Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nurul Inayah
Abstrak :
Skripsi ini menganalisa struktur tarif retribusi kebersihan di DKI Jakarta, apakah tarif retribusi kebersihan sudah memenuhi prinsip full cost recovery atau belum serta berapa besarnya besarnya tarif yang dapat menutup total biaya operasional dan pemeliharaan pelayanan kebersihan tetapi tidak memberatkan masyarakat yang mendapat pelayanan kebersihan. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tarif retribusi kebersihan yang saat ini berlaku di DKI Jakarta belum mencerminkan seluruh pengeluaran yang dibutuhkan dalam mengelola kebersihan. Selain itu, masyarakat merasa keberatan dengan adanya kenaikan tarif retribusi kebersihan dan kenaikan tarif yang dapat diterima adalah sebesar 10%. ......This thesis analyzes the structure of the rates charged for the cleanliness in DKI Jakarta, whether the rates have met the full cost recovery principle or not and how much the rates that can cover all the operational and maintenance cost of cleanliness services but do not burdensome the people who get the services. This research is a descriptive qualitative research design. The result showed that the current rates which apply in DKI Jakarta are not reflecting whole the expenditure are required in managing the cleanliness. In addition, the people are objected to the increasing of the rates charged for the cleanliness and the acceptable increasing rates is reaching 10%.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
S44298
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evy Fitriani
Abstrak :
Penetapan tarif disesuaikan dengan ekspektasi penumpang terhadap pelayanan sangat penting dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: Menginventarisasi faktor-faktor pelayanan yang disesuaikan dengan ekspektasi penumpang dan Menganalisis penetapan tarif yang disesuaikan dengan pelayanan yang menjadi ekspektasi penumpang kapal ro-ro. Harapan dan keinginan penumpang yang menjadi indikator pelayanan dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan analisis faktor, dimana dalam analisis ini mengumpulkan faktor-faktor yang saling terkait menjadi 1 (satu) faktor, dan mereduksi faktor-faktor yang dianggap tidak mewakili. Dari hasil analisis ini terdapat 14 faktor yang diklasifikasikan menjadi 5 faktor yang terdiri dari waktu, biaya, keselamatan, keamanan dan kenyamanan. Faktor-faktor pelayanan tersebut digunakan untuk menyusun rancangan hipotetik untuk survey stated preference. Sampel penelitian kualitas pelayanan terdiri dari 100 responden untuk survey harapan dan keinginan penumpang, dan 89 responden untuk survey stated preference, dengan mengambil sampel dari 3 operator kapal roro lintas Merak Bakauheni. Olah data survey stated preference dengan menggunakan analisis logit biner. Model Logit Biner diperoleh persamaan sebagai berikut Z = 0,211+ 0,083xwaktu1- 0,131xwaktu2 + 0,247xwaktu3 ? 0,148xbiaya1- 0,340xbiaya2 - 1,136xbiaya3. Dengan memasukkan nilai parameter coding maka didapatlah nilai utilitas dan probabilitas. Dari hasil survey stated preference didapat nilai probabilitas responden dalam memilih kondisi hipotetik, probabilitas responden yang menyatakan bersedia naik kapal roro dengan waktu tempuh lebih cepat 60 menit, dan tarif sebesar Rp. 15.000 adalah sebesar 0,61. Dari perhitungan utilitas dan probabilitas didapati bahwa nilai probabilitas akan berubah seiring dengan kenaikan nilai utilitas penumpang dalam menggunakan kapal roro lintas Merak Bakauheni dengan berbagai kondisi hipotetik. ......Determination of tariffs tailored to the expectations of passengers on the service is very important. The purpose of this study are as follows: inventories of the factors of service tailored to the expectations of passengers and analyze the determination of tariffs tailored to the ministry's expected ro-ro passenger ships. Passenger expectations and desires as indicators of service in this study were analyzed using factor analysis, where the analysis is collecting the factors related to 1 (one) factor, and reduce the factors that are considered not representative. From the results of this analysis there are 14 factors that are classified into five factors of time, cost, safety, security and comfort. Factors such services are used to draft a hypothetical for Stated preference surveys. Service quality research sample consisted of 100 respondents to the survey expectations and desires of the passengers, and 89 respondents to the survey Stated preference, by taking samples from three cross-Merak roro vessel operators Bakauheni. Sports Stated preference survey data using a binary logit analysis. Binary logit model is obtained following equation Z = 0.211 + 0.083 xwaktu1-0.131 xwaktu2 + 0.247 xwaktu3 - 0.148 xbiaya1 -0.340 xbiaya2 - 1.136 xbiaya3. By entering the coding parameter value then didapatlah utility value and probability. Stated preference surveys of results obtained in the probability of respondents choosing the hypothetical conditions, the probability of respondents stating willing roro ship with faster travel time 60 minutes, and the tariff of Rp. 15000 is at 0.61. Of utility and probability calculations found that the probability value will change with the increase in passenger utility values using cross-Merak Bakauheni roro ship with a variety of hypothetical conditions.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
