Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 688 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Depkes, 1992
362.11 IND p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Maskito A. Soerjoasmoro
Abstrak :
Puskesmas yang merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan masyarakat, saat ini kuantitasnya sudah mencukupi, tetapi bagaimana dengan kualitasnya? Penelitian ini ingin mendapatkan gambaran tentang kinerja petugas pengisi formulir stratifikasi yang merupakan alat evaluasi Puskesmas. Metoda penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Unit analisis adalah petugas pengisi formulir stratifikasi seluruh puskesmas Kabupaten Tangerang. Cara memperoleh datanya dengan wawancara terstruktur dan dengan menilai kinerja petugas dari hasil isian formulir stratifikasi tahun 1992. Hasil variabel independen masukan yaitu pendidikan, pengetahuan, bimbingan, jabatan, lama bekerja, kepuasan, pendapat, pengisian dan ketekunan yang berhubungan dengan kinerja petugas adalah pengetahuan dan kepuasan bekerja. Variabel-variabel independen proses yaitu tingkat kesulitan tidak ada yang berhubungan bermakna dengan kinerja petugas. Sedangkan variabel independen lingkungan yaitu data, sarana dan waktu yang tersedia serta Hubungan dengan atasan, yang berhubungan dengan kinerja adalah sarana dan waktu. Hasil variabel dependen yaitu ketepatan, kelengkapan dan kecermatan hasilnya 86% kurang dan 14% yang baik. Hal-hal panting lain yang memberikan dorongan kinerja adalah bimbingan, tersedianya data dan perbaikan formulir stratifikas Puskesmas. Kesimpulan terdapat hubungan bermakna antara pengetahuan, kepuasan bekerja, sarana buku pedoman dan waktu pengisian terhadap hasil kinerja petugas pengisi formulir stratifikasi. Sebagai saran perlu ditingkatkan pengetahuan petugas, diusahakan agar pekerja puas baik fisik maupun mental, dicukupi sarananya dan alokasi waktu yang cukup untuk mengerjakan tugasnya. Puskesmas-puskesmas Kabupaten Tangerang agar lebih memperhatikan kinerja pengisian formulir stratifikasi Puskesmas sehingga hasilnya lebih baik. Untuk Dinkes Kabupaten DT II Tangerang agar memberikan bimbingan dan penyuluhan tentang pentingnya stratifikasi Puskesmas dan peningkatan kinerja. ...... A Case study on factors connected with performance of officers responsible for Health Center (Puskesmas) Stratification has been carried out in Tangerang Regency, West Java, Indonesia. The study incorporate all 43 puskesmas in the regency and select one person from each Puskesmas, who was responsible for Puskesmas stratification, as a responder for the unit analysis. Data for independent variable collected for the study wa conducted through structural interview at February 15, 1993. And for the dependent variable, data collected by measurement of the performance od the filling 1992 Tangerang Regency Puskesmas Stratification. The result indicated that some factors (i.e Knowledge, Job Satisfaction, Studies Guide book and Enough Time Allocation), Significantly connected with increased performance. Performance itself, measured through exactness, completeness and accuracy of Puskesmas Stratification fill in, showed an inadequate 86% Low result with only 14% fair result. Other important factors indicating performance stimulation were personal training, data availability and stratification form improvement. It was suggested to increase Knowledge, Job Satisfaction, resources fulfillment and allocating enough time for persons involve in Puskesmas stratification to rise their performance. Puskesmas in Tangerang Regency should also suggested to increased their effort for a better performance result. Regency Health office should increased their training, guidance and information regarding the importance of Puskesmas Stratification performance.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tuti Surtimanah
Abstrak :
Pelatihan penyuluhan untuk meningkatkan kinerja petugas telah banyak dilakukan, namun pengaruhnya terhadap kinerja petugas pengelola penyuluhan Puskesmas belum diketahui. Penelitian menggunakan disain kuasi eksperimen dengan intervensi pelatihan penyuluhan terhadap petugas pengelola penyuluhan Puskesmas di Kabupaten Indramayu dengan kontrol petugas di Kabupaten Cirebon Propinsi Jawa Barat. Uji t kinerja kelompok intervensi sebelum dan sesudah pelatihan, menunjukkan peningkatan kinerja 49,35 dengan p = 0,000. Uji t peningkatan kinerja antara kelompok intervensi dan kontrol menunjukkan pelatihan meningkatkan kinerja lebih tinggi 37,48 dengan p = 0,000. Efektifitas pelatihan terhadap peningkatan kinerja 19,35 %. Penyesuaian rata-rata dengan anakova menghasilkan peningkatan kinerja di kelompok intervensi 48,73 dan perbedaan peningkatan 36,24. Uji t pengetahuan kelompok intervensi sebelum dan sesudah pelatihan menunjukkan pelatihan teoritis di kelas meningkatkan rata-rata pengetahuan sebesar 5,07 dengan p = 0,000. Dalam kurun