Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Titin F. Nur
Abstrak :
ABSTRAK
PT. Persero Jakarta Industrial Estate Pulogadung (PT. Persero JIEP) merupakan badan usaha milik negara yang sahamnya dimiliki Departemen Keuangan RI dan Pemerintah DKI Jakarta. Berlokasi di daerah Pulogadung, PT. Persero JIEP mengelola Kawasan Industri Pulogadung, yang merupakan pioneer kawasan industri di Indonesia. Pendapatan utama perusahaan ini adalah dari penjualan tanah kapling industri dan penyediaan sarana dan prasarana bagi investor yang ingin berbisnis di kawasan ini. Namun dalam perkembangannya, pendapatan utama perusahaan mulai bergeser dan penjualan tanah kapling industri yang semula memberikan kontribusi terbesar kini bergeser dengan pendapatan dan penyewaan bangunan yang disebabkan oleh persediaan lahan industri yang semakin terbatas.

Sejalan dengan perkembangan ekonomi dan pertumbuhan Indonesia, PT. Persero JIEP semakin memantapkan diri menjadi pengembang properti kawasan industri dan bisnis terkemuka untuk mengembangkan kawasan bisnis dengan basis industri bernilai tambah tinggi. Hal ini sejalan dengan RUTR DM Jakarta tahun 1985 ? 2005 yang menetapkan orientasi pembangunan dan pengembangan di wilayah timur dan barat, sehìngga Kawasan Industri Pulogadung yang. berada di sentra timur menjadi makin berada di pusat kegiatan bisnis dan pemukiman.

Kondisi tersebut menuntut langkah antisipatif dan kegiatan yang terfokus agar dapat memberikan kontribusi pada pertumbuhan dan perkembangan kota Jakarta sebagai service city, khususnya di wilayah Jakarta Timur. Sejalan dengan visi dan misi perusahaan serta berbekal pengalaman dalam mengembangkan Bangunan Pabrik Siap Pakai, serta memenuhi permintaan pasar untuk melakukan kegiatan bisnis, perdagangan, distribusi dan kantor secara terpadu berbasis hightech yang non polutan PT. Persero JIEP merencanakan untuk membangun Multi Used Building (MIJB).

Penyelesaian masalah restrukturisasi perbankan yang sampai saat ini masih tertunda-tunda, mengakibatkan sulitnya pemberian kredit baik itu untuk pembebasan tanah, pematangan dan pembangunan prasarana proyek skala menengah dan skala besar. Sehingga pilihan pendanaan bagi sektor properti bertumpu pada modal sendiri, atau dari dana strategic partner melalui penjualan saham (Privat placement) atau bersumber dari hasil pencatatan saham di Bursa Efek.

Karya akhir ini membahas kelayakan PT. Persero JIEP untuk melakukan initial Public Offering, sebagai alternatif pembiayaan proyek tersebut diatas yang rencananya akan dibiayai 100% dan pengumpulan dana hasil Go Public .Kelayakan Go Public bagi PT. Persero JIEP ditinjau dari berbagai segi, antara lain kondisi makro Indonesia, kemungkinan pertumbuhan perusahaan dan penghitungan saham perdana.

Kondisi ekonomi makro Indonesia tidak saja dipengaruhi oleh faktor dari dalam negeri, tetapi juga dari luar negeri. Serangan terhadap Gedung World Trade Centre di Amerika Senkat pada bulan November 2001, juga memberikan implikasi yang kurang baik bagi Indonesia karena merosotnya perekonomian dunia. Imbas dari krisis ekonomi yang melanda Indonesia tahun 1998, dan tertundanya penyelesaian masalam di dalam negeri dan ketidak konsistensian pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan yang memberikafl rangsangan terhadap investasi mengakìbatkan optimisme pasar terhadap sektor properti kurang. Hal ini tercermin dalam kinerja emiten properti di bursa saham per Qktober 2001, hampir semua mengalami kerugian rata-rata 26%. Dan segi pertumbuhan1 PT. Persero JIEP memiliki prospek yang cukup baik. Laba perusahaan dari tahun ke tahun niengalami peningkatan, bahkan saat Indonesia dilanda krisis ekonomi, laba setelah pajak perusahaan tetap menunjukkan peningkatan. Hal ¡ni dibarengi dengan kondisi perusahaan yang selalu dalam kondisi ?Sehat Sekali?.

