Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 16 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tambun, Dicky Liberman
Abstrak :
Berbagai material aluminosilikat telah digunakan sebagai prekursor untuk geopolimer. Geopolimer mendapat kekuatannya dari polikondensasi silikat dan alumina. Metakaolin, kaolin yang kalsinasi, adalah pozzolan dengan alumina dan kemurnian silika tertinggi. Indonesia, khususnya Pulau Bangka, memiliki sejumlah besar deposit kaolin yang dijual dengan harga murah. Harga ini bisa ditingkatkan sepuluh kali ketika dijual sebagai metakaolin. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan sifat mekanik dan metalurgi metakaolin komersial dan kaolin Bangka yang dikalsinasi pada 700°C. Kedua metakaolin bereaksi dengan NaOH dan waterglass sebagai aktivator diikuti dengan pengawetan pada suhu kamar selama 7, 14 dan 28 hari dan suhu tinggi 60°C selama 4, 12 dan 24 jam. Sifat mekanik akan diperiksa dengan kuat tekan dan uji kuat lentur, dan uji susut sedangkan sifat metalurgi akan dievaluasi dengan SEM, dan TAM. Hasil uji mekanis akan digunakan untuk menentukan geopolimer mana yang akan berkinerja baik dengan struktur mikro dan aktivitas termal untuk mendukung temuan tersebut. Upaya-upaya ini akan dilakukan dalam rangka meningkatkan properti dari Bangka metakaolin geopolimer yang lebih unggul dari metakaolin komersial. ......Various aluminosilicate material have been used as precursor for geopolymer. Geopolymer gets its strength from the polycondensation of silicate and alumina. Metakaolin, calcinated kaolin, is pozzolan with the highest alumina and silicate purity. Indonesia, especially Bangka Island, has a large amount of kaolin deposit that being sold at low price. This price could be increased ten times when being sold as metakaolin. This study aimed to compare mechanical and metallurgical properties of commercial metakaolin and Bangka kaolin which calcinated at 700°C. Both metakaolins reacted with NaOH and waterglass as the activator followed by curing at room temperature for 7, 14 and 28 days and elevated temperature of 60°C for 4, 12 and 24 hours. Mechanical properties will be examined by compressive strength and flexural strength test, while the metallurgical properties will be evaluated with SEM, and TAM. The results of the mechanical test will be used to determine which geopolymer will perform well with the microstructure and thermal activity to support the finding. These attempts will be done in order to improve the properties of Bangka metakaolin geopolymer superior to commercial metakaolin.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Banjarnahor, Irwin Marlundu
Abstrak :
Metakaolin telah berhasil dibuat menggunakan kaolin Pulau Bangka dengan proses kalsinasi. Pada penelitian ini proses kalsinasi menggunakan lima variabel temperatur: 600, 650, 700, 750, dan 800°C selama 4 jam. Pada penelitian ini, kaolin juga diberikan perlakuan mekanik berupa milling untuk mempelajari pengaruh perlakuan milling terhadap produk hasil kalsinasi. Kaolin di-milling menggunakan planetary ball mill selama 15 menit dengan kecepatan milling sebesar 20rad/min dan kemudian dikalsinasi dengan masing-masing variabel temperatur. Sebagai material pembanding, metakaolin komersial dengan produk dagang MetaStar digunakan untuk dibandingkan karakteristiknya dengan metakaolin yang dihasilkan pada setiap temperatur. Hasil perlakuan milling kaolin, beserta kaolin dan MetaStar dikarakterisasi distribusi ukuran partikelnya menggunakan instrumen Particle Size Distribution. Kemudian, setiap metakaolin dan juga MetaStar akan dikarakterisasi menggunakan instrumen X-Ray Diffraction XRD dan Scanning Electron Microscope SEM . Pengujian Simultaneous Thermal Analysis STA juga dilakukan untuk mempelajari perilaku pemanasan kaolin dan kaolin dengan perlakuan milling. Hasil karakterisasi XRD menunjukkan