waktu 5 bulan dengan latihan lanjutan selang waktu 2,5 bulan, menunjukkan tidak terjadi penurunan pengetahuan (p = 0,096). Di kelompok kontrol tidak terjadi perubahan, namun ada kecenderungan penurunan pengetahuan. Efektifitas pelatihan terhadap peningkatan pengetahuan 32,26 %. Kondisi bantuan, insentif, pedoman kerja dan evaluasi kerja dalam kategori kurang. lingkungan fisik dalam kategori kurang, sedangkan lingkungan sosial dalam kategori baik. Uji korelasi dan regresi di kelompok intervensi menunjukkan pedoman kerja berkontribusi terhadap kinerja (p = 0,044). Dapat disimpulkan pelatihan penyuluhan meningkatkan pengetahuan dan kinerja dibandingkan sebelum pelatihan. Peningkatan kinerja petugas yang mendapat pelatihan lebih tinggi dibandingkan petugas yang tidak mendapat pelatihan. Pelatihan dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja dengan pengembangan pelatihan yang sesuai kebutuhan petugas. Dilaksanakannya pelatihan disertai upaya peningkatan pedoman kerja, diharapkan dapat lebih meningkatkan kinerja petugas. Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan mengembangkan pengukuran kinerja melalui observasi proses. Selain itu penelitian efektifitas metoda pelatihan terhadap peningkatan kinerja dan studi kasus hubungan kinerja petugas pengelola penyuluhan Puskesmas dengan keberhasilan program penyuluhan kesehatan di Puskesmas. ......Health Education Training to improve staff performance was frequently done, but their influence on Puskesmas Health Educators was not known. The research used quasi experimental design, with the training of Puskesmas Health Educator in Indramayu as the intervention. The control was Health Educators at the District of Cirebon. The T-test in intervention group performance before and after the training showed an increase on performance score as high as 49.35, with p value = 0.000. The T-test for performance improvement showed that the training had improved the performance score of the intervention group 37.48 higher than the control group with p value = 0.000. The training effectivity on performance improvement was 19.35 %. Mean adjusted result using anacova test showed that performance improvement in the intervention group was 48.73, the difference with the control group was 36.24. The T-test on health education knowledge in the intervention group before and after training showed that classroom theoretical training increased knowledge as high as 5.07 in average, with p value = 0.000. In five months, with a retraining after 2.5 months, there was no decrease in knowledge (p value= 0.096). There was no change in the control group, although there was decreasing trend in knowledge. Training effectivity on knowledge improvement was 32.26 %. The condition of help, incentive, validity (guidelines) and work evaluation were in the bad category. The physical environment was in the bad category and the social environment was in the good category. Correlation and regression test in the intervention group showed that the contribution of guidelines on the performance was positive ( p value = 0.044). It can be summarized that health education training had improved the staff knowledge and performance. Performance improvement among the trained staff was higher the untrained staff. The training could be used for performance improvement based on staff need. The 'training together with guidelines improvement was hoped to improved staff performance. Continued research is needed to develop performance measurement through an observation process. Other possible researches are a research on training method effectivity on performance improvement, and case study on the correlation between Puskesmas Health Educator performance and succesfull health program at Puskesmas.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyuni Prabayanti
Abstrak :
The effective enforcement ofthe district autonomy regulations will influence all sectors included health sector. Public health center as the point of spear that directly provides health scmices to public, will be _inliuenced by that effect. Since the effective enforcement of district autonomy, health financing depend on the district?s income and the concem of the district government. Besides the health financing problems, health sector is also faced with public demand of good services. One way out altemative is application of self-financed public health center concept which public health centers are given authority to manage their functional revenue for filling their operational needs directly and to mobilize the potency of public financing in order to increase their quality of services. Tebet public health center as one ofthe self-financed public health centers in Jakarta is also faced with financing problem. Being self-financed public health center, one of the efforts is price adjustment because the prevailing prices have accorded to the reject pricing