Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bakti Idaman Nanda
"Model Markowitz sudah umum dipakai sejak 1952 untuk memilih portfolio. Model ini menggunakan expected return dan risk sebagai untuk menyederhanakan masalah investor dalam menemukan portfolio yang sesuai dengan kriteria. Dalam model Markowitz, variance dianggap sebagai ukuran dan resiko. Menurut Young (1998) banyak peneliti yang mempertanyakan apakah matriks kovarian 6 merupakan ukuran resiko yang sesuai. Mereka mengasumsikan bahwa pandangan investor yang normal tidaklah simetris. Seringkali kerugian yang sedikit sudah cukup besar bagi seorang investor. Di sisi lain, profit hams cukup tinggi agar sesuai dengan harapan investor. Selain itu model Markowitz memungkinkan terjadinya portfolio yang tidak efisien bila data memiliki distribusi tertentu. Masalah yang lain adalah model Markowitz tidak mengakomodasi variabel keputusan integer atau boolean, sehingga tidak bisa digunakan untuk membuat keputusan yang lebih kompleks, misalnya untuk mengakomodasi constraint biaya tetap transaksi. Hal ini menunjukkan bahwa model klasik Markowitz harus dianggap sebagai pendekatan terhadap masalah kompleks yang dihadapi oleh investor.
Young memberikan alternatif formulasi dalam masalah yang umum disebut sebagai portfolio selection problem ini. Young memperkenal aturan Minimax yang memaksimalkan minimum return ini. Formulasi pemilihan portfolio dalam bentuk linear programming ini memiliki keunggulan dibandingkan metode mean -variance yang merupakan formulasi quadratic programming.
Menurut Young kelebihan linear programming dibandingkan dengan quadratic programming adalah bahwa pemilihan portfolio dengan variabel keputusan integer atau 0-1 menjadi feasible. Dengan demikian feature ini memungkinkan untuk digunakannya model decision making yang lebih kompleks. Sebagai contoh, model linear-integer programming bisa mengakomodasi constraint biaya tetap untuk transaksi, jenis biaya yang biasa dihadapi oleh pars manajer portfolio.
Dalam penelitian ini, dilakukan perbandingan dua metode yang menggunakan pendekatan yang berbeda untuk mendapatkan portfolio yang diinginkan. Markowitz menggunakan kriteria return dan standar deviasi, sedangkan pada metode Minimax, digunakan kriteria Mp atau maksimasi minimum return untuk semua periode observasi.
Untuk membandingkan kinerja dari kedua metode ini, bisa dilakukan beberapa Cara. Pertama, dengan cafe membandingkan kinerja kedua metode dari kriteria risk dan return, yaitu kriteria yang digunakan oleh Markowitz Kedua, dapat dilakukan perbandingan kriteria Mp, yaitu nilai maksimal dari return minimal portfolio untuk seluruh periode pengamatan. Sedangkan yang ketiga adalah dengan membandingkan utility, yaitu nilai manfaat yang diterinia oleh investor. Masing-masing perbandingan memiliki kelebihan dan kekurangan. Pada penelitian ini, perbandingan dilakukan dengan care pertama dan cars ketiga.
Dalam penelitian ini, perbandingan dengan cars pertama dilakukan dengan membandingkan perbedaan kinerja antara kedua model portfolio tersebut dengan Risk Adjusted Measure, yaitu Sharpe, Traynor, dan Jensen pada indeks saham LQ45. Selain itu penulis juga berusaha untuk menganalisis karakteristik portfolio Minimax dari expected return, required return, standar deviation, dan indeks risk aversion. Sedangkan cars ketiga dengan membandingkan nilai utility, yang dinilai relatif "fair" untuk menilai kedua portfolio.
