Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 95 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lieke L. Tukgali
Abstrak :
ABSTRAK
Sistem Pendaftaran Tanah di Indonesia yang diselenggarakan mulai, tanggal 24 September 1961 adalah sistem Pendaftaran dengan sistem Publikasi Negatif, yang dikenal sebagai sistem pendaftaran akta ("registration of deeds"), lain halnya dengan sistem Publikasi Positif menggunakan sistem Pendaftaran Hak ("registration of titles"). Dalam sistem Positif negara menjamin kebenaran data yang disajikan dengan pendaftaran positif ini, maka hak yang diciptakan oleh pendaftaran ini tidak dapat diganggu gugat. Kelemahan utama sistem Publikasi Negatif adalah tidak menciptakan hak yang tidak dapat diganggu gugat. Maka biarpun sudah didaftar masih selalu dihadapi kemungkinan pihak yang didaftar kehilangan tanah yang dikuasainya karena digugat oleh pihak pemegang hak yang sebenarnya. Kelemahan tersebut pada Zaman Hindia Belanda dalam hal pendaftaran tanah-tanah hak Barat diatasi dengan lembaga "verjaring" (KUHPerdata Pasal 584 jo 1963), yaitu apabila sebidang tanah yang diperoleh dengan itikad baik dan sudah dikuasai sekian lama secara terbuka tanpa ada pihak yang menggugat, maka oleh hukum siapa yang menguasainya ditetapkan sebagai pemiliknya. Namun pasal-pasal mengenai "verjaring" sudah dicabut oleh UUPA. Tetapi dalam hukum adat ada lembaga yang digunakan untuk mengatasi kelemahan sistem Negatif tersebut yaitu lembaga "rechtsverwerking", kalau dengan lembaga "verjaring" pihak yang menguasai tanah karena lampaunya waktu menjadi pemiliknya, maka lembaga "rechtsverwerking" terjadi sebaliknya, yaitu pihak yang mempunyai tanah karena lampaunya waktu kehilangan hak untuk memperoleh kembali. Lembaga "rechtsverwerking" tersebut terdapat dalam Pasal 32 ayat (1) PP 24/1997. Lembaga ini yang digunakan sebagai sarana pelengkap untuk mengatasi sistem Publikasi Negatif, yang menyatakan bahwa pihak lain yang merasa mempunyai hak itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan haknya apabila dalam waktu 5 tahun sejak diterbitkan sertipikat tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertipikat dan Kepala Kantor Pertanahan atau mengajukan gugatan ke Pengadilan. Untuk dapat meningkatkan menjadi sistem Positif maka kita harus menyediakan data fisik dan data yuridis yang benar, tidak kurang pentingnya tingkat penguasaan ketentuan peraturannya oleh pejabat pelaksana kegiatan pendaftaran. Selain itu agar ditingkatkan PP nomor 24/1997 dalam bentuk undang-undang.
2003
T37732
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rina Hamzah
Abstrak :
ABSTRAK
Dalam rangka menciptakan supremasi hukum di bidang pertanahan mutlak diperlukan suatu sistem pendaftaran tanah yang menjamin kepastian hukum mengenai hak atas tanah dan hak atas satuan rumah susun. Kepastian hukum tercipta jika pelaksanaan pendaftaran tanah itu dilandaskan pada peraturan perundang-undangan yang valid dan efektif dalam masyarakat. Pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah itu sendiri tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan PPAT dan akta yang diproduksi oleh PPAT tersebut. Penelitian ini dilakukan untuk meneliti bagaimana eksistensi jabatan PPAT dan akta PPAT dalam peraturan perundang-undangan Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian normatif dengan pendekatan historis dan perundang-undangan. Data yang digunakan adalah data sekunder dan analisa dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan logika hukum. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa dalam praktek yang terjadi saat ini pengaturan mengenai jabatan PPAT dan akta PPAT diatur dalam Peraturan Pemerintah no. 37/1998 dan Peraturan Pemerintah no. 24/1997 serta peraturan-peraturan pelaksanaannya. Peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai jabatan PPAT dan akta PPAT ini mensyaratkan penggunaan blanko akta sebagai syarat otentisitas akta PPAT dan bahkan memungkinkan penggunaan fotocopy blanko akta PPAT yang disahkan oleh pejabat BPN sebagai pengganti blanko akta apabila terjai kekosongan blanko. Pengaturan pada tingkat Peraturan Pemerintah dan peraturan-peraturan pelaksanaannya ini banyak mengundang polemik dan menimbulkan keraguan mengenai eksistensi jabatan PPAT dan otentisitas Akta PPAT itu. Hal ini dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dan akan meresahkan masyarakat. Oleh karena itu pengaturan mengenai jabatan PPAT dan akta PPAT sudah saatnya untuk ditingkatkan pengaturannya dalam bentuk Undang-undang.
