Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1994
S6785
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Basrul Hakim
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1978
S16438
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zinggara Hidayat
Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2022
920 ZIN j
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Zinggara Hidayat
Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2022
920 ZIN j
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hendo Chrismas Damus
Abstrak :
ABSTRAK
Industri perfilman di Australia sedang dalam keadaan krisis, seperti yang terlihat dari hasil yang cukup fluktuatif dari tahun 1970an. Meskipun perfilman Australia sempat mengalami kejayaan di tahun debutnya 1906 , keadaan semakin memburuk sejak tahun 1920an. Beberapa alasan telah ditemukan seperti keterbatasan dalam anggaran dan layar tayang, serta strategi distribusi yang salah. Makalah ini akan membahas penyebab yang telah disebutkan dan juga solusi terhadap kondisi perfilman di Australia yang memburuk.
ABSTRACT
Nowadays, Australian cinema has been considered in a state of crisis, as its performance has been fluctuating from 1970s. Although the industry has its greatness in its debut in 1906, the accomplishment has been declining from 1920s. There are some reasons of this condition such as limitations on budget and number of screens, as well as an incorrect distribution strategy. This paper will mainly focus on these reasons why Australian Cinema has not been improving, and providing solution as well.
2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Sari Rahmani
Abstrak :
ABSTRAK
Sebelum reformasi, film Hollywood telah mendominasi layar bioskop di Indonesia. Pasca reformasi tepatnya pada tahun 2009, pemerintah Indonesia mengeluarkan aturan untuk melawan dominasi film Hollywood di dalam negeri yang tertuang dalam pasal 32 UU Perfilman No.33 Tahun 2009. Pasal tersebut mewajibkan pihak bioskop untuk menayangan film Indonesia sekurang-kurangnya 60 enam puluh persen dari seluruh jam pertunjukan film yang dimilikinya selama 6 enam bulan berturut-turut. Namun hingga sekarang, amanat tersebut tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini dapat dilihat dari penguasaan layar film Hollywood yang lebih banyak dibandingkan dengan film nasional di bioskop Indonesia. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan pelaksanaan pasal 32 UU Perfilman No.33 Tahun 2009 tersebut. Penelitian ini menggunakan paradigma kritis, pendekatan kualitatif dan bersifat deskriptif. Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam, pengamatan, dan studi dokumen. Hasil penelitian ini memerlihatkan ada enam faktor yang menyebabkan kegagalan pelaksanaan pasal 32 UU Perfilman No.33 tahun 2009. Hasil penelitian ini dianalisis dengan menggunakan konsep-konsep ekonomi politik, teori kritis dan imperialisme struktural.
ABSTRACT
Hollywood has dominated Indonesian cinema even before the reformation took place. To fight against it, just after the reformation, Indonesian government issued the law regarding cinema screen in article 32 Film Law number 33 2009. The law obligates the cinema party to show Indonesian movies at least 60 from the whole screen for six consecutive months. But in reality, the law has been disobeyed. This can be proved by the fact that Hollywood films has dominated Indonesian screen. Therefore, this study aimed to understand the factors which caused the failure of the implementation of the act number 32 Film Law number 33 2009. This thesis adopted critical paradigm, qualitative approach and descriptive analysis. Data collection was done through deep interview, observation and document study. The result showed that there are six factors caused the failure of the article 32 Film Law number 33 year 2009 implementation. The result was analyzed by using political economy concept, critical theory and structural imperialism.
2018
T51561
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shadia Imanuella Pradsmadji
Abstrak :
Sensor film di Indonesia telah hadir dari sejak zaman Hindia Belanda, dan selama itu pula sensor telah menjadi pertarungan berbagai pemangku kepentingan perfilman. Pandangan terhadap sensor film tidak tunggal karena terdapat perbedaan nilai di antara para pemangku kepentingan perfilman. Penelitian ini berusaha melihat pertarungan wacana sensor film dalam perfilman Indonesia melalui perspektif sosiologi komunikasi. Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme dan metode studi kasus. Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan pemberitaan media mengenai empat film yang terkena kasus sensor setelah UU No. 33 Tahun 2009 tentang Perfilman disahkan yaitu The Act of Killing, The Look of Silence, Naura & Genk Juara dan Kucumbu Tubuh Indahku serta mewawancarai empat orang pemangku kepentingan perfilman dari empat bidang yang berbeda yaitu pihak bioskop alternatif, pihak Lembaga Sensor Film (LSF), pihak Badan Perfilman Indonesia (BPI) yang dulu terlibat dalam Masyarakat Film Indonesia (MFI), serta sutradara sekaligus aktor film. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi disharmoni antara para pemangku kepentingan perfilman akibat perbedaan nilai dan norma yang pada akhirnya memicu terjadinya pertarungan wacana sensor film.
