Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 61 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fitriah Basalamah
Abstrak :
......Orangutan is the Asian representative of the great apes. Its present range is confined to dwindling areas on the islands of Sumatera (Pongo abelii) and Borneo (Pongo pygmaeus) (Rijksen & Meijaard, 1999). Orangutans are arboreal (Rijksen, 1978; Galdikas, 1978), frugivorous (MacKinnon, 1974) and live semi-solitary in fission- fusion societies (Delgado & van Schaik, 2000). Ketambe, one of the major orangutan sites, supports a population density of 3-5 ind/km2 . Ketambe Research Center, which is based in Gunung Leuser Ecosystem, was run since early 1970. There are at least six families of orangutans living in the research areal of 450 ha, including the offspring of the ex rehabilitation orangutans. Orangutans in this area have been studied since 1971, where many behavioral and ecological studies have been conducted.. One of the most important studies identified matrilines within Ketambe based on genetic analysis (Atmoko, 2000) Female orangutans in Ketambe tend to be philopatric which means that they remain in their natal or birth groups. This condition is the result of intense competition among individual orangutans over food patchs because they often form dominance relations when meeting in the same food patch. Dominan ranking of ex-rehabilitation orangutans, based on a liniear index of responses in the context of displacement at a food patch, tends to be lower than those of wild orangutans. Orangutans travel and forage to find food patches within their habitat. By using software GIS Arc View 3.3, Day Journey Length (DHL) adult females including ex-rehabilitation female orangutan ex-rehabilitant is known to be 37-2.106 meters with an average between 437-795 meter. The matrilinial relationship between individuals influence each other in foraging and competition to form home ranges, especially for females. Orangutans matrilines tend to have overlapping home ranges between 46,66% - 97,07%).
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
T39627
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Hazebroke, Hans P
Kinabalu: Natural History Publication, 2006
363.68 HAZ g
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Noval Isnaeni
Abstrak :
Karya Akhir ini membahas tentang bagaimana sudut pandang kriminologi lingkungan dalam kasus Pencurian Cacing Sonari yang terjadi di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP). Cacing yang diambil merupakan hewan tidak dilindungi namun habitatnya berada pada wilayah konservasi yang dilindungi. Selain itu para pelaku kasus pencurian cacing Sonari yang dalam proses perburuannya merusak kawasan konservasi seluas 50 hektar, namun pelaku yang tertangkap hanya divonis hukuman 2 bulan 21 hari penjara dan denda sebanyak 100 ribu rupiah. Peneliti menggunakan teori kejahatan lingkngan dan kejahatan terorganisr untuk mengidentifikasi kasus ini. selain itu peneliti menggunakan tools dalam teori pencegahan kejahatan situasional untuk memberikan saran kegiatan apa yang dapat dilakukan pihak TNGGP untuk meningkatkan keamanan wilayah konservasinya. Peneliti melihat bahwa Pencurian Cacing Sonari merupakan salah satu bentuk kejahatan lingkungan yang terorganisir, namun penanganan kasus ini secara legal dirasa kurang efektif karena dasar penghukuman yang diberikan kurang sesuai dengan kejahatan yang dilakukan
The focus of this Project is discusses about the perspective of environmental criminology in the Sonari Worm Theft case that occurred in Gunung Gede Pangrango National Park (TNGGP). The worms is not protected animals but their habitat is in the conservation areas which is protected. the perpetrators of the Sonari worm theft case which in the process of hunting destroyed a 50-hectare conservation area, but the perpetrators arrested were only sentenced to 2 months 21 days in prison and fined as much as 100,000 rupiahs. Researchers used the theory of environmental crime and organized crime to identify this case. In addition, researchers use tools in situational crime prevention theory to advise what activities can be done by TNGGP to improve the safety of their conservation areas. Researchers Identify this case as a form of organized environmental crime, but how the officers handled this case was felt to be less effective because the basis of the punishment given was not in accordance with the crime committed
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Indrati Sedijoprapto
Abstrak :
Sumber Daya Alam (SDA) merupakan pendukung kelangsungan hidup kita masa kini dan yang akan datang. Salah satu SDA Hutan yang kini di kembangkan ialah Taman Nasional. Pada Taman Nasional terdapat fungsi lindung, sumber plasma nutfah, fungsi ilmiah, fungsi rekreasi, fungsi bina cinta alam dan ekosistem percontohan. Hasil daripenelitian-penelitian maupun survei tentang Taman Nasional merupakan hal yang perlu sekali. Hasil penelitian tadi dapat merupakan masukan untuk pembinaan SDA kita demi kehidupan umat manusia. Laporan-laporan hasil survei dan penelitian Taman Nasional ini perlu ditata sehingga merupakan informasi yang diketahui, dijangkau, dimanfaatkan pada saatnya yang tepat dan disebarluaskan untuk keperluan selanjutnya. Masalahnya saat ini penyajian informasi tadi belum memadai. Tulisan ini mempunyai hipotesis sebagai berikut:
a. bahwa banyak informasi dari hasil penelitian belum tersedia dan terjangkau oleh para peneliti.
