Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bambang Sumarjono
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mnengetahui apakah FTA adalah kebijakan yang efektif untuk meningkatkan perdagangan bilateral Indonesia dengan Australia, untuk im, penelitian ini menggunakan Trade Intensity Index dan analisis qualitative terhadap jasa-jasa perdagangannya sebagai metodenya. Disamping itu, untuk memformulasikan “request-offer” yang terkait dengan agreement tersebut, penelitian ini menggunakan Trade Indicative Potential. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa FTA Indonesia-Australia tidak layak untuk diterapkan berdasarkan pada fakta bahwa; (I) jasa-jasa yang menunjang pcrdagangan Indonesia masih buruk dan, (2) intensitas perdagangan Indonesia- Australia sudah tinggi. Walaupun 'Trade Intensity Index menunjukkan tren penurunan. Selanjutnya, apabila diasumsikan bahwa masalah terkait dengan jasa perdagangan yang buruk telah menjadi lebih baik, tetapi intensitas perdagangan kedua negara (Indonesia- dan Australia) menurun dan menjadi rendah, make FTA dapat dijadikan kebijakan yang efektif. Terkait dengan hal ini, terdapat tiga produk yang dapat di minta oleh Indonesia agar Australia membuka hambatannya, yaitu; furniture, udang, dan tekstil. Sementara, produk yang diminta oleh Australia agar Indonesia membuka hambatannya adalah produk konsumsi harian dan pertanien. Sebagai rekomendasi, perbaikan sarana jasa perdagangan intemasional (ketersedian informasi, sektor keuangan yang terpercaya, dan ketersediaan pelabuhan intemasional) adalah strategi terbaik yang harus ditempuh untuk meningkatkan perdagangan bilateral Indonesia dan Australia. ......This research try to answer the question does trade agreement effective to raise Indonesia-Australia bilateral trade. In order to answer the question, the objectives of the thesis are; (l) to explore feasibility of FTA between Indonesia and Australia, it uses Trade Intensity Index and qualitative analysis on trade services as the methodology, and, (2) to formulate request-offer products regard to the agreement, it uses Trade Indicative Potential. As result, FTA Indonesia-Australia is not feasible to be implemented regard to lack of trade services and the intensity is already high. However, even the intensity is higher means there is no other potency that could be reap, but the trend is decline. Furthermore, if it is assumed that those problems (lack of trade services) are already better but the trade intensity is being lower; FTA could be the right strategy. Regard to that condition, there are three kinds of product that could be requested by Indonesia, they are: furniture, shrimp, and textile. However, Australia could be requested Indonesia dairy products and agriculture to be open. As recommendation, the irnfxovement of Indonesia trade services (the availability of information, the better financial sector, and the availability of International port) is the best strategy that should be done to raise Indonesia-Australia bilateral trade.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
T33874
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ghea Lestarina
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari efek perubahan nilai tukar yang mencakup efek depresiasi dan volatilitas nilai tukar terhadap ekspor Indonesia dengan enam negara mitra dagang utama. Penulis juga akan membandingkan efek depresiasi dan volatilitas secara relatif terhadap peningkatan ekspor. Studi ini menggunakan data bilateral Indonesia dengan enam negara mitra dagang utama yang terdiri dari Amerika Serikat, China, Singapura, Malaysia, Jepang, dan Korea Selatan dari tahun 1998 sampai 2015. Data panel diestimasi dengan menggunakan metode efek acak (random effect model). Untuk membandingkan pengaruh depresiasi dan volatilitas secara relatif, dilakukan estimasi koefisien terstandardisasi. Hasil estimasi menunjukkan bahwa depresiasi nilai tukar dan volatilitas mempengaruhi ekspor secara signifikan. Kenaikan depresiasi dapat meningkatkan ekspor, namun volatilitas nilai tukar yang berlebihan dapat menurunkan ekspor. Depresiasi secara relatif lebih besar pengaruhnya terhadap ekspor dibandingkan volatilitas. Pendapatan negara mitra dagang merupakan faktor yang paling mempengaruhi ekspor. Studi ini mendukung argumen bahwa depresiasi dapat meningkatkan ekspor
ABSTRACT
This study aims to analyze the effect of exchange rate changes which consist of the effect of depreciation and exchange rate volatility on Indonesia?s export to six of its main trading partners. The writer will also compare the relative effect of depreciation and exchange rate volatility on the increase of export. This study will use bilateral data between Indonesia and six of its main trading partners which are United States of America, China, Singapore, Malaysia, Japan, and South Korea from the year of 1998 to 2015. The panel data will be estimated using random effect model. To compare the relative effects of depreciation and exchange rate volatility, this study will be using estimation on standardized coefficients. The result shows that depreciation and volatility both have significant effect on export. The increase of depreciation will increase export, but excessive volatility of exchange rate will harm export. Depreciation has a bigger relative effect in comparison to volatility. The income of trading partners is the biggest factor in determining export. This study supports the argument that depreciation can promote export.
