Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Patricia Cindy Andriani
Abstrak :
ABSTRACT
Pengunduran diri merupakan salah satu mekanisme PHK yang mensyaratkan faktor kesukarelaan dalam tindakan pekerja/buruh. Namun, pada sejumlah kasus, pengunduran diri nyatanya tidak didasarkan atas inisiatif pekerja/buruh melainkan dilatarbelakangi oleh tindakan pengusaha yang menempatkan pekerja/buruh pada situasi sulit sehingga tidak memiliki pilihan selain mengundurkan diri. Oleh karena itu, perlu diteliti lebih lanjut pengaturan mengenai PHK dan implementasinya di tingkat Pengadilan Hubungan Industrial terhadap kasus pengunduran diri pekerja/buruh yang dilakukan secara tidak sukarela dalam putusan no. 262/Pdt.Sus-PHI/2017/PN.Mdn, no. 5/Pdt.Sus-PHI/2016/PN.Bna, dan no. 18/Pdt.Sus-PHI/2015/PN.Pal. Penelitian dalam skripsi ini berbentuk penelitian yuridis normatif dengan membandingkan 3 (tiga) putusan, yang bersifat deskriptif analitis. Penelitian dilakukan dengan cara studi kepustakaan dan wawancara terhadap narasumber. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Data sekunder yang dimaksud akan dianalisa lebih lanjut dengan pendekatan kualitatif. Dari segi pengaturan, ketentuan mengenai PHK akibat pengunduran diri pekerja/buruh yang dilakukan secara tidak sukarela belum diatur dalam peraturan perundang-undangan. Pada tataran teoritis sebenarnya terdapat 4 (empat) prinsip/teori/doktrin yang dapat dipergunakan untuk melengkapi peraturan di Indonesia. Di sisi lain, pada penerapannya, Hakim dalam putusan-putusan yang diteliti cenderung membatasi pertimbangan hukumnya pada pembuktian di persidangan dan kurang aktif melakukan penemuan hukum dalam kondisi minimnya peraturan. Dengan demikian, diperlukan peraturan yang komprehensif mengenai pengunduran diri pekerja/buruh yang dilakukan secara tidak sukarela dan sosialisasi teknik menggali latar belakang pengunduran diri pekerja/buruh kepada Hakim seperti melalui persangkaan.
ABSTRACT
Resignation is one of the mechanisms for terminating employment relations that requires voluntary factor in the employees action. However, in a number of cases, the resignation was actually not based on the initiative of employee, but was motivated by the employers action who put employee into difficult situation so that he/she had no choice but to resign. Therefore, it is necessary to further examine the regulations regarding termination of employment and their implementation at the Industrial Relations Court level toward cases about the employees involuntary resignation in decision no. 262/Pdt.Sus-PHI/2017/PN.Mdn, no. 5/Pdt.Sus-PHI/2016/PN.Bna, and no. 18/Pdt.Sus-PHI/2015/PN.Pal. The research is a normative juridical research by comparing 3 (three) court decisions, which has descriptive analytical. The research was conducted by literature research and interview. Data used in this research are secondary data which consist of primary, secondary, and tertiary legal materials. The secondary data would be further analyzed by qualitative approach. In terms of regulations, the provisions regarding termination of employment due to the employes involuntary resignation has not been regulated in legislations. Theoretically, there are actually 4 (four) principles/theories/doctrines that could be used to complement regulations in Indonesia. On the other hand, at the level of implementation, the Judge in the decisions examined tends to limit its legal considerations on proof at trial and is less active in making law within the lack of regulations. Thus, a comprehensive regulation is needed regarding the employees involuntary resignation matter and train the Judge how to recognize a dismissal instead of voluntary resignation by applying several techniques such as making a presumption.
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Ayu Aniisa Thamrin
Abstrak :
Tulisan ini menganalisis bagaimana penyelesaian perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bagi Anak Buah Kapal (ABK) di Indonesia dan lebih khususnya membahas mengenai bagaimana kewenangan dari Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) dalam kasus perselisihan hubungan industrial pada Putusan Nomor 639 K/Pdt.Sus-PHI/2023 jo Nomor 641 K/Pdt.Sus-PHI/2021. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian deskriptif yang memberikan gambaran umum mengenai penyelesaian perselisihan PHK bagi anak buah kapal di Indonesia. Kepastian hukum yang diberikan bagi pekerja awak kapal niaga adalah berdasarkan pada Perjanjian Kerja Laut (PKL). Hal tersebut sesuai dengan Pasal 337 Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pengganti Undang-Undang No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang tersebut, yang mengatur mengenai hubungan kerja anak buah kapal dengan pemberi kerja. Selanjutnya berdasarkan dengan kasus tersebut, diketahui bahwa hak pekerja terabaikan yaitu berupa PKL dengan jenis Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang dapat diperbaharui secara terus menerus dan adanya percobaan kerja namun PKL tetap disahkan oleh Syahbandar setempat. Hak-hak penting bagi pekerja anak buah kapal masih belum dapat diimplementasikan, sehingga pekerja anak buah kapal tetap harus memperjuangkannya melalui PHI. Berdasarkan penelitian ini, maka perlu membedakan mengenai perlindungan bagi pekerja di darat dengan di laut dan juga perlu memperhatikan kewenangan absolut maupun relatif dari pengadilan yang dituju untuk diajukan gugatan. ......This article analyzes how disputes over Termination of Employment Relations (PHK) are resolved for ship crew in Indonesia and more specifically discusses the authority of the Industrial Relations Court (PHI) in cases of industrial relations disputes in Decision Number 639 K/Pdt.Sus-PHI/2023 jo Number 641 K/Pdt.Sus-PHI/2021. This article was prepared using descriptive research methods which provide a general overview of resolving layoff disputes for ship crews in Indonesia. The legal certainty provided for commercial ship crew workers is based on the Maritime Work Agreement. This is in accordance with Article 337 of Law no. 17 of 2008 concerning Shipping, Law no. 13 of 2003 concerning Employment, as amended by Law no. 6 of 2023 concerning Stipulation of Regulations in Lieu of Law no. 2 of 2022 concerning Job Creation becomes this law, which regulates the work relationship between ship crew and employers. Furthermore, based on this case, it is known that workers' rights are neglected, namely in the form of Maritime Work Agreement with the type of Specific Time Work Agreement \ which can be renewed continuously and there are work trials but the Maritime Work Agreement is still approved by the local Harbor Master. Important rights for ship crew workers still cannot be implemented, so ship crew workers still have to fight for them through Industrial Relation Court. Based on this research, it is necessary to distinguish between protection for workers on land and at sea and also need to pay attention to the absolute and relative authority of the court to which the lawsuit is filed.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library