b. bahwa informasi itu diperlukan. Dari hasil penelitian yang diadakan:
Informasi yang tersedia di Taman Nasional-Taman Nasional rata-rata sebesar 25,6% dari seluruh penelitian yang pernah diadakan, sedang 74,4% lainnya tidak diketahui tempatnya. Diketahui bahwa hasil survei dan penelitian tentang Taman Nasional-Taman Nasional sangat diperlukan oleh para peneliti untuk keperluan penelitian lebih lanjut. Maka perlu diadakan penataan dalam penyajian informasi tersebut, sehingga Informasi Taman Nasional tadi dapat diketahui keberadaannya, dapat dijangkau dan dapat dimanfaatkan tepat pada waktunya dibutuhkan. Langkah pertama yang harus dilakukan ialah memperoleh laporan hasil survei dan penelitian tentang Taman Nasional-Taman Nasional. Untuk memperolehnya dapat dilakukan dengan cara-cara:
Pertama : Menghubungi setiap Taman Nasional untuk mengetahui nama dan alamat peneliti yang meneliti di Taman Nasional tersebut.
Kedua : Menghubungi instansi yang memberi tugas penelitian untuk meminta laporan hasil penelitian tersebut.
Ketiga : Mengadakan kerja sama dengan instansi-instansi atau lembaga-lembaga pendidikan yang mengevaluasi penelitian-penelitian yang telah dilakukan. Instansi atau lembaga pendidikan dapat menyerahkan satu copy laporan kepada "pusat informasi".
Keempat : Setelah laporan diperoleh, laporan diolah. Langkah berikutnya ialah pengolahan yaitu: dengan menginventarisasinya, mengkatalogisasi, mengabastrak, membuat "review"nya dan akhirnya menerbitkan. Dengan adanya penerbitan, hasil olahan ini kemudian dapat disebarluaskan hingga informasi Taman Nasianal ini dapat diketahui dengan cepat. ...... Natural Resources are formed to support our present and future existence continuously. National Park is one of the forest natural resources which has been developed. It has numerous functions such as protection, germplasm resources, recreation, nature care and model for ecosystem. Both survey and research results on National Parks are urgently needed. They become consumption of the development of Natural Resources for the sake of mankind. These National Park survey and research reports have to be organized so that the information is accessible, useable and subsequently disseminated for future purposes. At this very moment the problem is that the information is not adequately available. This thesis has the following hypotheses:
a) That information resulting from research activities are not available nor accessible to the researchers.
b) That these information are needed. Based on this investigation it is concluded that:
· Only 25,6% of the information submitted is available, the remaining 74.4% can not be located.
· It is understood the survey and research reports on National Park are urgently needed for further activities. There for, it is necessary to organize the information, to be able to make them available whenever they are needed. The first thing to be done is obtaining the survey and research reports on National Park. In order to obtain them:
First : Contact each National Park, to get the names and actresses of the scientists who made the investigation.
Second : Contact the agency in charge of the research project, to get the research reports.
Third : Set up cooperation with agencies or educational institutions which have assessed the performed research.