kemiripan antara metakaolin Bangka dengan MetaStar, pengecualian untuk metakaolin MK800-MT. Hasil pengujian STA menunjukkan adanya pergeseran temperatur dimana kaolin mengalami dehidroksilasi dan rekonstruksi setelah kaolin diberi perlakuan milling. Dan kemudian, hasil pengujian SEM menunjukkan keberadaan struktur kaolinite berbentuk lapisan lamelar-laminate. Dapat disimpulkan bahwa tidak ada perubahan struktur yang terlihat setelah kaolin dikalsinasi. ......Metakaolin has been successfully made using Pulau Bangka rsquo s kaolin through calcination process. In this study, the calcination process used five temperature variables 600, 650, 700, 750, and 800°C for 4 hours. In this study, kaolin is subjected to mechanical treatment to study the effect of the treatment on the product of calcination. Kaolin is milled using a planetary ball mill for 15 minutes at a milling speed of 20rad min and then calcined with each temperature variable. As a comparison material, commercial metakaolin MetaStar products is used to compare its characteristic to the metakaolin produced at each temperature. The results of milling treatment, along with kaolin and MetaStar is characterized using the particle size distribution instrument to determine the particle size. Then, each metakaolin and MetaStar will be characterized using X Ray Diffraction XRD and Scanning Electron Microscope SEM instruments. Simultaneous Thermal Analysis STA was also conducted to study the heating behavior of kaolin and kaolin after milling treatment. The results of XRD characterization show similarities between metakaolin Bangka and MetaStar, except to MK800 MT metakaolin. The STA test results showed a temperature shift in which the kaolin was dehydroxylated and reconstructed after kaolin was treated with milling. And then, the SEM test results show the existence of kaolinite structures in the form of lamellar laminate layers. It can be concluded that there is no structural changes happened after the kaolin is calcined.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ritonga, Muhammad Hisyam
Abstrak :
Kaolin merupakan mineral dengan kandungan silika dan alumina yang tinggi. Indonesia memiliki sumber daya alam berupa kaolin yang melimpah, salah satunya di Badau Belitung. Kaolin sebagai sumber silika dan alumina harus diubah menjadi metakaolin dengan rangkaian proses yaitu aktivasi dan kalsinasi sebelum bisa digunakan sebagai bahan dalam sintesis zeolit. Pada penelitian ini dilakukan aktivasi kaolin dengan menggunakan media pertukaran kation berupa larutan asam sulfat dengan konsentrasi yang berbeda, yaitu 3M dan 4M. Pencampuran dilakukan secara mekanik menggunakan magnetic stirrer selama 24 jam pada suhu 50oC. Kalsinasi dilakukan dengan furnace pada temperatur 500oC dan 700oC. Karakterisasi infra merah (FTIR) dilakukan untuk membuktikan bahwa gugus fungsi O-H hilang pada suhu kalsinasi tersebut, dengan melakukan analisis perbandingan terhadap kaolin tanpa perlakuan apapun. Sampel kaolin mengalami peristiwa dehidroksilasi, vibrasi ulur, dan vibrasi tekuk pada beberapa daerah serapan yaitu 3692 cm-1, 3653 cm-1, 3620 cm-1, 1114 cm-1, 1029 cm-1, 911 cm-1, 527 cm-1, dan 460 cm-1. Karakterisasi dengan metode mikroskop elektron yang dilengkapi dispersi energi sinar-X (SEM-EDX) dilakukan untuk mengetahui morfologi dan komposisi secara semi kuantitatif dari kaolin yang telah melalui proses aktivasi dan kalsinasi. Hasil SEM memperlihatkan bahwa morfologi Kaolin Badau Belitung berupa lembaran yang berlapis, hal ini masih terlihat pada temperatur kalsinasi 500oC, sedangkan pada temperatur kalsinasi 700oC sudah tidak ditemukan lagi. Sementara EDX memperlihatkan bahwa larutan H2SO4 3M sebagai media pertukaran kation dapat mengurangi kadar pengotor pada Kaolin Badau Belitung berupa Kalium, Besi dan Zinc masing-masing sebanyak 17,5%, 56,7%, dan 54% pada temperatur kalsinasi 