Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Raymond Bona Tua
Abstrak :
Paradigma pembangunan sekadar berbasis materialistis dan hanya berfokus pada capaian pertumbuhan ekonomi telah meminggirkan manusia sebagai subjek khususnya perempuan. Pembangunan infrastruktur energi dan kelistrikan yang buta gender bukan memberikan manfaat kepada perempuan melainkan menghasilkan tekanan tambahan. Penelitian ini bertujuan mengungkap implikasi pembangunan fasilitas listrik berbasis komunitas terhadap kapabilitas perempuan di kampung adat, utamanya persoalan akses dan partisipasi dalam pembangunan, pemaknaan perubahan dari listrik dan pembentukan kapabilitas perempuan. Penelitian ini menggunakan teori kapabilitas yang disandingkan dengan teori interseksionalitas dan pemikiran feminisme postkolonial untuk menganalisis temuan-temuan empirik. Metodologi penelitian kualitatif dilakukan melalui analisis data sekunder, observasi, dan wawancara mendalam terhadap lima perempuan subjek utama serta dua orang subjek pendukung. Lokasi penelitian dilakukan di kampung adat Ubu Oleta, desa Weetana, kecamatan Laboya Barat, Sumba, Nusa Tenggara Timur. Penelitian ini menemukan bahwa akses dan prasarana masih buruk dan minim partisipasi perempuan dalam proses pembangunan. Perempuan di kampung adat masih belum dapat memanfaatkan kehadiran listrik secara optimal. Aturan adat berupa belis merupakan hambatan dalam pertisipasi, akses, dan pemanfaatan listrik bagi perempuan. Perempuan di kampung adat selain mengalami diskriminasi akibat aturan adat, sebagai individu dengan beragam identitas, juga mengalami tekanan secara interseksionalitas struktural, politik, dan representasional. Temuan yang juga penting adalah perempuan tetap mampu mengaktifkan faktor-faktor konversi lingkungan, sosial, dan personal dalam mencapai fungsi kapabilitas mereka sebagai perwujudan penggunaan listrik. Kendala struktural aturan adat dan belis menjadi hambatan utama dalam mencapai fungsi kapabilitas mereka, karena berbagai diskriminasi yang muncul dari praktik adat tersebut, menyebabkan beban ekonomi yang menjurus ke pemiskinan terstruktur. Rekomendasi utama adalah mengupayakan revitalisasi aturan adat terkait belis dan meningkatkan peran partisipasi perempuan yang hakiki dalam proses pembangunan energi. ......The development paradigm that based on materialism is only focuses on achieving economic growth, which has tendency to marginalize people especially women. Gender- blind development of energy and electricity infrastructure does not provide benefits to women but creates additional pressure. This study aims to reveal the implications of the development of community-based electricity facilities on women's capabilities in traditional villages, especially the issues of access and participation in development, the significant of changes from electricity and the development of women's capabilities. This study utilize capability theory alongside intersectionality theory and postcolonial feminist thinking to analyze empirical findings. The qualitative research methodology was carried out through secondary data analysis, observation, and in-depth interviews with five women as the main subjects and two informants as supporting subjects. The research location was carried out in the Kampung Adat Ubu Oleta, Desa Weetana, kecamatan Laboya Barat, kabupaten Sumba, Provinsi Nusa Tenggara Timur. This research found that access and infrastructure were poor and women's participation in the development process was insignificant. Women in kampung adat are still unable to optimized utilization of electricity. The customary rule in the form of belis is an obstacle in the participation, access and utilization of electricity for women. In addition women are experiencing discrimination due to customary rules, women in kampung adat, as individuals with various identities, also experience pressure from structural, political and representational intersectionality. An important finding is that women are still able to activate environmental, social and personal conversion factors in achieving their capability function as a result utilization of electricity. Structural constraints on customary rules and belis are the main obstacles in achieving their capability function, because various discriminations that arise from these customary practices cause an economic burden that leads to structured impoverishment. The main recommendations are seeking to revitalize customary rules regarding belis and increase the role of women's participation in the energy development process.