Forth : Process the reports received. The following steps are: recording, cataloguing, abstracting, reviewing and finally publishing. As a result the publication can be disseminated to make people aware of the existence of the information on National Park.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Taufik Wahab
Abstrak :
Studi ini berangkat dari penelitian empirik di Desa Cipeuteuy dimana teritorialisasi dalam bentuk perluasan kawasan taman nasional pada praktiknya mengalami kendala ketika harus berhadapan dengan realitas di lapangan. Penambahan luas kawasan taman nasional dengan merubah hutan produksi menjadi hutan konservasi membuat masyarakat yang tinggal di pinggir kawasan hutan menghadapi situasi transisi. Kajian ini membahas tentang program teritorialisasi yang dilakukan pemerintah dalam bentuk perluasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak dan bagaimana masyarakat merespon program tersebut, dengan tujuan untuk dapat memahami dinamika yang terjadi serta ketegangan yang ada di dalamnya. Dalam melakukan analisa, peneliti melihat bahwa kekuasaan tidak hanya dimiliki oleh taman nasional yang mendapat legitimasi secara formal. Kekuasaan juga dimiliki oleh penduduk desa dalam merespon praktik pemerintah yang berkaitan dengan normalisasi dan regulasi dimana kuasa dilihat memiliki ciri produktif dalam memproduksi realitas dan juga ritus-ritus kebenaran. Membangun kesadaran kolektif dilakukan penduduk Desa Cipeuteuy sebagai respon atas praktik pengelolaan taman nasional yang memiliki kekuasaan dan legitimasi secara formal terhadap kawasan hutan. Hal tersebut dilakukan dengan cara mengadakan pertemuan-pertemuan informal dan menggalang dukungan dari luar desa agar dapat merumuskan masalah bersama, melakukan transformasi nilai kebenaran dan menentukan posisi atas keberadaan taman nasional. The study was established from empirical research in Cipeuteuy village, where territorialisation in the form of national park expansion has experienced the complexity when dealing with the realities on the ground. The expansion of national park area by changing the status of production forest into conservation forest has created a transition situation to the local community living in surrouding area. This study evaluated how the local community responses to the territorialisation program conducted by the government in the form of expansion of Halimun Salak National Park with the aim to understand the dynamics took place and the tension involved in it. In doing the analysis, the researcher found that the power is not only owned by the national park who formally has legitimation. The power is also owned by villagers in responding governmental practices related to normalisation and regulation. This power is seen as having productive characteristic to produce reality and rites of truth. Local community in Cipeuteuy Village established collective awareness to response the management practices conducted by national park, who own the power and formally has legitimation to the forest. This has been demonstrated by carrying out informal meetings and seeking supports from outside the village to enable them to identify common issues, tranform the value of truth and define their position to the existence of national park.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
T26654
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Kalang, Ferdy
Abstrak :
Penelitan ini dimaksudkan untuk mengevaluasi proses pelaksanaan program pembentukan kader konservasi di Kawasan Taman Nasional Tanjung Puling Kecamatan Kumai Kabupaten Kotawaringin Barat. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan sumber data dari observasi, dokumentasi dan infomian. Pengumpulan data menggunakan teknik wawancara terhadap informan yang terkait, dokumentasi terhadap laporan tertulis dan observasi lapangan. Pemeriksaan terhadap data didasarkan kriteria derajat kepercayaan, keteralihan, kebergantungan dan kriteria kepastian. Kegiatan analisis data berupa mereduksi, menyajikan dan menarik kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masukan program berupa aspek Manusia (Human) ketentuan persyaratan untuk masyarakat sasaran program dapat dipenuhi, penyelenggaraan kegiatan program lebih berkesan sebagai kepentingan administratif, kesadaran dan partisipasi masyarakat sekitar sangat menentukan efektifitas program ini. Aspek Sumberdaya (Material) secara ekonomis program ini diharapkan memberikan tambahan penghasilan bagi masyarakat, program ini adalah (bentuk dan cakupan) kegiatan menyesuaikan pada dana/biaya yang tersedia, panitia mampu memanfaatkan fasilitas yang ada dan mobilisasi perlengkapan cukup efektif. Aspek Gagasan (Ideational) pemetaan terhadap harapan melakukan perubahan dalam jangka pendek, menengah .dan panjang belum cukup jelas, rancangan program disusun dengan komposisi materi mencakup hal-hal yang menurut persepsi penyelenggara dibutuhkan dan dianggap penting, model pengajaran andragogik dirasakan tepat dalam mendukung tujuan untuk melakukan perubahan, kegiatan yang dilakukan bersifat memberi contoh dan disertai dengan sistem insentif yang memadai bagi tindakan yang mendukung, untuk mencapai tujuan konservasi, harus dipikirkan kompensasi yang seharusnya diterima masyarakat. Proses pelaksanaan mencakup aspek rencana intervensi yang dipersiapkan terlalu berat dan sulit untuk dapat dikerjakan secara optimal. Aspek program sebagaimana adanya berupa mekanisme penetapan kader mengingkari prinsip partisipatoris. Kesimpulan menunjukkan bahwa proses kegiatan program sudah sesuai dengan kondisi normatif, pembentukan kader konservasi dilakukan dalam jenjang atau tingkatan, Panitia kader konservasi selalu berasal dari tenaga struktural dan fungsional, masyarakat yang tinggal disekitar kawasan merupakan pihak paling berkepentingan dengan kegiatan program. Dana program bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, kegiatan pendidikan tidak mengakomodasikan kebutuhan dan persoalan lapangan, fasilitas sudah tercakup dalam pembiayaan, pertengkapan disiapkan sebelumnya bekerjasama dengan mils kerja Balai Taman Nasional Tanjung Puling. Filosofi yang dianut adalah melakukan perubahan terhadap cara berpikir, bersikap dan bertingkah laku ke arah positif. Kurikulum dirancang dengan mengacu pada kebutuhan normatif, kegiatan didominasi oleh model paedagogi, kompetensi dan onentasi administratif yang terlalu kuat menjadi kendala upaya mefakukan perubahan, keterikatan masyarakat secara ekonomis, kultural maupun spritual harus menjadi fokus tindakan konservasi, upaya intervensi terlalu banyak yang dibebankan pada kader konservasi. Faktor yang mempengaruhi berhasilnya program antara lain adanya permainan yang bertemakan konservasi, adanya keseriusan Balai Taman Nasional Tanjung Puling memberikan pemahaman kepada masyarakat, praktek lapangan yang selalu dilaksanakan dalam kawasan konservasi, pembinaan kader melalui Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia, adanya dukungan masyarakat menyediakan fasilitas dan mendampingi peserta dalam kegiatan di lapangan. Sedangkan untuk saran, penulis merekomendasikan beberapa butir, diantaranya perlu adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban kader konservasi, tingkatan kader konservasi yang jelas, kebutuhan pendidikan yang compentence based. Waktu pelaksanaan pendidikan sesuai dengan rencana dan menyesuaikan waktu libur untuk peserta dari kalangan pelajar dan mahasiswa.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13938
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutasoit, Donal
Abstrak :
Pembangunan di Indonesia selama dasawarsa 60-an sampai 90-an merupakan babak penting dalam sejarah pengelolaan sumberdaya alam, karena sumber daya alam dijadikan lokomotif penghela pembangunan dengan komoditi primadona yaitu minyak dan gas, hasil hutan (terutama kayu), serta hasil tambang.

Menurut laporan misi teknis International Topical Timber Organization (1TO) tahun 2001, disebutkan bahwa pada tahun 1967, produksi log dilaporkan sekitar 3.3 juta m3, telah meningkat pesat menjadi 32 m3 diproduksi pada tahun 1988, di mana 96% produksi log berasal dari hutan alam. Pada tahun 2000 dengan meningkatnya industri kehutanan, telah terjadi kesenjangan antara kapasitas terpasang dengan kemampuan pasokan kayu sekitar 50 juta m3/tahun di mana total kebutuhan industri kayu diperkirakan mencapai 72 juta m3.

