Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 53 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Muharningsih Burhan
Abstrak :
Pada prinsipnya persaingan usaha adalah baik karena melalui persaingan usaha, efisiensi ekonomi secara keseluruhan akan meningkat. Perusahaan-perusahaan yang bersaing secara sehat, akan menghasilkan produk-produk dengan harga yang lebih murah, mutu yang lebih baik, dan pelayanan yang lebih memuaskan. Pelaku usaha yang efisien akan selalu mencoba memaksimalkan keuntungan yang diraihnya. Keuntungan yang paling besar adalah apabila pelaku usaha dapat menguasai pasar. Pada dasarnya hukum persaingan memperbolehkan penguasaan pasar dengan persyaratan penguasaan pasar tersebut diperoleh dan dipergunakan dengan cara persaingan usaha yang sehat. Dalam praktik monopoli, penguasaan pasar dipergunakan oleh pelaku usaha sebagai senjata untuk menyingkirkan pesaing potensial dari pasar relevan. Penguasaan pasar dipergunakan pula untuk menaikkan harga dan mengurangi basil produksi. Perolehan penguasaan pasar berkaitan dengan "perjanjian", "kegiatan usaha", maupun "posisi dominan" yang "pada dasarnya dilarang apabila mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat". Parameter untuk menentukan adanya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat dapat dilihat dari adanya hambatan masuk (barrier to entry). Sedangkan parameter adanya hambatan masuk dapat dilihat dari ada atau tidak adanya substitusi dan apakah tindakan pelaku usaha tersebut dapat mempengaruhi pasar, sedangkan parameter pangsa pasar hanya dijadikan sebagai indikator tentang adanya penguasaan pasar. Selanjutnya pangsa pasar ini harus diselidiki apakah menghambat pelaku usaha lain untuk memasuki pasar dan apakah. pangsa pasar tersebut. mempengaruhi pasar. Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam menentukan kriteria penguasaan pasar menekankan pada "dilewati atau tidak dilewatinya batas pangsa pasar" dan "ada tidaknya hambatan masuk pasar (barrier to entry) bagi pelaku usaha lain yang berpotensi sebagai pesaing".
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T16408
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Hayati
Abstrak :
Pasal 33 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Dasar 1945 merupakan landasan diberlakukannya Pasal 51 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang memberikan perlakuan khusus kepada BUMN berupa pengecualian praktek monopoli. Pengecualian ini disebabkan oleh komoditi (barang dan jasa) yang dimonopoli menguasai hajat hidup orang banyak, dilakukan oleh BUMN dan diatur oleh undang-undang. Dalam Hukum Persaingan BUMN adalah salah satu subyek UU Nomor 5 Tahun 1999 sebagai pelaku usaha yang melakukan kegiatan ekonomi di wilayah hukum Indonesia. Kegiatan BUMN yang cenderung berkaitan dengan kegiatan monopoli tentu saja harus berjalan sesuai dengan ketentuan undang-undang. Peran BUMN sudah meluas menjadi tiger kegiatan utama, yaitu, perencana, pelaku dan regulator. Hal ini terjadi karena setiap kegiatan BUMN tidak terlepas dari dua sisi kepentingan, yaitu kepentingan ekonomi dan politik. Kondisi ini dapat dipertanyakan pada saat privatisasi BUMN, apakah pada saat itu pertimbangan dilakukannya privatisasi adalah karena setiap kegiatan BUMN harus dikontrol dengan alasan menyangkut hajat hidup orang banyak sehingga pemerintah tetap berperan besar dalam petentuan kepemilikan BUMN. Industri telekomunikasi Indonesia, sejak tahun 1961 diselenggarakan oleh perusahaan milik negara. Perluasan dan modernisasi infrastruktur telekomunikasi juga memainkan peranan penting dalam pembangunan perekonomian Indonesia secara umum. Sasaran pemerintah dalam industri jasa telekomunikasi adalah meningkatkan akses, daya jangkau dan mutu jasa telekomunikasi. Pemerintah telah menempuh kebijakan untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangan sektor telekomunikasi dengan mempermudah keikutsertaan sektor swasta yang diharapkan meningkatkan perkembangan industri tersebut dan memberikan tambahan modal serta keahlian teknis.
