Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Subur Wahono
Abstrak :
Penelitian ini berfokus pada kebijakan Pemerintah dalam rangka implementasi nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) Helsinki antara Pemerintah Republik Indonesia dengan kelompok separatis Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam. Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif dengan disain deskriptif analitis. Metode deskriptif akan menjabarkan kebijakan yang dijalankan oleh Pemerintah Republik Indonesia dalam melaksanakan nota kesepahaman Helsinki. Sedangkan metode analitik digunakan dalam membahas aktifitas peacebuilding dalam rangka menciptakan situasi aman serta pengaruhnya kepada ketahanan nasional Indonesia. Dari analisis terhadap data hasil penelitian, nota kesepahaman Helsinki secara literal telah mampu mengembalikan rasa ke-Indonesiaan (nasionalisme) rakyat Aceh kepada Republik dan menanggalkan keinginan merdeka. Post-conflict peacebuilding selama hampir 3 tahun mampu mendamaikan kedua belah pihak pelaku konflik dan mereduksi potensi konflik serta menghasilkan pemerintahan yang dilegitimasi rakyat melalui proses demokrasi (Pilkada Aceh) damai dengan terpilihnya drh. Irwandi Yusuf, M.Sc., sebagai Gubernur baru provinsi Nangroe Aceh Darussalam dan 20 Bupati/Walikota untuk periode tahun 2007 sampai 2012. Penyelesaian konflik mampu menyentuh akar masalah identitas Aceh dan ketidakadilan dibidang sosial dan ekonomi. Pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono dinilai mampu mewujudkan otonomi daerah dengan sharing of power di bidang pemerintahan, perimbangan keuangan dan penegakan hak asasi manusia dengan baik. Kedepan implementasi nota kesepahaman Helsinki harus mampu menegosiasikan kepentingan elite politik dengan rakyat Aceh dengan agenda utama pembangunan dalam mencapai kesejahteraan. Harapan untuk mewujudkan Aceh baru, adalah harapan untuk mewujudkan Indonesia baru.
This research focus at policy of Government in order to implementation of Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki betwen Republic Government of Indonesia with Free Aceh Movement (Gerakan Aceh Merdeka/GAM) in Nangroe Aceh Darussalam Provense. This is qualitatif research with deskriptif analitic desain. Descriptive method will formulate policy run by Republic Government of Indonesia in executing MoU Helsinki. While analytic method used in studying peacebuilding actifity in order to creating peaceful situation and its influence to Indonesian national resilience. From analysis to data result of research, MoU Helsinki by literal have been able to return to feel Indonesiaan (Acheh people nasionalisme) to Republic and take off desire independence. Peacebuilding post-conflict during almost 3 year can pacify both parties perpetrator of conflict and reduce conflict potency and also yield governance which is people legitimate through peaceful democracy process (Pilkada Acheh), chosenly drh. Irwandi Yusuf, M.Sc., as new Governor of Nangroe Acheh Darussalam province and 20 Regent/Mayor for the period of year 2007 until 2012. Solving of conflict can touch root of problem of Acheh identity and justice in economic and social area. Government of Susilo Bambang Yudhoyono assessed can realize autonomy with sharing of power in governance, monetary counter balance and straightening of human right. In the future implementation of MoU Helsinki have to negotiation between political elite and Acheh people with especial agenda of development in reaching prosperity. Expectation to realize new Acheh, is expectation to realize new Indonesia.
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T24968
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tokyo: Foundation for Advanced Studies on International Development, 2001
333.715 EVO
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Waffaa Kharisma
Abstrak :
ABSTRAK
Konsep peacebuilding liberal sering dikaitkan dengan kegagalan upaya liberalisasi pada negara-negara gagal yang dilanda perang, Hal ini berpangkal dari kecenderungan praktik liberal dalam pembangunan perdamaian untuk membingkai dan memperlakukannya sebagai 'proyek' liberal dan bukan sebagai upaya peacebuilding utamanya. Artikel ini melihat bahwasanya pembangunan perdamaian liberal layak dipertahankan apabila pembangunan tersebut mengakui dirinya sebagai proyek yang belum selesai. Artikel ini juga menganjurkan agar upaya pembangunan perdamaian lebih difokuskan pada solusi teknis daripada menekankannya sebagai sebuah gagasan ideologis. Peacebuilding liberal selayaknya ditarik dari definisi liberalisme yang lebih murni, terutama dengan memerhatikan gagasan kebebasan positif. Artikel ini dimulai dengan memecah premis dasar pembangunan perdamaian liberal serta menelisik dorongan ideologisnya, khususnya dengan merujuk pada paparan Roland Paris (2010). Lebih lanjut, artikel ini mengevaluasi berbagai kritik dan mengidentifikasi alternatif untuk agenda pembangunan perdamaian liberal. Selanjutnya, artikel ini menyampaikan argumen utama bahwa untuk menjauhkannya dari kritik terhadap pembangunan perdamaian liberal sebagai sebuah 'proyek' idelogis, pembangunan perdamaian liberal harus mengurangi ambisi liberalnya dan meninjau lagi titik pandangnya dengan kembali mengenali bahwa liberalisme dalam tubuh gagasannya sendiri memiliki nilai-nilai yang saling bertentangan. Artikel ini kemudian menawarkan untuk memprioritaskan stabilitas di negara pascakonflik dengan berkonsentrasi pada solusi teknis kasus-per-kasus, yang seringkali dikaitkan dengan membangun kapasitas kelembagaan dan memastikan adanya landasan yang dapat menjamin masyarakat lokal menyampaikan tujuan dan kepentingan kolektifnya.