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iswahyudi
Abstrak :
Artikel ini menyajikan kerangka evolusi kebijakan sosial, dengan fokus khusus pada upaya mewujudkan kebijakan sosial yang berorientasi pada kapabilitas (capability-oriented approach). Penelitian ini disusun berdasarkan karya Sen dan Nussbaum yang memberikan pendekatan kapabilitas sebagai kerangka kerja yang berharga untuk mengembangkan kebijakan sosial guna mendorong pembangunan dan kesejahteraan manusia. Penelitian ini menelusuri keterbatasan dan kegagalan kebijakan sosial tradisional, dengan menekankan ketergantungannya pada pertumbuhan ekonomi yang berdampak pada pengorbanan kebebasan dan bakat individu. Penelitian ini juga menyoroti potensi kebijakan sosial yang berorientasi pada kapabilitas untuk meningkatkan kapasitas manusia dan mendorong keadilan sosial. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis konseptual dan analisis kritis. Hasil penelitian ini mendorong agar fokus kebijakan sosial yang ada saat ini lebih ditekankan pada upaya peningkatan kapabilitas untuk mengurangi ketidaksetaraan. ......This article presents a framework for the development of social policy, with a particular focus on the pursuit of a capability-oriented approach to social policy. The research draws on the work of Sen and Nussbaum who provide the capability approach as a valuable framework for developing social policies to promote development and human well-being. It explores the limitations and failures of traditional social policy, emphasizing its reliance on economic growth at the expense of individual freedom and talent. It also highlights the potential of capability-oriented social policy to enhance human capacity and promote social justice. The methods used in this research are conceptual analysis and critical analysis methods. The results of this study encourage the focus of current social policies to be more emphasized on efforts to increase capabilities in order to reduce inequality.Key words: Social Policy, Inequality, Capability Approach, Well-being
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Tanissa Arsy Fauzi
Abstrak :
Indeks pembangunan manusia masih menjadi tolok ukur pencapaian rata-rata suatu negara dalam kemampuan dasar manusia, dimensi tersebut meliputi: indikator umur yang panjang, pencapaian pendidikan, dan standar hidup yang layak, tetapi dalam indikator standar hidup yang layak, indeks pembangunan manusia hanya memperhitungkan pendapatan nasional bruto dan tidak mencerminkan keadilan bagi penyandang disabilitas. Sehingga, kritik dalam indeks tersebut ada pada data yang buruk, indikator yang salah, dan spesifikasi yang salah. Penyandang disabilitas selalu dianggap tidak mampu menggunakan seperangkat “fungsi” terkait kapabilitasnya sebagai manusia dalam mengoptimalkan kesejahteraan. Artikel ini menggunakan pendekatan kapabilitas untuk membahas kerangka kesejahteraan penyandang disabilitas, yakni untuk mengusulkan pergantian utilitas dengan kapabilitas sebagai objek nilai. Untuk menjawab permasalahan tersebut, artikel ini menggunakan metode studi pustaka dan refleksi kritis untuk mengumpulkan, menyajikan, dan mendapatkan sumber. Tujuannya adalah untuk mengkritik indikator dari indeks pembangunan manusia. Oleh karena itu, penelitian ini menyimpulkan bahwa indeks penilaian pembangunan manusia harus melibatkan konsep pendekatan kapabilitas yang menyeluruh agar para penyandang disabilitas juga mampu menggunakan fungsi dan kemampuan mereka terhadap sumber daya yang mereka miliki dan mengusulkan kerangka kerja baru untuk implikasi kebijakan yang diterapkan melalui pembangunan inklusif. ......The human development index is still a benchmark for a country's average brand in basic human capabilities, these dimensions include long and healthy life, knowledge, and a decent standard of living, but in indicators of a decent standard of living, the human development index only takes into account income national gross and does not reflect justice for persons with disabilities. Thus, the criticism of the index is on bad data, wrong indicators, and wrong specifications. People with disabilities are always considered unable to use a set of "functions" related to their capabilities as humans in optimizing their welfare. This article uses a capabilities approach to discuss the well-being framework for persons with disabilities, namely to suggest replacing utility with capabilities as objects of value. To answer these problems, this article uses literature study and critical reflection methods to collect, present, and obtain sources. The aim is to highlight the indicators of the human development index. Therefore, this study concludes that the human development assessment index must involve the concept of a comprehensive capability approach so that people with disabilities are also able to use their functions and abilities with the resources they have and propose a new framework to imply policies implemented through inclusive development.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library