Latar Belakang : Pasien kanker paru sering mengalami pneumonia, hal ini terjadi karena penurunan daya tahan tubuh. Pneumonia menyulitkan penanganan, memperburuk kualitas hidup, mengurangi survival dan seringkali merupakan penyebab langsung kematian pasien kanker paru. Penangananan pneumonia pada pasien NSCLC(non small cell lung cancer) dengan antimikroba yang terus menerus tanpa memperhatikan kultur sensisitivitas akan menyebabkan resistensi dari kuman penyebab pneumonia tersebut.
Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pasien NSCLC, pola kuman penyebab pneumonia pada pasien NSCLC, dan membandingkan kesintasan pasien NSCLC yang menderita pneumonia yang disebabkan oleh bakteri MDR (multidrug resistance) dengan yang disebabkan oleh bakteri non-MDR.
Metode : Penelitian ini merupakan kohort retrospektif dengan subjek penelitian adalah pasien NSCLC dengan pneumonia yang disebabkan oleh bakteri MDR dan non-MDR yang dirawat di Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo bulan Januari 2013–Desember 2017. Analisis dilakukan dengan analisis multivariat regressi cox.
Hasil: Setelah dilakukan pemeriksaan kultur BAL(Bronchoalveolar lavage), cairan pleura dan sputum, diperoleh 32 subjek hasil kulturnya hanya bakteri MDR, 14 subjek tumbuh bakteri MDR dan non-MDR, dan 23 subjek hanya tumbuh bakteri non-MDR. Bakteri non- MDR terbanyak penyebab pneumonia pada pasien NSCLC adalah Klebsiella pneumoniae sebanyak 37,3%, sedangkan bakteri MDR yang terbanyak menyebabkan pneumonia pada pasien NSCLC adalah Acinetobacter baumannii sebanyak 23,2%. Median survival Pasien NSCLC dengan pneumonia yang disebabkan oleh bakteri MDR adalah 57 hari(43,707-70,293) sedangkan yang oleh bakteri non-MDR 92 hari(58,772-125,228).
Simpulan : kesintasan pasien NSCLC dengan pneumonia yang disebabkan oleh bakteri MDR lebih singkat daripada yang disebabkan oleh bakteri non-MDR.
Back Ground: Lung cancer patients often experience pneumonia. This is due to the decrease in body endurance of the patients. Pneumonia complicates treatment, worsens the quality of life, reduces survival and is often a direct cause of death for lung cancer patients. Dealing with pneumonia in non-small cell lung cancer (NSCLC) patients with continuous antimicrobials treatment without regard to culture sensitivity will cause resistance of germs that cause pneumonia.
Objectives: This study aims to study the characteristics of NSCLC patients, the pattern of germs that cause pneumonia in NSCLC patients, and to compare the survival of NSCLC patients suffering from pneumonia caused by MDR (multidrug resistance) bacteria with those caused by non-MDR bacteria.
Methods: This study was a retrospective cohort with research subjects was NSCLC patients with pneumonia caused by MDR and non-MDR bacteria who were treated at Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital from January 2013 to December 2017. Analysis was performed with multivariate cox regression analysis.
Results: The results of the culture examination of BAL(Bronchoalveolar lavage), pleural fluid and sputum showed that 32 subjects were infected only from MDR bacteria, 14 subjects infected by both MDR and non MDR bacteria, and 23 subjects were infected by only non MDR bacteria. The most non-MDR bacteria that cause pneumonia in NSCLC patients was Klebsiella pneumoniae as much as 37,3%, while the most MDR bacteria that cause pneumonia in NSCLC patients was Acinetobacter baumannii as much as 23,2%. Median survival of NSCLC patients with pneumonia caused by MDR bacteria was 57 days(43,707-70,293) while those by non-MDR bacteria was 92 days (58,772-125,228).
Conclusions: The survival of NSCLC patients with pneumonia caused by MDR bacteria is shorter than that caused by non-MDR bacteria.
Salah satu kekurangan teknik Intensity Modulated Radiation Therapy (IMRT) adalah dosis serap di jaringan sehat yang cukup tinggi. Berkas proton memiliki karakteristik yang mampu mengkompensasi kekurangan tersebut. Karakteristik bragg peak yang dimiliki berkas proton memungkinkan dosis tinggi hanya pada target. Kasus Non-Small Cell Lung Cancer (NSCLC) terletak di sekitar banyak organ vital, sehingga deposisi dosis yang melebihi batas akan berdampak signifikan. Proton juga merupakan partikel bermassa yang menunjukkan pola interaksi dengan heterogenitas jaringan yang berbeda dengan foton. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi dosis perencanaan berkas proton pada kasus NSCLC dengan teknik IMPT serta membandingkan efektivitasnya dengan teknik IMRT. Perencanaan dilakukan menggunakan TPS Eclipse pada fantom air dan citra fantom in-house thorax dynamic. Perencanaan pada fantom air menggunakan 1 lapangan pada 0o dan 3 lapangan pada 45o, 135o, dan 225o. Perencanaan pada fantom in-house thorax dynamic dilakukan menggunakan single field, sum-field, dan multiple field. Nilai Conformity Index (CI) dan Homogeneity Index (HI) antara perencanaan IMPT dan IMRT tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Gradient Index (GI) perencanaan IMPT berkisar antara 4,15-4,53, sedangkan nilai GI perencanan IMRT sebesar 7,89. Terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara keduanya. Histogram distribusi dosis planar menunjukkan bahwa hasil perencanaan IMPT memberikan dosis rendah di luar target lebih sedikit dibandingkan hasil perencanaan IMRT. Selain itu dilakukan juga pengukuran dosis hasil perencanaan IMPT pada lima posisi target, serta empat posisi OAR. Hasilnya dibandingkan dengan data pengukuran IMRT. Nilai dosis titik pada target tidak berbeda secara signifikan, namun nilai dosis empat posisi OAR adalah nol, yang menunjukkan reduksi signifikan dibandingkan teknik IMRT.
One deficiency of the Intensity Modulated Radiation Therapy (IMRT) technique is that the absorbed dose in healthy tissue is quite high. Proton beams has characteristics that can compensate for these deficiencies. The bragg peak characteristic of a proton beam allows high doses only to the target. Non-Small Cell Lung Cancer (NSCLC) cases are located around many vital organs, so the doses that exceed the limit will has a significant impact. Protons are also heavy particles that show patterns of interaction with tissue heterogeneity, which is different with photons. This study aims to determine the dose distribution of proton beam planning in the NSCLC case with the IMPT technique and to compare its effectiveness with the IMRT technique. Planning was done by using TPS Eclipse on the water phantom and in-house thorax dynamic phantom. Planning parameter on the water phantom used 1 field at 0o and 3 fields at 45o, 135o, and 225o. Moreover, we used single field, sum-field, and multiple fields techniques on the in-house thorax dynamic phantom. Conformity Index (CI) and Homogeneity Index (HI) showed a bit differences between IMPT and IMRT planning. The Gradient Index (GI) of IMPT planning ranges between 4.15-4.53, while the GI value of IMRT is 7.89. The planar dose distribution histogram showed that the results of IMPT planning gave fewer out of target doses than IMRT planning results. In addition, evaluation was also made on the target of IMPT planning at five area of interest, as well as four OAR positions. The results are compared with IMRT measurement data. The point dose value at the target did not differ significantly, however the absorbed dose of the four OAR positions are zero which had a large deviation compared to the IMRT technique.