T29332
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1995
S8495
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Enggartiasti Sherly Anggraini
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai permasalahan yang terdapat pada sektor telekomunikasi khususnya pada hal penetapan tarif interkoneksi pada telepon seluler. Hal ini sedang marak menjadi perdebatan pada beberapa waktu terakhir. Pemerintah telah mengatur mengenai penetapan tarif interkoneksi di dalam Peraturan Menteri No. 8/Per/M.KOMINFO/02/2006 tentang Interkoneksi. Untuk itu perlu dilihat apakah bentuk penetapan tarif interkoneksi yang berlaku di Indonesia sudah sesuai dengan pengaturan tersebut sehingga tidak ada pihak-pihak yang dirugikan dalam penyelenggaraan penetapan tarif interkoneksi. Terdapat 2 bentuk pengaturan penetapan tarif interkoneksi yang di terapkan di dunia yaitu sistem simetris dan sistem asimetris yang mana pengaturannya diatur berbeda di tiap-tiap negara. Penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode yuridis normatif yang mana menggunakan peraturan-peraturan terkait dengan topik pembahasan. Dari penelitian yang dilakukan terhadap topik yang diangkat dapat disimpulkan bahwa metode penghitungan tarif interkoneksi yang tepat bagi Indonesia adalah metode penghitungan asimetris dikarenakan apabila menggunakan metode penetapan tarif secara simetris maka akan terdapat operator seluler yang dirugikan dan operator seluler yang diuntungkan dari metode tersebut sehingga memunculkan adanya unfair treatment. Terhadap hal tersebut maka penulis menyarankan bahwa metode penetapan tarif interkoneksi yang lebih tepat untuk dikembangkan saat ini adalah metode asimetris mengingat pentingnya semangat persaingan usaha yang tertuang dalam Undang-Undang Persaingan Usaha. ......This thesis is about to explain the problem that occurs in telecomunication sector, especially in the determination of interconnection fare in cellular phone. For the last couple of years, there are many discussions about this problem, that make this problem even more happening. The goverment already set this interconnection fare in the Peraturan Menteri No. 8 Per M.KOMINFO 02 2006 about interconnection. Therefore, the goverment should review again, that this determination of interconnections fare that exist in Indonesia is already suitable with the ministrial regulation, so that there is not any loss party in the determination of interconnections fare. There are two forms of determination of interconnections fare, which is symmetrical system and asymmetrical system, which has the difference regulation in each country. The research that is been used in this thesis, is using the methods of juridical normative, which use the regulations that connected with the main topic. From the research that done on each topic, there is some conclussion, that the count interconnection fare, that considered appropiate for Indonesia is the asymmetric count. The use of asymmentric count, is because if Indonesia use the symmetrical count, there will be cellular operator, that get benefit from those method, so that will be an unfair treatment. In consequence to this problem, the writer come to some suggestion, that the most appropiate method for determination interconnection fare is the asymmetry method, due to the business competition that written on Constitution of Business Competition.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S66816
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leonardo Rudy Surjanto
Abstrak :
ABSTRAK
Rumah Sakit HUSADA (dahulu bernama Rumah Sakit "Jang Seng Ie") yang terletak di Jalan Raya Mangga Besar 137-139 merupakan salah satu rumah sakit tertua di Jakarta yang didirikan pada tanggal28 Desember 1924 oleh Dr. Kwa Tjoan Sioe dengan tujuan membantu masyarakat miskin yang membutuhkan pertolongan khususnya dalam bidang kesehatan. Dalam perkembangannya sejalan dengan tujuan sosial dari pendiri, Rumah Sakit HUSADA menjadi sebuah Institusi Pelayanan Sosial Masyarakat (IPSM) dibawah naungan Perkumpulan HUSADA sebagai suatu organisasi nirlaba. Kedudukan Rumah Sakit HUSADA sebagai Rumah Sakit Umum Pusat II wilayah Jakarta Pusat bagian Utara memegang peranan penting dalam fungsi dan tugas rumah sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan dalam sistem kesehatan nasional.

Dengan kapasitas sejumlah 530 (lima ratus tiga puluh) tempat tidur dan 164 diantaranya diperuntukkan bagi masyarakat kurang mampu, Rumah Sakit HUSADA mencoba menerapkan sistem subsidi silang dalam penetapan tarif ruang perawatan rawat inap. Namun berdasarkan perhitungan tarif dan unit cost dari setiap kelas ruang perawatan tersebut diperoleh hasil bahwa pihak rumah sakit mengalami kerugian mencapai Rp 3 milyar per tahun. Artinya pendapatan dari tarif yang dikenakan kepada pasien tidak dapat menutup biaya operasional atas ruang perawatan rawat inap tresebut. Keadaan ini jelas tidak sehat bagi suatu organisasi terlebih dengan semakin minimnya sumbangan dari kaum dermawan ataupun pemerintah yang diterima oleh rumah sakit, hal ini jelas akan menyebabkan terhentinya kegiatan operasional pada suatu ketika pada saat rumah sakit tidak mampu lagi menutup defisit keuangan yang terjadi terus menerus.

Break even analysis terhadap jumlah hari rawat maupun tingkat pengisian tempat tidur (BOR) serta tarif dibutuhkan untuk mengetahui secara pasti titik impas (break even). Dengan mengetahui break even point (BEP) tersebut maka hasil tersebut dapat dijadikan acuan guna mengurangi kerugian yang timbul dengan berusaha meningkatkan jumlah pasien maupun penyesuaian tarifruang perawatan rawat inap sampai pada tingkat tertentu. Perhitungan BEP tarif baik pada kondisi saat ini (BOR rata-rata 60%) maupun skenario BOR rata-rata 50%, 70%, 80%, dan 90% dibuat sebagai asumsi dalam analisis.

Pada kenyataannya penetapan tarif tidak hanya berdasarkan unit cost semata tetapi juga harus memperhatikan marked based atau tarif rumah sakit swasta lain, sehingga tarif yang ditetapkan merupakan tarif yang kompetitif dan juga berada dalam aturan-aturan yang dibuat oleh Kanwil Depkes DKI Jakarta. Berdasarkan 3 (tiga) alternatifyang dibuat dengan memperhatikan situasi pesimis (BOR 50%), situasi normal (BOR 60%) serta situasi optimis (BOR 70%) diperoleh 3 macam tarifyang disarankan untuk ditetapkan oleh rumah sakit berdasarkan situasi yang diproyeksikan.

Kesimpulan yang dapat ditarik adalah perlu adanya penyesuaian tarif ruang perawatan rawat inap di Rumah Sakit HUSADA sesuai dengan hasil analisis yang dilakukan guna mengurangi tingkat kerugian yang di alami saat ini dan dapat menjalankan konsep subsidi silang serta meningkatkan efisiensi penggunaan tempat tidur agar dapat menekan unit cost serendah mungkin.