The practice of film censorship has been in Indonesia since the Dutch East Indies era, and since then has always been the battleground for film stakeholders. The different values and norms among the film stakeholders generate multiple views on film censorship. This research tried to look on the discursive contestation of the film censorship in Indonesia through the perspective of the sociology of communication. This research used the constructivist paradigm and the case study method. Data collection was done through collecting media reports on four films that stumbled upon the censorship issue after the enactment of the 2009 Film Law, which are The Act of Killing, The Look of Silence, Naura & Genk Juara and Kucumbu Tubuh Indahku, as well as interviewing four different film stakeholders, which are a manager of an alternative cinema, a representative of the Indonesian Film Board (BPI) who used to be involved in the Indonesian Film Society (MFI), and a film director-actor. The research results indicated that disharmony among the film stakeholders happened as they value different values and norms, which resulted in the emergence of the discursive contestation of film censorship.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fathurrahman Kushendrawan
Abstrak :
Strategi pemasaran media sosial menjadi faktor terbesar atas perkembangan dan kesuksesan industri perfilman lokal beberapa tahun terakhir ini. Media sosial seperti Instagram dapat memfasilitasi para pembuat film untuk membuat akun resmi untuk meningkatkan popularitas dan jumlah penonton film mereka. Penelitian ini menganalisis pengelolaan akun Instagram @filmnkcthi, sebagai akun resmi yang menjadi sarana promosi film Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini (NKCTHI). Analisis pengelolaan akun @filmnkcthi dilakukan berdasarkan 4 (empat) elemen kesuksesan dalam pemasaran media sosial oleh Susan Gunelius, yaitu pembuatan konten, penyebarluasan konten, membangun hubungan kerjasama, dan pengembangan komunitas online. Hasil analisis menunjukkan bahwa penggunaan akun Instagram adalah sarana promosi yang efektif untuk mempromosikan suatu film.
The social media marketing strategy has been the biggest factor in the development and success of the local film industry in recent years. Social media like Instagram can facilitate filmmakers to create an official accounts to increase the popularity and number of viewers of their movies. This study analyzes the management of the Instagram account @filmnkcthi, as an official account which is a promotional tool for the One Day We'll Talk About Today (ODWTAT) movie. Analysis of @filmnkcthi account management was carried out based on 4 (four) elements of success in social media marketing by Susan Gunelius, which are conten creation, content distribution, building cooperative relationships, and developing online communities. The analysis shows that the use of an Instagram account is an effective tool for movies promotion.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Putu Adrien Premadhitya Merada
Abstrak :
Kecerdasan artifisial merupakan teknologi yang multiguna untuk membantu pekerjaan manusia, tak terkecuali bagi mereka yang berkiprah di dunia perfilman. Sebelumnya telah ada teknologi komputer untuk memanipulasi gambar seperti computergenerated imageries (CGI) pada proses pembuatan film khususnya dengan genre aksi, fantasi, horor, ataupun film-film yang mengangkat kisah pahlawan sehingga melahirkan istilah sinema sintetis. Kecerdasan artifisial hadir sebagai teknologi termutakhir yang tidak hanya dapat memanipulasi gambar tetapi juga suara dan video dengan mempelajari pola dan struktur dari sekumpulan data untuk menciptakan karakter, latar belakang, dan efek visual lainnya. Kecerdasan artifisial memanfaatkan tidak terkecuali data biometrik aktor khususnya untuk tujuan penciptaan karakter yang menandakan bahwa data pribadi aktor memerlukan pelindungan hukum selain pelindungan terhadap kekayaan intelektualnya. SAG-AFTRA Strike yang terjadi pada tahun 2023 di Amerika Serikat menjadi salah satu tonggak bahwa pelaku industri perfilman khususnya aktor memiliki kekhawatiran tersendiri atas penggunaan kecerdasan artifisial yang belum memiliki regulasi spesifik sehingga terjadi ketidakpastian hukum. Tulisan ini menganalisis pemanfaatan kecerdasan artifisial pada industri perfilman di Indonesia, Uni Eropa, dan Amerika Serikat sekaligus peraturan terkait, termasuk pertanggungjawaban apabila terjadi pelanggaran. Saat ini Indonesia