Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zainal Arifin
Abstrak :
Penelitian ini merupakan evaluasi terhadap Kinerja Departemen Agama Dalam Penyelenggaraan Haji Perspektif Ketahanan Nasional Permasalahan yang diangkat dalam Tesis ini adalah : (1) Kinerja Kebijakan dalam Penyelenggaraan dan Pembinaan haji (2) Susunan Organisasi Penyelenggaraan Ibadah Haji (3) Menetapkan Biaya penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) .(4) Hubungan Pembinaan calon Haji Terhadap ketahanan Nasional . Analisis Kinerja Departemen Agama Dalam Penyelenggaraan Haji Perspektif Ketahanan Nasional yang diangkat 4 (Empat) hal pokok, yakni : Penyelenggaraan dan Pembinaan Haji, Susunan organisasi, Biaya penyelenggaran Ibadah haji dan Hubungan Haji dan ketahanan nasional. Hasil Penelitian menemukan (1) Bisnis haji masih dilakukan secara terselebung berkaitan dengan latar belakang sosial budaya jemaah haji ,yakni sifatnya paternalistik berpendidikan rendah dan kencenderungan beragama secara formalistik .(2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999 secara Yuridis Formal menjadi landasan hukun penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia yang ditetapkan sebagai tugas nasional berdas.arkan asas keadilan pemerintah sebagai organisasi Birokrasi.(3) Ongkos naik -haji (ONH) selalu mengalami kenaikan tetapi tidak mengurangi minat masyarakat muslim untuk melaksanakan ibadah haji.(4) Haji mempunyai aspek dimensi religius dalam pelaksanaannya bersangkut paut dengan aspek-aspek non religius yang dapat menjamin ketmanan, keselamatan ,kelancaran dan terlalcsananya ibadah haji sesuai ketentuan Agama.
This research is an evaluation of performance of the Department of Religious Affairs of the National Stability Perspective-based Pilgrimage Management. The Problems of this Thesis are : (1) The Performance of Policies on The Pilgrimage Management and Establishment; (2) Organizational Structure of the Pilgrimage Service Management; (3) Determinations of the Pilgrimage Service Cost; (4) Relations of the Candidate Pilgrim Establishment with the National Stability. Analysis of Performance of the Department of Religious Affairs of the National Stability Perspective-based Pilgrimage Management arises 4 (four) key subject matters, namely: Pilgrim Management and Establishment, Organizational Structure, Pilgrimage Service Cost, and Relations of the Pilgrims with the National Stability. Research results find that (1) Pilgrimage is still Managed in "non-Transparent" manner related to socio-cultural characteristics of the pilgrimage members, that is, paternalistic, lower educational background and formalistic religious bias, (2) the Act ("Undang-Undang") No. 17 of 1999 formally and judicially forms a legal basis of the National Pilgrimage Service Management which is determined as the national duty according to the government principles of justice as a bureaucratic organizations, (3) Pilgrimage Fase is always increasing, on the one hand, but it does not reduce the interests of Muslim community to attend the pilgrimage service, on the other hand, (4) Pilgrim has an aspect of religious dimension which is, in its Management, related to any other non-religious aspects that may ensure security, safety, smooth operations of the pilgrimage service conforming to the religious comarnmandment. Kinerja Departemen Agama dalam Penyelenggaraan Haji Perspektif Ketahanan Nasional ( Studi Kasus Pada Direktorat Pelayanan Haji dan Umrah Departeman Agama Republik Indonesia )
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T12561
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suteguh Yuwono
Abstrak :
Latar Belakang
Betapa mutlaknya stabilitas untuk suatu negara, kawasan atau dunia, tidak seorang pun dapat menyangkalnya. Kita menyaksikan pelbagai kawasan di dunia yang masih dilanda oleh pergolakan-pergolakan yang berkepanjangan, jatuhnya korban baik jiwa maupun benda yang tidak sedikit, manusia bergulat dengan maut dan kesengsaraan di Libanon, Afganistan, di beberapa bekas negara-negara Uni Sovyet dan sebagainya.

