Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dominikus Fernandy Sartono Prasetyo
Abstrak :
Ekstraksi premolar dalam perawatan ortodonti membantu proses uprighting gigi molar 3 impaksi sehingga dapat erupsi dengan baik. Tujuan: mengukur perubahan angulasi gigi molar 3 rahang bawah yang impaksi mesioangular sebelum dan sesudah perawatan ortodonti. Metode: penelitian ini menggunakan 25 radiograf panoramik berusia 10-21 tahun sebelum dan sesudah perawatan ortodonti. Hasil: uji Wilcoxon dan uji T berpasangan (p<0,05) menunjukkan tidak ada perubahan angulasi molar 3 yang bermakna pada kedua sisi (p>0,05) dan cenderung mengalami peningkatan angulasi dengan meskipun secara statistik perbandingan perubahan keduanya tidak berbeda bermakna (p>0,05). Peningkatan angulasi paling banyak terjadi pada kelompok usia dewasa (17-21 tahun). Kesimpulan: ekstraksi premolar dalam perawatan ortodonti tidak memengaruhi angulasi gigi molar 3 impaksi secara bermakna. ...... Premolar extraction in orthodontic treatment helps uprighting process of impacted third molars so that they could erupt well. Aim: to measure mesioangular impacted lower third molars angulation change during orthodontic treatment. Methods: this study used 25 panoramic radiograph aged 10-21 years old before and after orthodontic treatment. Result: Wilcoxon test and paired Ttest (p<0,05) showed there were no significant change in lower third molars angulation on both sides (p>0,05) and tended to experience the increase in angulation though statistically comparison between them were not significant (p>0,05). These increase happen the most in the adult group (17-21 years old). Conclusion: premolars extraction in orthodontic treatment does not affect impacted third molars angulation significantly.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Widayati
Abstrak :
In the mutilated case in adults, generally malocclusion is often accompanied by less support of periodontal tissues, such as alveolar bone resorption and gingival resession. The treatment of orthodontic is to arrange the teeth into good position and good occlusion, but is widely known to increase the alveolar bone resorption. In handling such case, ortodontist needs to look at factors which do not increase exixting alveolar bone resorption and gingival resession. In this case report, it will be reported orthodontic treatment on mutilated case which are accompanied by alveolar bone resorption and gingival resesion on a patient of 45 years and 4 months of age.
Journal of Dentistry Indonesia, 2002
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jannatul Firdaus
Abstrak :
Latar Belakang: Dental Aesthetic Index DAI merupakan indeks untuk melihat kebutuhan perawatan ortodonti dengan menilai komponen klinis dan estetik. Indeks ini memberikan penjelasan secara objektif mengenai kebutuhan perawatan ortodonti melalui 10 komponen penilaian. Tujuan: Mengetahui gambaran kebutuhan perawatan ortodonti berdasarkan DAI pada pasien di Klinik Spesialis Ortodonti RSKGM FKG UI tahun 2010 ndash; 2014. Bahan dan Metode: Digunakan 52 pasang model studi awal pasien ortodonti. Dilakukan penilaian DAI dengan melibatkan 10 komponen. Hasil penilaian berupa skor dibagi menjadi 4 kategori. Kategori 1 yaitu tidak/sedikit dibutuhkan perawatan, kategori 2 yaitu dapat dilakukan perawatan sesuai pilihan pasien, kategori 3 yaitu sangat membutuhkan perawatan, dan kategori 4 yaitu harus dilakukan perawatan. Hasil: Diperoleh gambaran kebutuhan perawatan ortodonti yaitu kategori 3 36,5 , kategori 4 32,7 , kategori 2 25 , dan dan kategori 1 5,8 . Gambaran permasalahan yang banyak ditemukan yaitu ketidakteraturan gigi anterior RB 96,2 dan RA 94,2 , overjet tidak normal 81 , dan hubungan molar tidak normal 76,9. Kesimpulan: Gambaran kebutuhan perawatan ortodonti berdasarkan DAI pada pasien di Klinik Spesialis Ortodonti RSKGM FKG UI tahun 2010-2014 sebagian besar sangat membutuhkan perawatan 36,5 . Hal ini menunjukkan bahwa pasien yang datang sebagian besar adalah membutuhkan perawatan dan sesuai dengan hasil penilaian DAI pada penelitian ini. ...... Background: Dental Aesthetic Index is an index to see the orthodontic treatment need by assessing clinical and aesthetic component. This index objectively explains the orthodontic