2004
T37589
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vinny Levina Arifin
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T37582
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Situmorang, Santun Meinar Henderika
Abstrak :
Pendaftaran tanah adalah merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memberikan jaminan kepastian hukum mengenai tanah, hal ini ditetapkan oleh Undang-Undang Pokok Agraria. Namun tanah yang berada dalam Kawasan Huan tida didaftar pada Kantor Pertanahan. Ketiadaan pendaftaran tanah tersebut membawa akibat lemahnya pembuktian atas keberadaan Kawasan Hutan, meski atas tanah tersebut telah mendapat penunjukan dan penetapan sebagai Kawasan Hutan dengan surat keputusan Menteri Kehutanan. Hal ini terlihat pada putusan atas sengketa Tanah yang berada dalam Kawasan Hutan, yakni putusan-putusan yang menjadi obyek analisis dalam tesisi ini. Intinya adalah bahwa gugatan tidak dapat diterima karena letak, batas, luas tanah tidak jelas. Alasan ini telah dipergunakan oleh hakim pada putusan Peninjauan Kembali pada tahun 1989 dan kemudian diikuti oleh hakim pada Pengadilan Tinggi pada tahun 2007, Hakim tidak meninjau sengketa tersebut dari sudut hukum Pertanahan dan Undang-Undang Kehutanan. Hakim hanya terpaku pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata saja, yaitu tentang pembuktian. Hal ini jelas merupakan kelemahan yang diakibatkan oleh ketiadaan pendaftaran tanah terhadap Kawasan Hutan. Sesungguhnya jika diteliti tidak ditemukan ketentuan yang menyatakan bahwa Kawasan Hutan bukan merupakan obyek pendaftaran tanah. Berdasarkan tujuan dari pendaftaran tanah yakni, untuk memberi jaminan kepastian hukum terhadap tanah, Kawasan Hutan sebaiknya didaftarakan di Kantor Pertanahan sebagai tanah Negara, sesuai hukum pertanahan maka untuk pendafataran tanah Negara tidak akan diterbitkan sertipikat, tapi hanya didaftar pada daftar tanah di kantor pertanahan. Pendaftaran menurut hukum pertanahan akan memberi kepastian hukum terhadap Kawasan Hutan dan juga Departemen Kehutanan akan mempunyai alat bukti yang kuat tentang status tanah dalam Kawasan Hutan, serta akan melindungi keberadaannya dari usaha masyarakat sekitar yang mengklaim persilpersil tanah dalam Kawasan Hutan sebagai tanah milik.