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siagian, Chandra Nangkok Tua
Abstrak :
Kebijaksanaan taiif pulsa telepon di Indonesia menggunakan sistem subsidi silang dimana tarif pulsa percakapan SLJJ (Sambaungan Langsung Jarak Jauh) ditetapkan tinggi untuk mensubsidi taiif percakapan lokal yang rendah. Tanpa adanya evaluasi kembali atas hal tersebut, akan merugikan balk Telkom sebagai produsen Inaupun masyarakat sebagai konsumen. Penetapan taiif yang tidak sesuai akan menyebabkan produksi pulsa telepon yang tidak optimal dan juga tingkat pendapatannya. Skripsi mi bertujuan untuk melihat apakah kebijaksanaan penetapan taiif pulsa yang dilakukan saat mi telah tepat dan apakah terdapat altematif lainnya yang dapat dipakai.Perhitungan taiif pulsa telepon menggunakan pendekatan anggaran yang berdasarkan pada perhitungan alokasi biaya yang teijadi. Penelitian mi menggunakan alokasi biaya berdasarkan nilai penjualan yang dihasilkan dan produksi pulsa telepon untuk periode tahun 1992.Hasil perlutungan menunjukkan bahwa tarif pulsa percakapan SLJJ menuliki margm diatas harga pokok produksi (HPP) 10 kali lebih besar dibandmg percakapan lokal Subsidi silang yang terlalu besar mi tentunya sudah perlu diseimbangkan kembah mengingat akibatnya. Model Total Long Run Jncremental Cost (TLRIC), Average Jncremental Cost (AIC) dan program Rebalancmg dapat digunakan sebagai alteniatif perhitungan taiifpulsa. Saran yang dapat diberikan adalah untuk melihat juga faktor ékstemal seperli pennintaan pasar dan tingkat persaingan, selain memperdalam evaluasi terhadap faktor internal seperti biaya, tujuan perusahaan dan kondisi keuangan perusahaan.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1994
S18659
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Pradita
Abstrak :
Teknologi berupa internet bisa memudahkan orang untuk mengakses berbagai aplikasi yang diinginkan pada sebuah smartphone, salah satu aplikasi tersebut adalah Uber. Uber di Indonesia mempunyai ciri-ciri yang sama dengan angkutan taksi, muncul sebagai pelopor layanan jasa transportasi berbasis aplikasi yang menawarkan kemudahan bagi konsumen. Konsumen dapat mengunduh aplikasi Uber melalui smartphone dan dapat digunakan untuk memesan kendaraan berserta pengemudinya. Operasional Uber di Indonesia masih ditentang oleh berbagai pihak seperti pemerintah daerah dan pelaku usaha taksi konvensional. Penetapan tarif Uber yang sangat rendah menjadi penyebab adanya persaingan tidak sehat di Indonesia. Sedangkan di Filipina, sudah ada regulasi baru mengenai kendaraan berupa Transportation Network Vehicle Services yang didalamnya termasuk Uber dan hal ini menjadikan Uber mempunyai status hukum yang jelas di Filipina. Skripsi ini akan membahas mengenai pengaturan Uber di Indonesia serta perbandingan pengaturannya dengan negara lain yaitu Filipinia yang sudah terlebih dahulu membuat regulasi terhadap Uber.
Technology in form of internet could ease people to access several desired applications on a smartphone, one of the application is Uber. Uber in Indonesia has similar characteristics with taxi transportation, emerge as application technology-based service pioneer providing simplicity for consumers. Consumers could download Uber application through smartphones and could be utilized to book vehicle with its driver. Uber Operational in Indonesia still resisted by several parties such as local government and conventional taxi business performer. Very low Uber fare determination become the cause of unfair competition in Indonesia. Meanwhile in Philippines, there had been new regulation concerning vehicle in form of Transportation Network Vehicle Services in which Uber become part of it and it makes Uber has clear law status in Philippines. This final project shall discuss Uber regulation in Indonesia and its regulation comparison with other country, Philippines, which foremostly had made regulation toward Uber.