Salah satu aspek yang cukup menentukan keberhasilan go publik adalah harga saham. Perhitungan harga saham dilakukan dengan menggunakan metode Discounted Freecashflow mendapatkan nilai per lembar dengan range harga Rp 1.231,- sampai dengan Rp 1.284,- Sedangkan dengan metode P/B Rasio, yaitu berturut-turut sebesar Rp 1.704 per lembar. Satu satunya perusahaan yang sejenis yang telah masuk bursa yaitu PT. Jababeka,Tbk menawarkan saham pada harga perdana sebesar Rp 4.950 dengan nilai nominal Rp 1.000 per lembar. Dalam perkembangan tiga tahun terakhir harganya terus turun, bahkan berada dibawah harga nominal. Pada tahun 2001 rata-rata harga saham berada dibawah kisaran Rp 200 per lembar. Future value harga sahani KIJA tahun 2003 dengan r 14% adalah sebesar Rp 294,-.

Dengan melihat kondisi tersebut diatas, penulis menyarankan PT. Persero JIEP untuk mencari alternatif pembiayaan lain dengan biaya yang lebih murah. Go publik tidak selalu berhasil seperti yang diharapkan, selain itu biaya go publik juga tidak sedikit. Pendanaan pembangunan Multi Used Building disarankan dengan penawaran obligasi. Hal ini mempertimbangkan kondisi pertumbuhan perusahaan yang cukup baik, serta komparatif advantage perusahaan yang berlokasi di daerah yang sangat strategis.
2002
T5011
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Airlangga, 1992
635 PER
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Aufarriza Muhammad
Abstrak :
Tesis ini membahas tentang fungsi pengawasan direktur independen dan dampaknya terhadap efisiensi perusahaan. Fungsi pengawasan direktur independen dianalisis dengan membandingkan pengaturan keberadaan direktur independen pada negara-negara di dunia khususnya di Amerika Serikat, Jepang, Malaysia dan Indonesia. Dari analisis tersebut diketahui bahwa dasar filosofis keberadaan direktur independen adalah untuk melindungi kepentingan pemegang saham minoritas dan berfungsi untuk mengawasi kepengurusan PT Persero Publik dari segala tindakan yang dapat merugikan pemegang saham minoritas. Keberadaan direktur independen berdampak efisien bagi PT Persero Publik sektor perbankan. Hal ini didasarkan pada studi yang dilakukan melalui teori Cost Benefit Analysis (CBA) terhadap laporan keuangan PT Bank Tabungan Negara Tbk dan PT Bank Mandiri Tbk. Studi tersebut menunjukan kenaikan beban keuangan setelah diterapkannya direktur independen diimbangin dengan kenaikan pendapatan yang lebih besar dari sebelum diterapkannya direktur independen. ......This thesis discusses the function of independent director oversight and its impact to company efficiency. Independent director oversight functions are analyzed by comparing the regulation of the existence of an independent director on the countries in the world especially United States, Japan, Malaysia and Indonesia. The analysis of basic philosophical it is known that, the presence of independent directors is to protect the interests of minority shareholders and supervise the management of Public Stated Own Enterprises from all actions that can harm minority shareholders. The existence of an independent director, impact efficiently to the Public Stated Own Enterprises in banking sector. It is based on a study conducted through the theory of the Cost Benefit Analysis (CBA) of PT Bank Tabungan Negara Tbk and PT Bank Mandiri Tbk financial statements. The study shows increase in financial burden after implementing the independent director but the increase revenue is greater than before implementing independent director.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Tri. S. Sunoko
Abstrak :