Dari penelitian, didapatkan kesimpulan bahwa pengukuran dengan Sharpe. Traynor, dan Jensen menunjukkan bahwa kinerja portfolio metode Markowitz mengungguli kinerja portfolio metode Minimax. Kesimpulan yang lain adalah portfolio yang clihaJsilkan metode Minimax menghasilkan standar deviasi (risk) yang lebih tinggi daripada portfolio dengan rata-rata sebesar 7.76% lebih tinggi. Sedangkan pads expected return yang tinggi, metode Minimax menghasilkan standar deviasi portfolio yang mendekati metode Markowitz. Untuk required return yang rendah. Metode Minimax menghasilkan expected return dan risk yang lebih tinggi dari metode Markowitz. Dan dari pengukuran utility dengan berbagai indeks risk aversion, dapat diketahui bahwa metode ini menghasilkan utility yang tinggi untuk indeks risk aversion yang rendah, sehingga metode ini lebih sesuai untuk digunakan investor yang kecenderungannya untuk menghindari resiko adalah rendah.

Markowitz model has been used since 1952 to solve portfolio selection problem. This model used expected return and risk to simplify investor problems to find their expected portfolio with which match their criterions. In Markowitz model, variance represents risk which is faced by investors. In Maximin formulation, researchers assumed that investors view regards risk is not symmetric. Very often, a small loss is enough to make somebody very sad. On the other hand, the profit must be considerably high in order to make the investor very happy. Another problems, Markowitz model can lead to inefficient portfolio in certain distribution, and Markowitz model can not accommodate transaction fixed cost constraint and Boolean constraint. This implies that that Markowitz classical model should be considered as an approximation to rather complex problems that all investor face.
Young gives alternative formulation to solve these portfolio selection problems. Young introduce Minimax which maximize minimum return. This linear programming formulation has some advantages compared to mean-variance method compared to mean variance methode which formulated in quadratic programming.
According to Young, linear programming accommodates Integer or Boolean constraint Linear programming enables manager to solve complex problems which involve these fixed cost constraint, a kind of constraint usually faced by portfolio manager.
This thesis compares two different methods which use to different approach to get the portfolios. Markowitz use return and standard deviation, and Minimax use Mp to maximize the minimum return in all observed period.
To compare these methods, we can devide in three ways. First, compare their performance using risk and return, the approach which is used by Markowitz Second, compare their performance using Mp criterion, the criteria that maximize the minimum returns in all observed periods. Third, compare the portfolio's utility of both methods. Each of those comparation has advantages and disadvantages. This thesis uses the first and the third way.
Using the first way, we compare the performance between those methods using Risk-Adjusted Measure, which is Sharpe, Treynor and Jensen in LQ45 index.
Besides them, we try to analyze the characteristic of Minimax portfolio from variables such as expected return, required return, standar deviation, and risk aversion index. Using the third way, we compare the utility measure, the measure which is assessed fair enough to asses the performance from both methods.
From the experiment, Sharpe, Treynor, and Jensen measure prove that Markowitz method is superior compared to Minimax method. Another conclusion, Minimax portfolio results a higher standard deviation, which is 7.76% higher compared to Markowitz method. In high expected return, Minimax method yield standard deviation close to Markowitz's method. For low required return, Minimax method yield higher higher expected return and risk than Markowitz method. And from utility calculation with various risk aversion index, it is found that Minimax method yield higher utility for low risk aversion index, it makes Minimax appropriate to used by investor which has low degree of risk aversion."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
T19680
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andie Setiyoko
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pendekatan aproksimasi minimax, LS-SVM, dan GPR untuk proses pemodelan semivariogram pada metode kriging. Proses ini adalah bagian tahap dalam operasi kriging yang biasanya dilakukan untuk proses interpolasi dan fusi. Kriging sendiri telah banyak digunakan untuk memprediksi nilai spasial yang terbukti lebih baik dalam memprediksi proses dibandingkan dengan metode deterministik, di mana kriging dikategorikan sebagai pada metode interpolasi stokastik. Pendekatan konvensional untuk proses pemodelan semivariogram menggunakan metode weighted least square dengan menggunakan fungsi tertentu. Fungsi yang tersedia untuk metode ini antar lain stable, exponential, spherical, dan lain-lain. Beberapa pembaharuan untuk kasus pemodelan semivariogram saat ini telah dibuat dengan menggunakan teknik regresi seperti LS-SVM. Selain itu sebagai bagian dari kebaruan, pendekatan aproksimasi minimax, LS-SVM, dan GPR yang diusulkan untuk kasus ini dapat meningkatkan akurasi pada hasil interpolasi, dalam hal ini diimplementasikan pada metode ordinary kriging. Pendekatan baru, yang dapat disebut sebagai minimax kriging ini dapat mengurangi eror. Minimax berkontribusi pada prediksi bobot nilai semivariogram lebih baik daripada weighted least square dan proses komputasi yang lebih cepat daripada metode berbasis SVM dan GPR.

