Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
Muhammad Nawir
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang Perusahaan
PT Wijaya Karya merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bawah naungan Departemen pekerjaan Umum yang didirikan pada tanggal 11 Maret 1960. perusahan ini berasal dari hasil nasionalisasi perusahaan Belanda NV VIS & Co yang bergerak di bidang instalasi listrik. Sete lah berkembang sangat pesat di bidang jasa konstruksi dan perdagangan, mulai tahun 1970 WIKA memasuki bidang manu faktur dengan produknya Tiang Listrik Beton (TLB).
Berhasil dengan produk TLB, WIKA terus mengadakan pengembangan usaha sehingga pada tahun 1989 telah mempunyai 13 (tiga belas) macam produk dan 2 (dua) anak perusahaan. Ketigabelas produk tersebut adalah:
Jasa Konstruksi Gedung
Jasa Konstruksi Sipil Umum
Baja Konstruksi
Solar Water Heater
Moulds & Dies
Konektor & Aksesori
Preformed Fittings
Pole Hardware
Tiang Listrik Beton
Tiang Pancang Beton
Bantalan Rel Beton
Beton Pracetak
Real Estate
Sedangkan anak perusahaan yang dimiliki adalah PT Inti Karya Persada Teknik (IKPT) yang bergerak di bidang kon sultansi desain untuk proyek-proyek industri dan PT WIKA?NGK Insulator yang memproduksi Insulator Listrik. Pokok Masalah.
Meskipun perkembangan penjualan perusahaan cukup tinggi, yaitu rata-rata 20% per tahun selama lima tahun terakhir, komposisi penjualan setiap produk agak timpang. Hanya 4 (empat) produk berhasil baik sehingga penjualannya mencapai 82,45% dan total penjualan perusahaan sedangkan 9 (sembilan) produk sisanya kontribusi penjualannya hanya 17,55%. Produk yang memberikan kontribusi laba dominan, yaitu 103% dari laba Perusahaan, hanya 2 (dua) buah saja yaitu:
- Tiang Listrik Beton
- Tiang Pancang Beton
Produksi 5 (lima) produk sampai saat ini masih merugi yaitu:
Baja Konstruksi
Solar Water Heater
MouldS & Dies
Konektor & Akesesori
Pole Hardware
Dari 6 (enam) produk sisanya perolehan laba sangat kecil. Sementara itu laju pertumbuhan penjualan kelompok produk yang menguntungkan sulit untuk dipacu lagi. Begitu pula 5 (lima) macam produk yang merugisaat ini prospeknya semakin suram karena kondisi daya-saing WIKA lebih lemah dibanding dengan produsen pesaing masing-masing produk.
Dengan portfolio produk yang sekarang dimiliki beratlah tantangan untuk mempertahankan tingkat pertumbuhan dan profitabilitas yang telah tercapai sekarang; apalagi untuk meningkatkannya.
Methode Analisa
Strategi untuk melakukan pemilikan portfolio produk menggunakan model Gordon E. Greenlay. Dalam model ini prosesnya melalui tiga tahap yaitu:
Analisa : dilakukan terbadap portfolio produk yang saat ini dimiliki perusahaan; juga memperkirakan prestasi perusahaan di masa mendatang dengan menggunakan portfolio yang ada sekarang.
Perbandingan: membandingkan prestasi saat ini dengan tujuan perusahaan dan mengidentifikasikan kesenjangan prestasi yang ada.
Pemilihan : identifikasi pilihan alternatif portfolio untuk mengurangi kesenjangan prestasi dan kemudian melakukan seleksi portfolio yang tepat.
Pada tahap analisa portfolio produk digunakan matriks tiga dimensi melalui 3 (tiga) multiple factor pada ketiga sumbernya. Multiple factor tersebut adalah sebagai berikut:
1. Industry Attractiveness
2. Competitive Position
3. Synergy Attractiveness
Dengan melakukan evaluasi. terhadap setiap produk Perusahaan melalui ketiga variabel di atas, maka posisi masing-masing produk dalam matriks dapat ditentukan.
Kesimpulan dan Saran
Dari hasil analisa portfolio produk di atas ditemukan 5 (lima) produk yang menempati posisi sangat rendah dalam matriks, yaitu:
Konektor & Aksesori
Preformed Fitting
Pole Hardware
Solar Water Heater
Moulds & Dies
Produk Baja Konstruksi meskipun posisinya tidak terlalu buruk, kurang baik prospeknya, karena tingkat persaingan pasarnya tidak bisa diikuti oleh WIKA.