Depok: Departemen Ilmu Hubungan Internasional FISIP UI, 2017
320 UI-GLOBAL 19:1 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Vyan Tashwirul Afkar
Abstrak :
NU adalah religious nongovernmental organization (RNGO) yang terlibat dalam peacebuilding Afghanistan sejak tahun 2011 hingga 2021. Dalam implementasinya, NU berperan sebagai aktor transnasional yang mengupayakan perdamaian lewat pengenalan nilai-nilai Islam Moderat kepada aktor-aktor konflik dengan harapan hal tersebut mampu mengubah karakter keagamaan mereka menjadi lebih moderat (tawasuth), seimbang (tawazun), toleran (tasamuh), adil (i’tidal), dan saling terikat dalam persaudaraan kebangsaan (ukhuwah wathaniyyah). Usaha tersebut diklaim berhasil dalam studi-studi terdahulu, seperti Faizin (2020), Pratama & Ferdiyan (2021), Mahfudin (2021), dan Mahfudin & Sundrijo (2021). Bahkan, berbagai literatur menyebut NU sebagai aktor yang signifikan dan lebih efektif menyelesaikan konflik daripada aktor negara dan lembaga internasional. Sayangnya, reeskalasi konflik dan perebutan kekuasaan di Afghanistan oleh Taliban pada Agustus 2021 menunjukkan bahwa peacebuilding selama satu dekade tersebut tidak berhasil. Oleh karena itu, penelitian ini mempertanyakan “Mengapa upaya peacebuilding NU di Afghanistan melalui promosi Islam Moderat tidak berhasil?”. Dengan pendekatan kualitatif dan metode analisis process tracing, penelitian ini menemukan bahwa ketidakberhasilan tersebut disebabkan oleh empat faktor, yaitu: ketidakselarasan ideasional, keterbatasan pengaruh, strategi yang tidak lengkap, dan ancaman keamanan. Keempat hambatan tersebut berada di empat dimensi yang berbeda namun saling mempengaruhi dan saling berkelindan: ideational, relational, instrumental, dan situational. ......NU, a religious non-governmental organization (RNGO), has been actively involved in peacebuilding initiatives as a transnational actor in Afghanistan from 2011 to 2021. Its approach focuses on promoting the values of Moderate Islam to conflicting parties in the hopes of fostering a more moderate, balanced, tolerant, just, and nationally unified religious outlook. Previous studies by Faizin (2020), Pratama & Ferdiyan (2021), Mahfudin (2021), and Mahfudin & Sundrijo (2021) have highlighted NU's significant role in conflict resolution, surpassing that of state actors and international organizations. However, the unfortunate resurgence of conflict and power struggles initiated by the Taliban in August 2021 has revealed the limited success of NU's decade-long peacebuilding efforts. This research seeks to understand the reasons behind the failure of NU's peacebuilding endeavors in Afghanistan, specifically focusing on the promotion of Moderate Islam. Employing a qualitative approach and process tracing analysis, the study identifies four contributing factors: a lack of ideational coherence, limited influence, incomplete strategies, and security threats. These barriers, situated within distinct dimensions—ideational, relational, instrumental, and situational—interact and mutually reinforce each other, hindering NU's peacebuilding objectives
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Reawaruw, Hanny Octoviana
Abstrak :
Tesis ini menganalisa tentang keberhasilan UNHCR dalam menangani proses repatriasi sukarela para pengungsi Afghanistan, guna mendukung pelaksanaan post-conflict peacebuilding secara keseluruhan di negara Afghanistan. Konflik yang terjadi di Afghanistan merupakan konflik yang berkepanjangan, yang menimbulkan civil war, dan menyebabkan berbagai akibat buruk bagi negara dan rakyat Afghanistan sendiri. Dengan semakin lama dan tidak adanya penyelesaian yang konkrit selama 21 tahun, masyarakat Afghanistan berusaha untuk mencari cara menyelamatkan dirinya. Salah satunya adalah terjadi arus pengungsian besar - besaran keluar dari Afghanistan, menuju ke negara - negara tetangga terdekat ataupun ke negara lain yang dianggap bisa memberikan perlindungan dan keamanan. Pengungsi Afghanistan mulai bergerak tanpa