Berkembangnya teknologi transportasi menyebabkan angkutan kereta api menjadi tulang punggung pergerakan orang di banyak negara maju, justru kereta api di Indonesia semakin menurun keperkasaannya karena banyak faktor yang mempengaruhinya. Dari sisi cakupan jaringan pelayanan, panjang jalur kereta api justru menurun bila dibandingkan dengan awal keberadaannya, hal yang sama dialami pada sisi kualitas dan kapasitas pelayanan. Sejak kehadirannya hanya satu institusi yang melaksanakan penyediaan jasa kereta api yang dikenal sekarang dengan PT. (Persero) Kereta Api. PT. KA bukan tanpa masalah, banyak hal yang menghadang perjalanan usahanya. Secara prinsip, PT. KA menghadapi dua kelompok besar masalah yang mempengaruhi kinerjanya yaitu faktor eksternal dan internal. Namun bahasan penelitian ini akan memfokuskan lebih lanjut pada faktor internal manajemen yang dianggap relatif lebih mudah dikendalikan (aspek terkendali). Berdasarkan data tahun 1996 hingga tahun 2001, laba usaha menunjukkan merugi kecuali pada tahun 1999. Sarana dan prasarana operasi banyak yang tua dan secara teknis memprihatinkan, padahal jumlah penumpang justru meningkat. Dalam 3 tahun terakhir ini tercatat 884 kecelakaan, sedangkan dari aspek ketepatan waktu juga masih jauh dari harapan. Keadaan yang paling memprihatinkan adalah menyangkut SDM yang didominasi pegawai dengan tingkat pendidikan SD/SLTP (66%). Oleh karena itulah, kualitas pelayanannya banyak mendapat sorotan dan kritikan. Sungguh ironis, PT. KA yang memonopoli pelayanan angkutan kereta api, hingga saat ini belum dapat menunjukkan kinerjanya yang baik. Untuk dapat memberikan jawaban atas permasalahan yang dihadapi PT.KA, maka aspek kinerja yang perlu ditelaah adalah aspek pengelolaan keuangan, kompetensi SDM, pengelolaan operasional dan kepuasan pelanggan (pengguna jasa). Dari hasil analisis menggunakan AHP, faktor keuangan ditemukan sebagai faktor dominan yang dapat berfungsi sebagai leverage (pengungkit) terhadap faktor kinerja lainnya yang kemudian dikaji dengan menggunakan metode Sistem Dinamis dibantu dengan model persamaan Power Sim. Setelah dilakukan proses validasi model, tahap selanjutnya dilakukan uji sensitivitas dan hasil yang dicapai menyatakan bahwa aspek in-efisiensi merupakan faktor yang paling signifikan pengaruhnya terhadap peningkatan laba usaha. Dari temuan-temuan sebagaimana uraian di atas, penelitian ini sampai pada kesimpulan bahwa berdasarkan hasil analisis dengan bantuan literatur-literatur terkait yang dipertajam dengan pisau analisis AHP dan Sistem Dinamis, mampu mwngungkap kelemahan-kelemahan kinerja PT. KA selama ini yaitu: a. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja yang menentukan kinerja adalah faktor keuangan, operasional, sumber daya manusia dan kepuasan pelanggan (pengguna jasa). Data selama 5 tahun terakhir menunjukan: kondisi laba usaha merugi sejak tahun 1996 -2001 kecuali tahun 1999, operasi kereta (khususnya kelas ekonomi) tidak memadai, tingkat kecelakaan cukup tinggi, kompetensi SDM memprihatinkan dan pelayanan menurun dibandingkan dengan tahun 1939. b. Posisi manajemen dan operasional PT. KA selama ini belum menerapkan prinsip-prinsip good coorporate governance visi, misi dan tujuan organisasi belum akuntabel, komitmen manajeman dan karyawan belum selaras, belum membudaya profesionalisme dan kepentingan pengguna jasa dan proses internal bisnis antar divisi belum berjalan secara sinergi. c. Model pengukuran yang mampu mewujudkan unsur-unsur pokok kinerja adalah metode AHP mengungkap bahwa kinerja keuangan merupakan faktor dominan, hasil metode Sistem Dinamis menyatakan bahwa faktor in-efesiensi pemanfaatan aset merupakan faktor signifikan untuk mengungkit labs usaha. d. Pilihan kebijakan terbaik untuk mencapai optimalisasi kinerja adalah skenario moderat dan skenario optimistik (dramatik) Untuk mengembangkan PT. KA, maka disarankan skenario kedepan sebagai berikut: a. Bila resources terbatas, ditempuh Skenario Madera' sebagai strategi jangka pendek dengan upaya melakukan transparansi, konsolidasi berjenjang, efisiensi di segala lini (aspek keuangan, SDM, Pelayanan dan Operasi), adaptasi terhadap perubahan masa depan, mengaplikasikan konsep kontrak terprogram dan terukur dengan efisiensi tinggi oleh setiap Divisi SBU. b. Bila resources memungkinkan, ditempuh Skenario optimistik sebagai strategi jangka panjang dengan upaya melakukan program restrukturisasi organisasi sehingga PT. KA akan diarahkan untuk operasional sarana, sedangkan Badan Usaha baru akan menangani operasional prasarana secara terpisah.
