruh terhadap permasalahan yang diteliti serta wawancara kepada narasumber atau informan untuk menambah informasi atas penelitian. Juga menganalisa putusan Pengadilan Agama Bandung nomor 495/Pdt.G/2005/PA.Bdg sebagai salah satu contoh perkawinan campuran. Seseorang yang melakukan perkawinan campuran harus membuat perjanjian kawin diluar persekutuan harta dan benda sebelum melakukan perkawinan serta didaftarkan agar dapat mengikat pihak ketiga serta adanya kepastian hukum. Hal ini agar tidak terdapat persatuan harta dan benda dalam bentuk apapun antara suami dan istri tersebut sesuai yang diatur dalam pasal 29 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 jo pasal 139 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Pada kenyataannya, masih banyak masyarakat yang melakukan perkawinan campuran dengan tidak membuat perjanjian kawin diluar persekutan harta dan benda karena unsur ketidaktahuan atau tidak adanya budaya membuat perjanjian kawin dalam perkawinan di Indonesia. Sehingga ketika terjadi perceraian dan pewarisan menimbulkan permasalahan dan dalam pelaksanaannya sering terjadi penyelundupan hukum. Ini dapat menyebabkan seseorang kehilangan atas hak atas tanah tersebut.
In General, Couples of mixed marriage do not care and know what they should do before they enter married life, especially about their marital property. Principally, a person who did this marriage has limitation to posses land, because based on Article 1 jo article 21 Law Number 5 Year 1960 every possession that is purchased by a mixed couple after they are married is considered a collective possession. The couple would lose the right to own land because one of the parties was an expatriate. The research is entitled "Judicial Review Of Prenuptial Agreement In Mixed Marriage On Marital Property". The normative library method is used in this research for getting full description about the problem. Interview with the informant is used to add information for the research. I also analyze verdict of religious court of Bandung Number 495/Pdt.G/2005/PA.Bdg as an example of mixed marriage case. An Indonesian (man or woman) in a mixed marriage has to make prenuptial agreement for separation property before they married to protect their assets and limit parties? right. After that the prenuptial agreement has to be registered to bind third party and legal certainty. The prenuptial agreement to avoid joint marital property which is in line with article 29 Law Number 1 Year 1974 jo article 139 The Burgerlijk Wetboek.However, many mixed married couples who do not make prenuptial agreement in Indonesian marriage, since they are not familiar with making prenuptial agreement. Consequently, they find many problems when they divorce or one of them dies. Sometimes there is smuggling law which prohibit in our country and they can lose the right to own land.
Depok: Universitas Indonesia, 2011
T28655
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Marshella Laksana
Abstrak :
Seorang pria dan seorang wanita yang hendak melangsungkan perkawinan dapat membuat perjanjian perkawinan. Perjanjian perkawinan harus dibuat dalam bentuk tertulis dan selanjutnya disahkan pada pegawai pencatat perkawinan. Akan tetapi dapat terjadi perjanjian perkawinan yamg dibuat oleh suami isteri tidak didaftarkan pada pegawai pencatat perkawinan. Permasalahan yang dikemukakan pada tesis ini adalah apakah dimungkinkan pengesahan perjanjian perkawinan setelah perkawinan berlangsung serta apakah konsekuensi dari perjanjian perkawinan yang tidak didaftarkan pada pencatat perkawinan. Penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah tipe penelitian normatif, yaitu penelitian yang dilakukan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Pokok hasil dari penelitian dalam tesis ini adalah bahwa perjanjian perkawinan antara suami isteri dimaksudkan untuk menentukan bagian harta kekayaan masing-masing yang dibuat dalam klausula perjanjian dengan tujuan untuk menyelamatkan harta salah satu pihak apabila pihak yang lain dinyatakan pailit. sedangkan akibat hukum perjanjian perkawinan yang tidak dimintakan pengesahan pada pegawai pencatat perkawinan bagi suami isteri dan pihak ketiga, adalah perjanjian perkawinan tersebut tetap sah tetapi tidak berlaku bagi pihak ketiga, sehingga pihak ketiga dapat menganggap dalam perkawinan tersebut tidak terjadi pisah harta.
Man and a woman who wanted to establish a marriage can make a marriage aggrement. Marriage aggrement must be made in writing and subsequently passed in marriage registrar officer. But can occur marriage aggrement made by the husband and wife are not registered with the civil registrar of marriage. Issues raised in this thesis is whether the possible ratification of a treaty of marriage after the marriage took place and whether the consequences of the marriage aggrement is not registered with the registrar of marriage. Research used in this thesis are the type of normative research, namely a study of primary legal materials and secondary legal materials. Principal results of the research in this thesis is that the marriage aggrement between husband and wife are meant to determine the assets of each clause in the agreement made with the goal to save one party property if the other party is declared bankrupt. while the legal consequences of marriage aggrement don't have approval from the marriage registrar officer the marriage aggrement is still valid but it does not apply to any third party, that third parties can assume the marriage aggrement is doesn't exist.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T31594
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, David Mangapul H.