memiliki Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 (UU PDP) dan Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 9 Tahun 2023 (SE 9/2023) sebagai dasar perlindungan bagi aktor Indonesia terhadap pemanfaatan kecerdasan artifisial. Meskipun demikian, pengaturan hukum yang ada di Indonesia belum selengkap peraturan yang berlaku di Uni Eropa dan Amerika Serikat mengenai tata cara perlakuan atau penanganan terhadap data biometrik dan masih bergantung kepada kontrak. Penelitian ini dilakukan dengan metode kajian literatur dan wawancara bersama tokoh-tokoh industri perfilman Indonesia. ......Artificial intelligence (AI) is a versatile technology aimed to help humans conduct their work, including those who works in the film industry. There were also other computer technologies prior to AI used to manipulate images such as computergenerated imageries (CGI) to aid filmmaking especially for action, fantasy, horror genres, or movies about superheroes which produced the term synthetic cinema. AI serves as an advanced technology which can also manipulate sounds and videos by studying patterns and structures of a set of data to generate characters, backgrounds, and other visual effects. AI utilizes different sets of data such as biometric data of actors to create a character, showing that actor’s personal data requires legal protection aside from their intellectual property rights. The SAG-AFTRA Strike which happened in America in 2023 was a signal that people in the film industry, especially actors, have their own concerns regarding the usage of AI which have yet to be regulated through a specific regulation, posing legal uncertainty. This research analyzes the usage of AI in Indonesia, the European Union, and the United States’ film industry, the related regulations, as well as accountability in cases of violations. Indonesia currently have Law Number 27 of 2022 (PDP Law) and Circular Letter of the Ministry of Communication and Informatics Number 9 of 2023 (SE 9/2023) providing basic protection for Indonesian actors against the usage of AI. However, the regulations available in Indonesia is not as comprehensive as the ones available in the European Union and the United States and still relies more on contracts, particularly on how to handle biometric data. This research was conducted through literature studies and interview with Indonesia’s prominent film industry figures.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wilda Martin
Abstrak :
Pembajakan film telah tumbuh menjadi epidemi di India meskipun hak kekayaan intelektual telah ditegakkan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sejauh mana pembajakan film berdampak pada industri perfilman India dan apakah peranan yang dipegang oleh hak kekayaan intelektual di India menyangkut hal tersebut. Dalam mencapai tujuan penelitian ini, penulis menggunakan literature review. Untuk menyimpulkan, pembajakan film memiliki dampak sosial-ekonomi pada pendapatan, pekerjaan, dan inovasi dan pertumbuhan industri film India. Selain itu, hak kekayaan intelektual India memiliki peran untuk memberikan hak dan perlindungan kepada pemegang hak, namun penegakannya sejauh ini masih dianggap lemah dan karenanya, fungsi ini tidak bisa dicapai dengan optimal. Ini berarti, bahwa pemerintah dan hukum penegak harus meningkatkan mekanisme penegakan hak kekayaan intelektual dan untuk oknum-oknum di industri perfilman India harus menyesuaikan model bisnis mereka untuk beradaptasi dengan situasi ini. ......Movie piracy has become an epidemic in India, despite that the intellectual property rights have been enforced. Therefore, this study aims to analyze the extent to which movie piracy impacted the Indian motion picture industry and the role intellectual property rights play. Literature review is used to achieve the aim of this study. To conclude, movie piracy has socio-economic impacts on income, employment, and innovation and growth of the Indian motion picture industry. Furthermore, the Indian intellectual property right has a role on giving rights and protection to the right holders, however the enforcement is deemed weak and hence, the function is not optimized. This implies, that the government and law enforcer should improve its enforcement mechanism and the businesses in the Indian motion picture industry should adjust its business model to adapt to this situation.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
S65924
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>