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T8851
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isa Meilia
Abstrak :
Sebagai negara maritim yang dikelilingi oleh laut, keberadaan kapal sebagai sarana transportasi air sangat besar pengaruhnya bagi pembangunan Indonesia. Karenanya Pemerintah berupaya mamajukan dan mengembangkan armada niaga nasional. Tentunya, untuk mewujudkan harapan itu diperlukan partisipasi tidak hanya dari pemerintah tetapi juga dari perusahaan pelayaran nasional. Dalam menjalankan usaha dibidang perkapalan, khususnya bagi Perusahaan Pelayaran, sangat diperlukan suatu armada berupa kapal sebagai aset usahanya. Namun dengan adanya krisis ekonomi dan keterbatasan dana, keinginan untuk memiliki dan menguasai suatu kapal dirasakan menjadi suatu hal yang sangat sulit. Keberadaan Perusahaan Pembiayaan Sewa Guna Usaha (leasing) di Indonesia sejak tahun 1974, khususnya yang membiayai pengadaan kapal laut, dirasakan membawa angin segar dan dapat memberikan kontribusi yang positif bagi eksistensi perusahaan pelayaran nasional. Lembaga pembiayaan leasing kapal di Indonesia kehadirannya dipelopori oleh PT.(Persero) PANN MULTI FINANCE, yang merupakan badan usaha milik negara. Perusahaan pembiayaan ini menyalurkan dana dengan cara membiayai pengadaan barang modal dalam berbagai macam bentuk, namun sehubungan dengan judul tesis ini hanya menitik beratkan pada barang modal berupa kapal laut atas permintaan Perusahaan Pelayaran selaku nasabahnya. Dalam prakteknya, perusahaan pembiayaan ini menyediakan empat macam produk pembiayaan berupa:finance, lease, Operating Lease, Sale and Lease Back dan purchase on Installment. Dari keempat macam produk tersebut, hanya produk Purchase on Installment/ POI (secara harfiah dapat diartikan sebagai pembelian dengan mengangsur) saja yang dapat membebani barang modalnya berupa kapal laut dengan jaminan kebendaan hipotek. Hal itu dikarenakan, telah terjadi transfer of title (perpindahan hak) atas kapal dari PT.PANN selaku Penjual kepada Perusahaan Pelayaran selaku Pembeli, sejak penandatangan Perjanjian Belt Angsur Kapal yang diikuti dengan penyerahan dalam bentuk perbuatan batik nama oleh dan dihadapan Pejabat Pencatat dan Pendaftar Baliknama Kapal. Sejak saat itu secara yuridis Pembeli menjadi Pemilik dari kapal tersebut.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
T19879
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rudy Sabur
Abstrak :
Tingginya pertumbuhan ekonomi dikawasan Pasifik dan Timur jauh yang diperkirakan 5,8% pada tahun 1991, telah memacu la ju mobilisasi yang ada di kawasan ini, baik yang bergerak dalarn didalarn kawasan itu sendiri maupun yang keluar masuk dari dan ke kawasan ini. Jasa angkutan udara yang amat penting peranannya dalam menunjang kelancaran mobilisasi yang terjadi di kawasan ini, telah memancing perusahaan-perusahaan penerbangan terutarna yang berdomisili dikawasan Pasif ik dan Timur Jauh untuk meraup bisnis sesuai dengan peluang yang muncul. Stabilnya perekonomian di Eropa Barat, realokasi pabrik-pabrik besar, kecenderungan pergeseran type perjalan wisata dari wisata perkotaan menjadi wisata pantai dan liberalisasi di Cina yang akan memberikan dampak pada perdagangan & Industri di