Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Febriana Sartika Sari
"Pasung merupakan bentuk pengekangan fisik atau kurungan yang dilakukan oleh masyarakat non professional pada ODGJ. Penanganan ODGJ paska pasung di ruang perawatan menjadi bagian penting dalam siklus perawatan. Tujuan penelitian adalah untuk mendiskripsikan secara mendalam penanganan orang dengan gangguan jiwa ODGJ paska pasung di ruang perawatan. Metode penelitian menggunakan desain kualitatif dengan pendekatan multiple instrumental case study. Penelitian menggunakan 2 kasus dan partisipan sejumlah 11 partisipan dipilih dengan purposive sampling. Pengumpulan data melalui wawancara mendalam kepada para tenaga kesehatan dan penelusuran dokumen-dokumen.
Hasil penelitian menunjukkan 6 kategori dengan beberapa subategori yaitu, 1 Kondisi ODGJ paska pasung dengan gejala dominan adalah gejala negatif dan diagnosis keperawatan utamanya isolasi sosial dan defisit perawatan diri, 2 Penanganan ODGJ paska pasung dilakukan di tiap tahap perawatan dan membutuhkan intervensi keperawatan dengan frekuensi lebih banyak, 3 Burnout yang dialami perawat 4 Kendala yang dialami tenaga kesehatan meliputi kebijakan lama rawat dan standar prosedur operasional perawatan kurang efektif, dukungan keluarga tidak adekuat, perbedaan budaya menghambat komunikasi terapeutik, dan ketidakdisiplinan tenaga kesehatan dalam perawatan, 5 Kolaborasi tenaga kesehatan, dan 6 Harapan tenaga kesehatan. Kesimpulan penelitian ini adalah penanganan ODGJ paska pasung di ruang perawatan dilakukan secara kolaboratif namun belum optimal, masih banyak kendala. Sistem pelayanan kesehatan jiwa perlu ditingkatkan baik di rumah sakit maupun di komunitas.

Pasung is a physical restraint or confinement performed by non professional society for people with serious mental illness PWSMI .The treatment for PWSMI post pasung in the mental ward is an important part in the treatment cycle. The objective of the study was to describe the treatment for PWSMI post pasung in the mental ward. The methode of the study was qualitative using multiple instrumental case study approach. Purposive sampling was used to select the participants. Data were obtained by indepth interview with the health care provider and documents tracking. The study used 2 cases and the number of theparticipants in the study was11 participants.
The result of the study was described in six categories 1 The condition of PWSMI post pasung was dominant in negative symptom and the main nursing diagnosis were social isolation and self care deficit, 2 The treatment for PWSMI post pasung in each of the mental ward needed more nursing interventions, 3 Burnout was experienced by the nurse, 4 The obstacles in the treatment experienced by the health care provider were the policy of length of stay and standard operational procedur in treatment were not effective, inadequate of family support, the culture difference between the client dan the health care provider, and indicipline of the health care provider 5 The collaboration of the health care provider in the treatment, 6 The expectation of the health care provider. The conclusion of the study was the treatment for PWSMI post pasung in the mental ward conducted by the health care provider collaboratively was not optimal yet, there were many obstacles. The health care system especially in the mental ward and community had to be improved.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
T46831
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Saraswati
"Kajian literatur ini menganalisis promosi kesehatan jiwa sebagai upaya mengurangi stigma terhadap orang dengan gangguan jiwa (ODGJ). Latar belakang dibuatnya penelitian ini yaitu tingginya stigma negatif masyarakat terhadap orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) di Indonesia yang berpengaruh terhadap perlakuan diskriminatif terhadap ODGJ seperti pemasungan, pengucilan, dan perlakuan diskriminatif lainnya. Dalam mengkaji topik penelitian ini, peneliti melakukan penelaahan terhadap penelitian-penelitian terdahulu yang relevan dengan topik kajian literatur ini. peneliti memilih 15 (lima belas) penelitian terdahulu yang paling relevan dari rentang waktu 2016–2022. Dari 15 penelitian tersebut, peneliti kembali memilih 10 (sepuluh) penelitian yang relevan dengan setiap konsep yaitu stigma terhadap orang dengan gangguan jiwa, promosi kesehatan jiwa, dan upaya mengurangi stigma. Terdapat 3 (tiga) jurnal acuan dalam menganalisis stigma terhadap orang dengan gangguan jiwa (ODGJ), 5 (lima) jurnal acuan mengenai promosi kesehatan jiwa, dan 2 (dua) jurnal acuan mengenai upaya mengurangi stigma. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kajian literatur jenis integrative review dengan menganalisis kelebihan, kekurangan, serta substansi dari jurnal-jurnal acuan yang ditelaah. Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa stigma negatif masyarakat terhadap orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) disebabkan oleh minimnya pengetahuan masyarakat mengenai kesehatan jiwa dan gangguan kejiwaan sehingga promosi kesehatan jiwa diperlukan dalam meningkatkan pengetahuan serta menumbuhkan empati masyarakat. Penelitian ini menyimpulkan bahwa promosi kesehatan jiwa dapat menjadi upaya mengurangi kesehatan jiwa dan dilakukan dengan berbagai metode seperti penyuluhan, sosialisasi, bahkan praktik seperti roleplay atau direct contact dengan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ). Metode promosi kesehatan jiwa melalui praktik menunjukkan hasil berkurangnya stigma dan munculnya empati masyarakat terhadap orang dengan gangguan jiwa (ODGJ). Promosi kesehatan jiwa pun perlu dilakukan kepada tenaga kesehatan dalam rangka meningkatkan kapasitas dan kepercayaan diri mereka untuk melakukan penyuluhan dan sosialisasi kepada masyarakat terkait kesehatan jiwa dan gangguan jiwa. Selain itu, promosi kesehatan jiwa pun dapat melibatkan peran pekerja sosial sebagai educator, group facilitator, dan activist dengan menerapkan cultural competence dengan memperhatikan aspek kebudayaan seperti kepercayaan, seni, nilai-nilai moral, hukum, adat, serta kebiasaan dan kemampuan lainnya yang menjadi pedoman hidup masyarakat. Promosi kesehatan jiwa pun perlu memperhatikan penggunaan bahasa yang mudah dipahami dan sesuai dengan budaya masyarakat sehingga materi yang disampaikan dapat diterima dengan baik.

This literature review analyzes mental health promotion as a strategy to reduce stigma towards people with severe mental illness (ODGJ). The background of this research is the existing stigmatization towards people with severe mental illness (ODGJ) in Indonesia that influences discriminative action towards them such as shackling, exclusion, and the other discriminatory behaviour in our society. In reviewing this topic, study towards previous relevant research has been done in this literature review. There are 15 (fifteen) previous studies that are relevant with the concepts of stigma towards people with severe mental illness (ODGJ), mental health promotion, and strategy in reducing stigma. There are 3 (three) reference articles in analyzing stigma towards people with severe mental illness (ODGJ), 5 (five) reference articles about mental health promotion, and 2 (two) reference articles about strategy in reducing stigma. The method used in this literature review is integrative review by analyzing the strengths, limitations, and substances of the studied reference articles. Based on the analysis, the negative public stigma towards people with severe mental illness is existing due to the lack of information people’s knowledge about mental health and mental illness in our society. Therefore, mental health promotion could be considered as a strategy to reduce stigma and increase empathy towards people with mental illness (ODGJ). This literature review concludes that a mental health promotion is potential as a strategy to reduce stigma through various methods such as socialization, counseling, and even practical activities such as roleplay and direct contact with people with severe mental illness (ODGJ). Mental health promotion through practical activities shows the decreasing of public stigma towards people with severe mental illness and the increasing of empathy towards them. Also, mental health promotion is required to strengthen the capacity and self-efficacy of health practitioners to deliver mental health socialization or counseling to the society. In addition, mental health promotion could involve social worker roles as educator, group facilitator, and activist by involving cultural competence and paying attention to cultural aspects such as beliefs, arts, moral values, laws, customs, habits, and other capabilities that have already become the guidance of society. Mental health promotion needs to be conducted by using languages that can be understood and relevant to the culture in the society in order to ensure that the information is well-delivered and accepted."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mayang Sari
"Tindakan pemasungan terhadap Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) merupakan salah satu tindakan yang melanggar Hak Asasi Manusia, karena membatasi ruang gerak individu dalam melakukan setiap kegiatannya, serta dapat berdampak pada fisik, psikologis, dan sosial individu. Adanya Program Banten Bebas Pasung 2019 merupakan wujud dari upaya pemerintah dalam menanggulangi kasus pemasungan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) di Provinsi Banten, salah satunya adalah Kabupaten Lebak. Dalam pelaksanaannya, Program Banten Bebas Pasung ini memerlukan sinergitas lintas sektor, baik tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota, hingga masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi Program Banten Bebas Pasung 2019 di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Penelitian ini mengacu pada teori implementasi program yang disampaikan oleh Charles O. Jones (1996). Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivist dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam dengan beberapa aktor yang terlibat dan studi kepustakaan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi program di Kabupaten Lebak belum dapat berjalan secara optimal karena masih ditemukannya permasalahan pada seluruh indikator, yakni sumber daya manusia, sarana dan prasarana, unit organisasi, SOP, keseragaman pemahaman implementor, komunikasi implementor, sosialisasi program, pelayanan program, pembiayaan program, serta dukungan program. Selain itu, juga terdapat hambatan dalam pelaksanaan Program Banten Bebas Pasung 2019 yang berasal dari internal dan eksternal. Adapun hambatan internal yang berasal dari struktur birokrasi dan layanan kesehatan yang diberikan, serta eksternal dari keadaan geografis serta pengetahuan dari masyarakat yang masih minim

The act of restraint people with mental disorders (ODGJ) is one of the actions that violate Human Rights because it limits individuals' space to carry out each activity and can impact the individual's physical, psychological, and social. The Government's efforts to overcome cases of shedding people with mental disorders (ODGJ) through Banten's Free Restraint 2019 Program in Banten Province, one of which is the Lebak Regency. In its implementation, the Banten's Free Restraint Program requires synergy across sectors, both at the provincial, city levels, to the community. This study analyzes the Banten's Free Restraint 2019 Program's implementation in Lebak Regency, Banten Province, which refers to the theory of program implementation presented by Charles O. Jones (1996). This study's approach uses a post-positivist paradigm with data collection techniques through in-depth interviews with several actors involved and literature study. The result indicates that the program's implementation has not been able to run optimally because all indicators, namely, human resources, facilities, infrastructure, organizational units, SOPs, similarity understanding of implementers, implementor communication, program socialization, program services, program financing, and program support) still have problems. Besides, there are also obstacles in implementing the Banten's Free Restraint 2019 Program from internal and external. Internal obstacles come from the bureaucratic structure and health services provided, and external obstacles come from geographical conditions and minimal knowledge from the community
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pramudya Sekar Arum
"Penelitian ini menganalisis tentang implementasi informed consent, kedudukan, dan peranan informed consent bagi pasien ODGJ di RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang (Soerojo Hospital). Masalah yang dibahas adalah mengenai implementasi informed consent bagi pasien ODGJ dan kedudukan serta peranan Soerojo Hospital dalam pengimplementasian informed consent. Penelitian ini menggunakan metode penelitian doktrinal. Implementasi informed consent bagi pasien ODGJ tanpa wali di Soerojo Hospital dilakukan melalui berbagai tahapan. Jika tidak ditemukan wali/keluarga pasien maka yang bertanggung jawab penuh adalah dari pihak Soerojo Hospital. Kedudukan Soerojo Hospital sebagai penanggung jawab tertuang dalam Kepdirut Nomor HK.HK.01.08/XXVI.3/1476/2022 dan Kepdirut Nomor HK.01.07/XXVI.3/2099/2019. Soerojo Hospital bertanggung jawab langsung atas segala tindakan medis yang dilaksanakan dan harus sesuai dengan kesepakatan atau informed consent yang disepakati oleh pasien. Dalam praktiknya, antara peraturan perundang-undangan dengan Kepdirut Soerojo Hospital dalam hal implementasi informed consent dan kedudukan rumah sakit sudah sesuai namun harus tetap dipertahankan dan ditingkatkan demi kesejahteraan pasien.

This study analyzed the implementation of informed consent, its status, and its role for patients with mental disorders at Prof. Dr. Soerojo Magelang Psychiatric Hospital (Soerojo Hospital). The issues discussed include the implementation of informed consent for patients with mental disorders and the position and role of Soerojo Hospital in the implementation of informed consent. This study employed doctrinal research methods. The implementation of informed consent for patients with mental disorders without guardians at Soerojo Hospital is conducted through various stages. If no guardian or family member is found, Soerojo Hospital assumes full responsibility. The position of Soerojo Hospital as the responsible party is stipulated in Director’s Decree Number HK.HK.01.08/XXVI.3/1476/2022 and Director’s Decree Number HK.01.07/XXVI.3/2099/2019. Soerojo Hospital is directly responsible for all medical actions, which must follow the informed consent agreed by the patient. In practice, the regulations and the Director’s Decrees of Soerojo Hospital regarding the implementation of informed consent and the hospital's position are aligned, but continuous maintenance and enhancement are necessary for the patient's well-being."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library