2016
S64543
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chairina Vania Wardhani
Abstrak :
ABSTRAK
This study contributes to estimating and analyzing the sectoral impact of exchange rate uncertainty in East Asia towards Indonesia?s trade and FDI Inflow after the collapse of Bretton Woods system. Having samples of annual bilateral trade between the year 1996-2010. The gravity model is used as a measure of bilateral trade and FDI inflow. Also, using panel data, the research reveals that exchange rate uncertainty in East Asia has positive impact on five sectors of trade and four sectors of FDI Inflow. In parallel, it also discourages five sectors of trade and four sectors of FDI Inflow depends on the elasticity of the sector which is affected by risk, reliant on natural resources, trade in every sector and government exposure.
ABSTRACT
Penelitian ini memberikan kontribusi untuk memperkirakan dan menganalisa dampak sektoral ketidakpastian nilai tukar di Asia Timur terhadap perdagangan dan arus masuk investasi asing langsung di Indonesia setelah runtuhnya sistem Bretton Woods. Dengan sampel terdiri dari perdagangan bilateral tahunan antara tahun 1996- 2010. Model gravitasi digunakan sebagai ukuran perdagangan bilateral dan arus masuk FDI. Kemudian dengan menggunakan data panel, penelitian mendapatkan hasil bahwa ketidakpastian nilai tukar di Asia Timur memiliki dampak positif pada lima sektor perdagangan dan empat sektor investasi asing langsung. Di sisi lain, ia juga berpengaruh negatif terhadap lima sektor perdagangan dan empat sektor investasi asing langsung tergantung kepada elastisitas sektor yang dipengaruhi oleh risiko pada sektor, ketergantungan pada sumber daya alam, perdagangan di setiap sektor dan paparan pemerintah.
2016
S65174
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elga Thalia Marshella
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi determinan ekspor dan menganalisis potensi ekspor terhadap tujuh negara anggota D-8 dan tujuh negara major trading partner Indonesia dengan menggunakan pendekatan gravity model tahun 2010 hingga 2020. Penelitian ini menggunakan beberapa faktor yang mempengaruhi ekspor seperti PDB, populasi, jarak, nilai tukar, dan perjanjian dagang. Dengan menggunakan analisis data panel, hasil penelitian menemukan bahwa PDB Indonesia, PDB negara tujuan, populasi indonesia, nilai tukar, dan jarak berpengaruh signifikan pada nilai ekspor Indonesia ke kedua kelompok negara yang diteliti. Sedangkan, populasi importir dan perjanjian dagang hanya berpengaruh pada negara major trading partners Indonesia. Selain itu, hasil penelitian menemukan bahwa Indonesia masih memiliki potensi ekspor dengan negara D-8 yaitu Malaysia, Bangladesh, Nigeria, Iran, dan Turki. Hasil penelitian mengimplikasikan bahwa penerapan kebijakan seperti stabilisasi mata uang Indonesia, peningkatan PDB Indonesia, dan pemerintah memfokuskan perdagangan bilateral pada negara dengan potensi ekspor yang belum maksimal sangat penting untuk dilakukan. ......This study aims to identify the determinants of exports and analyse the export potential of seven D-8 member countries and seven of Indonesia's major trading partners using the gravity model approach from 2010 to 2020. This study uses several factors that influence exports such as GDP, population, distance, exchange rates, and trade agreements. By using panel data analysis, the results of the study found that Indonesia's GDP, destination country's GDP, Indonesian population, exchange rate, and distance had a significant effect on the value of Indonesia's exports to the two groups of countries studied. Meanwhile, the importer population and trade agreements only affect Indonesia's major trading partner countries. In addition, the results of the study found that Indonesia still has export potential with the D-8 countries, namely Malaysia, Bangladesh, Nigeria, Iran, and Turkey. The results of the study imply that implementing policies such as stabilizing the Indonesian currency, increasing Indonesia's GDP, and the government focusing on bilateral trade in countries with export potential has not been maximized is very important to do.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reni Sunarty
Abstrak :
Berbagai mekanisme perlindungan global safeguards dalam WTO Agreement dan Free Trade Agreement (FTA) seperti pada Bilateral Trade Agreements (BTA) dan Regional Trade Agreements (RTA) didasarkan pada alasan-alasan yang berbeda, fungsi yang berbeda, juga memiliki mekanisme safeguards yang berbeda. Fungsi utama global safeguards sebagai instrumen sementara untuk melindungi industri dalam negeri dari kerugian serius dan atau ancaman kerugian serius disebabkan adanya lonjakan impor, sebagai akibat disepakatinya tingkat tarif liberalisasi perdagangan diantara Negara-negara Anggota WTO. Sehingga Negara-negara anggota WTO dapat menikmati fleksibilitas kebijakan tingkat tarif tertentu atas liberalisasi perdagangan. Pembebasan penerapan global safeguards antar pihak FTA tidak konsisten dengan WTO Agreement khususnya tidak sejalan dengan prinsip non-diskriminasi (Most-Favoured-Nation). Namun, pada prakteknya dibenarkan asalkan kondisi paralelisme terpenuhi. Pihak FTA juga dapat mengambil perlindungan bilateral safeguards dan regional safeguards terhadap pihak lain asalkan tingkat pembatasan tarif tidak membahayakan persyaratan yang terkait dengan menghilangkan hambatan sehubungan dengan substansial semua perdagangan. Mekanisme Bilateral safeguards dan regional safeguards di bawah FTA dirancang menyesuaikan laju liberalisasi lebih lanjut setelah pihak