Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Prasetiyawan
Abstrak :
Metamfetamin merupakan salah satu zat yang paling banyak disalahgunakan di Indonesia diantara zat yang lainnya dan dapat menyebabkan gangguan fungsi kognitif. Prevalensi gangguan fungsi kognitif pada orang dengan ketergantungan metamfetamin kira-kira 40% pada penelitian di Amerika Serikat. Sedangkan  di Cina ditemukan 69,89%  pengguna metamfetamin kronis mengalami gangguan fungsi kognitif. Di Indonesia penelitian mengenai metamfetamin masih sangat terbatas. Tujuan penelitian ini untuk melihat profil fungsi kognitif pada orang dengan gangguan penggunaan metamfetamin. Penelitian dilakukan dengan rancang potong lintang. Subyek penelitian adalah pasien dengan gangguan penggunaan metamfetamin di Rumah Sakit Jiwa Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor dan Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta pada bulan Maret 2019. Besar sampel sebanyak 81 orang. Pemeriksaan fungsi kognitif menggunakan instrumen RAVLT dan pemeriksaan psikopatologi menggunakan instrumen SCL-90. Dari penelitian ini didapatkan hasil prevalensi gangguan fungsi kognitif pada orang dengan gangguan penggunaan metamfetamin sebanyak 37%. Sebagian besar orang dengan gangguan penggunaan metamfetamin yang mengalami gangguan fungsi kognitif adalah laki-laki (80%), berusia ≥30 tahun (63%), pendidikan tinggi (70%), telah bekerja (56,7%), status tidak menikah (53,3%) , tingkat keparahan berat (70%), penggunaan > 24 bulan (83,3%), frekuensi  tidak setiap hari (80%), dosis yang digunakan ≤ 0,5 gram (70%), menggunakan alkohol (46,7%%) dan ganja (46,7%), mempunyai psikopatologi (53,3%) dan gejala  psikotik (40,0%). Secara statistik tidak terdapat hubungan  antara karakteristik subyek, tingkat keparahan gangguan penggunaan metamfetamin, pola penggunaan metamfetamin, penggunaan zat lain serta psikopatologi dengan fungsi kognitif. Prevalensi gangguan fungsi kognitif pada orang dengan gangguan penggunaan metamfetamin cukup besar dan tidak ditemukan faktor-faktor yang memengaruhinya. ......Methamphetamine use is increasing in Indonesia and commonly associated with cognitive impairment. The estimated prevalence of cognitive impairment in methamphetamine dependent individuals was found to be approximately 40% in the United States. In China, approximately 69.89% of chronic methamphetamine user exhibit cognitive impairment. Methamphetamine study in Indonesia is still limited. The research purpose is to explore profile of cognitive impairment in people with methamphetamine use disorder. The research was conducted with cross-sectional design. The subjects were the people with methamphetamine use disorder in Marzoeki Mahdi Mental Hospital in Bogor and Drug Dependence Hospital in Jakarta in March 2019.  The sample consisted of 81 persons. The cognitive function was measured using RAVLT and psychopathology examination using SCL-90. The estimated prevalence of cognitive impairment in people with methamphetamine use disorder was found to be approximately 37%. Subjects with cognitive impairment were aged ≥30 years (63%), males (80%), had a higher level of education (70%), employed (56.7%), married (53.3%), with profound severity (70%), methamphetamine ever used > 24 months (83.3%), not daily use of methamphetamine  (80%), dose of methamphetamine use ≤ 0,5 gram (70%), reported less alcohol drinking (46.7%%), less cannabis use (46.7%), had psychopathology (53.3%) and had more psychotic symptoms (40,0%). No association was found between subjects’ characteristic, severity, pattern, another drug and psychopathology with cognitive impairment. Cognitive impairment occurred frequently among methamphetamine use disorder. This study provides  no association between potential related factors of cognitive impairment among patients with methamphetamine use disorder.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58670
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prasetiyawan
Abstrak :
Metamfetamin merupakan salah satu zat yang paling banyak disalahgunakan di Indonesia diantara zat yang lainnya dan dapat menyebabkan gangguan fungsi kognitif. Prevalensi gangguan fungsi kognitif pada orang dengan ketergantungan metamfetamin kira-kira 40% pada penelitian di Amerika Serikat. Sedangkan di Cina ditemukan 69,89% pengguna metamfetamin kronis mengalami gangguan fungsi kognitif. Di Indonesia penelitian mengenai metamfetamin masih sangat terbatas. Tujuan penelitian ini untuk melihat profil fungsi kognitif pada orang dengan gangguan penggunaan metamfetamin. Penelitian dilakukan dengan rancang potong lintang. Subyek penelitian adalah pasien dengan gangguan penggunaan metamfetamin di Rumah