treatment needs based on 10 components of assessment. Purpose: To identify the description of orthodontic treatment need based on DAI on patients from orthodontic specialist clinic of RSKGM FKG UI in 2010 2014. Materials and Method: 52 pairs of pre treatment orthodontic study models were used. The assessment was based on DAI by involving 10 components. Assessment results in scores and categorized into 4 category. Category 1 is no slight treatment need, category 2 is elective treatment need, category 3 is highly desirable of treatment need, and category 4 is mandatory treatment need. Result: The description of orthodontic treatment need are, category 3 36,5 , category 4 32,7 , category 2 25 , and category 1 5,8 . The description of problems that were found are mandibular anterior irregularity 96,2 , maxillary anterior irregularity 94,2 , abnormal anterior overjet 81 , and abnormal molar relationship 76,9. Conclusion: The orthodontic treatment need based on DAI on patients from orthodontic specialist clinic of RSKGM FKG UI are mostly patients who need treatment as highly desirable 36,5 . This result shows that the patients who came were mostly patients who need the treatment, and in accordance with the result of DAI assessment in this study.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Almas Edita Ramadhanti
Abstrak :

Latar belakang: Maloklusi merupakan masalah gigi dan mulut dengan prevalensi terbayak ke-3 di dunia, menurut WHO. Keadaan ini tidak diimbangi dengan adanya kesadaran mengenai maloklusi dan efek buruknya. Masih banyak anak-anak dan remaja yang belum mengetahui mengenai maloklusi dan menganggap hal tersebut normal. Kesadaran terhadap maloklusi ini dapat memengaruhi kebutuhan perawatan ortodonti. Tujuan: Mengetahui hubungan antara tingkat kesadaran maloklusi dengan kebutuhan perawatan ortodonti pada remaja, korelasi komponen ICON dengan kebutuhan perawatan, dan korelasi komponen kuesioner dengan kesadaran maloklusi Metode: dilakukan penelitian potong lintang pada 56 remaja berusia 12-15 tahun. Subjek diberikan kuesioner mengenai kesadaran maloklusi dan kemudian dilakukan pencetakan rahang dan pembuatan model studi untuk dinilai kebutuhan perawatan ortodontinya berdasarkan ICON. Hasil: Berdasarkan uji Chi-square, tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik antara kesadaran maloklusi dengan kebutuhan perawatan ortodonti (P>0,05). Berdasarkan uji Kendall’s tau-b, komponen estetika dental dan pertanyaan mengenai masalah pada gusi mempunyai korelasi paling besar terhadap kebutuhan perawatan dan kesadaran maloklusi. Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan antara kesadaran mengenai maloklusi dan kebutuhan perawatan ortodonti pada remaja, kompnen estetika dental dan pertanyaan mengenai masalah pada gusi mempunyai korelasi paling besar.

 


Background: Malocclusion is the third most common oral problem in the world. This situation is not supported with an adequate awareness of malocclusion. There are still children and adolescents who are not aware about malocclusion and consider the situation is normal. Awareness of malocclusion can influence the need for orthodontic treatment. Objectives: Discover the relationship between malocclusion awareness and orthodontic treatment needs among adloescent, correlation between ICON components and treatment needs, and correlation between questionaire component with awareness of malocclusion Methods: A cross-sectional study was done towards adolescents aged 12-15. They were given questionaire about awareness of malocclusion and jaws impressing were also done which were used to make study models in order to determine the treatment needs according to ICON. Result: According to Chi-square test, there is no statistically significant difference between awareness of malocclusion and orthodontic treatment needs (P>0,05).  Based on Kendall’s tau-b test dental aesthetic and question about gum problems have the greatest correlation toward treatment needs and malocclusion awareness. Conclusion: There is no relationship between malocclusion awarenes and orthodontic treatment needs among adolescent. Dental aesthetic and question about gum problems have the greatest correlation toward treatment needs and malocclusion awareness.

Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Grace Margaretha Anyelir
Abstrak :
Gangguan sendi temporomandibula (GSTM) adalah gangguan otot dan kelainan artikular dalam fungsi komponen otot dan/atau sistem artikular yang disertai dengan tanda dan gejala klinis yang sangat bervariasi. Adanya riwayat GSTM dapat menjadi pertimbangan dalam rencana perawatan ortodonti. Tidak semua menyadari bahwa mereka memiliki GSTM yang salah satunya disebabkan oleh maloklusi, sehingga mereka datang hanya ke klinik Ortodonti hanya untuk perbaikan maloklusi. Tujuan penelitian ini adalah (1) Mengetahui proporsi dan distribusi demografi pasien dengan GSTM termasuk maloklusi (hubungan rahang, overjet, overbite, hubungan molar dan kaninus) dan sudut parameter vertikal pada sefalometri lateral di klinik spesialis ortodonti RSKGM FKG UI. (2) Mengetahui hubungan GSTM dengan maloklusi serta hubungan GSTM dengan sudut parameter skeletal. Studi deskriptif dengan desain penelitian potong lintang pada pasien tahun kunjungan 2013-2018 yang memiliki GSTM pada anamnesis dan/atau pemeriksaan fungsional. Digunakan analisis univariat menggunakan SPSS 23 untuk menggambarkan distribusi dan analisis korelasi untuk menggambarkan hubungan. Didapatkan 98 status pasien yang mengalami GSTM. Ditemukan lebih banyak pasien perempuan daripada laki-laki dengan usia rata-rata 24,8 tahun dan kebanyakan berprofesi sebagai karyawan swasta. Gejala GSTM yang paling sering ditemukan adalah deviasi pergerakan mandibula dan clicking. Terdapat hubungan antara GSTM dengan maloklusi skeletal kelas II dan hubungan kaninus kelas III. ......Temporomandibular disorder (TMD) is a muscle disorder and articular abnormality in the functioning of the muscular components and/or articular system which is accompanied by very variable clinical signs and symptoms. A history of TMD can be considered in an orthodontic treatment plan. Not all are aware that they have TMD, one of which is caused by malocclusion, so they only come to the Orthodontics clinic only for treating malocclusion. The objectives of this study are (1) To determine the proportion and demographic distribution of patients with GSTM including malocclusion (skeletal, overjet, overbite, molar and canine relations) and the angles of the vertical parameters in the lateral cephalometry at the orthodontic specialist clinic in Dental and Oral Hospital, Faculty of Dentistry, Universitas Indonesia. (2) To determine the relationship of TMD with malocclusion and the relationship of TMD with skeletal parameter angles. Descriptive study with a cross-sectional study design in patients in the 2013-2018 visit who had TMD on history taking and/or functional examination. Univariate analysis using SPSS 23 is used to describe the distribution and correlation analysis to describe the relationship. Obtained 98 status of patients experiencing TMD. It found more female patients than men with an average age of 24.8 years and mostly work as private employees. The most common symptoms of TMD are deviation mandibular movement and clicking. There is a relationship between TMD with skeletal class II malocclusion and class III canine relationship.