500oC. Sedangkan pada temperatur kalsinasi 700oC, kadar pengotor tersebut berkurang masing-masing sebanyak 56%, 9%, dan 29,2%. Sedangkan pada penggunaan larutan H2SO4 4M berdasarkan hasil karakterisasi EDX, kadar pengotor Besi naik 18%, Kalium berkurang 12% dan tidak ditemukannya lagi Zinc pada temperatur kalsinasi 500oC. Sedangkan pada temperatur kalsinasi 700oC, kadar pengotor Besi naik 30%, Kalium berkurang 15%, dan tidak ditemukannya lagi Zinc. Karakterisasi Brunauer-Emmett-Teller (BET) dilakukan untuk mengetahui pengaruh temperatur kalsinasi terhadap luas permukaan dari kaolin yang telah melalui proses aktivasi dan kalsinasi. Volume pori dan luas permukaan spesifik meningkat seiring dengan peningkatan temperatur kalsinasi masing-masing 311,36% dan 350% pada temperatur kalsinasi 500oC, sedangkan pada temperatur kalsinasi 700oC masing-masing menjadi 445% dan 515,62%. Sebaliknya diameter pori mengalami penurunan 26% dan 42%, masing-masing pada temperatur kalsinasi 500oC dan 700oC. Karakterisasi difraksi sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui perubahan kristalinitas dari kaolin, dimana grafik XRD menunjukkan hilangnya peak kaolinit. ......Kaolin is a mineral with a high content of silica and alumina. Indonesia has abundant natural resources in the form of kaolin, one of which is in Badau Belitung. Kaolin as a source of silica and alumina must be converted into metakaolin by a series of processes, namely activation and calcination before it can be used as an ingredient in zeolite synthesis. In this study, kaolin activation was carried out using cation exchange media in the form of sulfuric acid solution with different concentrations, namely 3M and 4M. The mixing was done mechanically using a magnetic stirrer for 24 hours at a temperature of 50oC. Calcination was carried out in a furnace at temperatures of 500oC and 700oC. Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) characterization was carried out to prove that the O-H functional group is lost at the calcination temperature, by performing a comparative analysis of kaolin without any treatment. Kaolin samples experienced dehydroxylation, stretching vibrations, and bending vibrations in several absorption areas, namely 3692 cm-1, 3653 cm-1, 3620 cm-1, 1114 cm-1, 1029 cm-1, 911 cm-1, 527 cm-1, and 460 cm-1. Characterization using Scanning Electron Microscopy with Energy Dispersive X-Ray (SEM-EDX) was carried out to determine the morphology and composition of kaolin which had gone through the activation and calcination processes. SEM results showed that the morphology of Kaolin Badau Belitung form is layered sheets, this is still visible at the calcination temperature of 500oC, but at the calcination temperature of 700oC the layered sheets are no longer found. Meanwhile, EDX showed that the H2SO4 3M solution as a cation exchange can reduce the impurities levels in Badau Belitung Kaolin such as Potassium, Iron and Zinc, respectively 17.5%, 56.7%, and 54% at calcination temperature of 500oC. Whereas, at calcination temperature of 700oC, the levels of those impurities were reduced 56%, 9% and 29.2%, respectively. Whereas in the use of H2SO4 4M solution based on the results of EDX characterization, showed that impurities content of Iron increased by 18%, but potassium was reduced by 12% and zinc was not found at the calcination temperature of 500oC. Meanwhile, the calcination temperature of 700oC, iron impurities levels increased by 30%, but potassium was reduced by 15%, and zinc was no longer found. Brunauer-Emmett-Teller (BET) characterization was carried out to determine the effect of calcination temperature on the surface area of kaolin which had gone through the activation and calcination processes. The pore volume and specific surface area increased with increasing the calcination temperature, respectively 311.36% and 350% at 500oC, while at the calcination temperature 700oC became 445% and 515.62%, respectively. In contrast, the pore diameter decreased 26% and 42%, respectively at the calcination temperature of 500oC and 700oC. X-ray Diffraction (XRD) characterization was carried out to determine the change in crystallinity of kaolin, where the XRD graph showed the loss of kaolinite peaks.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faris Bari Issains
