Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
Panji Kresna
"Tesis ini membahas mengenai pembagian kewarisan, bahwa dalam kasus Putusan Pengadilan Agama Jakarta Pusat Nomor 161/Pdt.G/2001/PA JP yang mana pewaris memiliki 3 orang isteri, isteri pertama telah dicerai dan menghasilkan 5 orang anak, isteri kedua telah meninggal terlebih dahulu dan dikaruniai 7 orang anak akan tetapi seluruh ahli waris dari isteri kedua tidak menuntut bagian mereka karena mereka telah mendapatkan bagian mereka tersendiri hal ini terlampir dari surat pernyataan yang telah mereka buat, dari isteri ketiga dikaruniai 10 orang anak, dan anak dari isteri ketiga ini lah yang melakukan gugatan, permasalahan ini timbul karena terlambatnya pembagian harta warisan, dikarenakan lamanya waktu tersebut ada anak dari pewaris yang menyalahgunakan serta memanfaatkan keadaan tersebut dan mereka menguasai, menyewakan serta menggunakan kekerasan untuk mempertahankan apa yang mereka anggap itu adalah hak dari mereka, dan juga para ahli waris khususnya anak dari pewaris mempermasalahkan bagian mereka masing-masing.
Penelitian yang digunakan dalam penelitian pada penulisan hukum adalah penelitian hukum normatif. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metodologi normatif yang bersifat deskriptif. Tesis ingin menjelaskan mengenai pembagian harta warisan dalam hukum Islam juga status jual beli apabila objek jual beli tersebut adalah harta warisan, dimana segala sesuatu mengenai permasalahan kewarisan Islam telah di jelaskan dalam al-Qur'an, Sunnah, serta kompilasi hukum islam, serta segala perjanjian yang timbul sebelum adanya ketetapan dari Pengadilan Agama dan perjanjian tersebut telah disetujui oleh para ahli waris maka perjanjian tersebut adalah sah.
This thesis discusses the division of inheritance, that in case of Central Jakarta Religious Court Decision No. JP 161/Pdt.G/2001/PA which the heir has threewives, first wife had divorced and produced 5 children, second wife had died firstand blessed with seven children, but all the heirs of the second wife does not demand their share because they've got their own part of this is attached an affidavit that they have created, from the third wife blessed with 10 children, and children of this third wife was who did the lawsuit, this problem a rises because the delay indivision of property inheritance, because the length of time a child of the heir who abuse and exploit the situation and they control, lease and use violence to defent what they consider it is the right of them, and also the heir heir particularly concerned about the children of their own. Research used in research on legal writting is a normative legal research method used in research is a normative methodology is descriptive. Thesis to explain the division of inheritance under Islamic law also trading status when buying and selling of objects is the estate. Where everything about the problems of Islamic inheritance have been described in the Qur'an, Sunnah, and the compilation of Islamic law, and any agreement a rising prior to the determination of the Religious and the agreement has been approved by the heirs then the greement is valid."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
t21777
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library
Aridho Dzilfy Taukhid
"Penelitian ini menganalisis bagaimana keabsahan pengesahan perkawinan dan pengesahan anak yang dilakukan setelah kematian pewaris serta implikasinya terhadap pembagian harta warisan, khususnya didasarkan pada Putusan Nomor 552/Pdt.G/2018/PN Mdn. Penelitian ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Pengesahan perkawinan dan pengesahan anak merupakan sarana untuk memperjelas status suami, istri, dan anak dalam perkawinan sehingga dapat memperoleh hak keperdataan, termasuk hak waris. Namun, terdapat kasus di mana pengesahan perkawinan dan pengesahan anak dilakukan setelah kematian pewaris. Pengesahan perkawinan dan pengesahan anak yang dilakukan setelah kematian pewaris adalah mungkin untuk dilakukan. Pengesahan perkawinan dapat dilakukan setelah kematian pewaris melalui permohonan ke pengadilan negeri dengan membuktikan bahwa perkawinan tersebut telah sah secara hukum agama. Begitu juga terkait pengesahan anak setelah kematian pewaris dapat dilakukan melalui permohonan ke pengadilan negeri dengan membuktikan bahwa perkawinan kedua orang tua anak luar kawin telah sah secara hukum agama dan hukum negara, serta harus dibuktikan juga bahwa anak luar kawin dan ayahnya memiliki hubungan darah, baik berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum. Adapun implikasi dari pengesahan perkawinan setelah kematian pewaris adalah perkawinan tersebut menjadi diakui oleh hukum negara, sehingga pasangan yang masih hidup berhak menjadi ahli waris suami atau istri yang hidup terlama dalam ikatan perkawinan. Sedangkan, implikasi dari pengesahan anak setelah kematian pewaris adalah anak luar kawin akan berubah statusnya menjadi anak sah, sehingga ia berhak menjadi ahli waris anak sah. Implikasi dari pengesahan perkawinan dan pengesahan anak setelah kematian pewaris terhadap pembagian harta warisan dapat dilihat pada Putusan Nomor 552/Pdt.G/2018/PN Medan.
This research analyzes the validity of marriage legitimization and child legitimization conducted after the deceased's death and their implications for the division of inheritance, particularly based on Decision Number 552/Pdt.G/2018/PN Mdn. This research employs doctrinal legal research. Marriage legitimization and child legitimization are means to clarify the status of the husband, wife, and child in a marriage, enabling them to obtain civil rights, including inheritance rights. However, there are cases where marriage legitimization and child legitimization are carried out after the deceased's death. Marriage legitimization and child legitimization conducted after the deceased's death are possible. Marriage legitimization can be performed after the deceased's death through a petition to the district court by proving that the marriage was valid under religious law. Similarly, child legitimization after the deceased's death can be carried out through a petition to the district court by proving that the marriage of the out-of-wedlock child’s biological parents was valid under religious and state law, along with evidence that the out-of-wedlock child and their father share a blood relationship, supported by scientific and technological methods and/or other evidence admissible by law. The implication of marriage legitimization after the deceased’s death is that the marriage becomes recognized under state law, granting the surviving spouse the right to become the heir as the longest-living spouse in the marital bond. Meanwhile, the implication of child legitimization after the deceased’s death is that the status of the out-of-wedlock child changes to that of a legitimate child, granting them the right to become the heir as a legitimate child. The implications of marriage legitimization and child legitimization after the deceased’s death on the division of inheritance can be seen in Decision Number 552/Pdt.G/2018/PN Mdn. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library