Asia Timur adalah f aktor-f aktor utama yang menjadikan kawasan ini akan dikunjungi tidak kurang dari 72 juta pengunjung pada tahun 2000 ke 14 negara utama termasuk Indonesia dan 33 negara kecil lainnya di kawasan ini. Perjalanan wisata tetap merupakan jumlah terbesar dari seluruh perjalanan yang ada di kawasan ini, paling tidak dari data 10 tahun terakhir menunjukan bahwa lebih dari 50% jumlah perjalanan di kawasan Pasifik dan Timur Jauh adalah perjalanan wisata. Garuda Indonesia sebagai perusahaan penerbangan yang berdomisili dikawasan Pasif ik dan Timur Jauh tidak ingin melewatkan begitu saja kesempatan yang muncul ini, paling tidak tercermin dalam corporate strategynya dimana dalam 5 tahun yang akan datang kawasan Asia dan Pasif ik menjadi perhatian yang utama untuk mendapatkan revenue, ini bisa dimengerti karena kawasan ini memberikan kontribusi lebih dari 50% pada revenue yang diperoleh Garuda pada tahun 1990 yang baru lalu. Kerasnya persaingan di kawasan ini terlihat dari jumlah perusahaan penerbangan yang masuk dalam 20 besar dunia, dimana kawasan ini menyumbangkan 7 perusahaan penerbagan pada tahun 1990 yang baru lalu, apalagi hadirnya Mega Carrier yang dikawasan ini diwakili oleh Singapore Airlines telah menambah semaraknya persaingan bisnis jasa angkutan udara dikawasan Pasifik dan Timur Jauh. Garuda Indonesia yang pada tahun 1989 yang baru lalu di kawasan Asia Pasifik hanya mengangkut 2.493.000 pax atau 3,42% dari seluruh penumpang yang ada (menurut dara statistic resmi IATA tahun 1990), tentunya ingin meningkatkan pangsa pasarnya sesuai dengan tumbuhnya pasar tersebut dikawasan ini. Strategi bersaing yang tepat haruslah didasarkan pada kondisi yang ada (market), lingkungan usaha (pesaing) dan ancaman yang mungkin timbul( pesaing baru) yang menurut Michael Porter salah seorang pakar dalam strategi bersaing harus dianalisa secara komprehensif karena satu dan lainnya saling berhubungan. Dari hasil study yang dilakukan oleh badan-badan International untuk melihat prospek perjalan dikawasan Pasifik dan Timur jauh, ternyata bahwa perjalanan wisata tetap merupakan bagian terbesar dari perjalanan di kawasan Pasifik dan Timur Jauh ini( rata-rata 60% untuk setiap destination) paling tidak sampai dengan tahun 2000 yang akan datang, apalagi terjadinya kecenderungan perjalanan wisata kota telah bergeser ke perjalanan wisata - pantai bagi wisatawan baik yang berasal dari kawasan Eropa maupun yang berasal dari kawasan Amerika Utara menambah tingginya tingkat pertumbuhan perjalanan wisata di kawasan ini karena sebagian besar negara dikawasan ini memiliki pantai-pantai yang cukup menarik untuk dikunjungi. Garuda Indonesia sebagai perusahaan penerbangan yang berdomisili di negara yang mempunyai banyak daerah tujuan wisata pantai tentunya ingin memamf aatkan kelebihan yang dipunyainya, untuk itu cost leadership sebagai salah satu generik strategi didalam persaingan mungkin cocok untuk diterapkan dalam menggarap penumpang yang melakukan perjalana?n wisata, karena biasanya sebagian besar wisatawan selalu menggunakan low fare airline ticket. Untuk menjaga pertumbuhan dari perusahaan, maka profit margin dari perusahaan ( Profit margin Garuda pada tahun 1990 sebesar 5% ) harus ditingkatkan, dan ini hanya bisa dilakukan dengan dua macam car a yai tu mengeffisienkan chain value dan meningkatkan intensitas pada route-route yang telah ada untuk memperkecil fixed cost. Sebagai perusahaan penerbangan yang memperoleh revenue lebih dari 50% dari kawasan Pasifik dan Timur Jauh, wajar bila perhatian perusahaan ditujukan ke kawasan ini.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chandra Wijaya