Oleh sebab itu disarankan agar ke enam produk di atas dikeluarkan dan portfolio, sehingga WIKA dapat lebib berkonsentrasi untuk mangembangkan 7 (tujuh) jenis produk sisanya. Produk yang saat ini ada dalam posisi ?Question Mark? dan sangat potensial untuk dikembangkan adalah:
Real Estate
Beton Pracetak
Berdasarkan kondisi sumberdaya yang saat ini dimiliki perusahaan. Siruasi belum memungkinkan untuk menambah produk lain. Kotler menyarankan, agar hanya ada satu atau maksimal dua jenis produk yang berada dalam kategori ?Question Mark? atau ?Problem Children? pada suatu saat, karena produk-produk tersebut sangat memerlukan perhatian dari manajemen.
Dengan hanya tujuh produk, maka lebih besar kemungkinan bagi WIKA untuk mencapai tujuannya.
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Yogi Setiadi Sediarto
Abstrak :
ABSTRAK
Dilihat dari beberapa indikator keuangan, tidak dapat dipungkiri bahwa kinerja BUMN di Indonesia masih memprihatinkan. Kontribusi BUMN terhadap keuangan negara dalam bentuk dividen/dana pembangunan semesta/bagian laba pemerintah di luar Bank Indonesia masih tergolong kecil. Relatif rendahnya sumbangan dan tingkat return yang dicapai BUMN salah satunya adalah karena terdapat aset BUMN yang idle atau yang pemanfaatannya belum produktif. Selain itu kinerja BUMN yang kurang memuaskan tersebut juga disebabkan oleh adanya misi-misi normatif yang diembannya sebagai public server yang lebih bernuansa makro selain misinya sebagai unit bisnis yang berkewajiban memupuk laba.
Pada karya akhir ini dilakukan evaluasi kinerja keuangan PT Wijaya Karya (WIKA), salah satu BUMN di bawah pembinaan Departemen Pekerjaan Umum tetapi terbatas pada . divisi produksi furniture, sehingga dapat ditentukan strat~gi yang har:.Js dilakukan untuk perbaikan kinerja divisi (perusahaan) secara keseluruhan. Analisa yang digunakan dalam Karya Akhir ini adalah Analisa Laporan Keuangan, Analisa Rasio, Analisa DuPont dan Analisa Stratejik Perusahaan.
Dari hasil analisis diperoleh kesimpulan bahwa kinerja keuangan divisi produksi furniture PT Wijaya Kary.a masih berada di bawah kinerja rata-rata industri. Rendahnya kinerja keuangan WIKA ini lebih disebabkan ketidakmampuan perusahaan untuk menjaga dan meningkatkan tingkat penjualan yang dari tahun ke tahun terus menurun. Penjualan yang terus menurun ini disebabkan makin berkurangnya mutu produk WIKA yang kurang tahan terhadap perubahan cuaca pada saat pengiriman, sehingga banyak produk yang dikembalikan oleh para importir. Penurunan penjualan ini juga disebabkan kurang efisiennya kegiatan operasi perusahaan dimana perencanaan produksi tidak disesuaikan dengan jumlah permintaan dari konsumen sehingga sering terjadi keterlambatan dalam delivery time karena kapasitas produksi pabrik tidak bisa memenuhi permintaan konsumen dan jumlah bahan baku tidak mencukupi. Selain itu banyaknya jumlah piutang tak tertagih (bad debts) juga turut memperburuk kinerja keuangan WIKA.
