Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Untung Sujianto
"Perilaku remaja yang berisiko terhadap IMS, HIV/AIDS merupakan salah satu masalah kesehatan yang membutuhkan layanan kesehatan yang tepat bagi remaja. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi dan seksual, sikap, self-efficacy, life skills pencegahan perilaku berisiko dan menguji efektivitas model layanan kesehatan reproduksi (life skills) berbasis sekolah terhadap perilaku berisiko IMS, HIV/AIDS, berdasarkan kebutuhan dan permasalahan remaja melalui pelatihan keterampilan hidup (life skills) di sekolah untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, self-efficacy, life skills dan perilaku pencegahan perilaku berisiko. Sejumlah 340 responden remaja ikut berpartisipasi pada penelitian tahap survey ini, kemudian diambil 40 responden terpilih untuk diberikan pelatihan layanan kesehatan reproduksi (life skills) berbasis sekolah terhadap perilaku berisiko IMS, HIV/AIDS selama 4 bulan. Pendidikan kesehatan reproduksi dasar diberikan pada 40 responden sebagai kontrol. Model layanan kesehatan reproduksi (life skills) berbasis sekolah terhadap perilaku berisiko IMS, HIV/AIDS ini merupakan bagian dari layanan keperawatan yang dapat diberikan melalui usaha kesehatan sekolah (UKS) dan merupakan aspek penting dari peran perawat dalam mendukung tujuan dari millennium development goals (MDGs) yaitu penanganan berbagai penyakit menular berbahaya diantaranya adalah HIV/AIDS.

Behaviors of adolescents which are risky for STIs and HIV/AIDS are one of health problems that require appropriate health services. This study aims to identify the knowledge of adolescents about reproductive and sexual health, attitudes, self- efficacy, and life skills to prevent risky behaviors and to test the effectiveness of school-based reproductive health services (life skills) for risky behaviors of STI and HIV/AIDS based on the needs and problems of the youth through life skill training. This training is aimed to improve the knowledge, attitudes, self-efficacy, life skills and behavioral prevention of risk behaviors. A number of 340 adolescent respondents participated in the research survey. As many as 40 respondents were selected to be trained in school-based reproductive health services (life skills) for risky behaviors of STI and HIV/AIDS for 4 months. Education about basic reproductive health was given to 40 respondents as the control group. The model of school-based reproductive health services (life skills) for risky behaviors of STI and HIV/AIDS is a part of nursing services that can be provided through the school health unit (UKS). It is also an important aspect of the nurse's role in supporting the objectives of the millennium development goals (MDGs) which is the handling of dangerous infectious diseases such as HIV/AIDS."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2012
D1511
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadeak, Leney
"Sistem Jakarta Siaga 112 adalah sistem yang digunakan oleh karyawan dan petugas dalam Layanan Jakarta Siaga 112. Layanan Jakarta Siaga 112 adalah pelaksanaan dari program Layanan Nomor Tunggal Panggilan Darurat 112 di Provinsi DKI Jakarta. Layanan ini bertujuan untuk mengoptimalkan penanganan pengaduan keadaan gawat darurat dari masyarakat. Kegiatan operasional layanan ini menggunakan bantuan perangkat teknologi informasi dan komunikasi dalam mengelola layanan darurat, salah satunya dengan Sistem Jakarta Siaga 112. Evaluasi terhadap Sistem Jakarta Siaga 112 diperlukan untuk memenuhi lingkup evaluasi dari pelaksanaan Layanan Jakarta Siaga 112.
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan evaluasi terkait analisis faktor yang memengaruhi kesuksesan dari Sistem Jakarta Siaga 112 dan rekomendasi peningkatan sistem. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model kesuksesan DeLone & McLean. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Responden dari penelitian adalah karyawan dan petugas dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan instansi yang tergabung dalam Layanan Jakarta Siaga 112. Pengolahan data hasil kuesioner dilakukan dengan menggunakan Partial Least Squares-Structural Equation Model (PLS SEM).
Hasil penelitian membuktikan bahwa System Quality (kualitas sistem), Information Quality (kualitas informasi), Service Quality (kualitas layanan), Use (penggunaan), User Satisfaction kepuasan pengguna), dan Net Benefits (keuntungan) merupakan faktor-faktor yang memengaruhi kesuksesan dari Sistem Jakarta Siaga 112. Meskipun demikian, dari sembilan hipotesis yang diuji pada penelitian ini, terdapat dua hipotesis yang ditolak. Hipotesis yang ditolak yaitu System Quality tidak terbukti berpengaruh positif secara signifikan terhadap Use dan Use tidak terbukti berpengaruh positif secara signifikan terhadap User Satisfaction.