Land registration is-an activity conducted to provide legal certainty assurance regarding iand, this is stipulated by the based principles of Agrarian Law however, land located in forest area is not registered at land office. The absence of land registration over Forest area has caused the weakness for evidencing for existence force regarding the presence of forest area* even though over such land has been obtained designation and affirmation as forest area through the decree of the Minister of Forestry according to the Forestry Law. This can be noticed in the decisions towards disputes over lands located in forest area, which are the decisions which become the object of analysis in this essay. The principles of such decisions is the claim is unacceptable because the location; bordera, size, of the disputed land is not clear, this reason of the judges has been used in the decision for judicial review to the supreme court in 1978, and then, it was f ollowed by judges in the high courts in 2007, the judges did not observe such dispute of land from the point of view of Land Law and Forestry Law, Judges was only focusing on the Civil Code which is regarding evidences . this is clèârly à weakness caused by the absence o f land registration over Forest Area, Actually* if being observed, cannot be found the presence of provision which states that Forest Area is not an object of Land Registration. Based on the objective of land registration, which is, to provide legal certainty assurance over land, Forest Area should be registered at the Land Office as State Land. Registration according to Land Law will provide legal certainty. With land registration over Forest Area, then, the Ministry of Forestry will have sound evidence regarding the status of the land in Forest Area. And it will also protect its presence from the effort of its surrounding community who claim the parcels of lands in Forest Area as their proprietary rights.
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T36971
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Paula Leonardi
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T37017
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Pahlevi
Abstrak :
Permasalahan yang terjadi di kalangan masyarakat pedesaan dalam hal Pendaftaran tanah secara sporadik, antara lain bahwa pelaksanaan pendaftaran tanah jarang dilakukan atas dasar kesadaran akan kewajibannya sebagai warga negara untuk mendaftarkan hak atas tanahnya tetapi lebih terdorong oleh kebutuhan praktis, tidak terkecuali pada masyarakat desa Jampang, kecamatan Kemang, kabupaten Bogor. Penelitian difokuskan terhadap pokok-pokok permasalahan penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dalam hal pendaftaran tanah secara sporadik di Kantor Pertanahan Kabupaten Bogor dan kendala yang dihadapi dalam praktik pendaftaran tanah secara sporadik di kantor kelurahan Jampang, kecamatan Kemang, kabupaten Bogor. Metode penelitian yang dipakai adalah penelitian kepustakaan dengan pendekatan yuridis normatif yang disertai dengan analisis data sekunder dan didukung dengan penelitan lapangan melalui studi dokumen dan wawancara. Hasil penelitian dirumuskan sebagai kesimpulan bahwa proses pendaftaran diawali dengan penelitian membuat surat-surat pernyataan mengenai keabsahan kepemilikan tanah. "Lampiran 13" diisi oleh pemohon atau kuasanya dilampiri tanda bukti hak kepemilikan terakhir, surat pernyataan dan pemilikan dan pengusaan tanah, surat pernyataan tidak sengketa, tidak diperjual belikan atau dijadikan jaminan dan Tanda Pelunasan Pajak Bumi dan Bangunan serta Surat Permohonan Pengukuran yang dilampiri dengan keterangan status tanah dan pernyataan pemasangan tanda batas (patok). Pemohonaan harus melunasi PBB dan Penerimaan Pungutan Desa sebelum pendaftaran tanah diajukan ke Kantor Pertanahan Kabupaten Bogor. Hasil pengukuran petugas Kantor Pertanahan merupakan data terakhir yang akan dicantumkan dalam sertifikat. Data fisik dan data yuridis diumumkan sebelum sertifikat diterbitkan dengan masa tenggang 60 hari. Kendala yang ada sering timbul dari pembagian hak waris tanpa Akta Penetapan Waris, perselisihan terhadap batas tanah dengan jalan setapak dan "galengan" sawah, batas pada jalan setapak serta tunggakan luran Pungutan Desa.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T17966
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moh. Frans Yoga Sugama
Abstrak :
Pendaftaran tanah adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan hak atas tanah dan pendaftaran tanah diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria dan Peraturan Pemerintah No 24 tahun 1997 sebagai penyempurnaan dari PP no 10 di 1961 tentang pendaftaran tanah, pendaftaran tanah di Indonesia menghasikan satu sertifikat sebagai alat pembuktian yang kuat dalam hal kepemilikan tanah dan pendaftaran tanah bertujuan untuk memberikan jaminan kepastian hokum, tetapi dalam kenyataannya tidak dapat secara optimal dalam hal memberikan jaminan kepastian hukum kepadan seseorang, tidak adanya jaminan kepastian hokum yang mutlak yang diberikan oleh peraturan kepada pemegang hak atas tanah kemudian dapat menyebabkan timbulnya masalah dikemudian hari yang didasari dari tidak adanya kepastian hukum. Untuk dapat memberikan suatu kepastian hukum perlu dilakukan suatu perubahan peraturan hukum yang mendasar dan sistem pendaftaran tanah di Indonesia.