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Tegar Jelita
Abstrak :
Pendahuluan: Kebutuhan perawatan ortodonti seseorang dapat disebabkan oleh ketidak sesuaian gigi geligi, fungsi oral dan atau masalah psikososial. Sebelum melakukan perawatan ortodonti, perlu diketahui keinginan pasien. Kebutuhan perawatan ortodonti cukup tinggi pada usia remaja. Jakarta merupakan kota besar karena sebagai ibu kota negara, juga merupakan pusat pemerintahan. Jakarta berkembang sedemikian pesat sehingga terdapat pinggir kota Jakarta yang dikenal juga dengan kota penyangga. Selain faktor sosio-ekonomi maka kemungkinan terdapat perbedaan psiko-sosial antara remaja kota dan remaja pinggir kota yang dapat mempengaruhi pengetahuan terhadap masalah kesehatan gigi, khususnya tentang ortodonti. Tujuan: Mengetahui perbandingan kebutuhan perawatan ortodonti remaja perkotaan dan remaja pinggir kota. Metode: Dilakukan penelitian potong lintang pada siswa-siswi SMPN 11 Jakarta dan SMPN 2 Tangerang Selatan yang berusia 12-15 tahun. Diberikan kuesioner Indikator Kebutuhan Perawatan Ortodonti (IKPO). Hasil: Uji Mann Whitney nilai p>0.05 yang berarti tidak ada perbedaan bermakna secara statistik kebutuhan perawatan ortodonti antara remaja perkotaan dan remaja pinggir kota. Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan kebutuhan perawatan ortodonti antara remaja perkotaan dan remaja pinggir kota yang diukur Menggunakan Indikator Kebutuhan Perawatan Ortodonti (IKPO) Kata Kunci: Kebutuhan perawatan ortodonti, Indikator Kebutuhan Perawatan Ortodonti (IKPO), Remaja perkotaan, Remaja pinggir kota ......Introduction: A person's need for orthodontic treatment can be caused by dental malocclusion, oral function and / or psychosocial problems. Before orthodontic treatment, it is necessary to know what the patient wants. The need for orthodontic treatment is quite high in adolescence. Jakarta is a big city because as the capital city of the country, it is also the center of government. Jakarta grew rapidly so there is a suburb area of Jakarta. Beside socio-economic factors, it is possible that there are psycho-social differences between urban adolescents and suburban adolescents that can affect knowledge of dental health problems, especially regarding orthodontics. Objective: The aim of the study is to compare the orthodontic treatment needs of urban adolescents and suburban adolescents. Methods: A cross-sectional study was carried out on students of public Junior High School 11 Jakarta and public Junior High School 2 South Tangerang aged 12-15 years. Responden was given a questionnaire Indikator Kebutuhan Perawatan Ortodonti (IKPO). Result: Mann Whitney test p value> 0.05, which means there is no statistically significant difference in orthodontic treatment needs between urban adolescents and suburban adolescents. Conclusion: There is no difference in orthodontic treatment needs between urban adolescents and suburban adolescents. Keywords: Orthodontic treatment needs, Indikator Kebutuhan Perawatan Ortodonti (IKPO), urban adolescents, suburban adolescent
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Khuzaima Adyasti
Abstrak :
Latar belakang: Maloklusi merupakan kondisi penyimpangan dari oklusi normal yang dapat ditangani dengan perawatan ortodonti. Perawatan ortodonti untuk sebagian besar kasus maloklusi idealnya dimulai saat periode awal gigi tetap, yaitu pada usia remaja awal. Berdasarkan data Riskesdas 2013, prevalensi remaja usia 12-14 tahun di Indonesia dengan gigi berjejal adalah 14,5%, sedangkan remaja yang menerima perawatan ortodonti hanya 0,8%. Salah satu faktor penyebabnya adalah kurangnya kesadaran mengenai perawatan ortodonti. Belum pernah dilakukan penelitian pada remaja awal di Indonesia tentang kesadaran perawatan ortodonti. Tujuan: Mengetahui distribusi frekuensi tingkat kesadaran perawatan ortodonti pada siswa SMPN 111 Jakarta. Metode: Studi deskriptif dengan desain penelitian potong lintang pada 107 siswa SMPN 111 Jakarta yang berusia 12-14 tahun. Pengumpulan data dilakukan dengan pengisian kuesioner yang diadopsi dari penelitian Shekar et al. (2017). Digunakan analisis univariat untuk menggambarkan distribusi. Hasil: Rata-rata skor total dari kuesioner kesadaran perawatan ortodonti siswa SMPN 111 Jakarta adalah 25,34 sehingga termasuk dalam kategori sedang. Tingkat kesadaran mengenai perawatan ortodonti paling banyak berada dalam kategori sedang (45,8%), diikuti dengan kategori tinggi (33,6%) dan rendah (20,6%). Rata-rata skor total kesadaran perawatan ortodonti pada siswa perempuan adalah 26,55, sedangkan pada siswa laki-laki 24,13. Kesimpulan: Tingkat kesadaran perawatan ortodonti pada remaja awal di SMPN 111 Jakarta termasuk dalam kategori sedang. Tingkat kesadaran perawatan ortodonti pada siswa perempuan lebih tinggi dibandingkan siswa laki-laki.
