Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adinda Puspa Hayati
Abstrak :
NOx dan SO2 merupakan polutan udara yang dapat menyebabkan kerusakan lapisan ozon, hujan asam dan kabut fotokimia, sehingga diperlukan kajian mengenai cara menurunkan tingkat emisi gas NOx dan SO2 secara simultan. Berdasarkan berbagai literatur, beberapa teknik pemisahan gas NOx dan SO2 telah berhasil dikembangkan, salah satunya adalah teknologi membran serat berongga dengan berbagai jenis material membran dan jenis pelarut yang bersifat oksidator. Penelitian ini bertujuan untuk menyisihkan NOx dan SO2 secara simultan melalui kontaktor membran serat berongga polisulfona dengan menggunakan kombinasi pelarut NaClO3/NaOH sebagai larutan penyerap dan membandingkan kinerja pelarut NaClO3/NaOH dengan NaClO2/NaOH dan H2O2/NaOH. Reaksi dilakukan pada modul membran serat berongga dengan berbagai variasi laju alir gas dan konsentrasi absorben. Gas umpan yang mengandung NOx dan SO2 dialirkan pada bagian tube membran, sedangkan pada bagian shell membran akan diisi oleh kombinasi pelarut yaitu NaClO3/NaOH untuk mengoksidasi gas secara simultan. Umpan yang digunakan berupa campuran gas NOx dan SO2 dengan konsentrasi masing-masing 600 ppm dan 500 ppm. Aktivitas membran serat berongga dan pelarut di uji terhadap efisiensi penyerapan gas NOx dan SO2, fluks perpindahan massa dan NOx dan SO2 loading. Hasil analisis menunjukkan bahwa pelarut dengan kandungan H2O2 memiliki efisiensi penyisihan tertinggi, kemudian diikuti oleh NaClO2 dan NaClO3. Ketiga jenis larutan tersebut memberikan efisiensi penyisihan NOx dan SO2 yang tinggi sehingga semua pelarut yang digunakan sangat potensial digunakan untuk mereduksi NOx dan SO2. Nilai tertinggi pada parameter efisiensi penyerapan NOx dan SO2 serta fluks perpindahan massa NOx dan SO2 secara berurutan adalah 97,53%, 100% dan 9,34×10-6 mmol/cm2.s, 1,12×10-5 mmol/cm2.s. ......NOx and SO2 are air pollutants that can cause damage to the ozone layer, acid rain, and photochemical smog. Therefore, it is necessary to study how to reduce NOx and SO2 gas emissions. Based on various literature, several gas separation techniques have been successfully developed: hollow fiber membrane technology with various types of membrane materials and types of oxidizing solvents. This study aims to remove NOx and SO2 gas simultaneously through a polysulfone hollow fiber membrane module using a combination of NaClO3/NaOH solvent as an absorbent solution and compare the performance of NaClO3/NaOH with NaClO2/NaOH dan H2O2/NaOH. The reaction was carried out on a hollow fiber membrane module with various variations of gas flow rate and absorbent concentration. The feed gas containing NOx and SO2 flows to the membrane tube section, while the membrane shell section will be filled with a combination of solvents, NaClO3/NaOH, to oxidize the gas simultaneously. The feed used in this research is a mixture of NOx and SO2 gases containing 600 ppm and 500 ppm, respectively. The hollow fiber membrane and solvent activity were tested on the efficiency of NOx and SO2 gas absorption, mass transfer flux, and NOx and SO2 loading. The experimental results showed that the absorbent solutions containing hydrogen peroxide (H2O2) had the highest removal efficiency, followed by sodium chlorite (NaClO2) and sodium chlorate (NaClO3). The three pairs of absorbents provide a high NOx and SO2 removal efficiency, which means all the absorbents used in this study can potentially be used to reduce NOx and SO2. The highest values for NOx and SO2 absorption efficiency and mass transfer flux of NOx and SO2 were 97,53%, 100%, and 9,34×10-6 mmole/cm2.s, 1,12×10-5 mmole/cm2.s, respectively.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nastiti Soertiningsih Wijarso Karliansyah
Abstrak :
ABSTRAK Salah satu masalah yang dihadapi kota Jakarta sebagai ibukota negara adalah pencemaran udara dari emisi kendaraan bermotor. Pencemaran udara ini disebabkan tidakseimbangnya pertambahan jumlah kendaraan dengan pertambahan panjang jalan, yang menyebabkan terjadinya kemacetan. Data menunjukkan bahwa pertambahan jalan hanya sekitar 3,5% per tahun, sedang pertambahan kendaraan rata-rata 8,25% per tahun (KPPL DKI Jakarta, 1996: 1-2). Bergantung kadar dan lama pemaparannya, pencemaran udara dapat mengganggu dan membahayakan lingkungan hidup. Gangguan kesehatan pada manusia, kerusakan tumbuhan dan hewan, gangguan kenyamanan dan estetika, serta kerusakan benda-benda, adalah contoh gangguan yang terjadi akibat pencemaran udara (Kusnoputranto, 1996a: 214). Salah satu cara pemantauan pencemaran udara adalah dengan menggunakan tumbuhan sebagai bioindikator. Tumbuhan adalah bioindikator yang baik, dan daun adalah bagian tumbuhan yang paling peka pencemar (Kovacs, 1992: 7-9). Klorofil sebagai pigmen hijau daun yang berfungsi dalam kegiatan fotosintesis dan berlangsung dalam jaringan mesofil, akan mengalami penurunan kadarnya sejalan dengan peningkatan pencemaran udara (Mowli et aL, 1989: 54). Jaringan mesofil adalah jaringan pertama yang akan terpengaruh oleh pencemaran udara, di samping perubahan kadar klorofil (Heath dalam Mowli et al., 1989: 53). Pengaruh pencemaran udara pada daun. dapat dilihat dari kerusakan secara makroskopik seperti klorosis, nekrosis; atau secara mikroskopik (anatomi) seperti struktur sel; atau dari perubahan fisiologi dan biokimia, seperti perubahan klorofil, metabolisme (Mudd & Kozlowski, 1975: 4-5; Darral & Jager, 1984: 334; Steubing dalam Kovacs, 1992: 9-10).. Atas dasar hal-hal tersebut di atas, telah dilakukan penelitian pengaruh pencemaran udara terhadap daun tanaman peneduh jalan di wilayah Jakarta Selatan. Penelitian dilakukan di Jalan K.H. Akhmad Dahlan, Jl. Prof Dr. Supomo, SH, Jl. Jenderal Sudirman-Bunderan Senayan; dan Kebun Pembibitan Dinas Pertamanan DKI Jakarta di Cipedak sebagai kontrol. Penentuan lokasi ini didasarkan daerah yang mempunyai data kualitas udara hasil pemantauan Kantor Pengkajian Perkotaan dan Lingkungan (KPPL) DKI Jakarta, dan data tersebut digunakan sebagai data sekunder kualitas udara. Selain itu, kepadatan jalan juga menjadi kriteria pemilihannya dengan menggunakan data hasil pengamatan di lapangan dan data penghitungan Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ) DKI Jakarta. Daun yang digunakan sebagai sampel adalah daun angsana dan mahoni yang ditanam sebagai tanaman peneduh di tepi jalan raya. Dengan menggunakan alat spektrofotometer, kadar klorofil daun dianalisis. Kemudian dilakukan uji Kruskal-Wallis atas hasil kadar klorofil ini untuk melihat perubahan yang terjadi pada masing-masing lokasi. Selain itu, dibuat pula preparat anatomi daun dengan potongan melintang dan permukaan daun, untuk melihat perubahan yang terjadi pada sel-sel akibat pencemaran udara. Atas dasar hasil uji dan analisis tadi dievaluasi hubungan antara kadar klorofil dengan kualitas udara. Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat diperoleh informasi bahwa: (1) pada daun tanaman angsana terjadi perubahan sebagai berikut: a. kadar klorofil a dan b dengan NO, berkorelasi negatif (kenaikan NO, menyebabkan penurunan kadar klorofil), b. kadar klorofil a dengan SO2 berkorelasi negatif (kenaikan SO2 menyebabkan penurunan kadar klorofil), dan kadar klorofil b dengan SO2 berkorelasi positif (peningkatan SO2 menyebabkan peningkatan kadar klorofil); (2) pada daun tanaman mahoni terjadi perubahan sebagai berikut: a. kadar kiorofil a dan b dengan NO, berkorelasi negatif (kenaikan NOx menyebabkan penurunan kadar klorofil), b. kadar klorofil a dan b dengan SO2 berkorelasi positif (peningkatan SO2 menyebabkan peningkatan kadar klorofil); (3) terjadi kerusakan secara mikroskopik dan makroskopik pada jaringan daun angsana dan jaringan daun mahoni, akibat NO, dan SO2; (4) uji Kruskal-Wallis membuktikan kadar klorofil a dan b daun angsana dan mahoni pada keempat lokasi penelitian berbeda nyata; (5) uji Kruskal-Wallis untuk kualitas udara DKI Jakarta bulan Oktober, November, dan Desember 1996 menunjukkan adanya perbedaan nyata dalam NO, dan SO2. Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa: 1. pencemaran udara pada umumnya mengakibatkan terjadinya perubahan pada daun tanaman, baik secara makroskopik, mikroskopik, maupun kadar klorofil; 2. pada daun angsana, hubungan antara kadar klorofil a dan b dengan NO, berkorelasi negatif; hubungan antara kadar klorofil a dengan SO2 berkorelasi negatif, dan klorofil b dengan SO2 berkorelasi positif; pada daun mahoni, hubungan antara kadar klorofil a dan b dengan NO, berkorelasi negatif; hubungan antara kadar klorofil a dan b mahoni dengan SO2 berkorelasi positif; 3. tanaman mahoni mempunyai kemampuan bertahan lebih baik terhadap pencemaran khususnya NOx dan SO2 daripada tanaman angsana; 4. daun tanaman angsana dan mahoni dapat digunakan sebagai bioindikator pencemaran udara, khususnya NO, dan SO2; 5. tanaman angsana dan mahoni yang selama ini telah ditanam di lingkungan perkotaan, memang berfungsi baik sebagai tanaman peneduh jalan dan dapat mengurangi pencemaran udara khususnya NO, dan SO2 ; 6. daun tanaman peneduh jalan dapat dimanfaatkan sebagai bioindikator tahap pertama dalam pemantauan kualitas udara; 7. penelitian bioindikator lainnya masih diperlukan dalam mengidentifikasi pencemaran khususnya pencemaran udara di Indonesia; . 8. tanaman peneduh jalan sangat diperlukan sebagai peneduh jalan, penyejuk dan penyaman, mengurangi pencemaran udara, laboratorium alam, dan estetika.
ABSTRACT Leaf Damage As Bioindicator Of Air Pollution (A Case Study of Shelter Trees Angsana and Mahoni with Air Pollutants NOx and SO2)One of the problems of Jakarta as the capital of the Republic of Indonesia is air pollution caused by motor vehicles emission. Air pollution is caused by imbalance between vehicles and road growth which cause traffic jams. Data of road growth is about 3.5% per year, and vehicles growth 8.25% per year (KPPL DKI Jakarta, 1996: 1-2). Air pollution may disturb and create a danger to the environment in accordance with its concentration and time exposure. Human health effect, damage of plants and animals, pleasure and aesthetic effect and damage of property, all of them are examples of the air pollution impacts (Kusnoputranto, 1996a: 214). Plant as bioindicator is one of the air pollution monitoring methods. Plant is a good bioindicator, and leaf is the most sensitive part of the plant to air pollution (Heck & Brandt, 1977: 161-162; Kovacs, 1992: 7-9). Chlorophyll as green pigment of leaves has a photosynthetic function which takes place primarily within mesophyll cells. The chlorophyll content decreases, in line with the increase of air pollution concentration (Mowli et al., 1989: 54). Mesophyll cells are the first cells which are influenced by air pollutants, in addition to changing chlorophyll contents (Heath in Mowli et al., 1989: 53). Air pollution effect on leaf can be evaluated through macroscopic symptoms such as chlorosis and necrosis, or through microscopic symptoms such as cell structure changes; or physiological and biochemical changes such as chlorophyll content and metabolism changes (Mudd & Kozlowski, 1975: 4-5; Dural & Jager, 1984: 334; Steubing in Kovacs, 1992: 9-10). Based on above mentioned phenomenon, a research of air pollution impact on shelter trees leaves was done in Jakarta Selatan District. Sampling locations of this research were in Jl. K.H. Achmad Dahlan, Jl. Prof.Dr. Supomo, SH., Jl. Jenderal Sudirman - Bunderan Senayan; and at the nursery of Dinas Pertamanan DKI Jakarta as control area. These locations were selected based on air quality monitoring data done by Kantor Pengkajian Perkotaan dan Lingkungan (KPPL) DKI Jakarta, which was used as secondary data. Traffic counts on these locations were monitored by Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ) DKI Jakarta. Angsana and mahoni leaves were used as samples of which the trees were planted as shelter trees along above mentioned roads. Chlorophyll contents were analysed by spectrophotometer. The results were analysed statistically by the Kruskal-Wallis test for chlorophyll content changes. Microscopic symptoms were also analysed through microscopic anatomic preparations of cross sectional and surface view of leaves for identifying the impacts of air pollution. Regression-correlation analysis was carried out to analyze the correlation between chlorophyll content and air quality. Based on this research, the following informations were obtained: (1) chlorophyll of angsana leaves changed as followed: a. chlorophyll a and b with NOx showed a negative correlation (increased NO, caused decrease of chlorophyll concentration); b. chlorophyll a with S02 showed a negative correlation (increased SO2 caused decrease of chlorophyll concentration), and chlorophyll b with SO2 showed a positive correlation (increased SO2 caused increase of chlorophyll concentration); (2) chlorophyll of mahoni leaves changed as followed: a. chlorophyll a and b with NO, showed a negative correlation (increased NOx caused decrease of chlorophyll concentration), b. chlorophyll a and b with SO2 showed a positive correlation (increased SO2 caused increase of chlorophyll concentration); (3) NOx and SO2 air pollutants did cause angsana and mahoni leaf tissue damage which were demonstrated microscopically and macroscopically; (4) the result of Kruskal-Wallis test for different chlorophyll contents of angsana and mahoni leaves of those locations was significant; (5) the result of Kruskal-Wallis test for air quality of DKI Jakarta in October, November, and December 1996 showed significant difference in NO, and SO2. Based on this research, the following conclusions were made: (1) air pollutants generally cause changes of tree leaves, as showed macroscopically, microscopically, and in chlorophyll contents; (2) chlorophyll a and b of angsana leaves and NO, show negative correlation; chlorophyll a of angsana leaves and SO2 show negative correlation, but chlorophyll b of angsana leaves and SO2 show positive correlation; chlorophyll a and b of mahoni leaves and NO, show negative correlation; chlorophyll a and b of mahoni leaves and SO2 show positive correlation; (3) mahoni has a better adaptive ability to environmental air pollution, especially NOx and SO2 than angsana; (4) angsana and mahoni tree leaves can be used as bioindicator of air pollution, especially NO,, and SO2; (5) angsana and mahoni trees which are grown in urban environment have demonstrated perfect functions as shelter trees and also as reducer of air pollution, especially NOx and SO2; (6) advantages of using shelter tree leaves as bioindicator may help preliminary air quality monitoring; (7) further research is needed to link the use of other bioindicators to identify pollution, especially air pollution in Indonesia; (8) shelter trees are needed as shelter, air cooler, reducer of air pollution, nature laboratories, and aesthetics.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nisrina Dwi Putrianti Kawigraha
Abstrak :
Gas NOx dan SO2 merupakan gas berbahaya yang mampu menyebabkan kerusakan lingkungan makhluk hidup. Sektor yang menyumbang produksi NOx meliputi sektor energi, sektor industri, dan sektor transportasi. Sementara, gas SO2 dominan dari sektor industri. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan teknologi yang mampu menyisihkan gas NOx dan SO2 secara simultan. Metode basah merupakan teknologi pengontrol gas dengan proses kontak antara gas dan absorben. Kontaktor membran disebut efisien karena meningkatkan luas permukaan 30 kali lebih besar dibandingkan teknologi konvensional. Penelitian memfokuskan performa penyisihan gas NOx dan SO2 secara simultan menggunakan metode basah kontaktor membran serat berongga (polyvinylidene fluoride) menggunakan absorben sodium hidroksida (NaOH) dengan oksidator sodium klorat (NaClO3). Gas umpan dialirkan pada bagian tube membran, NaClO3 dan NaOH akan diisi dibagian shell membran. Berdasarkan hasil penelitian, nilai tertinggi efisiensi penyerapan, fluks perpindahan massa, dan NOx juga SO2 loading yang didapatkan 93,61% pada konsentrasi NaClO3 0,5 M, 1,24 x 10-7 mmol/cm2.s pada laju alir 200 mL/menit, dan 2,2 mmol/s pada konsentrasi NaClO3 0,01 M per 1 mol NaClO3 untuk gas NOx dan 100% pada konsentrasi NaClO3 0,01 M, 1,409 x 10-7 mmol/cm2.s pada laju alir 200 mL/menit, dan 2,12 mmol/s per 1 mol NaClO3 pada konsentrasi NaClO3 0,01 M untuk gas SO2. ......NOx and SO2 gases are harmful gases that cause environmental damage to living things. Sectors that produce NOx include the energy sector, the industrial sector, and the transportation sector. Meanwhile, SO2 gas dominates from the industrial sector. The purpose of this research is to develop a technology capable of simultaneously controlling NOx and SO2 gases. The wet method is a gas control technology with a contact process between the gas and the absorber. Membrane contactors are called efficient because they increase the surface area 30 times more than conventional technology. The research focused on the performance of removing NOx and SO2 gases simultaneously using the wet method of hollow fiber membrane contactor (polyvinylidene fluoride) using sodium hydroxide (NaOH) absorber with sodium chlorate (NaClO3) as oxidizing agent. The gas is filled with O in the membrane section of the tube, NaCl3 and NaOH will be filled in the shell membrane section. Based on the results of the study, the highest value of absorption efficiency, mass transfer flux, and NOx as well as SO2 loading were 93.61% at 0.5 M NaClO3 concentration, 1.24 x 10-7 mmol/cm2.s at a flow rate of 200 mL/ minutes, and 2.2 mmol/s at 0.01 M NaClO3 concentration per 1 mol NaClO3 for NOx gas and 100% at 0.01 M NaClO3 concentration, 1.409 x 10-7 mmol/cm2.s at a flow rate of 200 mL/ minutes, and 2.12 mmol/s per 1 mole of NaClO3 at a concentration of 0.01 M NaClO3 for SO2 gas.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kim, Si Eun
Abstrak :
Emissions of NOx, SO2, and CO gas, which mainly result from human activities, pose significant health and environmental risks. While various technologies have been developed to tackle these emissions individually, there's a growing need for a solution that can address all of them at once. Membrane contactor technology offers a promising approach due to its efficiency and greener footprint compared to conventional methods. In this study, the simultaneous removal of NOx, SO2, and CO emissions from diesel engine exhaust gas using a polysulfone hollow fiber membrane contactor combined with a nanobubble treated sodium chlorate (NaClO3) and sodium hydroxide (NaOH) as absorbents is discussed. The exhaust gas flows continuously into the tube side, while the shell side contains the absorbents. The independent variables of this research are diesel engine gas feed flow rate and NaClO3, NaOH concentration. The most effective flow rate for removing the exhaust gas is 100 mL/minute, and the concentrations of NaClO3 and NaOH each are 1M and 0.01M. ......Aktivitas manusia menghasilkan gas NOx, SO2, dan CO dalam jumlah besar. Emisi gas-gas tersebut memberikan resiko yang signifikan pada kesehatan dan lingkungan. Hingga kini berbagai teknologi telah di kembangkan untuk menangani masalah emisi gas-gas tersebut secara terpisah, sejalannya waktu kebutuhan untuk solusi yang dapat menangani semua masalah secara bersamaan terus meningkat. Teknologi Membran Kontaktor merupakan pendekatan yang menjanjikan dikarenakan efisiensitas dan lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan metode konvensional. Dalam studi ini, kami ingin mengkaji emisi NOx, SO2, dan CO dapat dihilangkan secara bersamaan dari gas buangan mesin diesel menggunakan "Polysulfone Hollow Fiber Membrane Contactor" dengan "Nanobubble treated Sodium Chlorate" (NaClO3) dan "Sodium Hydroxide" (NaOH) sebagai media serapan. Gas buang mengalir secara terus-menerus ke dalam tube, sementara pada sisi shell terdapat media serap. Variabel independen pada riset ini adalah jumlah laju aliran dari gas buang mesin diesel dan kejenuhan NaClO3. Efek dari variabel independen ini akan dikaji ulang dengan variabel lain diantaranya efisiensi serapan (%R), mass transfer flux (J), dan nilai loading dari gas NOx, SO2, dan CO. Laju alir gas buang terefektif untuk CO adalah 100 mL/menit dan konsentrasi NaClO3 and NaOH masing-masing adalah 1M dan 0.01M.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Fadlan Rasyid
Abstrak :
Beberapa polutan udara yang mencemari lingkungan antara lain seperti nitrogen oksida (NOx), sulfur dioksida (SO2), dan karbon monoksida (CO). Teknologi kontaktor membran merupakan teknologi alternatif dalam menyisihkan gas NOx, SO2, dan CO karena keunggulannya berupa luas area spesifik yang tinggi. Penelitian ini akan mempelajari proses penyisihan gas buang mesin diesel berupa NOx, SO2, dan CO menggunakan pelarut H2O2 dan NaOH pada modul membran serat berongga berbahan polisulfon. Gas buang mesin diesel akan dialirkan pada bagian tube membran, sedangkan pelarut H2O2 dan NaOH berada di bagian shell dan bersifat statis. Variabel bebas yang diuji pada penelitian ini adalah laju alir gas umpan dan konsentrasi pelarut H2O2. Berdasarkan hasil uji, efisiensi penyisihan gas NOx, SO2, dan CO tertinggi pada laju alir gas 100 mL/menit dan konsentrasi H2O2 0,5 M berturut-turut, yaitu sebesar 99,56%, 99,79%, dan 99,28%, fluks perpindahan massa NOx, SO2, dan CO tertinggi pada laju alir gas 200 mL/menit menit dan konsentrasi H2O2 0,5 M berturut-turut, yaitu sebesar 1,13 x 10-6 mmol/cm2.s, 9,42 x 10-7 mmol/cm2.s, dan 8,93 x 10-7 mmol/cm2.s serta NOx, SO2, dan CO loading tertinggi pada laju alir gas 200 mL/menit menit dan konsentrasi H2O2 0,05 M berturut-turut, yaitu sebesar 1,72 x 10-4 mmol NOx/mmol H2O2.s, 1,3 x 10-4 mmol SO2/mmol H2O2.s, dan 1,2 x 10-4 mmol CO/mmol H2O2.s. ......Some air pollutants that affect the environment include nitrogen oxides (NOx), sulfur dioxide (SO2), and carbon monoxide (CO). Membrane contactor technology is an alternative technology in NOx, SO2, and CO gases because of its advantages, such as high specific area. This study investigates removing exhaust gases from diesel engines in the form of NOx, SO2, and CO using H2O2 and NaOH solvents on hollow fiber membrane modules made of polysulfone. The exhaust gas of the diesel engine will be in the membrane part of the tube, while the solvent H2O2 and NaOH are in the shell and are static. The independent variables tested in this study were the gas feed flow rate and the concentration of H2O2. Test results, the highest absorption efficiency of NOx, SO2, and CO gas was at a gas flow rate of 100 mL/min and H2O2 0.5 M, respectively, which are 99.56%, 99.79%, and 99.28%, the highest mass transfer flux of NOx, SO2, and CO at a gas flow rate of 100 mL/min and H2O2 0.5 M, respectively, namely 1.13 x 10-6 mmol/cm2.s, 9.42 x 10-7 mmol/cm2.s, and 8.93 x 10-7 mmol/cm2.s, and also highest NOx, SO2, and CO loading at a gas flow rate of 100 mL/min and H2O2 0.05 M, respectively, namely 1.72 x 10-4 mmol NOx/mmol H2O2.s, 1.3 x 10-4 mmol SO2/mmol H2O2.s, and 1.2 x 10-4 mmol CO/mmol H2O2.s.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aisha Almaeda Reza
Abstrak :
NOx dan SO2 merupakan komponen primer hasil pembakaran bahan bakar fosil. Dengan dihadapinya komitmen serta tantangan dalam pengendalian emisi NOx dan SO2, maka dikembangkannya berbagai teknologi dan metode dalam penurunan tingkat emisi gas NOx dan SO2, salah satu diantaranya yaitu penggunaan metode basah penyisihan gas, yaitu wet scrubbing. Penyisihan pada penelitian ini dilakukan dengan memanfaatkan membran kontaktor serat berongga berbahan dasar PVDF (polyvinylidene fluoride). Larutan absorben yang digunakan yaitu H2O2 dan HNO3, dimana H2O2 berfungsi untuk menyisihkan NOx dan SO2 dengan mengubah gas NOx menjadi gas yang lebih larut dalam air, sedangkan HNO3 digunakan sebagai autokatalis untuk mempercepat laju reaksi penyisihan. Variabel bebas pada penelitian ini yaitu laju alir gas umpan NOx dan SO2 dan konsentrasi H2O2 pada larutan absorben. Variasi laju alir gas umpan yang digunakan yaitu 100, 125, 150, 175, dan 200 mL/menit, sedangkan variasi konsentrasi yang digunakan yaitu 0,02; 0,04; 0,06; 0,08; dan 0,1% b/v H2O2. Penelitian menghasilkan penyisihan gas NOx dan SO2 maksimum berurutan sebesar 98,5% dan 100%, yang didapatkan dengan konsentrasi H2O2 sebesar 0,1% b/v, pada laju alir gas umpan sebesar 100 mL/menit, dengan modul membran sebanyak 50 buah. ......NOx and SO2 are the primary gas components from the combustion of fossil fuels. With the commitment and challenges faced in controlling NOx and SO2 emissions, various technologies and methods were developed to reduce NOx and SO2 gas emission levels, one of which is the use of the wet gas removal method. The allowance in this study was carried out by using a hollow fiber contactor membrane made from PVDF (polyvinylidene fluoride). The absorbent solutions used are H2O2 and HNO3, where H2O2 was used to absorb the NOx and SO2 gases by converting NOx gas into a gas that is more soluble in water, while HNO3 is used as an autocatalyst to accelerate the rate of removal reactions. The independent variables in this study were the feed gas flow rate of NOx and SO2 and the concentration of H2O2 in the absorbent solution. Variations in the feed gas flow rate used were 100, 125, 150, 175, and 200 mL/minute, while the concentration variations used were 0.02; 0.04; 0.06; 0.08; and 0.1% w/v H2O2. The research resulted in maximum NOx and SO2 gas removal respectively 98.5% and 100%, which was obtained with a H2O2 concentration of 0.1%wt, a feed gas flow rate of 100 mL/min, and 50 membrane modules.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library