The registration of the land was an activity that was carried out to get the upper right of a land and the registration of the land in arranged of the main regulations of Agriculture and the Government Regulation no 24 in 1997 as the finishing from PP no 10 in 1961 about the registration of the land, the registration of the land in Indonesia produced one certificate as the authentication implement that was strong on ownership of a land and the registration of the purposeful land to give the assurance guarantee of the law but in matter of fact was not realized optimally in the matter gave the legal guarantee to someone. The nonexistence of the assurance guarantee of the absolute law that was given by regulations to the holder of land rights then will cause a problem that was caused in afterward the day because of the assurance of the law was the aim of the foundation of the Registration of this land. Then to be able to give the assurance law guarantee this needed to be carried out by a good change in the regulation and system available in Indonesia.
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T21787
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Willyardi Winata
Abstrak :
[ABSTRAK
Tanah Partikelir merupakan tanah yang diciptakan oleh Pemerintah Kolonial Belanda dengan cara menjual tanah tersebut kepada pihak swasta yang terdiri dari orang asing seperti golongan timur asing golongan eropa maupun golongan pribumi yang dianggap berjasa kepada VOC Tanah partikelir mempunyai hak hak keistimewaan yang bertentangan dengan prinsip keadilan sosial sehingga dianggap sebagai suatu negara didalam negara berbagai upaya penghapusan dilakukan baik oleh pemerintah kolonial Belanda sendiri maupun pemerintah Indonesia Upaya tersebut antara lain pembelian kembali tanah tanah partikelir kemudian pemerintah Indonesia melalui Undang Undang Nomor 1 Tahun 1958 Tentang Penghapusan Tanah Tanah Partikelir menegaskan bahwa tanah tanah partikelir maupun tanah tanah yang luasnya melebihi 10 bauw dihapuskan dan menjadi tanah negara dan kepada setiap pemilik tanah partikelir diberikan ganti kerugian berupa uang maupun hak atas tanah Salah satu tanah negara bekas tanah partikelir adalah di daerah Kelurahan Jembatan Lima Jakarta Barat yang sampai sekarang masih dimiliki oleh pemilik atau ahli warisnya maupun oleh pihak yang menguasai secara fisik tanah tersebut yang dibuktikan dengan surat partikelir atau eigendom verponding Namun sejak berlakunya undang undang tersebut alat bukti kepemilikan tanah partikelir masih diakui dan merupakan suatu dokumen administrasi yang diperlukan untuk pendaftaran sehingga secara de facto tanah partikelir masih diakui keberadaannya dan dapat didaftarkan untuk memperoleh hak atas tanah dan diberikan Sertipikat sebagai tanda bukti hak berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.