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T14570
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Quigley, John
Columbus: Ohio State University Press, 1974
382.094 7 QUI s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Adams, Walter, 1922-1998
New York : Macmillan, 1957
338.8 ADA m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Gunawan Widjaja
Jakarta: Rajawali, 2002
346.06 GUN m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Gunawan Widjaja
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002
346.06 GUN m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fathiannisa Gelasia
Abstrak :
Masuknya era globalisasi dalam bidang perdagangan merupakan titik majunya dunia persaingan dalam pasar perdagangan baik domestik maupun internasional. Dimana dalam dunia perdagangan tujuan untuk mencari keuntungan sebesarbesarnya terkadang menyebabkan munculnya tindakan anti persaingan yang salah satu diantaranya adalah tindakan monopoli. Di Indonesia tidak semua monopoli dilarang secara langsung oleh UU yang berlaku. Monopoli yang dilaksakan berdasarkan hukum adalah salah satu bentuk monopoli yang pelaksanaanya tidak dilarang. Monopoli berdasarkan hukum atau Monopoly by Law adalah pelaksanaan monopoli yang didasarkan pada pengaturan hukum tertentu. Pada umumnya monopoli berdasarkan hukum merupakan monopoli yang diberikan sebagai hak istimewa oleh negara kepada BUMN atau badan atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk untuk melaksanakan hak tersebut. Pemberian hak monopoli tersebut hanya terbatas pada produksi-produksi negara yang penting bagi hajat hidup orang banyak dan penting bagi negara. Monopoli berdasarkan hukum juga dapat berbentuk monopoli yang dilaksanakan sebagai bentuk pelaksanaan perintah dari sebuah peraturan tertentu. Pelaksanaan monopoli berdasarkan hukum seringkali disalahartikan dan dianggap sebagai celah oleh pihak-pihak tidak bertanggungjawab sebagai sebuah hak untuk menguasai pasar tanpa memperhatikan hakikat awal tujuan dibentuknya pengaturan ini. Penulis berpendapat bahwa monopoli berdasarkan hukum merupakan sebuah kebijakan negara yang memang murni bertujuan untuk mensejahterakan rakyat Indonesia dan keberadaannya memang dibutuhkan negara. Akan tetapi pelaksanaan monopoli berdasarkan hukum tersebut harus tetap sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya agar tujuan awal dari dibentuknya monopoli berdasarkan hukum dapat dirasakan manfaatnya oleh rakyat Indonesia. Maka dari itu pembatasan pelaksanaan monopoli berdasarkan hukum harus lebih dipertegas dan diperjelas sehingga terpisah dari pelaksanaan praktik monopoli. ......The entry of the era of globalization in trade is an advance point in the competitive world market, both domestic and international trade. Where in the world trade, in order to seek profit maximization, sometimes results in the emergence of anti-competitive actions, in which one of them is an act of monopoly. In Indonesia not all monopolies are directly prohibited by applicable law. Monopolies that is held by a certain law is allowed by Indonesia's Competitive Law, but only applicable with some requirements. Monopoly by law is based on specific legal arragement. In general monopoly by law, the privillege of monopolization granted and provided by the state to the state agency or institutions established or designated to exercise such rights. Granting monopoly rights is confined to the productions of the State that are important to the livelihood of many and important to the State itself. Statutory monopoly or monopoly by law can also be a monopoly as the implementation of a certain laws and regulations. Impelementation of the monopoly by law is often misunderstood and considered a gap by the unresponsible parties as a right to dominate the market regardless of the nature of the initial purpose of the establishment of this arrangement. The author argues that the monopoly by law is a state policy which is purely aimed at the welfare of the people of Indonesia and its presence is needed most. However, the implementation of monopoly by law or statutory monopoly should remain in line with laws and regulations that govern them so that the original purposes of the establishment of a monopoly by law can be felt by the people of Indonesia. Thus the limitation of the implementation of statutory monopoly should be more emphasized and clarified so that apart from implementing monopolistic practices.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S1179
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Hidayat
Abstrak :