Sakit Jiwa Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor dan Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta pada bulan Maret 2019. Besar sampel sebanyak 81 orang. Pemeriksaan fungsi kognitif menggunakan instrumen RAVLT dan pemeriksaan psikopatologi menggunakan instrumen SCL-90. Dari penelitian ini didapatkan hasil prevalensi gangguan fungsi kognitif pada orang dengan gangguan penggunaan metamfetamin sebanyak 37%. Sebagian besar orang dengan gangguan penggunaan metamfetamin yang mengalami gangguan fungsi kognitif adalah laki-laki (80%), berusia ≥30 tahun (63%), pendidikan tinggi (70%), telah bekerja (56,7%), status tidak menikah (53,3%) , tingkat keparahan berat (70%), penggunaan > 24 bulan (83,3%), frekuensi tidak setiap hari (80%), dosis yang digunakan ≤ 0,5 gram (70%), menggunakan alkohol (46,7%%) dan ganja (46,7%), mempunyai psikopatologi (53,3%) dan gejala psikotik (40,0%). Secara statistik tidak terdapat hubungan antara karakteristik subyek, tingkat keparahan gangguan penggunaan metamfetamin, pola penggunaan metamfetamin, penggunaan zat lain serta psikopatologi dengan fungsi kognitif. Prevalensi gangguan fungsi kognitif pada orang dengan gangguan penggunaan metamfetamin cukup besar dan tidak ditemukan faktor-faktor yang memengaruhinya. ......Methamphetamine use is increasing in Indonesia and commonly associated with cognitive impairment. The estimated prevalence of cognitive impairment in methamphetamine dependent individuals was found to be approximately 40% in the United States. In China, approximately 69.89% of chronic methamphetamine user exhibit cognitive impairment. Methamphetamine study in Indonesia is still limited. The research purpose is to explore profile of cognitive impairment in people with methamphetamine use disorder. The research was conducted with cross-sectional design. The subjects were the people with methamphetamine use disorder in Marzoeki Mahdi Mental Hospital in Bogor and Drug Dependence Hospital in Jakarta in March 2019. The sample consisted of 81 persons. The cognitive function was measured using RAVLT and psychopathology examination using SCL-90. The estimated prevalence of cognitive impairment in people with methamphetamine use disorder was found to be approximately 37%. Subjects with cognitive impairment were aged ≥30 years (63%), males (80%), had a higher level of education (70%), employed (56.7%), married (53.3%), with profound severity (70%), methamphetamine ever used > 24 months (83.3%), not daily use of methamphetamine (80%), dose of methamphetamine use ≤ 0,5 gram (70%), reported less alcohol drinking (46.7%%), less cannabis use (46.7%), had psychopathology (53.3%) and had more psychotic symptoms (40,0%). No association was found between subjects characteristic, severity, pattern, another drug and psychopathology with cognitive impairment. Cognitive impairment occurred frequently among methamphetamine use disorder. This study provides no association between potential related factors of cognitive impairment among patients with methamphetamine use disorder.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Wiwin Herwina
Abstrak :
Saat ini Methamphetamine (shabu) menjadi tren narkotika di Indonesia, menggantikan heroin (putauw). Gejala psikiatri umum ditemukan pada pecandu dengan penggunaan methamhetamine (shabu), gejala afektif berupa depresi dan kecemasan. Terapi yang saat ini dianggap cukup baik secara umum adalah Therapeutic Community yang terdiri dari beberapa tahapan rehabilitasi. Salah satunya adalah tahap Primary, pada tahap ini seluruh tools of Therapeutic Community digunakan. Namun angka drop out pada tahap ini cukup tinggi yaitu 49,5%. Depresi yang terjadi pada saat mengikuti program rehabilitasi mengakibatkan pelaksanaan terapi adiksi kurang maksimal. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan pengumpulan data secara random sistematik. Jumlah sampel sebanyak 120 residen (penyalah guna methamphetamine) diambil dari tiap - tiap Primary. Primary Hope, Primary Faith, Primary HOC, dan Primary Care masing - masing sebanyak 30 residen. Selanjutnya dilakukan penyebaran kuesioner dengan menggunakan kuesioner kesehatan pasien PHQ-9. PHQ -9 merupakan instrumen untuk membuat kriteria diagnosis depresi berbasis DSM - IV yang telah di validasi. Data yang diperoleh di lapangan kemudian di sajikan secara analisis deskriptif dengan melakukan uji frekuensi dan chi - square untuk melihat hubungan antara program rehabilitasi dengan metode Therapeutic Community dan tingkat depresi pada penyalah guna Methamphetamine (shabu) menggunakan software SPSS versi 17.00. Hasil penelitian ini menunjukkan dari 120 residen yang merupakan pengguna methamphetamine (shabu) didapati sebanyak 3 orang residen (2,5 %) yang mengalami depresi minimal, sebanyak 49 orang residen (40,8%) mengalami depresi ringan, sebanyak 39 orang residen (32,5 %) mengalami depresi sedang, sebanyak 23 orang residen (19,2 %) mengalami depresi cukup berat dan sebanyak 6 orang residen (5,0 %) mengalami depresi parah. Dengan melihat hasil ini, dapat dikatakan terdapat hubungan antara program rehabilitasi dengan metode Therapeutic Community dan tingkat depresi pada penyalah guna Methamphetamine (shabu). Untuk itu sudah saatnya bagi Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido untuk membuat arah kebijakan yang baru terkait program rehabilitasi khususnya untuk pengguna Methamphetamine (shabu). Karena penyakit jiwa atau depresi meskipun minimal akan dikaitkan dengan retensi dan tidak selesainya program rehabilitasi. ......Currently Methamphetamine (shabu) into drug trends in Indonesia, replacing heroin (putauw). Common psychiatric symptoms in addicts with the use methamhetamine (methamphetamine), affective symptoms such as depression and anxiety. Therapies that are currently considered to be quite good in general is a Therapeutic Community is comprised of several stages of rehabilitation. One is the Primary stage, at this point all the tools of Therapeutic Community is used. But the dropout rate at this stage is quite high at 49.5%. Depression that occurs during the rehabilitation program resulted in the implementation of addiction therapy is less than the maximum. This study uses a quantitative method with random systematic data collection. The total sample of 120 residents (methamphetamine abuser) taken from each Primary. Primary Hope, Primary Faith, Primary HOC, and Primary Care each about 30 residents. Furthermore, the distribution of the questionnaire by using the patient health questionnaire PHQ-9. PHQ-9 is an instrument to make the criteria for a diagnosis of depression based on DSM - IV which has been validated. The data obtained in the field later served as a descriptive analysis with frequency test and chi - square to see the relationship between rehabilitation program with Therapeutic Community method and the rate of depression in abusers of Methamphetamine (shabu) using SPSS software version 17.00. The results showed that a residents of 120 methamphetamine users (shabu) found as many as 3 people resident (2.5%) were depressed at a minimum, as many as 49 people resident (40.8%) resident suffered minor depression, as many as 39 people resident (32.5 %) had moderate depression, as many as 23 people resident (19.2%) had depression severe enough and as many as 6 people resident (5.0%) had severe depression. By looking at these results, it can be said there is a relationship between a rehabilitation program with the Therapeutic Community method and the rate of depression in abusers of Methamphetamine (shabu). It is time for the Lido BNN Rehabilitation Center to create a new policy direction related to the rehabilitation program, especially for users of Methamphetamine (shabu). Because of mental illness or depression although minimal would be associated with the retention and completion of rehabilitation programs.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Carolina Tonggo Marisi
Abstrak :
ABSTRAK
NPS belakangan mulai banyak muncul di pasar gelap narkoba di berbagai negara di dunia termasuk Indonesia. NPS umumnya disintesis dengan memanipulasi struktur kimia dari suatu senyawa psikoaktif sehingga menghasilkan produk dengan struktur yang serupa namun tidak identik dengan senyawa psikoaktif ilegal. Pada tahun 2016, para-metoksimetamfetamina PMMA , metamfetamina dengan substituen metoksi merupakan NPS yang paling banyak ditemui pada sampel yang dikirim ke Balai Laboratorium Narkoba BNN oleh penyidik. Keterbatasan bahan pembanding PMMA menjadi hambatan dalam mengidentifikasi sampel narkotika. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mensintesis PMMA dari metamfetamina sabu melalui 4 tahap reaksi : nitrasi, reduksi, hidrolisis garam diazonium, dan metilasi. Identifikasi dan karakterisasi senyawa menggunakan KLT, UV, dan GC-MS. Purifikasi senyawa PMMA menggunakan KLT preparatif Silica Gel RP18 F254S dengan komposisi eluen etil asetat: metanol: ammonia 85: 10: 5 yang ditunjukkan dengan bercak pada Rf 0.3. PMMA hasil sintesis dengan kemurnian 99,3790 telah digunakan sebagai bahan pembanding untuk analisis sampel. Tablet mengandung PMMA dan sampel spike dianalisis menggunakan metode GC-MS dengan kolom kapiler HP-5MS 30 m x 0.25 mm i.d dan waktu analisis kurang dari 30 menit. Kromatogram menunjukkan puncak pada 8,504 menit dengan pola fragmentasi 58, 91, 121, 149 and 179 m/z.