Abstrak :
Pemerintah melalui SK Menteri Keuangan No. 826/KMK.013/1992 telah menetapkan cara melakukan pengukuran tingkat kesehatan BUMN, menurut Keputusan Menteri Keuangan ini kinerja BUMN hanya diukur berdasarkan indikator keuangan saja yaitu berdasarkan rentabilitas, likuiditas, solvabilitas dan tiga indikator tambahan lainnya. Penilaian kinerja dengan cara seperti ini dinilai oleh kalangan BUMN termasuk PT (Persero) JIEP dianggap sangat memberatkan karena BUMN selain ditugaskan mencara laba juga mengemban tugas sebagai agen pembangunan. Guna memberikan dasar pengukuran kinerja yang lebih memadai, penulis menerapkan pendekatan Balanced Scorecard untuk mengukur kinerja PT (Persero) JIEP. Pendekatan ini mengukur kinerja perusahaan bukan hanya dari aspek keuangan saja melainkan pula dari aspek non keuangan. Aspek non keuangan ini terdiri dari 3 (tiga) aspek yaitu : aspek pertumbuhan dan pembelajaran, aspek proses bisnis internal dan aspek pelanggan. Penelitian mengenai pengukuran kinerja PT (Persero) JIEP ini dilakukan secara deskriptif analitis untuk mendeskripsikan bagaimana mengukur kinerja perusahaan dengan menggunakan pendekatan Balanced Scorecard dan bagaimana pula cara pengukuran menurut SK Menteri Keuangan No. 826/KMK.013/1992 serta menganalisis faktor-faktor apa saja yang harus diperhatikan oleh perusahaan untuk memperbaiki kinerjanya dimasa yang akan datang. Dari hasil penelitan diketahui bahwa tingkat kesehatan PT (Persero) JIEP dengan menggunakan pendekatan Balanced Scorecard adalah berada dalam kondisi Baik dengan total skor 74 dengan perincian sebagai berikut : kinerja pertumbuhan dan pembelajaran perusahaan pada saat ini berada dalam kondisi baik dengan total skor 22 sedangkan kinerja proses bisnis internal perusahaan pada saat ini berada dalam kondisi baik dengan total skor 12 dan kinerja pelanggan berada dalam kondisi baik dengan total skor 11 serta kinerja yang terakhir adalah kinerja keuangan perusahaan berada dalam kondisi sehat sekali dengan total skor 29 dan bobot nilai berdasarkan keputusan Menkeu sebesar 164,57. Untuk lebih meningkatkan kinerjanya dimasa mendatang PT (Persero) JIEP harus lebih meningkatkan kinerja khususnya pada aspek tingkat kepuasan pegawai, peningkatan sistem informasi perusahaan, peningkatan layanan purna jual dan kualitas layanan perusahaan harus lebih ditingkatkan lagi khususnya untuk penanganan masalah banjir di lingkungan kawasan, keamanan dan ketertiban, kebersihan dan kemacetan serta secara rutin melakukan evaluasi untuk mengukur kinerjanya untuk setiap aspeknya.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Waluyo
Abstrak :