ABSTRACT
Private land is land that was created by the Dutch colonial government, by selling the land to private parties consisting of a group of strangers as foreign east, europe groups, as well as indigenous groups are credited to the VOC. Private land rights have privileges that are contrary to the principles of social justice that is considered as a state within a state. abolition efforts undertaken by the Dutch colonial government itself and the Indonesian government. Such efforts include the repurchase of private lands, then the Indonesian government through Act No. 1 of 1958 on the Abolition of private lands confirms that the private lands or lands which covers more than 10 bauw abolished and became the ground state and the any private land owners are given compensation in cash or land rights. One former state land is private land in the Village area of Lima Bridge, West Jakarta, which is still owned by the owners or their heirs or by the party that controls the land physically, as evidenced by a private or eigendom verponding. Since the enactment of this regulation such as, evidence of private land ownership was recognized and a number of documents required for registration so that the de facto private land still recognized and can be registered to obtain land rights and given certificate as proof of rights under Government Regulation No. 24 of 1997 On Land Registry;Private land is land that was created by the Dutch colonial government, by selling the land to private parties consisting of a group of strangers as foreign east, europe groups, as well as indigenous groups are credited to the VOC. Private land rights have privileges that are contrary to the principles of social justice that is considered as a state within a state. abolition efforts undertaken by the Dutch colonial government itself and the Indonesian government. Such efforts include the repurchase of private lands, then the Indonesian government through Act No. 1 of 1958 on the Abolition of private lands confirms that the private lands or lands which covers more than 10 bauw abolished and became the ground state and the any private land owners are given compensation in cash or land rights. One former state land is private land in the Village area of Lima Bridge, West Jakarta, which is still owned by the owners or their heirs or by the party that controls the land physically, as evidenced by a private or eigendom verponding. Since the enactment of this regulation such as, evidence of private land ownership was recognized and a number of documents required for registration so that the de facto private land still recognized and can be registered to obtain land rights and given certificate as proof of rights under Government Regulation No. 24 of 1997 On Land Registry;Private land is land that was created by the Dutch colonial government, by selling the land to private parties consisting of a group of strangers as foreign east, europe groups, as well as indigenous groups are credited to the VOC. Private land rights have privileges that are contrary to the principles of social justice that is considered as a state within a state. abolition efforts undertaken by the Dutch colonial government itself and the Indonesian government. Such efforts include the repurchase of private lands, then the Indonesian government through Act No. 1 of 1958 on the Abolition of private lands confirms that the private lands or lands which covers more than 10 bauw abolished and became the ground state and the any private land owners are given compensation in cash or land rights. One former state land is private land in the Village area of Lima Bridge, West Jakarta, which is still owned by the owners or their heirs or by the party that controls the land physically, as evidenced by a private or eigendom verponding. Since the enactment of this regulation such as, evidence of private land ownership was recognized and a number of documents required for registration so that the de facto private land still recognized and can be registered to obtain land rights and given certificate as proof of rights under Government Regulation No. 24 of 1997 On Land Registry, Private land is land that was created by the Dutch colonial government, by selling the land to private parties consisting of a group of strangers as foreign east, europe groups, as well as indigenous groups are credited to the VOC. Private land rights have privileges that are contrary to the principles of social justice that is considered as a state within a state. abolition efforts undertaken by the Dutch colonial government itself and the Indonesian government. Such efforts include the repurchase of private lands, then the Indonesian government through Act No. 1 of 1958 on the Abolition of private lands confirms that the private lands or lands which covers more than 10 bauw abolished and became the ground state and the any private land owners are given compensation in cash or land rights. One former state land is private land in the Village area of Lima Bridge, West Jakarta, which is still owned by the owners or their heirs or by the party that controls the land physically, as evidenced by a private or eigendom verponding. Since the enactment of this regulation such as, evidence of private land ownership was recognized and a number of documents required for registration so that the de facto private land still recognized and can be registered to obtain land rights and given certificate as proof of rights under Government Regulation No. 24 of 1997 On Land Registry]
2015
T43077
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rita Salim
Abstrak :
ABSTRAK
Saat ini masih banyak masyarakat yang belum mendaftarkan tanahnya menjadi tanah bersertipikat walaupun mereka mengetahui bahwa sertipikat merupakan bukti yang paling kuat untuk kepemilikan atas tanah. Masyarakat enggan untuk melakukan pendaftaran tanah karena berbagai alasan seperti: pendaftaran yang rumit dan berbelit-belit, pengurusan sertipikat yang membutuhkan waktu lama, biaya yang tidak sedikit serta pajak atas perolehan tanah yang tinggi akibat harga tanah yang semakin melambung dan berbagai alasan lainnya. Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah melalui Badan Pertanahan Nasional menelurkan PRONA atau Program Prioritas Nasional untuk pengesahan kepemilikan tanah sejak tahun 1981. Hal ini mendapat tanggapan positif dari masyarakat. Tangerang, sebagai salah satu kota terbesar di propinsi Banten, menjalankan program PRONA sejak diterbitkan oleh pemerintah pusat. Penulis mengangkat topik “Praktik Pendaftaran Tanah Pertama Kali Melalui Kegiatan PRONA di Kota Tangerang” untuk mengetahui dan menganalisa berbagai permasalahan dan kasus yang timbul dan solusi serta pemecahan masalah dalam pelaksanaan program Kegiatan PRONA di Kantor Pertanahan Kota Tangerang.