Abstrak :
Tesis ini membahas mengenai penetapan beberapa penyimpangan terkait persatuan harta kekayaan yang disepakati oleh pasangan suami dan istri, yang dibuat dalam bentuk Perjanjian Kawin, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. dimana sebelum berlakunya Surat Direktur Jendral Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementrian Dalam Negeri Nomor: 472.2/5876/DUKCAPIL tentang Pencatatan Pelaporan Perjanjian Kawin tertanggal 19 Mei 2017, Perjanjian Kawin hanya dapat dibuat sebelum dan pada saat Perkawinan, namun setelah keluarnya Surat Direktur Jendral Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementrian Dalam Negeri, Perjanjian Kawin dapat dibuat sebelum, pada saat, dan selama perkawinan berlangsung. Adapun permasalahan yang diangkat dalam tesis ini adalah mengenai Penetapan Pengadilan Tangerang Nomor 874/Pdt.P/2017/PN.Tng tertanggal 1 November 2017, yang diperlukan terkait permohonan pencatatan perkawinan yang dicatatkan saat perkawinan dilangsungkan; dan, status harta perkawinan sebelum dan setelah dicatatkan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode yang digunakan dalam tesis ini adalah Yuridis-Normatif dengan tipologi penelitian deskriptif analitis. Adapun Analisa data dilakukan dengan pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach). Analisa didasari pada fungsi dari Penetapan Pengadilan terkait pencatatan perjanjian kawin selama perkawinan dilangsungkan setelah dikeluarkannya Surat Direktur Jendral Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementrian Dalam Negeri Nomor: 472.2/5876/DUKCAPIL dan akibat hukum yang mungkin akan terjadi dari pencatatan perjanjian kawin selama perkawinan berlangsung. Hasil penelitian adalah bahwa pada tanggal 19 Mei 2017, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil telah mengakui adanya pencatatan perjanjian kawin setelah perkawinan dilangsungkan dan tidak mensyaratkan perlunya penetapan dari Pengadilan Negeri, serta akibat hukum dari pencatatan perjanjian perkawinan seperti ini adalah dipenuhinya unsur publisitas menjadikan pihak ketiga ikut tunduk kedalam Perjanjian Kawin. ......This thesis discussed the establishment of several deviations regarding wealth affiliation between husband and wife that defined in the Marriage agreement, stated in Article 29 Law No. 1 of 1974 about Marriage. Before the creation of General Director Letter of Population and Civil Registration Agency (DUKCAPIL) No: 472.2/5876/DUKCAPIL on the Report Registration of Marriage Agreement, dated Mei 19th, 2017, marriage agreement could only be created before or on the marriage itself, but after the release of General Director Letter Population and Civil Registration Agency (DUKCAPIL), marriage agreement could be created before the day, on the day and during the marriage ceremony. Therefore, the problem that specified in this thesis is about the stipulation of Tangerang District Court No. 874/Pdt.P/2017/PN.Tng dated November 1st, 2017, about the need for a plea in registering marriage that registered during the marriage ceremony and the status of marriage wealth before and after registered to Population and Civil Registration Agency (DUKCAPIL). To answer the problem, Juridical-Normative method is used with descriptive typology research. The data analysis method that is used is the statute approach and case approach. The analysis were based on the function of the establishment of court regarding the registration of marriage agreement during the marriage ceremony after the letter of General Director of Population and Civil Registration Agency (DUKCAPIL) No: 472.2/5876/DUKCAPIL is issued. And also the law consequences that might happened to the registration of the marriage agreement during the marriage ceremony. The result of this research is that on May 19th, 2017, Population and Civil Registration Agency (DUKCAPIL) is already admitted the registration of marriage agreement during the marriage ceremony and did not give any requirement from the national court. Also, the consequences of the marriage agreement like this are full of publicity that makes the third party should obey the Marriage Agreement.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudita Trisnanda
Abstrak :
Ketidakjelasan muncul terkait keabsahan perjanjian kawin pasangan suami istri pemeluk agama Katolik yang perceraiannya tidak didaftarkan pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Dapat dikatakan, bahwa pasangan suami istri yang tidak mendaftarkan perceraiannya pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil masih terikat perkawinan yang sah, walaupun telah mendapatkan putusan pengadilan. Permasalahan menjadi semakin kompleks, manakala pasangan suami istri tersebut ingin melakukan perkawinan kembali dengan pasangannya terdahulu. Penelitian menggunakan bahan hukum primer berupa perundang-undangan yang berkaitan dengan perkawinan menurut hukum negara dan agama Katolik serta mengenai perjanjian kawin. Bahan hukum sekunder berupa buku-buku dan wawancara dengan romo dan hakim. Bahan-bahan hukum tersebut kemudian dianalis secara kualitatif. Perjanjian kawin pasangan suami istri pemeluk agama Katolik pada perceraian yang tidak didaftarkan dalam hal terjadi perkawinan kembali tetap sah, kecuali pasangan