Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mohammad Fauzy
Abstrak :
ABSTRAK
Sejak lama, perilaku pria dan perilaku wanita, umumnya, diyakini memiliki perbedaan-perbedaan akibat biologis. Dan, studi lintas budaya pun dengan teguh berkeyakinan, sesungguhnya, perilaku-perilaku mereka bervariasi dari satu masyarakat ke masyarakat lain. Kebudayaan dianggap ikut berperan menentukan perbedaan perilaku mereka.

Studi ini berusaha meneropong salah satu perilaku pria dan wanita, menyelisik harapan-harapan mereka tentang peran lawan jenis. Kesukubangsaan ? sebagai variabel yang mencerminkan identitas budaya ? ditetapkan sebagai hal yang menentukan perbedaan harapan-harapan di antara mereka. Sedangkan status perkawinan digunakan sebagai variabel kontrol.

Dalam studi ini, 2052 pria dan 3613 wanita dari suku bangsa Jawa, Cina, Sunda, Minang, dan Batak digunakan sebagai subyek. Mereka adalah anggota YASCO, biro jodoh terbesar di Indonesia, yang telah disajikan di Rubrik Jodoh dan Persahabatan di Suratkabar Mingguan Buana Minggu tahun 1975 sampai dengan tahun 1990. Berdasarkan status perkawinan, mereka terdiri dari 1533 jejaka, 519 duda, 2760 gadis, dan 853 janda.

Studi dilakukan dengan metode analisis isi. Hasil analisis dengan analisis varian menunjukkan, baik jenis kelamin maupun kesukubangsaan tidak berhubungan dengan perbedaan harapan pria dengan harapan wanita tentang peran lawan jenis sebagai suami atau isteri. Malah, status perkawinan, sebagai kontrol, tampak menentukan perbedaan yang signifikan di antara harapan-harapan mereka.

Karena itu, pengalaman menjadi suami atau isteri, jika hendak menikah lagi, sangat menentukan harapan-harapan tentang peran lawan jenis sebagai suami atau isteri yang berikutnya. Dalam studi ini, perbedaan yang sangat signifikan terjadi antara harapan jejaka dengan harapan gadis.

Sebab itu, konflik dan penyesuaian diri lebih cenderung terjadi pada pasangan-pasangan yang baru menikah pertama kali dari pada pasangan yang sebelumnya telah menikah dan hendak menikah kembali. Dan, karena itu pula, pasangan jejaka dengan janda, duda dengan gadis, dan duda dengan janda lebih mudah untuk sampai pada jenjang pernikahan dari pada pasangan jejaka dengan gadis.

Namun, studi ini masih eksploratif dan deskriptif. Studi perlu dipertajam dan diperluas, diperbandinkan dengan kelompok lain di luar anggota Yasco dan mempertimbangkan variabel-variabel sosiologis.
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwiana Budiarti
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1991
S2009
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agnes Sri Kamaratih
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1992
S2447
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ali Nina Liche Seniati
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1991
S2317
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dina Nityamukti Ananda
Abstrak :
ABSTRAK
Untuk mempertahankan intimacy dalam perkawinan, dibutuhkan adanya trust diantara pasangan. Pada zaman moderen terutama di kota besar, trust akan hadir melalui kebebasan dan kesetaraan, termasuk kebebasan dan kesetaraan dalam peran sosial suami isteri. Dengan latar belakang tersebut peneliti ingin mengetahui apakan subyek dengan ideologi peran jenis kelamin yang liberal memiliki intimacy yang lebih tinggi dibandingkan subek dengan ideologi peran jenis kelamin tradisional. Peneliti mengambil sampel pasutri minimal berusia 20 tahun yang tinggal di Jakarta. Penelitian ini menggunakan metode non-random sampling, dengan teknik incidental sampling. Pengumpul data yang digunakan adalah kuesioner intimacy dan kuesioner ideologi peran jenis kelamin, yang keduanya berupa skala tipe Likert. Hasil penelitian diperoleh dengan mengkorelasikan variabel intimacy dan ideologi peran jenis kelamin dengan menggunakan teknik Pearson Product Moment yang ada pada program SPSS 10.0 Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa ternyata tidak ada hubungan yang signifikan antara ideologi peran jenis kelamin dengan intimacy. Dengan demikian, individu yang memiliki ideologi peran jenis kelamin liberal belum tentu memiliki intimacy yang lebih tinggi dibandingkan individu dengan ideologi peran jenis kelamin tradisional. Peneliti menyarankan, pada penelitian selanjutnya mengenai intimacy, agar dicari dugaan yang lebih kuat tentang apa yang berpengaruh terhadap intimacy.