Jakarta Siaga 112 System is a system used by employees and officers in Jakarta Siaga 112 Service. Jakarta Siaga 112 Service is the implementation of the Layanan Nomor Tunggal Panggilan Darurat 112 program in DKI Jakarta Province. This service aims to optimize the handling of emergency complaints from the citizens. The operational activities of this service use the help of Information and Communication Technology (ICT) tools in managing emergency services with Jakarta Siaga 112 System is one of them. Evaluation of Jakarta Siaga 112 System is required to meet the evaluation scope of the implementation of Jakarta Siaga 112 Service.
This study aims to conduct an evaluation related to factor analysis that influences the success of Jakarta Siaga 112 System and recommendations for system improvement. The model used in this research is the DeLone & McLean Information System (IS) Success Model. The data were collected by using questionnaires. Respondents from the research are employees and officers from the Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) and instances under Jakarta Siaga 112 Service. The data processing of the questionnaire was done using Partial Least Squares-Structural Equation Model (PLS SEM).
The result of the research proves that System Quality, Information Quality, Service Quality, Use, User Satisfaction, and Net Benefits are the factors that influence the success of Jakarta Siaga 112 System. Howerver, of the nine hypotheses tested in this study, two hypotheses are rejected. The rejected hypothesis is System Quality as it is not proven to have a significant positive effect on Use, and Use is not proven to have a significant positive effect on User Satisfaction.
"
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2018
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hervita Diatri
"Komorditas risiko kardiometabolik pada ODS lebih besar dibandingkan populasi umum dan menyebabkan mortalitas tinggi di usia produktif. Berbagai modalitas tata laksana untuk masalah kesehatan tersebut tersedia di fasilitas primer hingga tersier. Sayangnya, akses layanan yang terpadu dan bermutu belum ada di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model layanan terpadu tersebut di fasilitas kesehatan primer di Indonesia. Penelitian ini menggunakan model pengembangan sistem spiral yang mengikuti tiga tahap action research. Tahap pertama menggabungkan metode kuantitatif desain potong lintang studi komparatif dan kualitatif observasi, penelusuran kepustakaan, wawancara mendalam, dan lokakarya untuk mengidentifikasi masalah, gambaran pelayanan, dan potensi penyelesaian masalah sebagai dasar pengembangan model layanan terpadu. Subjek penelitian kuantitatif pada tahap ini adalah ODS usia 18-59 tahun yang menjalani pengobatan di 20 puskesmasprovinsi DKI Jakarta. Data kualitatif berasal dari ODS, keluarga, penyedia layanan, akademisi, dan pemangku kebijakan di daerah maupun pusat. Model awal dikembangkan berdasarkan modifikasi terhadap clinical pathway dari WHO-PEN Package of essential noncommunicable disease interventions . Kemamputerapan dan kebutuhan penyesuaian model dinilai berdasarkan hasil identifikasi solusi. Model layanan terpadu yang dikembangkan, kemudian diujicobakan dan dinilai secara kuantitatif dan kualitatif di tahap kedua untuk melihat kemampulaksanaan melalui ketersediaan layanan, kesesuaian penerapan, dan kesediaan tenaga kesehatan untuk melanjutkan layanan. Evaluasi dampak model layanan melalui desain eksperimental kuasi dinilai melalui efektivitas terhadap parameter klinis dan nonklinis. Proporsi ODS dengan risiko kardiometabolik adalah 88 dari 216 partisipan ODS , dan hanya 6,8 yang mendapatkan akses layanan komorbiditas. Data kuantitatif maupun kualitatif menunjukkan bahwa para pemangku kepentingan berharap akan model layanan terpadu dapat dikembangkan di puskesmas 63,7 , menggunakan berbagai sumber daya yang telah ada, melibatkan tim 61,1 , ditekankan pada upaya skrining dan pemantauan berkala 59,5 . Model layanan terpadu dalam bentuk clinical pathway maupun alur layanan ternyata tidak dapatditerapkan sepenuhnya di puskesmas karena masalah ketersediaan layanan, infrastruktur, keberadaan tenaga kesehatan, sistem komunikasi antar tenaga kesehatan, dan budaya kerja, serta faktor pasien dan keluarga. Namun demikian > 79 tenaga kesehatan yang terlibat bersedia untuk melanjutkan penerapan alur layanan. Model layanan efektif memperbaiki kadar kolesterol-HDL darah, tetapi untuk parameter tekanan darah, lingkar pinggang, kadar glukosa, trigliserida darah menunjukkan hasil tidak berbeda bermakna antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Evaluasi parameter nonklinis yang menunjukkan hasil bermakna terbatas pada tingkat aktivitas fisik ODS, tetapi tidak untuk variabel pola diet, pengetahuan, dan kepuasan pasien. Model layanan luar gedung yang pengaturannya terpisah dari tata laksana kegiatan puskesmas dan model layanan dalam gedung yang terpisah antara layanan penyakit tidak menular PTM dan layanan jiwa, adalah sebab utama kurang mampu laksananya model yang diujikan. Proses skrining dan pemantauan berkala perlu dilakukan pada semua ODS sebagai awal akses layanan. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan ODS dan keluarga penting untuk meningkatkan kapasitas partisipatif, sedangkan bagi tenaga kesehatan diperlukan untuk manajemen risiko melalui skrining dan pemantauan berkala. Pengembangan tim terpadu PTM dan jiwa baik untuk kegiatan di dalam maupun luar gedung diharapkan dapat memudahkan kerja tim untuk mengatasi hambatan kesinambungan penyediaan layanan, infrastruktur, dan kesulitan akses ODS sehingga efektivitas layanan semakin baik.

Cardiometabolic comorbidity is higher in people with schizophrenia than in general population and this caused high mortality in productive age. A variety of management modalities for this specific health problem are available in primary to tertiary health facilities. Unfortunately, high quality and accessible comprehensive service did not exist in Indonesia. This research aimed to develop an integrated service in primary health facilities for PwS and cardiometabolic risks in public health centers in Indonesia.Using the spiral model of system development, this research followed the three phase of action research. The first phase combined quantitative comparative cross-sectional study and qualitative observation, literature review, in-depth interview, and workshop methods to identify problems, health service condition, and potential solutions as a basis for developing an integrated service model. Subjects for the quantitative research in this phase were PwS who were at the age of 18-59 years old who underwent treatment in 20 public health centers in Jakarta Special Capital Region. Qualitative data came from PwS, their families, academia, and policy makers at national and sub-national levels. Early model was developed based on modification to the WHO-PEN Package of essential noncommunicable disease interventions clinical pathway. Implementability and needs for model adjustments were evaluated from the result of solutions identification. The developed comprehensive service model was tested and evaluated quantitative and qualitatively in the second phase to see if it is feasible by means of availability of services, suitability of implementation, and availability of health workers to continue the service. Evaluation on the impact of the service model was done through quasi-experimental design to evaluate its efficacy using clinical and non-clinical parameters. Proportion of PwS with cardiometabolic risks was 88 from 216 PwS participants , from which only 6.8 had access to service for comorbidities. Quantitative and qualitative data showed that stake-holders would like to see that this integrated service model can be implemented in primary health care service PHCs 63.7 , using various existing resources, involving team approach 61.1 , and stressing on screening and periodic monitoring 59.5 . An integrated service model in the form of clinical pathway or service algorithm could not be fully implemented because of problems with service availability, infrastructures, availability of health workers, communication system among health workers, working culture, patient and family factors. In spite of that, more than 79 of health workers who were involved in the research are willing to continue implementing the service pathway. This service model was proven to be effective in controlling blood HDL-cholesterol level, but failed to show significant differences in blood pressure, waist circumference, blood glucose, and triglyceride between intervention and control groups. Evaluation on non-clinical parameters showed limited meaningful results on level of physical activities, but not on diet pattern, knowledge, and satisfaction. Extramural model, which separated arrangement from management activities in the PHC and disintegration intramural services between Non-communicable diseases NCDs and mental health services, was the main reason for the lack of efficacy in the tested model. Screening and periodic monitoring should be done for all PwS as initial access to service. Improvement of knowledge and skills of PwS and their families is important in increasing their participatory capacity and for health workers to be able to manage risks through screening and periodic monitoring. It is expected that the development of an integrated non-communicable disease and psychiatric team, intra and extra-mural of PHCs, could overcome the barriers of continuous provision of service, infrastructure, and access of PwS."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library