Background: Malocclusion is defined as the deviation of normal occlusion, which can be treated with orthodontic treatment. The orthodontic treatment for most of malocclusion cases are ideally initiated at the early permanent dentition period, that is around the age of early adolescence. According to Indonesian Health Survey 2013, the prevalence of adolescent aged 12-14 in Indonesia with crowded teeth is 14,5%, while those who received orthodontic treatment is only 0,8%. One of the reasons it happened is the lack of awareness regarding orthodontic treatment. The research has never been conducted to early adolescents in Indonesia regarding the awareness of orthodontic treatment. Objective: To describe the distribution of the awareness level of orthodontic treatment in students of SMPN 111 Jakarta. Methods: A descriptive study using cross-sectional design was held to 107 students of SMPN 111 Jakarta aged 12-14 years old. The level of awareness was measured using a questionnaire adopted from Shekar et al. (2017). This study was analyzed with univariate analysis. Result: Mean total score of the questionnaire is 25,34, which fell into the moderate category. The awareness level of most students is moderate (45,8%), followed by high level of awareness (33,6%) and low level of awareness (20,6%). The mean total score of the questionnaire among female students is 26,55, while in male students is 24,13. Conclusion: The awareness level of orthodontic treatment in early adolescents of SMPN 111 Jakarta is moderate. The awareness level of orthodontic treatment in female students is higher than male students.
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Valerie Kartini
Abstrak :
Latar Belakang: Maloklusi adalah ketidakteraturan kesejajaran gigi dan/atau hubungan lengkung gigi dengan gigi yang tidak normal yang diakibatkan oleh berbagai faktor dan dapat menyebabkan ketidakpuasan estetika sampai masalah pada segi fungsional. Pasien dengan maloklusi memerlukan perawatan ortodonti salah satunya untuk memperbaiki maloklusi. Inklinasi dan angulasi gigi menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan perawatan ortodonti yang stabil dan optimal. Tujuan: Mengetahui gambaran sudut inklinasi dan angulasi gigi anterior pada pasien maloklusi skeletal kelas I pasca perawatan ortodonti cekat di klinik spesialis ortodonti RSKGM FKG UI. Metode: Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif dengan desain potong lintang (cross-sectional) menggunakan sampel berupa data sekunder rekam medik. Hasil: Dari 96 rekam medik pasien maloklusi kelas I yang telah selesai mendapatkan perawatan ortodonti cekat di Klinik Spesialis Ortodonti RSKGM FKG UI, didapatkan rerata sudut U1-SN sebesar 105,60° ± 5,80°, rerata sudut U1-PP sebesar 114,55° ± 6,21°, rerata sudut L1-MP sebesar 93,63° ± 7,94°, dan rerata sudut IMPA adalah sebesar 96,40° ± 7,96°. Rerata angulasi gigi 11 sebesar 89,03° ± 3,26°, rerata angulasi gigi 21 sebesar 90,35° ± 3,07°, rerata angulasi gigi 31 sebesar 89,28° ± 4,33°, dan rerata angulasi gigi 41 sebesar 90,61° ± 5,04°. Kesimpulan: Berdasarkan penelitian tentang Gambaran Inklinasi dan Angulasi Gigi Anterior pada Pasien Maloklusi Kelas I Pasca Perawatan Ortodonti Cekat di Klinik Spesialis Ortodonti RSKGM FKG UI, rerata sudut inklinasi gigi anterior pasien termasuk dalam kisaran nilai normal, kecuali pada sudut IMPA. Rerata sudut angulasi gigi anterior pasien relatif tegak dan paralel. ......Background: Malocclusion is the irregularity of teeth and is considered as oral health problem resulting from various etiological factors causing esthetic dissatisfaction