2001
S3046
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Prabandari
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1990
S2639
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Triarini Indirasari
Abstrak :
Pembentukan peran jenis kelamin mempakan hal yang penting bagi setiap orang, karena mendukung perkembangan konsep diri dan identitas seseorang. Masa penting pembentukan peran jenis kelamin seorang anak adalah pada usia prasekolah (3-6 tahun). Salah satu cara pembentukan peran jenis kelamin seorang anak adalah dengan cara sosialisasi. Ada tiga cara sosialisasi yang dapat dilakukan dalam pembentukan peran jenis kelamin, yakni dengan direct instruction, shaping atau modelling. Agen sosialisasi terpenting dalam pembentukan peran jenis kelamin seorang anak adalah keluarga, terutama orang tua, karena merupakan lingkungan terdekat yang dimiliki anak yang memperkenalkan anak pada lingkungan masyarakat yang Iebih luas. Penelitian di Barat menunjukkan bahwa orang tua dapat mempengaruhi pembentukan peran jenis kelamin anak, khususnya anak usia prasekolah dalam kegiatan bermain. Sebagian besar anak usia prasekolah menghabiskan waktunya dalam bermain. Bermain sendiri merupakan media bagi anak untuk mangembangkan dirinya, baik dari segi fisik, kognitif dan sosial emosional. Selain itu, bermain juga merupakan wadah bagi anak untuk mencoba berbagai peran. Dalam kegiatan bermain, orang tua menularkan sikap tentang peran jenis kelamin melalui mainan yang diberikan serta interaksi antara anak dan orang tua saat bermain. Penelitian yang dilakukan di Barat menunjukkan bahwa adanya pembedaan pemberian mainan maupun aktivitas bermain pada anak Iaki dan parempuan oleh orang tua menyebabkan peran jenis kelamin yang terbentuk pada anak Iaki dan perempuan berbeda. Di Indonesia sendiri, dengan semakin banyaknya toko mainan yang menyediakan sarana bermain bagi anak, memudahkan orang tua untuk menggunakan mainan sebagai media dalam mensosialisasikan karakteristik tertentu sesuai dengan peran jenis kelamin. Namun, bagaimana gambaran sosialisasi peran jenis kelamin yang dilakukan dalam kegiatan bermain oleh orang tua belumlah terlihat. Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan uniuk mendapatkan gambaran sosialisasi peran jenis kelamin yang diiakukan orang tua pada anak usia prasekolahnya khususnya dalam kegiatan bermain. Ada tiga teori besar yang menjelaskan tentang pembentukan peran jenis kelamin. Pandangan Psikoanalisa yang dipelopori oleh Sigmund Freud menjelaskan bahwa peran jenis kelamin terbentuk karena adanya proses identifikasi yang terjadi akibat ikatan emosional khusus yang didasarkan atas keinginan anak untuk dicintai atau atas ketakutan salah satu orang tua. Teori belajar sosial menjelaskan bahwa anak menampilkan respon atau perilaku sesuai dengan jenis kelaminnya karena mendapat imbalan dan anak menghindari perilaku yang tidak sesuai dengan jenis kelaminnya karena meneka akan dihukum. Teori perkembangan kognitif menganggap bahwa peran jenis kelamin terbentuk sebagai hasil dari sistem kognitif anak. Anak belajar mengkategorisasikan atribut dan informasi yang ada di lingkungan berdasarkan jenis kelamin. Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif yang melibatkan 40 orang tua yang memiliki anak laki dan perempuan usia prasekolah (3-6 tahun). Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode non probabilita dan teknik incidental. Alat yang digunakan untuk mengetahui sosialisasi peran jenis kelamin dalam penelitian ini adalah berupa kuesioner yang memuat daftar mainan yang diberikan pada anak beserta orang yang memilihkan mainan, karakteristik yang ingin dikembangkan pada anak laki dan perempuan serta cara orang tua mensosialisasikan karaktenstik yang diinginkan dalam kegiatan bennain. Daftar mainan yang digunakan dibuat oleh peneliti dengan melakukan survei terhadap mainan yang dimiliki anak usia prasekolah. Sedangkan untuk item karakteristik peran jenis kelamin peneliti menggunakan item Bem Sex Role Inventory. Sebelum alat digunakan sepenuhnya, peneliti melakukan uji coba alat terlebih dahulu untuk mengetahui face validity atau uji keterbacaan serta mengukur intterrater reliability. Penelitian dilakukan di 4 Taman Kanak-kanak di Jakarta dan Bogor. Karena penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, maka data yang diperoleh diolah dengan menggunakan statistik deskriptif. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa dalam anak laki lebih banyak memiliki mainan kategori fisik dan kognitif, sedangkan anak perempuan lebih banyak memiliki mainan kategori sosial emosional. Dalam menentukan mainan yang diberikan, anak Iebih besar peranannya dibandingkan dengan orang tua sendiri. Berdasarkan karakteristik yang ingin dikembangkan pada anak laki dan perempuan, antara ayah dan ibu pada umumnya memiliki keinginan yang sama. Bagi anak laki, orang tua Iebih banyak menginginkan karakteristik maskulin terdapat dalam diri anaknya. Sedangkan bagi anak perempuan, ada karakteristik-karakteristik feminin maupun maskulin yang diinginkan orang tua dimiliki anaknya. Untuk karakteristik yang tergolong netral, orang tua menginginkan karakteristik yang sama terdapat pada anak laki dan perempuannya. Dalam mensosialisasikan karakteristik yang diinginkan khususnya dalam bermain, orang tua lebih banyak menggunakan teknik direct instruction dibandingkan teknik shaping, modeling atau campuran.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S2641
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emeraldina Darmidjas
Abstrak :
Secara hukum, wanita dan pria memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagai warga negara Indonesia. Partisipasi wanita di Iapangan pekerjaan telah banyak dijumpai dalam berbagai bidang pekerjaan baik yang secara tradisional dianggap sesuai dengan ciri-ciri feminin wanita maupun di bidang non tradisional yang Iebih banyak didominasi pria. Alasan mengapa wanita memutuskan untuk bekerja dan melakoni tugas sebagai ibu rumah tangga pada saat yang bersamaan juga sudah berbeda-beda. Banyak wanita memilih untuk berkarya di luar rumah atas dasar keinginan sendiri dan bukan karena terpaksa dengan tujuan yang beragam pula (mencari pengaIaman, memanfaatkan ilmu, memanfaatkan waktu luang, menambah rasa percaya diri dan Iain-lain). Namun demikian, bagi wanita yang telah menikah, peran ganda yang dilakoni seringkali menimbulkan masalah seperti stress dan konflik dalam perkawinan akibat kelebihan beban tanggung jawab yang harus dipikul. Di satu pihak wanita dituntut untuk menjadi istri dan ibu rumah tangga sesuai dengan norma dan harapan masyarakat, dan pihak Iain ia juga dituntut untuk menampilkan unjuk kerja yang baik dan komit terhadap pekeriaan yang ditekuninya sesuai dengan tuntutan perusahaan dimana ia bekerja. Dapat dikatakan bahwa peran serta wanita dalam dunia kerja masih menimbulkan masalah dan diperdebatkan oleh berbagai pihak. Hal ini antara Iain disebabkan oleh ketidakmampuan masyarakat dan individu itu sendiri melepaskan