bantuan dari pihak mana pun. Sedangkan negara - negara yang kedatangan akan para pengungsi tersebut tidak dapat berbuat apa - apa, kecuali menerima dan menampung mereka. Namun kedatangan para pengungsi tersebut, seiring dengan berjalannya konflik yang tidak selesai, tidak terbendungkan dan membuat negara - negara tetangga mulai menyerah dan meminta bantuan dunia internasional untuk turut menangani akan pengungsi tersebut. Akhirnya dengan persetujuan PBB, UNHCR sebagai badan yang mengurusi masalah pengungsi di dunia, mulai menangani masalah pengungsi Afghanistan pada tahun 1979. PBB mulai memfasilitasi kedatangan para pengunsi Afghanistan ke negara - negara tetangga sekitar dan mengurusi keperluan mereka selama mereka berada di sana. Seiring dengan berjalannya waktu, akhirnya civil war di Afghanistan dapat dihentikan dengan campur tangan dari pihak asing. Arus pengungsi yang hendak kembali pun meningkat secara tajam , dan membutuhkan pertolongan UNHCR untuk mefasilitasinya. Dengan jatuhnya rezim Taliban, UNHCR mulai mempersiapkan kepulangan pengungsi Afghanistan, pada tahun 2002, yang ternyata merupakan proses repatriasi terbesar yang dilakukan oleh UNHCR. Penelitian dalam tesis ini bertujuan untuk menjelaskan keberhasilan UNHCR dalam post-conflict peacebuilding dengan kasus repatriasi sukarela pengungsi Afghanistan, pada periode 2002. Konsep yang digunakan sebagai alat bantu analisa dalam tesis ini adalah peacebuilding. Peacebuilding merupakan proses yang memiliki memiliki nuansa kultural yang kental karena bertujuan untuk melakukan perombakan - perombakan struktur sosial budaya yang dapat mengarah kepada pembentukan komunitas perdamaian yang langgeng. Post-conflict peace-building mengandung makna tindakan - tindakan yang diambil pada akhir konflik untuk mengkonsolidasikan perdamaian dan mencegah terjadinya kembali konfrontasi persenjataan. Dalam konsolidasi perdamaian dibutuhkan lebih dari sekedar diplomasi murni dan aksi militer, dan usaha untuk pembangunan perdamaian yang bersama - sama dibutuhkan untuk menunjukkan berbagai faktor yang menyebabkan konflik. Seluruh kegiatan peacebuilding ini dapat dilakukan bila para pengungsi atau internal displaced person pulang kembali (repatriasi) dan bereintegrasi ke daerah asalnya. Apabila orang - orang tersebut tidak kembali ke daerah asal mereka maka proses perdamaian tidak akan berjalan efektif. Dengan berepatriasi dan berintegrasinya para pengungsi ke lingkungan asalnya, mereka dapat membantu berjalannya proses peacebuilding yang sedang berlangsung. UNHCR (United Nations High Comissioner of Refugees) sebagai salah satu organisasi internasional, melakukan tugasnya untuk memastikan repatriasi yang aman, lancar dan cepat dan menempatkan kembali para pengungsi. Ada dua fungsi utama UNHCR, yaitu perlindungan internasional dan pencarian solusi berjangka panjang terhadap masalah pengungsi. Dalam melaksanakan fungsi kedua, solusi perrnanen, UNHCR berupaya memudahkan repatriasi sukarela para pengungsi dan re-integrasi ke dalam negara asal mereka atau, jika hal itu tidak memungkinkan, membantu mempermudah integrasi mereka di negara pemberi suaka atau di negara tempat mereka dimukimkan kembali. Proses repatriasi sukarela pengungsi Afghanistan sendiri berhasil dilakukan oleh UNHCR dan para partner yang bekerjasama mulai dari proses perencanaan hingga pelaksanaannya. Dari berbagai fakta yang dibahas dalam tesis ini, dapat dikatakan UNHCR berhasil melakukan fasilitasi repatriasi sukarela, dengan indikasi kepulangan pengungsi Afghanistan yang lebih dari perkiraan/perencanaan bahkan yang terbesar yang pernah dilakukan. Keberhasilan dari UNHCR ini tidak terlepas dari terlaksananya faktor - faktor pendukung proses pecebuilding. Namun yang perlu diingat ada beberapa hal yang menjadikan faktor - faktor tersebut berhasil dilaksanakan, yaitu adanya perubahan pemerintahan Afghanistan yang baru, yaitu pemerintahan koalisi dan berbagai partai politik serta etnis dari seluruh negara Afghanistan, serta adanya campur tangan yang besar dari Amerika Serikat. Dengan beralaskan kemanusiaan, pemerintah Amerika berusaha menutupi maksud ekonomisnya, yaitu untuk kepentingan keamanan pipa - pipa minyaknya yang melintas di Afghanistan, dalam membantu Afghanistan, mulai dari saat penghancuran rezim Taliban sampai pada proses post-conflict peacebuilding di Afghanistan. Dengan mengabaikan akan sebab sesungguhnya Amerika Serikat mau menolong Afghanistan, peranan Amerika Serikat ini telah membantu UNHCR dalam menyelenggarakan proses pemulangan pengungsi Afghanistan.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T11571