Abstrak :
Selain penggunaan di berbagai industri, kaolin dapat digunakan sebagai bahan sintesis zeolit karena memilki keuntungan dari segi ekonomi dan lingkungan. Namun, kaolin perlu dilakukan aktivasi melalui kalsinasi pada temperatur dan waktu tertentu. Tujuan penulisain ini adalah untuk mengetahui pengaruh temperatur dan waktu kalsinasi terhadap karakteristik fisik dari kaolin yang berpotensi sebagai bahan baku untuk sintesis zeolit. Penulisan ini menggunakan pendekatan literature review dari berbagai sumber dengan melakukan evaluasi dan analisis data karakterisasi kaolin yang telah dilakukan aktivasi dengan variasi temperatur dan waktu kalsinasi. Bahan yang digunakan dalam penulisan ini adalah kaolin dari berbagai sumber, yaitu Belitung, China, Etiopia, Iran, Italia, Kankara, Malaysia, Nigeria, Serbia, Spanyol, dan Thailand. Data karakterisasi yang digunakan adalah SEM, FTIR, XRD, dan BET. Varibel temperatur kalsinasi yang dibahas dari berbagai literatur adalah 500, 550, 600, 650, 700, dan 800 °C, sedangkan variabel waktu kalsinasi yang dibahas dari berbagai literatur adalah 30, 60, 90, 120, 180, dan 300 menit pada 650 dan 800 oC. Metakaolin stabil pada rentang temperatur 500-850 °C. Aktivasi kaolin optimum pada temperatur 650 oC selama 120 menit atau 800 oC selama 60 menit agar terbentuk metakaolin secara sempurna yang bersifat reaktif, sehingga dapat digunakan sebagai bahan sintesis zeolit. Perubahan morfologi kaolin dari vermikular menjadi tidak beraturan diperoleh setelah kalsinasi pada temperatur ≥ 600 °C. Waktu kalsinasi selama 120 menit pada 650 °C memperoleh perubahan luas permukaan spesifik paling signifikan sebesar 50,6%. Temperatur dan waktu kalsinasi tinggi menghasilkan pengotor berupa cristobalite dan mulite yang dapat menurunkan reaktivitas metakaolin.
Besides being used in various industries, kaolin also can be used as material for zeolite synthesis due to it has economic and environmental advanteges. However, kaolin needs activated trough calcination at certain temperature and time. This work aimed to stody the influence of calcination temperature and time on physics characteristics of kaolin as a potential raw material for synthesis zeolite. This study uses literature review approach form various sources by evaluating and analyizing characterization of calcined kaolin with variations of temperature and time. The material used in this paper is kaolin from various sources, namely Belitung, China, Ethiopia, Iran, Italy, Kankara, Malaysia, Nigeria, Serbia, Spain, and Thailand. Characterizations data used are SEM, FTIR, XRD, and BET. Six different temperatures (500, 550, 600, 650, 700, 800 °C) and various calcination time (30, 60, 90, 120, 180, 300 minutes at 650 and 800 oC) were discussed. Metakaolin stable in the temperature range of 500 850 °C. The optimum kaolin activation at 650 oC for 120 minutes or 800 oC for 60 minutes to form metakaolin completely which is reactive, so it can be used as a zeolite synthesis material. Morphology kaolin changed from vermicular to irregular after calcination at above 600 °C. Calcination time for 120 minutes at 650 °C produced the most significant specific surface area changes of 50.6%. High temperatures and calcination times produce impurities in the form of cristobalite and mulite which can reduce the reactivity of metakaolin.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widyaningsih Bungin Sura
Abstrak :
ABSTRACT