Indonesia memiliki pengalaman yang sama, pengalaman yang penuh pergolakan, di mana kita dihadapkan kepada pelbagai bentuk ancaman baik ideology, politik, ekonomi, social, budaya, maupun ancaman fisik di bidang pertahanan keamanan.

Negara RI pada awal memperoleh kemerdekaannya atas dasar merebutnya dari tangan penjajah, sudah harus menghadapi ancaman langsung dari luar berupa agresi Belanda yang ingin bercokol lagi di Indonesia. Keadaan ini menimbulkan keraguan para peninjau dari luar negeri akan kemampuan negara RI yang masih sangat muda mempertahankan eksistensinya. Mereka berpendapat bahwa Republik Indonesia tidak akan berumur panjang. Ternyata pendapat itu tidak benar, karena RU tetap tegak berdiri.

Di dalam periode di tengah memuncaknya perang kemerdekaan, RI harus pula menghadapi ancaman lain dari dalam negeri sendiri, yaitu pemberontakan bersenjata PKI tahun 1948. Para pengamat luar negeri sekali lagi meramalkan tamat sudah riwayat RI dengan adanya pemberontakan ini, yang kemudian diikuti dengan serangan Belanda kedua kalinya. Kali ini mereka juga meleset ramalannya karena RI tetap hidup.

Dalam periode berikutnya antara tahun 1950 ? 1960, RI dihadapkan kepada ancaman bentuk lain. Dalam periode ini stabilitas ideology politik ternacam oleh timbulnya pertentangan antara partai-partai polotik serta golongan-golongan masyarakat yang menibulkan pecahnya pemberontakan-pemberontakan bersenajata dari RMS, APRA, DI-TII, PERMESTA, PRRI. Peristiwa ini dibarengi dengan krisis di bidang ekonomi. Banyak pihak yang meramalkan bahwa RI akan ambruk karena pertentangan di dalam tubuhnya sendiri dan oleh karena kemerosotan ekonominya. Kenyataan menunjukkan Indonesia tetap tegak sebagai negara proklamasi 17 Agustus 1945.