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Iqbal
Abstrak :
Konflik yang terjadi karena benturan kepentingan menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah manusia. Perang Kongo Kedua yang melibatkan sembilan negara membuktikan bahwa konflik dan kekerasan masih menjadi alat utama untuk meraih kepentingan. Perang ini berhenti di tahun 2003 setelah penandatanganan perjanjian damai Sun City. Perjanjian ini membuka jalan bagi dibentuknya negara demokrasi di RDK dengan bantuan dari aktor-aktor peacebuilding internasional, salah satunya MONUC. Akan tetapi kenyataannya konflik dan kekerasan terus terjadi khususnya di daerah Kivu. Skripsi ini berusaha untuk menganalisis mengaap peacebuilding tidak berhasil meskipun sudah terbentuk negara demokrasi di RDK dengan menggunakan empat indikator, pertama karakteristik pemerintahan yang terbentuk, kedua alienasi kelompok masyarakat lokal, ketiga strategi aktor peacebuilding, dan keempat hubungan antar negara di kawasan Great Lakes Afrika. Kemudian akan dilihat pula bagaimana keempat indikator ini saling memengaruhi dan menciptakan hambatan dalam proses peacebuilding di RDK. ......Conflict that is caused by the clash of interest is one of the integral parts in human history. The Second Congo War that put nine different states in one massive war was one of the most prominent examples on how violence is still being used as a tool to achieve their interests. The signing of Sun City peace accord in 2003 gave way to the creation of democratic states in DRC with the assistance of international peacebuilding actors, one of the most important of them was MONUC. Surprisingly the creation of democratic state didn?t necessarily mean that violence would stop, especially in the province of Kivus in the eastern part of DRC. This thesis try to seek and analyze the reason why violence is still occuring in DRC despite the existence of democratic government. Four indicators will be used to analyze the phenomena, first is the characteristic of the new government, second is the alienation of the local community in DRC, third is the strategy of the peacebuilding actors, and fourth is the relations between states in the African Great Lakes region. This thesis will also see how those four indicators affecting one another and creating an obstacle in the implementation of peacebuilding in DRC.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S57370
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Septania Rubi Prameswari
Abstrak :
ABSTRAK
Hingga saat ini, telah lebih dari 15 tahun sejak Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa 1325 tahun 2000 disahkan. Beberapa resolusi lainnya sebagai pendukung resolusi tersebut juga telah disepakati. Namun demikian, wanita masih perlu berjuang untuk memperoleh haknya, terutama di Negara Negara konflik dan pasca konflik. Mendukung peranan wanita untuk resolusi pembangunan paska konflik dapat menjadi salah satu tema bagi program unggulan Indonesia. Sebelumnya, pada saat kampanye sebagai anggota tidak tetap DK PBB 2019 hingga 2000, Indonesia berkomitmen untuk meningkatkan jumlah wanita pada Pasukan Penjaga Keamanan PBB. Terkait dengan hal ini, Indonesia perlu menyusun program yang dapat mendukung peran Indonesia sebagai anggota tidak tetap DK PBB 2019 hingga 2020.
Jakarta: Policy Analysis and Development Agency, 2018
300 JHLN 4:1 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library