FTA melaksanakan rencana penghapusan tarif sebagaimana kesepakatan dalam BTA dan RTA. Karena fungsi mendasar ini, persyaratan substansial semua perdagangan berdasarkan ketentuan FTA dalam Pasal XXIV GATT 1994 merupakan satu-satunya ketentuan yang relevan terkait ketentuan bilateral safeguards dan regional safeguards. Diterapkan di FTA selama periode penghapusan tarif dan dalam batas tingkat tarif MFN, yang konsisten dengan aturan WTO. Pemberlakuan ketentuan global safeguards, bilateral safeguards, dan regional safeguards memiliki mekanisme persyaratan substantif dan prosedural dalam penerapannya. Mengingat kemungkinan banyak bentuk penerapan safeguards yang tumpang tindih, negosiator FTA dapat mengambil solusi legislatif yang efektif yang memasukkan ketentuan FTA yang secara eksplisit melarang bentuk-bentuk tertentu jika terjadi penerapan tumpang tindih yang tidak diinginkan. Tesis ini mengungkapkan bagaimana penerapan global safeguards dibandingkan dengan bilateral safeguards dan regional safeguards tersebut, juga akan memberikan preskripsi tentang hal-hal yang harus dilakukan dalam menerapkan ketentuan bilateral safeguards dan regional safeguards antar negara-negara anggota BTA dan RTA yang juga merupakan Negara-negara anggota WTO yang menerapkan ketentuan global safeguards. ......Various mechanisms of global safeguards in the WTO Agreements and the Free Trade Agreement (FTA) such as the Bilateral Trade Agreements (BTA) and Regional Trade Agreements (RTA) is based on different reasons, different functions, also has a different mechanism of safeguards. The main function of global safeguards as a temporary instrument to protect domestic industry from serious injury or threat of serious injury caused by a surge in imports, as a result of the agreement on the level of tariff liberalization of trade between Member States of the WTO. So WTO member countries enjoy a certain level of policy flexibility tariff on trade liberalization. The mutual exemption of the global safeguards application among FTA parties is not inconsistent with the WTO Agreement in particular are not in line with the principle of non-discrimination (Most-Favored-Nation), provided that the parallelism condition is met. An FTA party may also take safeguards against another party as long as the restriction level from those safeguards does not harm the requirement associated with eliminating barriers with respect to substantially all trade. Bilateral and regional safeguards under the FTA are designed to be mechanism for adjusting the pace of further liberalization once FTA parties implement the tariff elimination plan as an agreement in BTA and RTA. Because of this fundamental function, the substantially all trade requirement under FTA provisions in the Article XXIV of GATT 1994 represent was the only relevant provisions of the relevant provisions under which bilateral and regional safeguards measures are disciplined. Any bilateral safeguards, which are applied to sector subject to FTA tariff elimination during the tariff elimination period and within the limits of the MFN tariff rate, which is consistent with WTO Agreement. Enforcement of global safeguards provisions, bilateral safeguards, and regional safeguards have substantive and procedural requirements mechanism in its application. Given the many possibilities for the application of safeguards, which forms overlap, FTA negotiators can take effective legislative solutions that incorporate the provisions of the FTA, which explicitly prohibits certain forms in case of adoption of unwanted overlap. This thesis reveals how the global application of safeguards in comparison with bilateral and regional safeguards such safeguards, will also provide prescriptions about things to do in implementing the provisions of bilateral and regional safeguards between countries BTA and RTA member who is also the Member States WTO provisions which apply global safeguards.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T43348
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elenur Dwi Anbiana
Abstrak :
Tesis ini meneliti mengenai adanya kepentingan strategis yang dimiliki oleh India dalam kontinuitas defisit perdagangan bilateral yang dilakukan India dengan Tiongkok, untuk mengetahui apakah power maximizer masih diterapkan oleh negara dalam hubungan internasional. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksplanatori dan data yang digunakan adalah data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan RRT memiliki faktor X dalam kepentingan strategis India, sehingga India mau untuk terus melanjutkan perdagangan bilateral dengan RRT meskipun terus mengalami defisit. Defisit perdagangan yang dialami India sebagai bentuk payment yang dilakukan India untuk melindungi kepentingan strategis yang merupakan turunan dari kepentingan pertahanan nasional India. ...... This thesis explains about India?s strategic interests in the continuity of bilateral trade deficit India-PRC, and also to determine whether the power maximizer is still used by the state in international relations or not. The research is explanatory research and the data that used in this research are secondary data. The results showed RRT has the X factor in the strategic interests of India, that caused India wants to continue the bilateral trade with China despite continued deficit in bilateral trade. The trade deficit that India as a form of payment that is made to protect the strategic interests of India, which is derived from the Indian national defense purposes.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library