Untuk meningkatkan kinerja perusahaan secara keseluruhan, perusahaan perlu melakukan upaya-upaya perbaikan melalui beberapa alternatif stratejik untuk meningkatkan keunggulan bersaing (competitive advantage) dengan mempertahankan building block yang meliputi superior quality, superior innovation, superior customer responsiveness dan superior efficiency yang diarahkan untuk meningkatkan penjualan dan meningkatkan efisiensi operasi perusahaan dengan memperhatikan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki perusahaan. Alternatif strategi untuk mencapai superior quality antara lain menambah alat produi
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Ririn Sri Wijayanti
Abstrak :
ABSTRAK
Berbagai macam tuntutan yang ada dalam organisasi dapat menjadi
sumber stres bagi karyawan yang bekerja di dalamnya. Tuntutan tersebut dapat
ditimbulkan oleh adanya pembagian kerja dan tugas maupun aspek-aspek Iain
yang terdapat di dalam organisasi. Adanya pembagian kerja berdasarkan
pendekatan fungsional mempengaruhi sumber stres yang dirasakan oleh karyawan
yang bersangkutan. PT. Wijaya Karya (WIKA) sebuah perusahaan multi usaha
memiliki pembagian kerja yang khas berdasarkan pendekatan fungsional.
Berdasarkan adanya pembagian kerja tersebut, terdapat istilah karyawan Pusat,
Divisi- kantor dan Divisi-Iapangan. Penelitian ini tertarik unluk melihat gambaran
sumber stres karyawan WIKA secara umum maupun secara khusus pada ketiga
tempat kerja tersebut.
Penelitian ini bersifat deskriptif, menggunakan pendekatan kuantitatif
dengan alat berupa kuesioner SDS (Srress Diagnostic Survey) dari Matteson dan
Ivancevich (1982). Responden penelitian ini adalah karyawan WIKA yang
kebetulan bekerja di Jakarta dan sekitarnya Metode pengambilan subyek
menggunakan teknik non-probability dengan cara incidental sampling. Teknik
pengolahan dan analisa data dilakukan dengan menghitung nilai rata-rata (mean)
dari setiap aspek sumber stres. Untuk melihat urutan aspek dari yang paling
menimbulkan stres hingga kurang menimbulkan stres dilakukan pengujian perbedaan mean (t-test) untuk sampel berpasangan. Sedangkan untuk melihat
perbedaan sumber stres berdasarkan pembagian kerja, dilakukan pengujian
perbedaan mean untuk sampel yang tidak berpasangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa aspek pengembangan karir,
kebimbangan peran, kepemimpinan, beban kerja kurang, konflik peran dan
kebijakan administrasi dirasakan sebagai sumber stres oleh seluruh karyawan
WIKA. Karyawan Pusat merasakan 12 aspek sumber stres, 6 aspek tercakup
dalam aspek sumber stres yang dirasakan oleh seluruh karyawan, dan 6 aspek
Iainnya adalah : tekanan norma, kurangnya kekohesifan kelompok, dukungan
kelompok yang tidak adekuat, struktur organisasi, tekanan waktu dan kondisi
kerja. Sumber stres karyawan divisi kantor ada 6 dan semuanya tercakup dalam
sumber stres umum. Sedangkan sumber stres karyawan divisi lapangan ada 8,
enam diantaranya sudah tercakup dalam sumber stres umum dan sisanya adalah :
aspek kondisi kerja dan tekanan norma.
Berdasarkan analisa hasil diperoleh kesimpulan bahwa aspek
pengembangan karir dirasakan sebagai aspek yang paling menimbulkan stres oleh
seluruh karyawan. Hal ini dapat terjadi karena hingga saat ini di WIKA belum ada
penetapan jenjang karir yang jelas dan pasti. Sedangkan aspek beban kerja kurang
disebabkan oleh adanya pembagian kerja secara fungsional yang memungkinkan
spesialisasi tugas, sehingga tugas yang dikerjakan terasa monoton dan
menimbulkan stres. Konflik peran dan kebimbangan peran boleh jadi disebabkan
karena kebijakan administrasi yang kaku dan ketat serta pemimpin yang kurang
mampu mendukung karyawan. Pembenahan aturan dan kebijakan dalam jenjang
karir merupakan saran yang dapat diberikan sehubungan dengan sumber stres
yang dirasakan karyawan. Pengayaan dan perluasan tugas perlu dilakukan untuk
mengatasi kejenuhan dan rasa tidak berharga akibat beban kerja kurang.
Melibatkan karyawan dalam proses pengambilan keputusan serta peran aktif
pemimpin dalam mendukung tugas-tugas karyawan diperlukan untuk mengatasi
konflik peran dan kebimbangan peran. Ada baiknya pula memberikan perhatian
pada keluhan-keluhan sehubungan dengan kondisi fisik yang dirasakan kurang
memadai.
1998
S2667
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Mohammad Syafii
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
T27233
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library