to functional impartment. Patients with malocclusion require orthodontic treatment to correct the malocclusion. Inclination and angulation of teeth are one of the factors that influence the success of stable and optimal orthodontic treatment. Objective: This study aims to describe the inclination and angulation of anterior teeth on class I malocclusion patients after fixed orthodontic treatment at the Orthodontic Specialist Clinic of RSKGM FKG UI. Methods: Cross-sectional descriptive study is done using the secondary data found in the patient’s medical record. Results: From 96 medical records of class I malocclusion patients who have completed fixed orthodontic treatment at the Orthodontic Specialist Clinic of RSKGM FKG UI, the mean U1-SN angle is 105.60° ± 5.80°, the mean U1-PP angle is 114.55°. ± 6.21°, the mean angle of L1-MP is 93.63° ± 7.94°, and the mean angle of IMPA is 96.40° ± 7.96°. The mean angulation of tooth 11 is 89.03° ± 3.26°, mean angulation of tooth 21 is 90.35° ± 3.07°, mean angulation of tooth 31 is 89.28° ± 4.33°, and mean angulation of tooth 41 is of 90.61° ± 5.04°. Conclusion: Based on research on the Inclination and Angulation of Anterior Teeth on Class I Malocclusion Patients after Fixed Orthodontic Treatment at the Orthodontic Specialist Clinic of RSKGM FKG UI, the inclination of anterior teeth is within the normal range, except at the IMPA angle. The angulation of anterior teeth is relatively upright and parallel.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ghina Karisma
Abstrak :
Latar belakang: Perawatan ortodonti interseptif dapat mengurangi prevalensi maloklusi di Indonesia yang tinggi yaitu sebesar 80, namun hingga saat ini faktor-faktor yang berhubungan dengan kebutuhan subjektif akan perawatan ortodonti interseptif belum diketahui. Tujuan: Menganalisis hubungan kebutuhan normatif perawatan ortodonti interseptif, sikap terhadap estetika gigi, pengetahuan kesehatan gigi dan mulut, jenis kelamin, dan tingkat sosioekonomi dengan kebutuhan subjektif perawatan ortodonti interseptif. Metode: Desain penelitian adalah cross sectional, subjek penelitian adalah 101 murid SDI Al-Azhar 17 Bintaro berusia 8-11 tahun, yang dilakukan pemeriksaan klinis menggunakan kaca mulut dan probe, sedangkan untuk mengetahui kebutuhan normatif perawatan ortodonti interseptif digunakan alat ukur IKPO-I, dan untuk mengetahui variabel lainnya dengan kuesioner. Hubungan antarvariabel dianalisis dengan uji koefisien kontingensi dan uji korelasi Eta. Hasil: Menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kebutuhan subjektif perawatan ortodonti interseptif p-value=0,625, kebutuhan normatif perawatan ortodonti interseptif r=0,178, sikap terhadap estetika gigi r=0,059, pengetahuan kesehatan gigi dan mulut r=0,028, dan tingkat sosioekonomi r=0,068 dengan kebutuhan subjektif perawatan ortodonti interseptif. Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kebutuhan normatif perawatan ortodonti interseptif, sikap terhadap estetika gigi, pengetahuan kesehatan gigi dan mulut, jenis kelamin, dan tingkat sosioekonomi dengan kebutuhan subjektif perawatan ortodonti interseptif. ...... Background: Interceptive orthodontic treatment can reduce the high prevalence of malocclusion in Indonesia which is 80, however, factors influencing the perceived need for interceptive orthodontic treatment is unknown. Objectives: To analyze the relationship between normative orthodontic treatment need, dental aesthetic self perception, oral health knowledge, gender, socioeconomic status, and perceived need for interceptive orthodontic treatment. Methods: The design