regulation which the prices of the seitltinanced public health center are similar with the prices of the public health center that not a self-financed one. Price adjustment effort must consider unit cost and ability to pay (ATP). There are no reliable estimate of unit cost and rationale price at Tebet public health center. So, the general objective of this study is to obtain the unit cost and the rationale price of the basic health services at Tebct public health center. The method used for cost analysis is the ?double distribution method" and the results were used for price simulation in which ATP'is used to obtain rationale price. The data was taken at 5 basic health services production units (BP, BPG, KB, KIA., Immunisation) in Tebet public health center fiom April until September 2000. The results indicated that from the 5 production units analizecl, the normative unit cost of BP is Rp.5.343, Dental Health Consultation is Rp.S_720, simple measures at BPG is Rp.l0_364, complex measures at BPG is Rp.2l.l34, Family Planning is Rp. 18.866, Mother and Children Care is R.p.7_018 and Immunization is Rp.4.628. The rationale prices for _each production units when the ATP is considerated, are as follow: BP production unit is Rp_7.000, Dental Health Consultation is Rp.7.000, simple measures at BPG is Rp. R.p. 18.000, complex measures at BPG is Rp. Rp.25.000, Family Planning is Rp.28.000, Mother and Children Care is Rp.8. 000, and Immunization is only Rp.900, because immunization is one ofthe public goods. With those results, it is Suggested for the public health center to ask about the extent of the rationale price to decision maker and to carry out operational cost eiiiciency. While the decision maker is suggested to adjust the price of self-finance public health centers.
Abstract
Dengan diberlakukannya Undang-undang tentang otonomi daerah, maka akan berdampak pada berbagai sektor termasuk sektor kesehatan. Puskesmas sebagai ujung tombak yang langsung memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat juga akan merasakan dampak dari pelaksanaan otonomi daerah. Dengan pemberlakuan otonomi daerah, pembiayaan kesehatan tergantung pada Pendapatan Asli Daerah dan ?concern? Pemerintah Daerah terhadap sektor kesehatan. Disamping pemxasalahan-pembiayaan, sektor kesehatan juga menghadapi tuntutan masyarakat akan pelayanan yang bermutu. Salah satu alternatif jalan keluarnya adalah dengan menerapkan konsep Puskesmas Swadanzg yaitug puskesmas diberi kewenangan untuk mengelola selumh pendapatan fungsionalnya untuk keperluan opcrasional dan mengoptimalkan mobilisasi potensi pembiayaan masyarakat dalam rangka mcningkatkan mulu pelayanan. Puskesmas Kecamatan Tebet, sebagai salah satu Puskesmas Swadana di DKI Jakarta juga menghadapi masalah pembiayaan Dalam upaya menjadi puskesmas yang mandiri, maka salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah penyesuaian tarif mengingat bahwa tarif yang benlaku di Puskesmas Tcbet masih nmcnggunakan pola tadf lama yang sama dengan puskesmas-puskesmas lain yang belum swadana. Upaya penyesuaian tarif hams dilakukan dengan mempcrtimbangkzm biaya satuan dan kemampuan membayar masyarakat (ATP) Permasalahan yang dihadapi adalah belum diketahuinya biaya satuan dan tarif rasional di Puskcsmas Tebet. Dcngan dcmikian tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran mcngenai besarnya biaya saluan dan tarif rasional pelayanan dasar di Puskesmas Tcbet. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskdptif analitik dengan rancangan cross sectional. Metoda analisis biaya yang digunakan adalah double distribution dan aplikasi ATP melalui simulasi tarif. Data diambil dari bulan April sampai dengan September 2000 pada unit pelayanan dasar (BP, BPG, KB, KIA dan lmunisasi) di Puskesrnas Tebct, data ATP dari SUSENAS tahun 1999. Hasil pcnelitian menunjukkan bahwa dari 5 unit produksi pelayanan dasar yang dianalisis biaya saman dan tarifrasionalnya didapatkan biaya satuan normatif di unit BP sebesar Rp.5.343, pcmcriksaan di BPG sebesar Rp.5.'720, tindakan ringan di BPG sebesar Rp_10.364, tindakan berat di BPG sebesar Rp.2l.l34, KB sebesar Rp.18_866, KIA sebcsar Rp_7.018 Serta Imqrlisasi sebesar Rp.4.628. Kcnaikan tarif dengan mempertimbangkan kemampuan membayar masyarakat (ATP) yang direkomendasikan untuk BP adalah sebesar Rp.7.000, pcmcxiksaan gigi Rp.7_O00, tarif tindakan ringan di BPG Rp.18.000, tarif tindakan berat di BPG Rp.25;000, tarifKB Rp.2s_ooo, tarifKIA Rp.8.000, tariff lmunisasi tetap Rp.9oo karena Imunisasi merupakan salah salu public goods. Dengan hasil tersebut disarankml bagi puskesmas untuk mengusulkan kepada pengambil keputusan tentang besamya tarif rasional di unit pelayanan dasar dan melakukan efisiensi biaya opemsional_ Sedangkan bagi pengambil keputusan untuk menetapkan tarif puskesmas terutama Puskesrnas Swadana sesuai dengan biaya satuan dan kemampuan membayar masyarakan.
