Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zen Zanibar M.Z.
Abstrak :
Desentralisasi telah berlangsung sejak zaman Hindia Belanda (1903). Pengejawantannya di tingkat desa dimulai sejak diterbitkannya IGO 1906. Pengaturan periode tersebut bersifat pengakuan. Dalaml masa RI otonomi desa diakui secara konsitusional dalam Pasal 18. Dalam pekembangannya otonomi desa mengalami pasang surut. Hal itu disebabkan oleh berbagai pertimbangan, mulai dari desa sebagai titik berat otonomi dengan mengatur desa sebagai daerah otonom, Dati III, sampai akhirnya sebagai kesatuan masyarakat hukum di bawah kahupaten. Pengaturan desa periodef RI dengan peraturan baru sehingga desa lebih sebagai bentukan baru. Persoalan utama dalam disertasi ini: bagaiména perbedaan pengaturan desa diakui dan desa dibentuk: ii. Apakah kedua desa tersebut memiliki kewenangan yang sama dalam pengeloaan SDA. Desa yang diakui atau marga di Sumatera Selatan diatur dengan IGOB. Upaya perubahan dengan UU baru selama periode RI tidak banyak merubah penyelenggaraan marga karena sebagai besar qagal, kecuali UU No. tahun 1979. Marga memiliki kewenangan mengelola SDA seperti pada masa berlakunya IGOB. IGOB terakhir dicabut oleh UU Desapraja tahun 1965. Tetapi karena UU ini ditunda pemberlakunnya, maka pengaturan marga kembali diselenggarakan menurut hukum adat yang sesungguhnya sama dengan IGOB. Karena itu sejak ditundanya pemberlakuan UU Desapraja pengaturan marga diatur dengan peraturan-peraturan yang diterbitkan oleh Mendagri, Perda, dan Keputusan Gubernur. Kewenangan dalam bidang SDA antara kedua desa tersebut sangat berbeda. Perbedaan dimaksud tercermin dari pengaturan otonomi desa yang diatur oleh IGOB, hukum adat dan UU bail: dalam UU Pemerintahan (di) Daerah maupun UU tetang pemerintahan Desa. Perbedaan pengaturan dan kewenangan tersebut ternyata dipengaruhi oleh konstelasi politik nasional. Upaya Pemerintah Pusat menerapkan desentralisasi ternyata mengalami kesulitan. Kesulitan tersebut mengarahkan Pemerintah Pusat untuk menata penyelenggaraan negara lebih sentralistik. Pengaturan desentralisasi dan otonomi desa dalam berbagai UU dalam periode RI secara teoritis sejalan dengan teori desentralisasi statis, tetapi tidak sesuai dengan teori desentralisasi dinamis. Karena itu pengaturan tersebut sebagian besar relevan dengan teori desentralisasi statis Hans Kelsen tetapi tidak relevan dengan teori desentralisasi dinamis. Dari sisi kebijakan bentuk peraturan perundang-undangan desetralisasi relevan dengan teori kebijakan (policy process) tetapi dari tata cara pembentukannya tidak sejalan dengan teori hirarki perundang-undangan (stuféntheorie). Penggunaan istilah daerah otonom telah mengaburkan pengertian desentralisasi dan otonami secara teoritis . Konsep desentralisasi dinamis patut diterapkan dengan cara mengatur kewenangan propinsi, kabupaten/kota dan desa dalam satu undang-undang secara tegas sekaligus untuk menetralisir otonomi luas dalam rangka demokratisasi di tingkat lokal.
Depok: Universitas Indonesia, 1999
D1061
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
H.A.W. Widjaja,1940-
Jakarta : Rajawali, 2010
352 WID o
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Yogyakarta: IRE Press, 2004
352 PRO
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Selo Soemardjan
Abstrak :
Sejak Republik Indonesia terbentuk sebagai suatu negara kesatuan yang merdeka dan berdaulat, masalah desentralisasi kekuasaan pemerintahan kepada daerah-daerah otonom mendapat perhatian pemerihtah. Sebagai negara kepulauan yang terbesar di seluruh dunia, setiap orang tanpa kecuali berpenda-pat bahwa pembentukan daerah-daerah otonom di dalam negeri merupakan keperluan yang mutlak demi pemerintahan demokratis yang efektif. Tidak mungkin, demikianlah pendapat para pemimpin di tingkat nasional dan daerah, pemerintah Republik Indonesia hanya berada di Jakarta saja dan melakukan kekuasdannya sampai pelosok-pelosok yang jauh.
1992
JIIS-2-1992-1
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Negara Republik Indonesia sebagai negara kesatuan menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi termasuk desa.
321 KYBER 2:3 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Otonomi desa yang bertopang dan bersendi pada hukum adat semula kokoh dalam meopang kehidupan dan kegiatan pemerintahan desa. Namun kondisi saat ini melemahnya hukum adat berdimensi lain yaitu menguatnya hukum positif yang bersumber dari negara dengan prinsip jika rakyat mengalami kesulitan maka negara hadir dalam mengatasi kesulitan dan kebutuhan rakyat.
321 KYBER 2:3 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Roosiah Yuniarsih
Abstrak :
Dalam rangka meningkatkan pembangunan pedesaaan terutama melalui peningkatan prakarsa dan swadaya masyarakat desa serta memanfaatkan secara maksimal dana-dana yang langsung maupun tidak langsung diperuntukkan bagi pembangunan pedesaan , otonomi desa merupakan salah satu alternatif. Tetapi publikasi mengenai otonomi desa masih sedikit melalui publikasi tersebut diketahui bahwa otonomi desa diberi peluang melalui kebijaksanaan Pemerintah dalam Undang Undang Nomor 5 Tahun 1979 di dalam praktek otonomi desa antara desa yang satu dan lainnya dapat berbeda baik karena perbedaan kepentingan dan kebutuhan serta secara normatif secara normatif berarti perbedaan besarnya otonomi desa bergantung pada besarnya sisa urusan rumah tangga dari keseluruhan urusan setelah dikurangi dengan urusan Pemerintah Pusat Dati I dan Dati II Akan tetapi secara nyata juga terdapat perbedaan mengenai besarnya otonomi desa sehingga peran desa terhadap pembangunan juga tidak sama dan perbedaan dalam arti adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan di dalam praktek otonomi desa.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover