Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S5887
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Abstrak :
Sejak reformasi 1998,Indonesia kembali menggunakan sistem multipartai, walaupun begitu dalam sistem pemerintahan tetap mempertahankan sistem Presidensial.
902 JPSNT 21(1-2) 2014
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Valina Singka Subekti
Abstrak :
Mempertegas sistem pemerintahan presidensil adalah salah satu hasil penting Perubahan UUD 1945. Tujuannya membentuk pemerintahan stabil supaya dapat bekerja efektif membangun kemakmuran ekonomi dan keadilan sosial. Namun pada pihak lain upaya ini berhadapan dengan empirik politik sistem kepartaian multipartai yang secara teoritis merupakan sebuah kombinasi sulit (difficult combination) karena dapat menghasilkan pemerintahan terbelah (divided government), dan bahkan dapat menimbulkan jalan buntu dalam relasi presiden dan parlemen. Tulisan di bawah ini hendak melihat kompeksitas praktek presidensialisme Indonesia era reformasi dalam sistem multipartai dan berbagai upaya solusi.
Jakarta: Lembaga Pangkajian MPR RI, 2018
342 JKTN 10 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Syamsuddin Haris
Abstrak :
Disertasi ini membahas dan menganalisis problematik format baru relasi Presiden-DPR pasoa-amandemen konstitusi (2004-2008) yang terperangkap situasi konflik. Konflik seperti apa yang terjadi, dan faktor-faktor apa saja yang melatarbelakanginya? Untuk menjawabnya, studi ini menggunakan metode kualitatif dengan pengumpulan data melalui kajian literatur, penelusuran dokumen, dan wawancara mendalam terutama dengan narasumber yang terlibat. Perspektif teori yang melatarinya adalah asumsi Juan J. Linz (1994) bahwa demokrasi presidensial adalah pilihan berisiko karena cenderung menghasilkan instabilitas dibandingkan sistem parlementer, serta asumsi Scott Mainwaling (1993) bahwa kombinasi presidensial dan sistem multipartai cenderung menghasilkan deadlock dan immobilism dalam relasi eksekutif-legislatif. Studi ini menemukan: (1) format baru relasi Presiden-DPR hasil amandemen konstitusi cenderung ?sarat-DPR? (DPR heavy) sehingga memicu munculnya situasi konflik dan ketegangan politik; (2) personality dan kepemimpinan Presiden yang kompromistis dan tidak efektif, Serta sikap ?parlementarian? dan disorientasi partai-partai di DPR, adalah faktor signifikan lain yang turut mempengaruhi terbentulmya situasi konflik; (3) meskipun ada upaya penyelesaian konflik melalui mekanisme Rapat Konsultasi Presiden-Pimpinan DPR, faktor-faktor institusional yang melekat pada kombinasi sistem prosidensial-multipartai turut mempertajam situasi konilik; (4) namun situasi konflik tersebut tidak mengarah pada kebuntuan politik eksekutif-1egislatif seperti dikhawatirkan Mainwaring, ataupun risiko instabilitas demokrasi yang dikemukakan Linz. Disertasi ini mengajukan perspektif teoritis baru: (1) meskipun perpaduan presidensial-multipartai merupakan kombinasi yang sulit, potensi jalan buntu politik dan instabilitas demokrasi terhindarkan apahila tersedia mekanisme konsultasi dan persetujuan bersama eksekutif-legislatif (2) walaupun menjanjikan stabilitas, mekanisme demikian cenderung menghasilkan relasi eksekutif-legislatif yang bersifat politik-transaksional ketimbang institusional, serta pemerintahan yang tidak efektif; (3) variabel personality dan kepemimpinan Presiden serta kualitas partai-partai berpengaruh signifikan bagi stabilitas dan efektititas demokrasi presidensial. Namun perspektif teoritis baru di atas melahirkan implikasi teoritis lain bagi Indonesia ke depan: (1) konflik Presiden-DPR yang mengarah pada kebuntuan politik berpotensi muncul jika relasi keduanya lebih bersifat institusional ketimbang politik-transaksional seperti periode studi ini; (2) potensi kebuntuan politik tersebut cenderung membesar apabila kepemimpinan Presiden tidak melayani kompromi politik dengan DPR dan partai-partai di Dewan Semakin melembaga dan lebih ideologis.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
D934
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Songga Aurora Abadi
Abstrak :
Tesis ini membahas tentang Mekanisme Penetapan Ambang Batas (Threshold) Terhadap Stabilitas Sistem Presidensial dan Sistem Multipartai Sederhana di Indonesia, dengan tujuan untuk mengetahui secara kongkrit syarat-syarat penting terwujudnya pemerintahan presidensial yang efektif, melalui substansi kebijakan penetapan ambang batas yang berlaku di Indonesia, dan implikasi penetapan ambang batas terhadap stabilitas sistem presidensial dan sistem multipartai Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif, melalui studi kepustakaan, dengan tipologi penelitian preskriptif yaitu melakukan pendekatan secara intensif, mendalam dan mendetail serta komprehensif untuk menggali secara mendalam mengenai masalah penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sepanjang pemilihan umum di era reformasi, diberlakukan berbagai aturan seputar ambang batas dalam rangka mewujudkan multipartai sederhana dan stabilitas presidensial, aturan tersebut berupa syarat pendirian partai politik, syarat partai politik mengikuti pemilihan umum, ambang batas perolehan suara untuk dapat mengikuti pemilihan umum berikutnya (electoral threshold), ambang batas perolehan suara partai politik untuk duduk di parlemen (parliamentary threshold), ambang batas pembentukan fraksi (fractional threshold), ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold). Kebijakan penetapan ambang batas berakibat hukum: 1)Partai Politik tidak diakui sebagai badan hukum; 2) Partai Politik tidak dapat menjadi peserta pemilu; 3)Partai Politik tidak dapat memperoleh kursi di DPR. Meskipun syarat pendirian partai, pendaftaran partai sebagai badan hukum, serta syarat partai untuk mengikuti pemilu telah efektif menurunkan jumlah partai politik, namun penetapan ambang batas electoral threshold telah gagal dalam praktik disebabkan oleh jumlah partai melakukan fusi terbilang rendah dan kebijakan parliamentary threshold yang tiap tahun semakin tinggi, namun jumlah partai politik di parlemen masih berada pada kondisi multipartai ekstrim. ...... This thesis discusses the Threshold Mechanism for the Stability of the Presidential System and the Simple Multiparty System in Indonesia, with the aim of knowing concretely the essential conditions for the realization of an effective presidential government, through the substance of the policy setting limits in force in Indonesia, and the implications of setting thresholds on the stability of Indonesias presidential and multiparty systems. This research was conducted using normative legal research methods, through library research, with prescriptive research typologies that are conducting intensive, in-depth and detailed and comprehensive approaches to explore deeply about research issues. The results showed that during the general election in the reform era, various rules around thresholds were imposed in order to realize simple multiparty and presidential stability, the rules were in the form of the requirements for the establishment of political parties, the requirements for political parties to participate in general elections, the threshold for votes to be able to participate in general elections next (electoral threshold), the threshold of the vote acquisition of political parties to sit in parliament (parliamentary threshold), the threshold for fraction formation (fractional threshold), the threshold for presidential nomination (presidential threshold). The policy to determine the threshold has legal consequences: 1) Political parties are not recognized as legal entities; 2) Political parties cannot participate in the election; 3) Political Parties cannot obtain seats in the DPR. Although the requirements for party establishment, party registration as a legal entity, and party requirements for participating in elections have effectively reduced the number of political parties, the electoral threshold has failed in practice because the number of parties fused is relatively low and the parliamentary threshold policy is getting worse every year high, but the number of political parties in parliament is still in extreme multiparty conditions.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T55255
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitra Arsil
Abstrak :
HASIL-hasil pemilihan umum memperlihatkan bahwa multipartai di Indonesia telah menghasilkan parlemen yang terfragmentasi tinggi, komposisi dukungan eksekutif yang lemah di parlemen (minority president) dan bentukan koalisi yang rentan perubahan. Situasi ini sejajar dengan skenario instabilitas sistem presidensial yang membuat pemerintahan terjebak dalam situasi divided government. Hasil pemilu serentak diharapkan menghasilkan ukuran komposisi parlemen yang sejajar dengan komposisi politik di eksekutif, sehingga dapat lebih efektif menjalankan pemerintahan. Namun, pelaksanaan pemilu serentak digabungkan dengan sistem pemilihan presiden dua putaran (majority run off) menyimpan masalah yang dapat menjadi ancaman gagalnya pencapaian tujuan pemilu serentak. Hal demikian akan membuat partai-partai politik masuk ke pemilihan umum dengan memiliki calon presidennya masing-masing karena menganggap pemenang pemilihan presiden tidak akan didapat di putaran pertama. Putaran pertama digunakan oleh partai-partai untuk mendapatkan coattail effect yang diharapkan memperbesar peluang partai politik untuk dapat mendudukkan sebanyak mungkin wakilnya di parlemen. Jika hal itu yang terjadi, kemungkinannya adalah terbentuk parlemen yang terfragmentasi tinggi, tidak ada kekuatan mayoritas dan memperbesar potensi terjadinya minority president. Ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) merupakan jalan yang efektif dapat terukur untuk mengatasi masalah tersebut. Melalui presidential threshold dipastikan calon presiden akan terbatas jumlahnya. Dalam kondisi calon presiden terbatas diharapkan kebaikan-kebaikan pemilu serentak dapat dinikmati
Jakarta: Lembaga Pangkajian MPR RI, 2017
342 JKTN 005 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Piebo Dimas Perdana
Abstrak :
ABSTRAK Skripsi ini membahas upaya presiden dalam menggunakan koalisi pendukung eksekutif sebagai alternatif untuk menghindarkan kebuntuan antara lembaga eksekutif dan legislatif dalam pembahasan sebuah kebijakan. Melalui metode kualitatif dan tipe penelitian eksplanatif, penelitian ini mengangkat studi kasus upaya Presiden SBY menggunakan koalisi partai pendukung eksekutif untuk meloloskan kebijakan kenaikan harga jual BBM bersubsidi dalam APBN-P Tahun Anggaran 2012 di DPR. Berdasarkan analisis dengan menggunakan teori presidensialisme multipartai dan konsep presiden koalisional, hasil penelitian memperlihatkan bahwa Presiden SBY dapat menggunakan koalisi pendukung eksekutif untuk meloloskan dengan memanfaatkan ?kotak alat eksekutif? sebagai insentif untuk menarik dukungan dari partai-partai dalam koalisi. Penelitian ini juga menunjukkan pemanfaatan ?kotak alat eksekutif? oleh Presiden SBY tidak menjamin dukungan dari partai-partai dalam koalisi. Hal tersebut terjadi karena adanya perbedaan kepentingan antar partai dalam koalisi yang berbeda dengan kepentingan Presiden SBY. Perbedaan tersebut diatasi oleh Presiden SBY dengan melakukan kompromi terhadap partai-partai dalam koalisi. Penelitian ini menyimpulkan bahwa penggunaan ?kotak alat eksekutif? sebagai perangkat untuk membentuk dan mengelola koalisi perlu didukung oleh faktor lain seperti sikap presiden dan pejabat partai koalisi yang cenderung kompromi dalam pembahasan kebijakan.
ABSTRACT This thesis discusses the president?s attempt to use the executive-supporting coalition as an alternative to avoid a deadlock between the executive and legislative institutions in the deliberation of a policy. Through a qualitative method and a explanatory type of research, this research exposes the case study of President SBY?s attempt to use an executive-supporting party coalition to secure the implementation of the policy to raise subsidized fuel oils in the Revised Annual State Budget of the 2012 Fiscal Year within the House of Representatives. Based on an analysis that uses the theory of multiparty presidentialism and the concept of coalitional president, the results of this research shows that President SBY could use an executive-supporting coalition to prevail using an ?executive toolbox? as an incentive to attract support from parties inside the coalition. This research also shows that the utilization of the ?executive toolbox? by President SBY does not guarantee support from parties inside the coalition. This is due to a difference of interests between coalition parties that differ from the interests of President SBY. This difference is resolved by President SBY by conducting a compromise on parties inside the coalition. This research concludes that the utilization of the ?executive toolbox? as an apparatus to form and organize coalitions must be backed by other factors such as the stance of the president and members of the coalition parties that are inclined towards compromise within the policy-deliberation process.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
S62573
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library