of this study is cross sectional, subjects are 101 students at Al Azhar 17 Bintaro Elementary School aged 8 11 years. Data were obtained through clinical examination using dental mirror and probe. IKPO I is used to know the normative interceptive orthodontic treatment need and questionnaire is used to know other variables. The relationship between variables are analyzed with contingency coefficient analysis and Eta correlation analysis. Results: Showed no significant relationship between gender p value 0,625, normative orthodontic treatment need r 0,178, dental aesthetic self perception r 0,059, oral health knowledge r 0,028, socioeconomic status r 0,068, and perceived need for interceptive orthodontic treatment. Conclusion: There are no significant relationship between normative orthodontic treatment need, dental aesthetic self perception, oral health knowledge, gender, and socioeconomic status and perceived need for interceptive orthodontic treatment need.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Putri Abellysa
Abstrak :
ABSTRACT
Latar belakang: Penggunaan media massa yang tidak luput dari kehidupan sehari-hari telah menjadi salah satu sumber untuk menyebarkan informasi mengenai perawatan ortodonti. Namun Informasi yang tersebar tersebut belum dapat meningkatkan kesadaran perawatan ortodonti terbukti dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan masih tingginya prevalensi maloklusi di Indonesia yaitu 80%. Tujuan: Mengetahui hubungan antara media massa dengan kesadaran perawatan ortodonti pada ibu-ibu kader posyandu di Kelurahan Johar Baru, Jakarta Pusat. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain potong lintang dengan menggunakan 67 subjek ibu-ibu kader Posyandu. Penelitian ini dianalisis menggunakan Chi-Square. Hasil: Proporsi penggunaan media massa sebesar 100% pada ibu-ibu kader posyandu, dengan tingkat penggunaan media massa berada pada tingkat sedang (38,8%) begitu pula dengan tingkat kesadaran perawatan ortodonti berada pada tingkat sedang (37,3%). Terdapat perbedaan bermakna antara penggunaan media massa dengan kesadaran perawatan ortodonti dengan nilai p = 0,007. Kesimpulan: Terdapat hubungan antara penggunaan media massa dengan kesadaran perawatan ortodonti pada ibu-ibu kader posyandu di Kelurahan Johar Baru Jakarta Pusat.
ABSTRACT
Background: The consumption of mass media in our daily life has become one of the sources in disseminating information about orthodontic treatments. However, it is not effective enough to spread information about the importance of orthodontic treatments as the previous research indicates the prevalence of malocclusion in Indonesia is still high, which is around 80%. Objectives: To analyse the relationship between mass media and the awareness of orthodontic treatments towards female cadres in Posyandu Kelurahan Johar Baru in Central Jakarta. Methods: This is an analytical research using cross sectional design with the subjects of 67 female cadres in Posyandu Kelurahan Johar Baru, Central Jakarta. This study was analyzed using Chi-Square test. Result: The proportion of mass media usage by female cadres was 100%, with a moderate level of mass media usage (38,8%) and also a moderate level of awareness of orthodontic treatments (37,3%). There was significant difference between mass media and the awareness of orthodontic treatments which resulted in p-value = 0,007. Conclusion: There was a relationship between mass media and the awareness of orthodontic treatments on female cadres in Posyandu Kelurahan Johar Baru, Central Jakarta.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>