Krisis ekonomi yang melanda kawasan Asia pada tahun 1997 tidak hanya mendepresiasi nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS tetapi bersamaan dengan krisis yang berkepanjangan itu, berbagai aset strategis rnilik bangsa Indonesia juga ikut berpindah tangan, sejalan dengan semangat liberalisasi ekonorni. Dalam keadaan yang tak menguntungkan tersebut, Pemerintah telah mengundang International Monetary Fund (IMF) untuk membantu pemulihan krisis ekonomi di Indonesia. Sektor moneter dan perbankan termasuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjadi sasaran penerapan kebijakan IMF. Proses liberalisasi ekonomi ini ditandai dengan agenda privatisasi di sektor-sektor yang selama ini menjadi sektor publik. Pemerintah Indonesia di dalam keterpurukannya terpaksa mengikuti saran IMF untuk melakukan penyehatan ekonomi pemerintah dengan melibatkan pihak swasta asing melalui program privatisasi BUMN, mengingat perusahaan swasta Indonesia berada dalam ketidakberdayaan. Beberapa perusahaan industri semen yang termasuk salah satu BUMN yang strategis juga terkena kebijakan privatisasi ini. Bahkan program privatisasi ini membuka kesempatan bagi Penanaman Modal Asing (PMA) untuk memiliki saham 100% di BUMN. PeIuang ini langsung ditangkap oleh Multinational Corporation (MNC) industri semen untuk menguasai kancah industri semen nasional. Sampai saat ini, setidaknya terdapat empat MNC yang mengendalikan industri semen dunia sudah menjadi pemilik saham di empat perusahaan semen nasional, yaitu (Cemex SA DE CV dari Meksiko yang memiliki saham sebesar 25,50% di PT Semen Gresik Tbk., Hakim dari Swiss memiliki saham 76% di PT Semen Cibinong Tbk, demikian juga Heidelberger Zement AG dari 7erman memiliki saham 61.7% di PT Indocement Tunggal Prakasa Tbk dan Lafarge dari Prancis memiliki saham 88% di PT Semen Andalas Indonesia). Namun kehadiran MNC tersebut sarat dengan indikasi persaingan usaha yang tidak sehat. Bahkan ditenggarai MNC tersebut akan membangun kartel di industri semen lokal. Sebuah komisi yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, guna mengawasi agar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahannya tetap mempertahankan persaingan pasar yang sehat4. Keinginan Indonesia untuk memiliki undang-undang yang mengatur tentang persaingan usaha dan pembatasan praktek monopoli, telah terwujud dengan disahkannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, pada tanggal 5 Maret 1999. Undang-undang tersebut berlaku secara efektif satu tahun sejak diundangkan dan mernpunyai masa transisi selama enam bulan, untuk memberikan kesempatan bagi para pelaku usaha guna melakukan persetujuan. Sebelumnya, pengaturan hukum tentang larangan persaingan usaha tidak sehat tersebut tersebar di berbagai undang-undang yang ada.
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T16391
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joko Sumariyanto
Abstrak :
Undang-undang nomor 5 tahun 1999 sebagai kebijakan publik hendaknya dilaksanakan dengan memperhatian landasan idiil-nya yaitu mencapai kesejahteraan masyarakat yang sebesar-besarnya (had the public in mind). Kekurangan dan kelebihan UU No.5/99 beserta implementasinya harus dipandang secara aktual. Kondisi undang-undang tersebut-harus selalu dicermati agar kehadirannya dapat memenuhi tuntutan stakeholder dan mampu memenuhi tuntutan lingkungan usaha yang bergerak dinamis serta untuk mengkaji efektifitas pelaksanaan penegakan hukum persaingan usaha di Indonesia. Graham dan Richardson (1997), menyimpulkan bahwa yang menjadi perhatian utama hukum persaingan adalah praktek bisnis yang restriktif dan penyalagunaan kekuatan pasar. Oleh karena itu menurut Graham dan Richardson (1997), kebijakan persaingan seharusnya berorientasi pada upaya pencegahan berbagai tindakan balk yang berasal dari perilaku perusahaan maupun kebijakan publik yang dapat merusak proses persaingan. Hukum persaingan hendaknya juga tidak ditujukan untuk mencegah perusahaan menjadi besar, tetapi lebih berorientasi pada pengawasan terhadap perilaku antikompetitif setiap perusahaan untuk mencapai tujuan usahanya, baik untuk meningkatkan atau mempertahankan pangsa pasar yang telah dimilikinya. Perkel (1998) dan Turner (1969) juga menyarankan implementasi kebijakan persaingan hendaknya lebih sebagai alat dengan batasan persaingan yang tidak kaku, karena keberadaan monopoli tidak selamanya berdampak negatif terhadap ekonomi dan keadilan. Artinya analisa anti persaingan tidak terbatas pada ukuran perusahaan absolute atau relative atau pada posisi pasar, tetapi juga analisa terhadap perilaku pelaku usaha dan dampaknya terhadap persaingan. Perusahaan dominan akan berperilaku kompetitif jika pasarnya contestable dengan hambatan masuk yang rendah. Demzet (1994), menambahkan bahwa perusahaan dengan tingkat efesiensi yang baik secara umum akan melakukan ekspansi pasar. Meningkatnya konsentrasi da!ani pasar yang terbuka, dapat