This study aims to analyze the approach of Minimax, LS-SVM, and GPR approximation for the semivariogram modeling process in the kriging method. This process is part of the stage in kriging operations that are usually carried out for interpolation and fusion processes. Kriging itself has been widely used to predict spatial values which are proven to be better in predicting processes compared to deterministic methods, where kriging is categorized as a stochastic interpolation method. The conventional approach to the semivariogram modeling process uses the weighted least square method using certain functions. Functions available for this method include stable, exponential, spherical, and others. Several updates to the case of semivariogram modeling have now been made using regression techniques such as LS-SVM. Apart from that as part of the novelty, the proposed Minimax, LS-SVM, and GPR approximation approaches for this case can improve the accuracy of the interpolation results, in this case implemented in the ordinary kriging method. This new approach, which can be called minimax kriging, can reduce errors. Minimax contributes to the predicted weighting of semivariogram values better than weighted least square and faster computing processes than SVM and GPR-based methods."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2020
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elian Richard
"Perkembangan industri di Indonesia yang pesat mendorong peningkatan permintaan pasokan listrik di berbagai sektor demi tercapainya implementasi teknologi industri 4.0 dan terwujudnya inisiatif Making Indonesia 4.0 oleh Kementrian Perindustrian Republik Indonesia. Maka dari itu, sangat penting bagi sebuah industri untuk memiliki sistem tenaga listrik yang baik untuk bisa mendapatkan harga yang terjangkau dengan melakukan penghematan pemakaian daya. Salah satu cara yang dapat dilakukan pada sistem tenaga listrik yang beroperasi dengan baik adalah dengan meningkatkan faktor daya operasionalnya. Agar tercapainya peningkatan faktor daya, perlu ditentukan jenis kompensator faktor daya untuk menentukan besaran daya reaktif kompensasi yang sesuai. Besaran daya reaktif kompensasi yang dibutuhkan perlu dilakukannya optimasi, dapat digunakan algoritma pembobotan normalisasi minimax agar komputasi dapat relatif lebih mudah dan lebih cepat. Pada studi kasus di PT. ON, algoritma pembobotan normalisasi minimax dapat menentukan besaran kapasitor optimum (21 kVAR dengan 7 step) sehingga dapat dihasilkannya penghematan daya reaktif sebesar 1.083,73 kVAR dengan rata-rata sebesar 11.29 kVAR (62.30%), menaikkan rata-rata faktor daya dari 0.8 menjadi 0.96 (20%), menurunkan rata rata penggunaan arus menjadi 20.67 Ampere (78.34%), menurunkan rata-rata daya semu menjadi 13.00 VA (74.09%), dan menurunkan rata-rata rugi-rugi daya yang dihasilkan sebesar 31.48%.

The fast improvement of the industrial sector in Indonesia has pushed the escalation of electrical supply demand in every sector to achieve the implementation of industrial technology 4.0 and the realization of Making Indonesia 4.0 by the Ministry of Industry Republic of Indonesia. Therefore, the industry needs to have a good power electrical system to decrease electrical expenses, and one of the ways is to limit the use of power electricity. One of the things that can be done to have a good operation of the power electrical system is to achieve the enhancement of the power factor. To achieve it, the type of power factor compensator has to be determined, then the suitable value of compensation reactive power can be determined. The amount of reactive power compensation needed needs to be optimized, in which the minimax normalization weighting algorithm can be used so that computation can be relatively easier and faster. In the case study of PT. ON building, the minimax normalization weighting algorithm can determine the optimum capacitor size (21 kVAR with 7 steps) so that a reactive power saving of 1,607.45 kVAR and average of 11.29 kVAR (62.30%) can be generated, increasing the average power factor from 0.8 to 0.96 (20%), reducing the average current usage to 20.67 Amperes (78.34%), lowering the average apparent power to 13.00 VA (74.09%), reducing the resulting average power losses by 31.48%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library