Universitas Indonesia, 2001
T5499
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manangsang, Yohannis
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1992
610.92 MAN d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
P. S. Widodo
Abstrak :
ABSTRAK Penelitian potong lintang dengan sampel tenaga gizi Puskesmas dilakukan di 5 Propinsi: Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Barat, Nusa Tenggara Barat dan Irian Jaya. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh latar belakang pendidikan, pengalaman bekerja, pelatihan, kerja rangkap dan jenis kelamin terhadap pengetahuan program dan aktivitas tenaga gizi Puskesmas. Sejumlah 285 orang tenaga gizi Puskesmas yang diteliti, hanya 37.2% yang berlatar belakang pendidikan profesi gizi (AKZI/SPAG). Pada uji statistik kai kuadrat menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara latar belakang pendidikan dengan pengetahuan program (p=0.05;X2=28.61)dan dengan aktivitas (p=0.05; X2=4.78). Tenaga gizi Puskesmas yang mempunyai latar belakang pendidikan AKZI/SPAG mempunyai pengetahuan program dan aktivitas yang lebih baik . Hubungan yang lama ditunjukkan antara variabel pelatihan dengan pengetahuan program (p=0.05; X2.27.36) dan dengan aktivitas (p=0.05;X2=30.42). Tenaga gizi Puskesmas yang pernah mengikuti pelatihan gizi, mempunyai pengetahuan program dan aktivitas yang lebih baik. terdapat hubungan signifikan antara variabel tugas rangkap dengan pengetahuan pada p=0.05 dan X2=31.30dan dengan aktivitas pada p=0.05 dan X2=9.10.Tenaga gizi Puskesmas yang tidak mempunyai tugas rangkap mempunyai pengetahuan program dan aktivitas lebih baik. Demikian juga ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara pengalaman bekerja dengan pengetahuan program (p =0.05; x2 =22.84), dan dengan aktivitas (p=0.05; X2=53.20). Tenaga gizi Puskesmas yang berpengalaman kerja lama, mempunyai pengetahuan dan aktivitas lebih baik. Sedangkan jenis kelamin tidak berhubungan signifikan dengan pengetahuan program dan aktivitas. Hasi1 uji multivariat regresi logistik menunjukkan bahwa variabel pendidikan sangat dominan pengaruhnya terhadap pengetahuan program dan aktivitas tenaga gizi Puskesmas. Disarankan untuk meningkatkan jumlah lulusan AKZI/SPAG dengan menambah jumlah institusi pendidikan, dan memberi kelonggaran tugas belajar bagi pegawai negeri kesehatan untuk mengikuti pendidikan profesi gizi. Pelatihan gizi untuk secara intensif bagi teaaga gizi Puskesmasjuga merupakan alternatif pemecahan masalah jangka pendek agar program gizi Puskesmas berhasil baik.