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S61522
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diana Pratanto
Abstrak :
Pricing Strategy of General Nursing Room at Bhakti Yudha General Hospital, Depok.Various changes at a hospital caused the health expense to increase. As a result, a certain effort is required to maintaining a hospital to survive. One of the efforts is to calculate the unit cost correctly. This calculation will be used to determine an optimum tariff for a hospital. This optimum tariff means that the tariff is affordable for consumers and will cover the hospital operation cost including a reinvestment program. Currently, the BOR of the superior class, first and second class have not indicated the optimum value including the tariff setting which is still changed every year. This-research is intended to have the unit cost of the general nursing room at RSUBY and the relationship to the optimum tariff setting concept by considering the tariff setting goal, ATPIWTP, competitors and marketing strategy. The Unit cost calculated by double distribution method. The ATP/WTP analysis derived from the interview data on 185 respondents at general nursing room. Meanwhile, the competitors identification was performed by an observation. The unit cost calculation of RSUBY indicated that the purpose of cross subsidization from the superior class, first and second class to third class have not been successfully achieved. The 20% mark up for inflation anticipation and reinvestment also did not cover the deficit. This is because the tariff setting orientation has not figured the RSUBY future projection and the gradation index point was far away. ATP analysis showed that the demand for the general nursing room has inelastic characteristic. This means that the setting price by RSUBY does not influent the consumer buying power. This analysis also denoted that the 1st class, 2nd and 3rd class patients were at deficit financing level that might create a potential bad debt. WTP analysis showed that some of 1st, 2nd and 3rd class patients did not agree with the existing tariff. This WTP indicates the patient's relatives payment capability. Since the nursing expense is patients' relatives responsibility (both nuclear or extended family), therefore, WTP is only a rough figure of patients' willingness based on perception of serving quality that they received. The potential competitors of RSUBY are private medical physicians and 24 hours medical clinics locate at the surrounding. This is because that the patients who visited RSUBY were near and a lot of them recommended by those physicians. In this case, RSUBY needs to have join effort in a certain ethical degree with those private medical physicians. The RSUBY marketing strategy is to determine the target market for common community and give humanistic services. In performing promotion strategy, RSUBY is recommended to utilize direct contact method to the target market. In other hand, RSUBY requires to perform a tariff intervention.
Berbagai perubahan pada rumah sakit mengakibatkan peningkatan biaya kesehatan, sehingga diperlukan upaya tertentu agar rumah sakit dapat survive. Salah satu upaya tersebut adalah perhitungan biaya satuan yang benar sehingga dapat ditetapkan tarif yang optimal bagi rumah sakit, artinya terjangkau oleh konsumen dan rumah sakit mampu menutup biaya operasional serta reinvestasi. Saat ini BOR kelas Utama, I dan II belum menunjukkan angka yang optimal demikian pula tarif yang ditetapkan, masih mengalami perubahan setiap tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya biaya satuan kamar rawat inap umum RSUBY dan kaitannya dalam konteks proses penetapan tarif yang optimal, dengan mempertimbangkan tujuan penetapan tarif, ATP/WTP, pesaing dan strategi pemasaran. Perhitungan biaya satuan menggunakan metode double distribution, sedangkan analisis ATP/WTP berasal dari data wawancara terhadap 185 responden di rawat inap umum. Identifikasi pesaing dilakukan berdasarkan observasi. Perhitungan biaya satuan RSUBY menunjukkan bahwa tujuan untuk subsidi silang dari kelas Utama, I dan II ke kelas III belum terpenuhi, demikian pula mark-up 20% untuk antisipasi inflasi dan reinvestasi tidak bisa berjalan. Hal ini disebabkan orientasi penetapan tarif belum mencerminkan proyeksi RSUBY ke depan dan penetapan gradasi index point yang terlalu jauh. Analisis ATP menunjukkan bahwa permintaan untuk rawat inap umum bersifat inelastic, jadi berapapun harga yang ditetapkan RSUBY akan tetap dibeli konsumen. Analisis ATP menunjukkan bahwa pasien kelas I, II dan III berada pada tingkat deficit financing sehingga berpotensi menyebabkan bad debt. Analisis WTP menunjukkan pasien kelas I, II dan III sebagian menyatakan tidak setuju dengan tarif yang ada: WTP ini menunjukkan kemampuan keluarga pasien untuk membayar, tetapi karena biaya perawatan merupakan tanggungan keluarga pasien (baik inti maupun extended) maka WTP hanya merupakan gambaran kasar kemauan pasien berdasar persepsinya terhadap layanan yang diterima. Pesaing RSUBY yang potensial adalah dokter praktek swasta dan klinik 24 jam yang berada disekitarnya, karena alasan pasien yang masuk RSUBY adalah dekat dan banyak yang direkomendasikan oleh dokter tersebut. Dalam hal RSUBY perlu melakukan kerja sama dalam batas-batas etis dengan dokter swasta tersebut. Strategi pemasaran RSUBY adalah pemilihan target pasar untuk masyarakat umum dan memberikan layanan yang bersifat humanistik. Dalam melakukan promosi RSUBY sebaiknya langsung 'menyentuh' target pasar. Disamping itu RSUBY perlu melakukan intervensi tarif.