ABSTRACT
Recently, New Psychoactive Substances NPS have rapidly emerged on the illicit drug market in many countries around the world including Indonesia. NPS commonly are created by manipulating chemical structures of other psychoactive drugs so that the resulting products are structurally similar but not identical to illegal psychoactive. In 2016, Para methoxymethamphetamine PMMA , a methoxy substituted methamphetamine was the most common NPS sample submitted to Drug Testing Laboratory National Narcotics Board of Indonesia by investigators. Lack of reference standard of PMMA became an obstacle to identify this compound in narcotic samples. The aim of this study was to synthesize PMMA from methamphetamine sabu through 4 stages of reactions nitration, reduction, hydrolysis of diazonium salts, and methylation. Identification and characterization of the compounds were performed by employing TLC, UV, and GC MS. Purification of PMMA was carried out using preparative TLC Silica Gel RP18 F254S with eluent composition ethyl acetate methanol ammonia 85 10 5 showed PMMA spots at Rf 0.3. The synthesized PMMA with purity 99,3790 was used as reference standard for analyzing samples. Tablet samples containing PMMA and spiked samples were investigated by using GC MS method with capillary column HP 5MS 30 m x 0.25 mm i.d and run time less than 30 minutes. The chromatogram showed at 8.504 minutes with fragmentation pattern 58, 91, 121, 149 and 179 m z.
2017
T47847
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rezqi Hakim
Abstrak :
Metamfetamin atau di Indonesia dikenal dengan sabu merupakan stimulan sistem saraf pusat yang sangat kuat dari golongan amfetamin. Untuk membuktikan seseorang menyalahgunakan metamfetamin maka diperlukan uji metamfetamin dalam tubuh. Selama ini Kadar metamfetamin di dalam tubuh biasanya ditentukan di dalam darah dan urin. Saliva sebagai matriks biologis lebih sederhana dan efisien untuk uji metamfetamin dalam tubuh walaupun jarang digunakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode analisis metamfetamin dalam saliva mulai dari kondisi kromatografi gas tandem spektrometri massa yang optimum, metode preparasi saliva optimum, hingga validasi metode analisis. Kondisi kromatografi optimum adalah kolom kapiler DB-5 MS dengan panjang 30 m; diameter dalam 0,25 mm; fase gerak gas Helium 99,999 ; laju alir 0,8 mL/menit; deteksi MS pada nilai m/z 58,00 dan 91,00 dan efedrin HCl sebagai baku dalam. Preparasi sampel menggunakan metode mikroekstraksi cair-cair dengan pelarut sikloheksana lalu residunya dikeringkan dan direkonstitusi dengan metanol sebanyak 100 L. Hasil validasi terhadap metode analisis metamfetamin yang dilakukan memenuhi persyaratan validasi berdasarkan EMEA Bioanalytical Guideline tahun 2011. Metode yang diperoleh linear pada rentang konsentrasi 15,0 ndash; 300,0 ng/mL dengan r > 0,9999. Metode berhasil diaplikasikan terhadap sampel saliva pengguna metamfetamin dengan kadar berada dalam rentang kurva kalibrasi. ......Methamphetamine or in Indonesia known as shabu is a very strong central nervous system stimulant of the amphetamine group. To prove a person abusing methamphetamine then metamfetamin test required in the body. Methamphetamine concentration in the body are usually determined in the blood and urine. Saliva as a biological matrix is simpler and more efficient for methamphetamine tests in the body although rarely used. This study aims to develop analytical methods for methamphetamine in saliva from the conditions of gas chromatography tandem mass spectrometry optimum, optimum saliva preparation methods, to the validation of analytical methods. The optimum chromatography conditions were DB MS 5 capillary columns with a length of 30 m 0.25 mm inner diameter mobile phase Helium gas 99.999 flow rate 0.8 mL min Detection of MS at m z values of 58.00 and 91.00 and ephedrine HCl as an internal standard. Sample preparation using liquid liquid microextraction with cyclohexane solvent and the residue is dried and reconstituted with about 100 L of methanol. The results of the validation of analytical methods for methamphetamine that satisfies the validation by the EMEA Guideline 2011. Bioanalytical Methods obtained linear in the concentration range from 15.0 to 300.0 ng mL with r 0.9999. The method was successfully applied to the saliva sample of methamphetamine users with levels in the range of the calibration curve.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S69425