diri dari sikap stereotip peran jenis kelamin tradisional yang menganggap wanita serba Iemah dan kurang bisa melibatkan diri dalam dunia yang penuh persaingan, membutuhkan rasa percaya diri atau kemampuan mengambil keputusan yang tepat seperti halnya daiam dunia kerja. Hidupnya pandangan seperti di atas pada masyarakat Indonesia, membuat wanita terhambat untuk bekerja di Iuar rumah dan mengembangkan karirnya. Dibandingkan dengan wanita, dalam meniti karir pria tidak menghadapi masalah yang timbul sebagai akibat dari tuntutan peran seperti yang dihadapi wanita. Tuntutan peran ganda inilah yang dengan sendirinya mempengaruhi wanita bekerja karena tidak jarang ia terpaksa meninggalkan dunia kerja atau karir yang sudah dirintisnya karena menikah atau melahirkan anak, atau bahkan karena suaminya tidak mengizinkan bekerja di Iuar rumah. Penelitian ini dikukan berkaitan dengan Iatar belakang masalah seperti yang telah dijelaskan di atas untuk mengetahui apakah orientasi peran jenis kelamin dan penyesuaian perkawinan berhubungan secara signifikan dengan komitmen karir pada wanita menikah yang bekerja. Komitmen karir yang dimaksud di sini adalah keinginan individu untuk terus bekerja sepanjang hidupnya. Komitmen karir merupakan hal yang menarik untuk diteliti karena merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui motivasi berkarir pada seseorang. Penelitian-penelitian terdahulu telah membuktikan bahwa ternyata komitmen karir yang tinggi memiliki ciri-ciri motivasi kerja tinggi, kepuasan kerja tinggi dan kecenderungan lebih rendah untuk menampilkan unjuk kerja yang tidak diharapkan. Dalam kaitannya dengan peran jenis kelamin, ditemukan bahwa karakteristik kepribadian maskulin mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap komitmen karir pada wanita bekerja. Suatu penelitian lain yang dilakukan di barat menemukan bahwa komitmen karir pada wanita sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor di Iuar pekerjaan (extra-work variables) seperti kepuasan dan penyesuaian perkawinan. Mengacu pada temuan-temuan ini maka peneliti tertarik untuk melihat kecenderungan yang ada di Indonesia. Jumlah subyek yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 200 orang dengan kriteria sudah menikah, sudah bekerja minimal selama 2 tahun, dan berpendidikan minimal akademi atau yang sederajat. Teknik pengampilan sampel adalah teknik insidental sampling, dimana subyek diambil berdasarkan kemudahan pengambilannya dan kebutuhan penelitian saja. Sedangkan alat yang dipakai untuk mangukur setiap variabel penelitian adalah berupa skala yaitu skala penyesuaian perkawinan (Dyadic Adjustment Scale), skala peran jenis kelamin dari Bem (Bem Sex Role Inventory) dan Career Commitment Scale untuk mengukur komitmen karir. Hasil yang didapat antara Iain adalah bahwa ternyata sebagian besar subyek wanita menikah yang bekerja memiliki tingkat penyesuaian perkawinan dan komitmen karir yang tergolong tinggi, serta memiliki aspek maskulinitas dan femininitas yang sama-sama tinggi (memiliki orientasi peran jenis kelamin androgin). Tidak ada kontribusi yang signifikan dan penyesuaian perkawinan terhadap komitmen karir, namun terdapat adanya signifikansi dan orientasi peran jenis kelamin feminin terhadap komitmen karir. Selain itu, ditemukan juga bahwa ternyata ada total masa kerja subyek mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap komitmen karirnya.
Depok: Universitas Indonesia, 1998
S2700
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>