Depok: Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Santoso
Abstrak :
Kendaraan Bermotor Listrik (KBL) memiliki peran penting dalam keberhasilan transisi energi dan mengurangi ketergantungan dari bahan bakar fosil. Indonesia sudah mulai mengembangkan Kendaraan Bermotor Listrik. Salah satu tantangannya adalah pembangunan infrastruktur pengisian daya, termasuk model bisnis dan skema tarif untuk mencapai kelayakan bisnis. Studi ini menganalisis model bisnis dan mekanisme tarif untuk stasiun pengisian daya mobil listrik umum (SPKLU) di Indonesia dimana studi kasus dilakukan di wilayah Jabodetabek. Metode Monte-Carlo digunakan untuk memperkirakan permintaan pengisian daya berdasarkan data perjalanan saat ini dan perkiraan populasi EV pada tahun 2025. Analisis cash flow digunakan untuk menghitung tarif kelayakan model bisnis pengisian daya umum COCO, POPO IUPTL dan POPO NON-IUPTL dengan skema tarif Tetap dan ToU. Biaya pengisian daya mobil listrik di rumah juga dihitung untuk menyelidiki daya saing tarif pengisian daya SPKLU untuk setiap model bisnis. Didapatkan tarif kelayakan minimal seluruh model bisnis sebesar Rp.8.202/kWh untuk skema tarif tetap, dan Rp.7.934/kWh untuk ToU. Supaya kompetitif dibandingkan model bisnis COCO dan POPO NON-IUPTL, tarif kelayakan wholesale maksimum untuk model bisnis POPO IUPTL sebesar Rp.1.119/kWh. Tarif kelayakan semua model bisnis jauh lebih mahal dibandingkan dengan rata-rata biaya pengisian daya di rumah sebesar Rp.3.174/kWh untuk skema tarif Tetap dan Rp.3.107/kWh untuk ToU. Diperlukan skenario kebijakan untuk meminimalkan atau menghilangkan biaya sewa lahan pebangunan SPKLU. Sehingga tarif pengisian daya SPKLU kompetitif dibandingkan biaya pengisian daya di rumah. Selanjutnya, rata-rata biaya harian pengisian daya mobil listrik sebesar Rp18.037/hari untuk skema tarif Tetap dan Rp17.342/hari untuk ToU, lebih rendah dari biaya bahan bakar kendaraan konvensional dengan jarak tempuh yang sama sebesar Rp29.730/hari. ......Electric Vehicle (EV) has important role in the successful of energy transition and reducing dependency from fossil fuels. Indonesia has started to develop EV. One of the challenges is charging infrastructure development, includes business model and pricing scheme to achieve business feasibility. This study analyses business model and pricing mechanism for electric car public charging station in Indonesia where a case study is conducted in Jabodetabek area. Monte-Carlo method is used to estimate charging demand based on current travel data and estimated electric car population in 2025. The cash flow analisis is used to calculate the feasible tariff of the COCO, POPO IUPTL and POPO NON-IUPTL public charging station business models with Fixed and ToU tariff schemes. The cost of electric cars charging at home is also calculated to investigate the tariff competitiveness of public charging for each business model. The result shows minimum feasible tariff for all business models is Rp.8.202/kWh for the fixed tariff scheme, and Rp.7.934/kWh for ToU. To compete with COCO and POPO NON-IUPTL model, maximum wholesale feasible tariff for the POPO IUPTL business model is Rp.1.119/kWh. Tariff for all business models are much higher compared to the average home charging cost which is Rp.3.174/kWh for the Fixed tariff scheme and Rp.3.107/kWh for ToU. Policy scenario is needed to minimize or eliminate the cost of land lease for the development of SPKLU. So that the SPKLU charging tariff is competitive compared to the cost of home charging. Furthermore, average daily cost of electric car charging is Rp. 18.037/day for the fixed tariff scheme and Rp. 17.342/day for ToU, which is lower than fuel cost of conventional car with the same mileage Rp.29.730/day.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library