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap orang sehingga dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Rumah Sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan, meskipun dengan dana terbatas dituntut tetap survive dan siap melayani masyarakat umum dan peserta Askes. Untuk menjaga kelangsungan pelayanan Rumah Sakit menyesuaikan tarif yang harus dibayar oleh pasien. Tarif pasien Askes lebih rendah dari tarif pasien umum. Data RS Persahabatan menunjukkan bahwa pendapatan sesuai tarif umum tahun 2001 meningkat cukup bermakna sebesar 52% dari tahun 2000, pendapatan terbesar dari Rawat Inap yang meningkat 39%. Meskipun pendapatan Rawat Inap meningkat, namun terdapat kesenjangan dimana pendapatan yang diterima (sesuai tarif Askes) hanya 32%. Hal ini terjadi akibat tarif pasien Askes lebih rendah dari tarif pasien umum. Akibat kesenjangan tersebut Rumah Sakit menanggung subsidi cukup besar, sehingga dapat mengganggu likuiditas dan terjadi deficit anggaran Rumah Sakit. Untuk itu perlu dikaji lebih lanjut perhitungan pendapatan berdasarkan tarif Askes. Hal inilah yang melatarbelakangi penelitian ini. Penelitian ini bertujuan mendapatkan gambaran seberapa besar kesenjangan pendapatan dan besarnya subsidi sesuai hasil perhitungan kembali serta distribusinya pada Unit Instalasi Rawat inap, akibat perbedaan tarif Askes dengan tarif umum dan bagaimana kebijakan penetapan tarif dimana yang akan datang. Penelitian ini bersifat kualitatif dengan cara observasi dan evaluasi dengan melakukan estimasi perhitungan data sekunder dan diskusi/wawancara. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan (1) terdapat perbedaan hasil (output) antara perhitungan pendapatan dan subsidi oleh rumah sakit, dengan hasil perhitungan yang dilakukan pada penelitian ini, dimana kesenjangan menurut Rumah Sakit sebesar 68%, sedangkan menurut hasil perhitungan kembali sebesar 54%; (2) terdapat pasien Askes yang menggunakan kelas perawatan melebihi haknya tanpa membayar selisih tarif secara penuh, akibatnya Rumah Sakit menanggung biaya bagi pasien tersebut, dan seharusnya Rumah Sakit membukukannya sebagai beban pasien bukan Subsidi Askes; (3) subsidi bagi pasien Askes terjadi secara progresif yaitu makin tinggi golongan PNS dan Penerima Pensiun makin besar subsidi yang dinikmati; atau subsidi Rumah Sakit saat ini dinikmati oleh siapapun yang dirawat, baik pasien miskin maupun mampu; (4) kelemahan pembukuan terdapat pada sistem akuntansi, dimana rekening (account) yang ada belum menjangkau jenis tindakan yang jumlahnya banyak (comprehensive), seperti tindakan pelayanan pasien Askes belum seluruhnya dibukukan dalam akuntansi Rumah Sakit; (5) Pola tarif RS Perjam sampai saat ini belum ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Saran yang dapat diberikan adalah agar Rumah Sakit dapat mengembangkan jenis pelayanan luar paket, karena tarifnya mendekati tarif Rumah Sakit. Secara aktif memberikan masukan kepada PT. Askes agar dilakukan peninjauan kembali tarif paket. Pengolahan dan pencatatan transaksi keuangan agar dilakukan secara terintegrasi antara Bagian Keuangan dan Bagian Akuntansi sehingga laporan keuangan dapat diuji kelayakannya dan wajar. Selanjutnya perlu dilakukan percepatan penagihan (klaim) biaya pelayanan kepada PT. Askes, karena akan membantu likuiditas Rumah Sakit. Depkes perlu segera menetapkan Pola Tarif Rumah Sakit Perjam dan mengupayakan penambahan premi peserta Askes.