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R.A. Mulya Liansari
Abstrak :
Latar belakang: Metamfetamin merupakan salah satu narkotika yang terbanyak digunakan di Indonesia. Hal ini menimbulkan kondisi ketergantungan metamfetamin yang jumlahnya semakin meningkat seiring dengan berjalannya waktu. Pasien dengan ketergantungan metamfetamin mengalami banyak efek serius yang mencakup kondisi fisik, kondisi psikologis, keuangan, hubungan dengan orang lain, kinerja pekerjaan atau akademik, dan fungsi sehari-hari. Saat ini penanganan terhadap ketergantungan metamfetamin bervariasi jenisnya dan belum ada terapi spesifik untuk mengatasinya di Indonesia. Dialectical Behavior Therapy (DBT) dipertimbangkan untuk digunakan pada ketergantungan metamfetamin karena tujuannya pada perbaikan disregulasi emosi, suatu kondisi yang menjadi salah satu ciri khas ketergantungan metamfetamin. Studi ini bertujuan untuk membuat modul yang diadaptasi dari DBT skills training dengan sasaran mengurangi craving pada pasien ketergantungan metamfetamin. Metode: Pembuatan modul menggunakan metode studi kualitatif yang terbagi menjadi 3 tahap, yaitu Focus Group Discussion (FGD) dengan 10 orang partisipan studi, diskusi ahli, dan uji coba modul secara kelompok pada 15 orang partisipan studi yang dilakukan dua kali seminggu sebanyak 8 pertemuan. Modul yang digunakan adalah modul DBT skills training pada studi tatalaksana pasien dengan adiksi internet. Hasil: Penelitian dilakukan sejak Agustus 2023 hingga November 2023 bertempat di Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional (BNN) Lido (tahap 1 dan 3) dan secara daring (tahap 2). Tahap 1 mendapatkan hasil berupa 1) modul dianggap dapat mengurangi craving 2) keterampilan DEAR MAN dianggap tidak perlu diajarkan karena sudah mahir dilakukan, dan 3) pada beberapa lembar kerja perlu ditambahkan keterangan agar jelas hubungannya dengan tujuan mengurangi craving. Tahap 2 berupa diskusi dengan 3 orang ahli menghasilkan kesepakatan bahwa modul dianggap dapat mengurangi craving dan keterampilan DEAR MAN tetap perlu diajarkan dengan pertimbangan aplikasinya tidak hanya dalam konteks mendapatkan zat seperti anggapan peserta FGD, namun lebih luas hingga ke kondisi pemicu craving. Terdapat perubahan kata remaja dan keluarga sebagai subjek dalam modul diganti menjadi pengguna metamfetamin serta penambahan kalimat pembuka pada lembar kerja orientasi dan Interpersonal Effectiveness. Tahap 3 mendapatkan kesimpulan berupa 1) modul dapat membantu mengelola emosi yang pada akhirnya dapat mengurangi craving, 2) tujuan dan kalimat dalam modul dapat dipahami, 3) isi modul tidak ada yang spesifik terkait ketergantungan metamfetamin sehingga dapat saja digunakan untuk ketergantungan zat lainnya, 4) jumlah sesi sebanyak 2 kali untuk setiap lembar kerja dianggap terlalu sedikit karena keterampilan yang diajarkan tidak semuanya dapat langsung dipahami dan dipraktikkan, 5) urutan dari empat latihan keterampilan sebaiknya berurutan sesuai dengan yang diajarkan, 6) lembar kerja regulasi emosi dianggap menjadi yang tersulit untuk dipahami terutama model emosi, dan 7) lembar kerja distress tolerance merupakan bagian yang paling mudah dipahami dan diterapkan. Terdapat saran di latihan paced breathing (nafas teratur) agar dapat diajarkan berbagai metode. Kesimpulan: Modul adaptasi DBT skills training untuk tatalaksana ketergantungan metamfetamin yang dihasilkan pada penelitian ini dapat membantu mengurangi craving pada pasien dengan ketergantungan metamfetamin. ......Background: Methamphetamine is one of the most widely used narcotics in Indonesia. This creates a condition of methamphetamine dependence, the amount of which increases over time. Patients with methamphetamine dependence experience many serious adverse effects including physical condition, psychological