Pada tahun 2004 kesenjangan kapasitas terpasang dengan pasokan kayu legal dari hutan alam semakin meningkat. Menurut Dirjen PHKA (2004) kapasitas terpasang industri olahan kayu sebesar 74 juta m3 sedangkan penetapan jatah tebangan untuk tahun 2004 hanya 7 juta m3.

Adanya kesenjangan kapasitas terpasang industri dan kegiatan ekspor illegal produk kayu ke luar negeri menyebabkan tekanan terhadap sumberdaya alam hutan semakin meningkat. Kerusakan hutan tropis Indonesia diperkirakan antara 0,6-1,3 juts ha/tahun (Abdullah, 1999), bahkan oleh banyak pihak angka tersebut ditengarai telah mencapai 2,5-3 juta ha/tahun sekarang ini.

Eksploitasi besar-besaran terhadap kawasan hutan bukan hanya terjadi pada hutan produksi tetapi sudah memasuki kawasan suaka alam maupun kawasan pelestarian alam termasuk di dalamnya kawasan taman nasional.

Perubahan dinamika politik juga turut berpengaruh terhadap percepatan kerusakan kawasan hutan dimana tuntutan peningkatan PAD menyebabkan Pemda turut melirik potensi SDA hutan untuk dijadikan sumber dana dengan mengeluarkan perda ataupun perizinan yang sering bermasalah. Salah satu contohnya adalah pemberian izin lokasi pemanfaatan kayu di areal yang tidak potensial untuk diambil kayunya sehingga penebangan terjadi di luar izin yang diberikan, di sisi lain pengawasan masih sangat minim. Angin reformasi yang bertiup kencang sering diidentikkan dengan kebebasan yang sebebas-bebasnya dan dijadikan alasan untuk melakukan perambahan hutan. Kondisi pendapatan masyarakat yang masih rendah dan jumlah penduduk yang semakin bertambah turut memberi andil dalam memperparah kerusakan hutan. Kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) seluas 1.375.349 ha, terletak pada bagian tengah rangkaian pengunungan bukit barisan dengan topografi yang didominasi oleh kelas kelerengan > 60% pada sebagian besar kawasannya (± 70%) dari luas kawasan. Pada kawasan ini terdapat hulu-hulu sungai dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari (Jambi), DAS Musi (Sumatera Selatan), DAS Ketaun (Bengkulu) dan DAS Indrapura (Sumbar). Jenis tanah yang mendominasi adalah jenis tanah Podsolik dengan sifat fisik dan sifat tanah yang relatif kurang baik serta relatif mudah tererosi. Kondisi fisik kawasan TNKS yang demikian menyebabkan kawasan tersebut sangat vital bagi kelangsungan aktifitas ekonomi di daerah sekitar dan di bagian hilirnya yang mata pencaharian pokoknya adalah di sektor pertanian. Di samping itu, kawasan ini juga berperan memelihara fungsi ekologis seperti menjaga stabilitas iklim, mencegah erosi, mengendalikan banjir, melestarikan biodiversity sarana penelitian dan pendidikan, wisata dan fungsi lainnya. Dari hasil penafsiran citra satelit yang dilakukan ICDP dan Balai TNKS terlihat adanya pengurangan penutupan kawasan hutan dari tahun 1985 sampai tahun 2002 seluas 26.044 ha dan kerusakan tersebut sampai saat ini masih terus berlangsung. Kerusakan TNKS terutama disebabkan oleh aktifitas illegal logging dan perambahan hutan yang masih tinggi. Di samping itu, juga disebabkan oleh kebakaran hutan pencurian hasil hutan bukan kayu, perburuan liar, penambangan liar dll. Dampak dari kerusakan TNKS secara langsung mulai dirasakan dengan seringnya banjir dan longsor di sekitar kawasan yang menimbulkan kerugian material dan moril yang sangat besar terhadap masyarakat sekitar, terganggunya aktifitas ekonomi misalnya di sektor pertanian (sawah tergenang), transportasi (baik air maupun darat) dan sektor lainnya. Bertolak belakang dari kenyataan tersebut di atas maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut : 1. Menganalisa faktor-faktor yang berkaitan pengelolaan INKS baik dari sisi intern maupun ekstern berupa kekuatan, kelemahan, kesempatan dan ancaman yang dihadapi institusi pengelola yaitu Balai TNKS, Departemen Kehutanan dalam rangka mengurangi laju kerusakan hutan di INKS. 2. Merumuskan strategi-strategi kebijakan dalam rangka mengurangi laju kerusakan hutan di TNKS. 3. Memilih prioritas strategi yang ada berdasarkari kriteria-kriteria yang ditentukan. Dari hasil analisa SWOT terhadap faktor internal dan eksternal Balai INKS sebagai pengelola kawasan maka diperoleh alternatif strategi kebijakan dalam rangka mengurangi laju kerusakan hutan di INKS berupa strategi WT (Weakness-Threat) dengan bobot 4,78 kemudian strategi ST (Strength-Threat) dengan bobot 3,77 disusul strategi WO (Weakness opportunity) dengan bobot 3,16 dan selanjutnya strategi SO (Strength-Opportunity) dengan bobot 2,15. Hasil analisa altematif-alternatif kebijakan dari strategi terpilih yaitu Weakness-Threat (atasi kelemahan untuk menghadapi ancaman) adalah sebagai berikut : - Peningkatan organisasi/kelembagaan BTNKS, penyempurnaan sarana prasarana, perbaikan tata batas kawasan dalam rangka meningkatkan kemampuan menghadapi ancaman/gangguan kawasan serta melakukan pemantauan terhadap upaya peningkatan PAD secara tidak terkendaii. Mengupayakan penambahan jumlah SDM BTNKS dan peningkatan kemampuan petugas dalam mengantisipasi gangguan kawasan terhadap aktifitas pemenuhan bahan baku industri secara ilegal. Dukungan dana operasional yang memadai dan teratur dalam rangka mengantisipasi/menanggulangi gangguan kawasan dan meningkatkan partisipasi masyarakat dengan pengembangan masyarakat di daerah penyangga. Strategi kebijakan yang didapat dari hasil analisa SWOT tersebut belum tentu seluruhnya dapat dilaksanakan secara simultan karena keterbatasan sumber daya dan yang lainnya sehingga perlu dilakukan penentuan prioritas. Dengan menggunakan The Analityc Hierarchy Process (AHP), dilakukan pemilihan prioritas kebijakan dengan hasil sebagai berikut : 1. Peningkatan jumlah SDM BTNKS dan kemampuan petugas dalam mengantisipasi gangguan kawasan terhadap aktifitas pemenuhan bahan baku industri secara illegal dengan bobot 0,483 2. Dukungan dana operasional yang memadai dan teratur dalam rangka mengantisipasi/penanggulangan gangguan kawasan INKS dan meningkatkan partisipasi masyarakat dengan pengembangan masyarakat di daerah penyangga dengan bobot 0,309 3. Peningkatan organisasi/kelembagaan, penyempurnaan sarana prasarana BTNKS, perbaikan tata batas kawasan dalam rangka meningkatkan kemampuan menghadapi ancaman/gangguan kawasan serta melakukan pemantauan terhadap upaya peningkatan PAD secara tidak terkendali dengan bobot 0,208. Penentuan prioritas strategi kebijakan dalam rangka mengurangi laju kerusakan hutan TNKS, bukan berarti menyatakan bahwa yang pertama perlu dan yang lain tidak perlu tetapi penentuan prioritas ini hanya sebagai bantuan untuk menentukan kebijakan yang perlu didahulukan apabila untuk melakukan seluruh kebijakan secara simultan mengalami kendala. Pelaksanaan seluruh kebijakan secara simultan akan menghasilkan pencapaian tujuan yang lebih optimal. Berkurangnya laju kerusakan hutan di INKS merupakan langkah panting untuk mempertahankan fungsi kawasan baik yang tangible maupun intangible yang sangat dibutuhkan masyarakat sekitar untuk mempertahan-kan dan meningkatkan kesejahteraannya.
Depok: Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T15299
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7   >>