suami istri tersebut telah membatalkan terlebih dahulu. Notaris selaku pembuat perjanjian kawin juga hendaknya memberikan penyuluhan hukum terkait pentingnya pendaftaran perceraian, dimana dalam perkawinan tersebut diikuti dengan perjanjian kawin. ......Unclear status prenuptial agreement arise in catholic marriage if the divorce is not registered in civil registrar. In Indonesia, divorce will be legalized if the couple register their divorce in the civil registrar after the judge grant their request on court proceeding. However, complex situation arise whenever the couple want to do remarriage since catholic does not allow divorce. Furthermore, the notary as the one who create the prenuptial agreement should give clear understanding on legal consequences after creating prenuptial agreement in relation to catholic and Indonesian marriage.A critical question posed in this scene is, does the remarriage process legal under Indonesian law? Does the prenuptial agreement still valid? To answer those questions The research will based on primer sources of law which are indonesia marriage law and catholic marriage law; and secondary sources of law which are books & interview with Churchmans and judges. In addition to that. The research method will based on qualitative approach.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52025
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nataya Fariza
Abstrak :
Membina sebuah rumah tangga memang tidak semudah membalikkan tangan, pasti selalu ada konflik yang timbul terutama masalah harta kekayaan dalam perkawinan. Apabila sebelum melangsungkan perkawinan suami isteri tidak membuat perjanjian kawin, maka harta bawaan dan harta yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta persatuan bulat. Kemudian selama perkawinan berlangsung, terjadi sesuatu hal misal suami boros dan berkelakukan tidak baik yang mengakibatkan harta bersama akan habis, maka isteri dapat mengajukan tuntutan pemisahan harta kekayaan ke Pengadilan Negeri, karena perjanjian kawin sudah tidak dapat lagi dibuat setelah perkawinan berlangsung. Dari keadaan tersebut di atas, maka yang jadi permasalahan penelitian ini yaitu bagaimanakah akibat hukum dari pemisahan harta kekayaan yang dilakukan berdasarkan perjanjian kawin yang dibuat setelah perkawinan dan bagaimana secara yuridis pertimbangan Hakim mengenai pemisahan harta kekayaan dalam perkawinan sebagaimana ternyata dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2901 K/Pdt/2012 tanggal 9 Desember 2013. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dimana penulis dalam meneliti mengacu pada aturanaturan hukum yang ada. Maka ditemukan jawabannya bahwa akibat hukum yang timbul sebagaimana ternyata dalam kasus yang diteliti yaitu tidak dapat diadakan pemisahan karena isteri tidak memenuhi Pasal 186 BW, sehingga objek sengketa tetap menjadi harta bersama suami dan isteri. Untuk perjanjian pisah harta yang telah dibuat dihadapan Notaris menjadi batal demi hukum karena mengandung cacat yuridis dan bertentangan dengan undang-undang. Dan Putusan Mahkamah Agung sudah tepat dan telah sesuai dengan Pasal 119 BW, karena antara suami dan isteri tersebut tetap terjadi persatuan harta bulat. Sedangkan penerapan Pasal 29 ayat (4) Undang-undang Perkawinan dalam pertimbangan Hakim dianggap kurang tepat karena tidak terjadi perubahan perjanjian kawin.
Fostering a household is not as easy as turning the hand, there is always a conflict triggered by wealth in marriage. If spouse did not make a prenuptial agreement, separation asset and any asset they acquire during the course of their marriage would be community asset. Furthermore, during the marriage takes place, if there is something happen e.g. the husband is extravagant and does not have good manner which is caused community asset would be lost, the wife could propose a claim for asset separation to District Court, because prenuptial agreement could no longer be made after marriage took place. According to that circumstances, the consent of this research is how the legal consequences of the assets separation that is performed by prenuptial agreement made after marriage and how the juridical considerations of the Judge regarding separation assets in marriage, as it turns out in the Supreme Court Verdict No. 2901 K / Pdt / 2012 dated December 9, 2013. By using a normative juridical research method, the author in researching refers to rules of existing law. Then found the answer that the legal consequences arising in this case study that the separation cannot be held because the wife does not comply with Article 186 BW, then the object of dispute remain the property of the husband and wife. And the prenuptial agreement that has been made before a Notary cancelled and void because of flawed juridical and contrary to law. And Supreme Court decisions were appropriate and in accordance with Article 119 of the BW, as between husband and wife are still having community assets. While the application of Article 29 paragraph (4) of the Law of Marriage in consideration of Judges considered less appropriate because there is no change in prenuptial agreement.
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T44573
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>