ABSTRACT
Nowadays, many people did not register their land at Land Registry Office even though they knew that the land ownership certificate was the most powerful proof in law. People are reluctant to register their land for many reasons such as: the complicated registration and convoluted, the maintenance of which takes a long time, no small cost and the tax on the acquisition of land which is high due to the increasingly inflated land prices and other reasons. To overcome these problems, the government through the National Land Council spawn PRONA or National Priority Program for approval of land ownership since 1981. It received many positives feedbacks from the community. Tangerang city, as one of the largest city in the Banten province, ran the PRONA program since issued by the central government. The author raised the topic "The First Land Registry Practiced Through PRONA activities in Tangerang City" to identify and analyze the various issues and cases that arise and also some solutions and problems solving in the first implementation of PRONA activities at the Land Office of Tangerang city.
2014
T42650
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Monicke Cintyara
Abstrak :
Dalam memanfaatkan dan menggunakan tanah, pemegang hak wajib memiliki bukti alas hak yaitu sertipikat. Namun, masih banyak masyarakat yang menguasai suatu tanah tanpa di dasari sertipikat. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai kedudukan hukum rincik sebagai alat bukti hak atas tanah serta pertimbangan hakim seharusnya dalam menjatuhkan putusan terhadap kedudukan rincik sebagai alat bukti hak atas tanah berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1765 K/Pdt/2022. Metode penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan tersebut adalah dengan metode penelitian doktrinal. Hasil penelitian ini adalah kedudukan rincik sebagai alat bukti hak atas tanah tidak memiliki kekuatan hukum yang kuat sebagai pembuktian kepemilikan suatu hak atas tanah. Kedudukan rincik tidak dapat disebut sebagai bukti kepemilikan hak atas tanah karena tanda bukti kepemilikan yang diakui oleh peraturan perundang-undangan adalah sertipikat, serta menilai bahwa pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan belum sepenuhnya tepat karena tidak mempertimbangkan fakta tentang penguasaan tanah dalam jangka waktu 20 (duapuluh) tahun atau lebih yang hal ini berdasarkan Pasal 24 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menegaskan seseorang yang menguasai fisik tanah selama kurun waktu 20 (dua puluh) tahun secara terus-menerus dapat mendaftarkan diri sebagai pemegang hak atas tanah tersebut. ......In utilizing and using land, rights holders must have proof of the basis of rights, namely certificates. However, there are still many people who control a land without being based on a certificate. The issues raised in this study are regarding the position of detailed law as evidence of land rights and the judge's consideration should be in handing down a decision on the position of rincik as evidence of land rights based on Supreme Court Decision Number 1765 K / Pdt / 2022. The research method used to answer these problems is doctrinal research methods. The result of this study is that the detailed position as evidence of land rights does not have strong legal force as proof of ownership of a land right. The detailed position cannot be referred to as proof of ownership of land rights because the proof of ownership recognized by laws and regulations is a certificate, and considers that the judge's consideration in handing down the decision is not entirely appropriate because it does not consider the facts about land tenure within a period of 20 (twenty) years or more, which is based on Article 24 paragraph (2) of Government Regulation Number 24 of 1997 concerning Land Registration confirms A person who has physical control of the land for a period of 20 (twenty) years can continuously register as the holder of the right to the land.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>