ABSTRACT The cross sectional research with samples of nutrition personnel of the Public Health Center was in 5 provinces: East Java, Central Java, West Sumatera, West Nusa Tenggara and Irian Jaya. The purpose of the research is to understand the influence of educational background, work experience, training, and work at two places and sex toward the knowledge of program and activities of Public Health Center nutrition personnel. Out of the 285 subjects of the Public Health Center nutrition personnel studied, there was only 37.2% which has nutrition profession background (AKZI/SPAG). There is a significant relationship between the educational background the knowledge about the program by using the chi square test (p =0.05; X2=28.61) and with their activities (p=0.05; X2=4.78). The Public Health Center nutrition personnel which have the education background of AKZI/SPAG have a better knowledge about the program and activities. The same relationship indicated between training variable and the program knowledge (p =0.05; X2 =27.36) and the activities (p =0.05; X2=30.42). fl Public Health Center nutrition personnel which have experienced a nutrition training have a knowledge about the program and activities better. There is a significant relationship between the double tasks with the knowledge at p=0.05 and X2=31.30 and with the activities. at p=0.05 and X2=0.10. The Public Health Center nutrition personnel who have no double task have a better knowledge about the program and activities. The same is found that there is a significant relationship between work experience and the program knowledge (p=0.05; X2=22.84), and with the activities (p =0.05; x2=53.20). The Public Health Center nutrition personnel who have a long work experience, have better knowledge and activities. There no significant relationship between the sex and the knowledge of the program and activities. The results of the logistics regression multivariate indicate that the educational variable has a very dominant impact toward the program knowledge and activities of the Public Health Center nutrition personal. It is suggested to increase the number of the AKZI/SPAG graduates by increasing the number of educational institution, and provide a more flexible study assignment to health public servants to continue the nutrition profession education. The nutrition training intensively for the Public Health Center nutrition a personnel is a solution alternative in the short term in order that the Public Health - Center nutrition personnel is effective.
Depok: Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meily Arovi Qulsum
Abstrak :
ABSTRAK
Akreditasi Puskesmas adalah pengakuan yang diberikan oleh lembaga independen penyelenggara akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan setelah memenuhi standar akreditasi. Tahun 2015-2016 jumlah Puskesmas di Provinsi Jawa Timur yang capaian akreditasi kab kota terbanyak adalah Kota Surabaya sebanyak 20 (8,3). Kinerja Puskesmas dapat diukur dengan menggunakan Malcolm Baldrige. Penelitian ini adalah kuantitaif dengan desain penelitian cross sectional dengan model rancangan pre test-post test design, dengan total populasi menjadi total sampel yaitu 20 Puskesmas. Pengumpulan data dengan menggunakan standar instrumen akreditasi Puskesmas yang sudah dipadankan dengan 6 kriteria Malcolm Baldrige. Hasil penelitian Hasil dari penelitian pengaruh status akreditasi terhadap kinerja Puskesmas dengan menggunakan teori Malcolm Baldrige dari 6 kriteria hanya 1 yang berpengaruh yaitu fokus operasi dan yang lainnya tidak berpengaruh, kriteria kepemimpinan kesimpulannya ada penurunan kinerja Puskesmas dengan p value 0,245, perencanaan startegis penurunan dengan p value 0,525, fokus pelanggan penurunan dengan p value 0,207, pengukuran, analisis dan manjemen informasi penurunan dengan p value 0,349, fokus SDM penurunan dengan p value 0,960 dan fokus operasi tidak ada penurunan yang siginifikan dengan p value 0,040.Kesimpulan hasil penelitian didapatkan bahwa kinerja Puskesmas pada setiap status akreditasi mengalami penurunan pada saat post test. Perlu adanya pemahaman yang sama terkait proses akreditasi dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan di Puskesmas, antara Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten Kota serta Puskesmas.
ABSTRACT
Puskesmas accreditation is recognition given by an independent institution that organizes accreditation determined by the Minister of Health after meeting accreditation standards. In 2015-2016 the number of Puskesmas in East Java Province which achieved the highest accreditation of districts cities was Surabaya (20, 8.3). The performance of the Puskesmas can be measured using Malcolm Baldrige. This research is quantitative with crosssectional research design with a pre-test-post-test design model, with the total population being a total sample of 20 health centers. Data collection using standard Puskesmas accreditation instruments that have been matched with 6 criteria of Malcolm Baldrige. The results of the study the effect of accreditation status on the performance of Puskesmas using Malcolm Baldrige theory of 6 criteria only 1 influential namely the focus of operations and the other did not influence, the conclusion of leadership criteria was a decrease in Puskesmas performance with p value 0.245, strategic planning decreased with p value 0.525, customer focus decreases with p value 0.207, measurement, analysis and management of information decreases with p value 0.349, focus on human resources decreases with p value 0.960 and focus of operations there is no significant decrease with p value 0.040. Conclusion of research results shows that performance The Puskesmas at each accreditation status decreased during the post test. There needs to be a common understanding regarding the process of accreditation by organizing health services in Puskesmas, between the Ministry of Health, Provincial and District City Health Offices and Puskesmas.