merupakan hasil dari persaingan yang efesien. Menurut penulis, advokasi UU No.5/99 terhadap persaingan usaha di Indonesia masih didominasi oleh pemikiran yang didasari pendekatan struktur, dimana konsentrasi pasar dianggap memiliki korelasi positif dengan perilaku aritikompetisi para pelaku usaha dalam rangka meningkatkan market power dan pangsa pasarnya. dengan demikian, untuk mencegah atau menghindari perilaku antikompetisi pelaku usaha, maka penguasaan pangsa pasar oleh setiap pelaku usaha harus dibatasi agar pasar tidak terkonsentrasi hanya pada sedikit pelaku usaha dengan penguasaan pangsa pasar yang dominan. Orientasi UU No.5/99 sebagai implementasi kebijakan persaingan lebih sebagai instrumen untuk menciptakan dekonsentrasi pasar. Hal tersebut tampak jelas pada "tujuan kebijakan persaingan" yang terdapat dalam undang-undang tersebut, yaitu mencegah terjadinya pemusatan kekuatan ekonomi pada pelaku usaha tertentu. Hal ini tentunya bertujuan untuk menghindari terjadinya penyalahgunaan posisi dominan melalui pemanfaatan kekuatan pasar yang dapat saja dilakukan oleh sebuah perusahaan dominan dalam suatu pasar relevan bersangkutan. Pendekatan struktur dalam UU No.5/99 yang berorientasi pada konsentrasi pasar sebagai indikator ada tidaknya pemusatan kekuatan ekonomi tentunya akan menjadi dasar identifikasi KPPU terhadap suatu kasus yang dinilai atau dilaporkan sebagai perilaku anti persaingan. Dalam hal ini, model pendekatan yang berorientasi pada dekonsentrasi pasar jugalah yang akan menjadi dasar analisa KPPU dalam menyimpulkan dan memutuskan berbagai kasus anti persaingan yang ditanganinya. Selain itu, menurut penulis, di dalam UU No.5/99 juga terdapat beberapa pasal tentang perilaku perusahaan dominan yang tidak ditetapkan dengan pendekatan perilaku yang tepat. Beberapa pasal tersebut antara lain 1. Pasal 6 (enam) UU. No.5/99 tentang Diskriminasi Harga, 2. Pasal 7 (tujuh) UI) No.5/99 tentang Penetapan Harga di Bawah Harga Pasar, 3. Pasal 15 (lima betas) ayat 2 (dua) tentang Tying, dan 4. Pasal 25 (dua puluh lima) UU No.5/99 tentang-Posisi Dominan. Sebagai suatu yang relatif baru di Indonesia dan dalam rangka menformulasikan suatu format dan implementasi kebijakan persaingan yang tepat, maka perlu dikaji apakah pendekatan struktur daiam UU No.5/99 yang dijadikan sebagai dasar analisa dan penanganan berbagai kasus yang dianggap menghambat persaingan masih relevan. Perkernbangan ekonomi, politik dan sosial yang dinamis perlu dipahami untuk dapat pada suatu saat dituangkan sebagai perubahan UU No. 5/99. Penulis berpendapat, pendekatan struktur semata tidak mampu mencakupi seluruh aspek persaingan usaha di industri modern seperti sekarang ini. Pada suatu industri tertentu di pasar oligopoli, dimana barang atau jasa yang diproduksi bersifat sensitif terhadap skala produksi, dibutuhkan modal yang sangat besar untuk menghasilkan biaya satuan (marginal cost) yang rendah. Perusahaan dominan pada jenis industri seperti ini seharusnya tidak dipermasalahkan, apalagi hanya didasari analisa pendekatan struktur. Hal terpenting yang perlu diadvokasi UU No.5/99 melalui KPPU adalah menjaga pasar dari perilaku bisnis perusahaan yang bersifat restriktif dan membatasi persaingan, serta meminirnalisasi hambatan masuk dalam suatu industri tanpa harus memecah konsentrasi pasar menjadi struktur yang lebih atomistic. Selain itu, pengaturan perilaku perusahaan dominan dalam UU No.5/99 hendaknya dilakukan dengan pendekatan perilaku yang tepat. Pengaturan perilaku perusahaan dominan dengan pendekatan yang kurang tepat justru dapat menjadi disincentives bagi perusahaan-perusahaan tersebut daiam mengembangkan usahanya. Perusahaan akan membatasi total output, inovasi, aan pengemhangan teknologinya, karena khawatir akan timbulnya penguasaan pasar yang besar yang berarti melanggar hukum persaingan. Hal tersebut tentunya akan mengakibatken inefesiensi dalam industri bersangkutan yang pada akhirnya akan menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, pendekatan perilaku berbasis teori ekonomi mikro dan orgarisasi industri sebaiknya digunakan bersama-sama dengan pendekatan struktur dalam mengidentifikasi dan menganalisa berbagai kasus anti persaingan yang terkait dengan perilaku perusahaan dominan. Analisa dengan menyertakan pendekatan perilaku yang tepat diharapkan mampu menghasilkan suatu kesimpulan dan keputusan yang lebih komprehensif dan lebih tepat dalam penanganan berbagai kasus anti kompetisi yang terkait perilaku perusahaan dominan. Dengan demikian tujuan utama hukum persaingan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan melalui efesiensi pasar dapat tercapai.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T17077
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>