condition, finances, relationships with others, work or academic performance, and daily functioning. Currently, there are various types of treatment for methamphetamine dependence and there is no specific therapy to overcome it in Indonesia. Dialectical Behavior Therapy (DBT) is considered for use in methamphetamine dependence because it aims to improve emotional dysregulation, a condition that is one of the hallmarks of methamphetamine dependence. This study aims to create a module adapted from DBT skills training with the target of reducing cravings in methamphetamine-dependent patients. Method: Module development uses a qualitative study method divided into three stages, namely Focus Group Discussion (FGD) with ten study participants, discussion with three experts, and testing the module on fifteen study participants twice a week for eight meetings . The module used is the DBT skills training module in the study of managing patients with internet addiction. Result: The research was conducted from August to November 2023 at Balai Besar Badan Rehabilitasi Nasional (BNN) Lido (stages 1 and 3) and online (stage 2). Stage 1 resulted in 1) the module being considered to be able to reduce craving, 2) the DEAR MAN skill does not need to be taught because it is already proficient in doing it, and 3) some worksheets need additional information to make it clear its relationships with craving. Stage 2 resulted in an agreement that the module considered to be able to reduce craving and that the DEAR MAN skill still needed to be taught with consideration that its application not only in the context of obtaining substances but also in conditions that trigger cravings. There is a change in the words youth and family as subjects in the module to methamphetamine users and the addition of an opening sentence to the orientation and Interpersonal Effectiveness worksheet. Stage 3 consists of testing the module which concluded that: 1) the module can help manage emotions which ultimately reduces craving, 2) the objectives and sentences in the module are understandable, 3) the module content is not methamphetamine dependence-specific so it could be used for other substances dependence, 4) the number of sessions which are two times for each worksheet is considered too few, 5) the order of skills training in the module should be sequential according to what is taught, 6) the emotion regulation worksheet is the most difficult to understand, especially the emotion model, and 7) the distress tolerance worksheet is the easiest part understood and applied. There are suggestions for paced breathing exercises so that various methods can be taught. Conclusion: The adapted DBT skills training module for managing methamphetamine dependence produced in this study can help reduce cravings in patients with methamphetamine dependence.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rohmanika
Abstrak :
Pendahuluan: Penyalahgunaan zat merupakan permasalahan global yang telah merambah ke berbagai lapisan masyarakat. Salah satu zat yang meningkat penyalahgunaanya adalah metamfetamin (MA). MA memiliki penetrasi ke susunan saraf pusat yang lebih baik dan lama kerja yang lebih lama dibanding amfetamin sehingga MA berpotensi lebih banyak disalahgunakan dan menimbulkan gejala psikiatri seperti ansietas, depresi dan psikosis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pola penggunaan metamfetamin dengan gejala psikiatri menurut addiction severity index (ASI) pada pasien rehabilitasi di BNN Lido Bogor. Metode: Penelitian ini merupakan potong lintang analitik dengan mengambil data rekam medis penyalahguna MA selama periode Januari 2016-Desember 2018 di BNN Lido Bogor. Penilaian gejala psikiatri menggunakan ASI dengan kriteria insklusi adalah penyalahguna MA yang berusia ≥ 18 Tahun. Hasil: Pada penelitian ini terdapat 1842 penyalahguna MA yang memenuhi kriteria inklusi. Hasil penelitian menunjukan penyalahguna MA didominasi oleh laki-laki (95,5%) dengan kelompok umur <40 tahun (92,4%), bekerja (64,2%), berpendidikan SMA (64,6%) dan tidak menikah (58,5%). Mayoritas penyalahguna MA menggunakan dosis ≥0,2gram (54,3%), durasi penyalahgunaan <5 tahun (57,1%) dan rute penyalahgunaan secara merokok (50,9%). Jumlah penyalahguna MA yang mengalami gejala psikiatri adalah 770 orang (41,8%). Depresi merupakan gejala psikiatri yang paling banyak dialami (31,9%), selanjutnya ansietas (24,5%) dan psikosis (8,9%). Berdasarkan hasil analisis multivariat didapatkan profil demografi dan cara penyalahgunaan yang memiliki hubungan bermakna secara statistik dengan gejala psikiatri adalah jenis kelamin (p = 0,003), durasi (p=0,000), rute administrasi (p = 0,006) dan penggunaan dengan narkotika lain (p = 0,001). Kesimpulan: Pada penelitian ini ditemukan jenis kelamin wanita, durasi penyalahgunaan ≥5 tahun dan rute administrasi merokok dan penggunaan dengan narkotika lain lebih berisiko menimbulkan gejala psikiatri. ......Introduction: Substance abuse is a global problem that has penetrated into various levels of society. One of the substances whose abuse is increasing is methamphetamine (MA). MA has better penetration into the central nervous system and a longer duration of action than amphetamines, so MA has the potential to be abused more and cause psychiatric symptoms such as anxiety, depression and psychosis. The purpose of this study was to determine the relationship between methamphetamine use patterns and psychiatric symptoms according to addiction severity index (ASI) in rehabilitation patients at BNN Lido Bogor. Methods: This study is a cross-sectional analytic by taking medical records of MA abusers during the period January 2016-December 2018 at BNN Lido Bogor. Assessment of psychiatric symptoms using ASI with inclusion criteria is MA abusers aged 18 years. Results: In this study, there were 1842 MA abusers who met the inclusion criteria. The results showed that MA abusers were dominated by men (95.5%) with an age group of <40 years (92.4%), working (64.2%), high school education (64.6%) and not married (58 ,5%). The majority of MA abusers used a dose of 0.2gram (54.3%), duration of abuse <5 years (57.1%) and a smoking route (50.9%). The number of MA abusers who experienced psychiatric symptoms was 770 people (41.8%). Depression was the most experienced psychiatric symptom (31.9%), followed by anxiety (24.5%) and psychosis (8.9%). Based on the results of multivariate analysis, it was found that the demographic profile and mode of abuse that had a statistically significant relationship with psychiatric symptoms were gender (p = 0.003), duration (p = 0.000), route of administration (p = 0.006) and use with other narcotics (p = 0.001). Conclusion: In this study, it was found that female sex, duration of abuse 5 years and route of administration of smoking and use with other narcotics were more at risk of causing psychiatric symptoms.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kuswardani
Abstrak :
Metamfetamin merupakan stimulan yang diproduksi secara sintesis dan termasuk salah satu jenis narkotika yang sering disalahgunakan serta diedarkan secara ilegal di Indonesia. Investigasi kasus peredaran ilegalnya di Indonesia selama ini belum didukung pengotor dan karakteristik/profil metamfetamin tersebut. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pengotor dan membuat karakterisasi/profil serta mengetahui rute sintesis metamfetamin yang beredar ilegal. Penelitian dilakukan pada 20 sampel metamfetamin sitaan penyidik tahun 2011-2012 dengan menggunakan instrumen kromatografi gas spektroskopi massa, kromatografi gas ionisasi nyala dan kromatografi cair kinerja tinggi. Ekstraksi sampel dilakukan dengan dua cara yaitu ekstraksi dengan dapar fosfat pH 10,5 dan etil asetat, dan ekstraksi langsung dengan etil asetat. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengotor berupa 1-fenil-2-propanon, (pseudo)efedrin, Nformilmetametamin, N-asetilmetamfetamin, 1-fenil-2-propanol, naftalen, aziridin, dan oksazolidin. Kiralitas sampel menunjukkan adanya metamfetamin yang berbentuk rasemat, levo dan dekstro. Berdasarkan data penelitian di atas dapat disimpulkan 3 rute sintesis yang digunakan yaitu : reduksi aminasi, Emde dan Nagai. Sebaran kemurnian sampel metamfetamin berkisar antara 10% hingga 71%.