Analysis of Service Subsidies to Obligatory Participating Patients in PT. (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia at the In-Patient Installation Unit of Persahabatan Hospital Jakarta Year 2001 Health development aims to improve individual awareness, willingness and ability to lead a healthy-life in order achieve an optimum status of health. Hospital as the facility of health care service is required, although in limited funds, to survive and get ready to serve general public and members of Askes. To keep it survive, the hospital should adjust the rate to be paid by patients. Well, the rate charged on the Askes-member patients is usually lower than that on general patients. Data collected from the Persahabatan Hospital of common rate-based income in 2001 show that the income raised significantly on to 52% from that in the previous year (2000), and the largest income is drawn from In-Patient service, raised 39%. Although In-Patient Income raised, less difference still occurred since the income (according to the rate of Askes) is only 32%. This is because lower rate of Askes-member patients than that of general patient. Such a thing makes the Hospital bear relatively larger subsidies and thus troubles its liquidity and leads to budget-deficit. Therefore, further review of the income needs an Askes-based estimation. It is this which underlies the research. This research aims at revealing the picture of difference between income and amount of subsidies according to its re-estimation and distribution at the In-Patient Installation Unit due to the different rate of Askes from that of general patient and considering rate policies in the future. This research is qualitative in manner carried out through observation and evaluation by reviewing secondary data estimates and discussion/interview. From results of research, one may come to the following conclusions that (1) difference of output exists between income and subsidy estimates by the hospital party and that in this research; 68% in the former and 54% in the latter, respectively (2) Askes patients using service facilities extend their rights without paying any full different rate. It becomes, therefore, a subsidy charged on the Hospital whereas the hospital should, otherwise, impose this charge on the patients rather than Askes subsidies, (3) Subsidy for Askes patients occurs progressively, viz., the higher level of Civil Servant and Pension receiver, the greater the subsidy he or she enjoys and that it draws a conclusion that hospital subsidy are currently received by any patient, be poor or able patients, (4) weak book-keeping entries occur in the accounting system in which the existing account does not yet record comprehensively such as Askes-patient care service. Rate schemes for Public-Owned Hospital have not been determined by the Minister for Health. A suggestion that may be proposed is to get the Hospital develop services included in the fist of external package, since rate of the Askes approaches that of the Hospital. Another suggestion is to provide active input to PT. Askes in order to have rate of package reviewed. Financial data processing and account should be integrated between Finance Department and Accounting Department and therefore financial statement is allowable to test its reasonable feasibility. Further, claim for service costs should be accelerated to PT. Askes for it would help the hospital liquidity. The Department of Health should really determine the Rate Schemes for Public-Owned Hospital and exert to increase premium for Askes-members.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T9914
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puji Wiranto
Abstrak :
Untuk menjaga keseimbangan penawaran dan permintaan jasa angkutan laut, Pemerintah harus komitmen dalam menetapkan tarif. Untuk menjaga kelangsungan perawatan, tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah idealnya harus mampu menutup biaya pokok, sedangkan untuk memenuhi permintaan penggunaan jasa tarif harus terjangkau oleh mereka, apabila kemampuan pembiayaan (budget), maka bagi pelayanan jasa angkutan penumpang kelas ekonomi, selisih antara daya beli pengguna jasa dengan biaya pokok seyogyanya dapat ditanggung atau menjadi tanggung jawab Pemerintah yang dapat diwujudkan dalam bentuk subsidi. Perhitungan elemen biaya pengoperasian kapal penumpang dapat dilakukan sesuai dengan sifat masing-masing biaya. Pendekatan yang dilakukan Departemen Perhubungan yang pertama adalah dengan cara menghitung biaya setiap voyage atau round trip, pendekatan kedua adalah dihitung secara langsung dan beruntun setiap tahun karena sifat biaya tersebut sangat sulit dipisah-pisah ke dalam setiap perjalanan. Untuk meningkatkan efisiensi dan menekan biaya operasional salah satu caranya adalah meningkatkan kinerja pelabuhan yaitu meningkatkan produktivitas bongkar muat dan efektivitas penggunaan dermaga berupa pengurangan waktu tambat. Dari beberapa variasi pengurangan waktu tambat yaitu 60 menit, 50 menit, 40 menit dan 30 menit maka laba terbesar adalah bila pendekatan waktu tambat 60 menit dengan laba sebesar Rp. 299.383.119.052; Dari berbagai variasi waktu tambat perpendekan waktu tambat maka pengaruh terhadap perhitungan biaya pokok kapal adalah berpengaruh kepada biaya BBM, biaya pelumas, biaya ke pelabuhan dan biaya penumpang.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2001
T9940
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>