Dalam periode 1960 ? 1965, dikatakan bahwa negara sudah menghadapi kebangkrutannya karena menghadapi?
1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edys Riyanto
Abstrak :
Perang informasi baik sebagai metode komunikasi maupun sebagai suatu bentuk perang merupakan strategi dan taktik yang diambil untuk mencapai superioritas informasi. Keberhasilan dan perang informasi apabila dapat mempengaruhi atau merubah pikiran komandan pihak lawan dan mampu merebut pikiran dan hati rakyat sesuai dengan keinginan yang melancarkan perang informasi. Dalam kepentingan militer untuk menghadapi perang informasi diperlukan jalinan hubungan dengan media. Di Amerika Serikat pola hubungan militer dengan media yang terjadi, militer melakukan pembatasan-pembatasan terhadap media pada saat krisis/perang, kepentingan nasional terancam dan Negara dalam keadaan bahaya. Hal serupa juga terjadi di Thailand, militer mengambil sikap mengontrol dan intervensi terhadap media demi stabilitas nasional dan kepentingan nasionalnya. Militer Thailand juga berusaha memiliki saham perusahaan telekomunikasi dan media sebagai bentuk lain dari kontrolnya. Pada periode masa Perang Kemerdekaan (1945-1949), sebenarnya telah terjalin hubungan yang baik antara militer dengan media, meskipun tidak dalam bentuk yang formal. Setidaknya ada titik temu idealisme, satu tujuan merebut dan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Periode Masa Demokrasi Liberal (1950-1959), Pola hubungan yang tejadi pada saat itu, walaupun ada kerjasama antara militer dengan beberapa media. Namun media melakukan kontrol yang bersifat subjektif demi kepentingan kelompoknya. Menjelang berakhirnya periode demokrasi liberal ini, pola hubungan yang terjadi adalah adanya kerjasama antara militer dengan media, namun militer melakukan pembatasan-pembatasan terhadap media karena negara dalam keadaan bahaya. Periode masa Demokrasi Terpimpin (1959-1966), ada hubungan yang baik antara militer dengan media yang anti PM untuk menghadapi musuh bersama yaitu PKI, melakukan perang informasi dalam rangka membangun opini publik. Pada masa Orde Baru (1966-1998). Di awal pemerintahan Orde Baru, pola hubungan militer dengan media yang terjadi adalah adanya kerjasama antara militer dengan media. Kontrol mediapun dilakukan secara obyektif dengan mengedepankan supremasi hukum. Pasca peristiwa Malari tahun 1974, pola hubungan militer dengan media berubah yaitu masih ada kerjasama, namun apabila ada hal-hal yang mengganggu stabilitas nasional dan kepentingan nasional, militer mengambil sikap mengontrol dan intervensi terhadap pemberitaan media. Menjelang berakhirnya pemerintahan Orde Baru dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi yaitu munculnya Internet, menjadikan pemerintah tidak berdaya untuk melakukan pembatasan-pembatasan. Melalui media internet ini kontrol mediapun mulai bersifat subjektif. Pola hubungan militer dan media di era reformasi berkembang secara dinamis seiring dengan perkembangan situasi dan kondisi yang terjadi. Pada awal refonmasi, ada kerjasama pihak militer dengan media, namun beberapa media seolah ingin melakukan politik balas dendam atas kejadian di masa lalu. Kontrol yang dilakukan mediapun sangat subjektif. Kondisi demikian bergengaruh terhadap ketahanan nasional, Ada beberapa media nasional dan bahkan internasional menyampaikan informasi ikut merugikan kepentingan nasional melalui pembentukan opini yang mendiskreditkan pemerintah RI dan TNI di dalam negeri maupun di mata dunia internasional. Hal tersebut juga mengancam terhadap integrasi bangsa dan ketahanan nasional. Dengan tolok ukur kesejahteraan dan keamanan, kondisi tersebut berakibat terhadap kondisi ketahanan nasional saat ini yang relatif rawan. Information warfare, either in communication method or in the kind of war, is as strategy and tactics that should be taken to reach superiority in information. The successful of information warfare can influence or change the though of opponent commander and can influence people heart and thought based on the thought of one, who begin information warfare. In military interest, to hold information war is needed relation with media. In USA, military relation pattern with media happens, military give limitation to media in crisis/war, national interest will be threaten, and the state in danger situation. The same case happens in Thailand; military control and intervene to media for national stability and interest. Thailand military try to have share in telecommunication and Media Company as another kind of control. In Independence Warfare period (1945-1949), actually there is a good relation between military and media, even though not in formal kind. At leas, there is the same point of idealism, and one objective to attain and keep the independence of the Republic of Indonesia. Liberal Democratic Period (1950-1959), the relation pattern, which happen at that time, although there is relation between military and any media. However, media do subjective control for their group interest. When the liberal democratic period will end, relation pattern, which happen, is a relation between military and media, yet military do limitation to media because the country in danger situation. In Leaded Democratic period (1959-1966), there is good relationship between military and anti-communist media to hold the same enemy. It is PKI. They do information warfare in order to develop public opinion. In the New Order period (1966-1998), military relation pattern with media, which happens, is cooperation between military and media. Media control is done objectively with law supreme minded. The event post of Malari in 1974, military relation pattern with media change. There is cooperation, but if there is national stability and interest's disturbance, military will take control and intervenes to media news. At the end of New Order government, and information technology develop fast with appearing of Internet, government fell unused to do limitations. Control media can be done subjectively through Internet media. Military and media relation pattern in reformation era develop dynamically along with the progress of situation and condition, which happen. At beginning of reformation, there is cooperation between military and media, but several media as if want to do revenge politic about the last event. Media control is done subjectively. That condition influences the national resilience. There are several national and international media involve in giving harm information through making opinion, which discredit Indonesian Government and TNI in domestic or international. It threatens the integration of national resilience. With prosperity and security approach, that condition has impact to unstable national resilience condition.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T11929
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library