Abstract
Methamphetamine is a stimulant that is produced in the synthesis and include any type of drug that is often missused and illegally circulated in Indonesia. Investigation of cases of illegal circulatian in Indonesia so far has not been supported by impurities and characteristics/profile of methamphetamine. The study was conducted to analyze impurities and make the characterization/profile and find out an out standing synthesis route of illegal methamphetamine. The study was conducted on 20 samples of seized methamphetamine investigation in 2011-2012 by using gas chromatography mass spectroscopy, gas chromatography flame ionization detector, and high performance liquid chromatography. Extraction of samples done in two ways: extraction with phosphate buffer pH 10.5 and ethyl acetate, and direct extraction with ethyl acetate. The results indicate the presence of impurities in the form of 1-phenyl-2-propanone, (pseudo)ephedrine, N-formylmethamphetamine, N-acetylmethamphetamine, 1-phenyl-2-propanol, naphthalene, aziridine, and oxazolidine. Chirality of the sample indicate the presence of racemic, levo and dextro. Based on research data can be concluded that the synthesis of 3 routes used are: reductive amination, Emde and Nagai.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2012
T31035
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Erniawati Lestari
Abstrak :
Ketergantungan metamfetamin merupakan permasalahan kesehatan di Indonesia dan global dengan angka yang meningkat setiap tahunnya. Terbatasnya bukti klinik farmakoterapi sehingga sampai saat ini belum terdapat terapi standar bagi penyalahgunaan metamfetamin. Penelitian ini bertujuan melihat efektivitas dan keamanan asetilsistein yang merupakan prekursor glutation, sebagai salah satu pengobatan baru yang memiliki potensi dalam bidang adiksi yang dapat mengurangi gejala putus zat dan keinginan untuk menggunakan metamfetamin melalui kuisioner ‘Putus Zat Metamfetamin’ dan SCL-90, serta pemeriksaan kadar glutation (GSH) dan glutation disulfide (GSSG). Penelitain Randomised control trial (RCT) ini dilakukan bulan september sampai november 2019 pada 66 pria dengan ketergantungan metamfetamin di Balai besar Rehabilitasi Lido Badan Narkotika Nasional (BNN) Indonesia. Dilakukan randomisasi blok pada peserta penelitian untuk menerima obat dan plasebo (2x600mg asetilsistein oral, n=33 atau plasebo, n=33). Gejala putus zat metamfetamin dinilai melalui skor kuisioner ‘Putus Zat Metamfetamin’ dan perbaikan gejala psikiatri pada saat putus zat metamfetamin dinilai melalui skor kuisioner SCL-90. Kadar antioksidan GSH dan GSSG diukur sebelum dan sesudah pemberian obat dan plasebo. Asetilsistein tidak berbeda bermakna dalam mengurangi skor gejala putus zat (withdrawal) metamfetamin , perubahan gejala psikiatri dan perubahan kadar antioksidan jika dibandingkan dengan plasebo. Asetilsistein juga tidak memiliki perbedaan bermakna dalam hal keamanan jika dibandingkan dengan plasebo. Diperlukan penelitian lebih lanjut melalui uji klinik dengan randomisasi stratifikasi untuk menkonfirmasi hasil penelitian ini. ......Methamphetamine dependece is one of the most prevalent health problems in Indonesia and globally, with increasing number every year. Current pharmacotherapies have limited clinical evidence and there has been no standard therapy for methamphetamine dependece. This study was designed to evaluate the efficacy and safety of acetylcysteine which is a precursor of glutathione, as one of the new treatments that has potential effect in addiction that can reduce withdrawal symptoms through the 'Methamphetamine withdrawal symptoms' and SCL-90 questionaire, and through measuring the levels of glutathione (GSH) and glutathione disulfide (GSSG) This double-blind randomized clinical trial was conducted from September to November 2019 on 66 men with methamphetamine dependence at Lido Rehabilitation Center National Narcotics Control (NNB) of Indonesia. Block randomization of study participants was carried out to receive the drug and placebo (2x1200 mg of oral acetylcysteine, n = 33 or placebo, n = 33). Symptoms of methamphetamine withdrawal are assessed through the questionnaire score 'Methamphetamine withdrawal symtoms' and SCL-90. GSH and GSSG antioxidant levels were measured before and after administration of drugs or placebo. Acetylcysteine was not significantly different in reducing the scores of methamphetamine withdrawal symptoms, changes in psychiatric symptoms and changes in antioxidant levels when compared to placebo. Acetylcysteine also did not have a significant difference in safety when compared with placebo. Further research is needed through clinical trials with stratified randomization to confirm the results of this study.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library