2018
T53873
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ruhul Aflah
Abstrak :
Terjadi penurunan kunjungan puskesmas di DKI Jakarta pada tahun 1991 dan 1992 sebesar 5.85 % dan 5.63 %. Kunjungan puskesmas 70.80 % merupakan kunjungan pelayanan pengobatan umum. Sekitar 10 % dari mereka adalah pengunjung usia lanjut. Dari penduduk sakit yang mencari pengobatan di puskesmas ternyata hanya mencakup 40,75 % . Saat ini yang diinginkan pemerintah adalah tersedianya pelayanan kesehatan yang berkualitas. Salah satu cara mengukur kualitas pelayanan dari pihak pengguna pelayanan adalah melalui terpenuhinya kepuasan pengunjung termasuk pengunjung yang berusia lanjut. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi mengenai kepuasan dan karakteristik rata-rata pengunjung usia lanjut yang menggunakan pelayanan pengobatan puskesmas kelurahan, faktor-faktor pada pelayanan pengobatan puskesmas kelurahan serta hubungan kepuasan dengan faktor-faktor pelayanan pengobatan puskemas kelurahan. Desain penelitian adalah " cross sectional " dengan pengambilan data primer. Pengumpulan data dilakukan dengan cara fokus grup diskusi di 4 lokasi bersama 40 orang usia lanjut dan wawancara mendalam pada 11 orang usia lanjut. Sampel 26 puskesmas kelurahan kotamadya Jakarta Timur dengan 215 responden usila. Hasil analisis secara statistik menunjukkan gambaran kepuasan rata-rata pengunjung usia lanjut yang menggunakan sebagian besar pelayanan pengobatan puskesmas kelurahan adalah cukup. Gambaran karateristik mereka terbanyak adalah berusia rata-rata 63.57 tahun, perempuan, berpendidikan, tidak bekerja, berpenghasilan rata-rata sebulan diatas Rp. 101.000,00 , jarak rumah dengan puskesmas tempat berobat dekat dan mempunyai penyakit yang memerlukan pengobatan teratur. Faktor-faktor pelayanan pengobatan sebagian besar puskesmas kelurahan yang terdiri dari masukan, proses dan manajemen internal dalam keadaan cukup. Terjadi hubungan kepuasan dengan proses searah dan bermakna.
Number of visitors of public health centers in Jakarta 1991 and 1992 decreased about 5.85 % and 5.65 A . 70.80 A of the public health center visits constitute of general healthtreatments. About 10 % of them are elderly. Only 40.75 A of the sick population seek medical treatment. The government wants to give good quality services. One of the methods to know the quality of services is from the client s satisfaction, especially the eIderly's. The objectives of this study were to obtain information about satisfaction and the charateristics of elderly clients who are using the medical treatment at village public health centers, factors on medical treatment at village public health centers and the relationship between satisfaction of elderly clients with factors on medical treatment at village public health centers. The research design is cross sectional with primary data. Data collected with focus group discussions at 4 location with 40 elderly persons were held and 11 elderly persons had to undergo indepth interviews. 26 village public health centers (PHC) in East Jakarta Municipality with 215 elderly clients respondents were taken as sampel. Statistically averagely adequate public health centers treatment made the satisfaction of the elderl visitors. The elderly visitors who came to visit the PHC are mostly 63.57 years old, woman, educated, non workers, income per month up then Rp. 101.000,00, live near the PHC and have diseases with routine therapy. Input, process and internal management at the majority village public health services were enough. The satisfaction had a relationship with process. The heads of village public health centers are planning an integrated program for the elderly, in accord with the available man power and the building itself. The province ministry of health and governor department of health will produce a standard operational procedures for the village public health officials on medical treatment especially for the elderly.
Depok: Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>