Penelitian ini terkait salah satu Supplementary Cementing Materials SCMs yaitu metakaolin Al2Si2O2 . Metakaolin merupakan hasil kasinasi kaolin pada suhu 600-800oC dan memiliki kemurnian alumina dan silika yang tinggi. Salah aplikasi dari metakaolin adalah sebagai aditif dalam semen Portland. Penambahan metakaolin kedalam semen Portland dapat meningkatkan kekuatan semen melalui pengikatan dengan kalsium hidroksida Ca OH menghasilkan kalsium silikat hidrat CSH . Metakaolin yang digunakan dalam penelitian ini adalah metakaolin yang berasal dari Pulau Bangka, Indonesia yang dibandingkan dengan metakaolin komersial yaitu Metakaolin Metastar. Pasta semen Portland dibuat dengan komposisi penambahan metakaolin sebanyak 5 , 10 , 15 , dan 20 dengan rasio air/semen 0.35, 0.40, dan 0.50. Pasta semen kemudian dicuring selama 7, 14, dan 28 hari. Kekuatan mekanik dari pasta semen diuji dengan pengujian kekuatan tekan, sedangkan komposisi kimia dan mikrostruktur diuji dengan pengujian SEM-EDS dan XRD, dan laju hidrasi diuji dengan pengujian TAM. Hasilnya menunjukkan bahwa kekuatan tekan semen meningkat dengan penambahan metakaolin sebagai aditif, baik metakaolin metastar maupun metakaolin Bangka. Kekuatan tekan tertinggi diperoleh pada penambahan 20 pada metakaolin metastar dan penambahan 5 pada metakaolin Bangka. Laju hidrasi menunjukkan hasil bahwa reaksi yang terjadi adalah reaksi eksotermik.
ABSTRACT
This paper presents the results of the investigation on the use of Metakaolin Al2Si2O2 as a Supplementary Cementing Materials SCMs to improve the performance of cement. The Metakaolin was produced by thermal treatment calcination from Kaolin at 600 800 Celcius and has highest alumina and silicate purity. By added Metakaolin in Portland Cement type I OPC , the amount of Calcium Silicate Hydrate CSH will increase through binding with Calcium Hydroxide CaOH . There were two kinds of Metakaolin used in this investigation, commercial metakaolin named Metakaolin MetaStar compared with Metakaolin Bangka which derived from Indonesia local resources, Bangka Island. Four Metakaolin replacement levels were employed in this investigation 5 , 0 , 15 , and 20 with water per cement ratio 0.35, 0.40, and 0.50 both of Metakaolin MetaStar and Metakaolin Bangka. The cement pastes cured at room temperature for 7, 14, and 28 days. The mechanical strength examined by compressive strength test, the microstructure and the chemical composition of the main mineral composition were examined by SEM EDS and XRD. The results of the study revealed both Metakaolin Metastar and Metakaolin Bangka enhanced the compressive strength of OPC. The most appropriate strength was obtained for a replacement of 20 metakaolin metastar and 5 metakaolin Bangka. The hydration rate was examined by Thermal Analysis Monitor. The results indicated that the reaction of OPC and MK was exothermic reaction.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Fauzi Trinanda
Abstrak :
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan dari abu sekam padi (RHA) sebagai sumber silika untuk larutan aktivator geopolimer berbahan baku metakaolin. Pada penelitian ini digunakan dua jenis abu sekam padi dengan komposisi silika yang tidak jauh berbeda, tetapi memiliki sifat kristalinitas yang berbeda. Abu sekam padi dilarutkan menggunakan larutan KOH dengan konsentrasi sebesar 8 M selama 4, 8 dan 24 jam. Hasil pelarutan optimum dicapai setelah proses pelarutan selama 24 jam untuk kedua jenis abu sekam padi. Besar persen massa terlarut dari kedua jenis abu sekam padi menunjukkan hasil yang berbeda. Abu sekam padi dengan sifat yang lebih amorf memiliki kelarutan yang lebih tinggi dengan pengurangan massa sebesar 80,4 % dan penurunan kadar silika hingga 32,04 %. Larutan dengan kelarutan paling optimum kemudian digunakan sebagai aktivator geopolimer berbahan dasar metakaolin (Metastar®) dengan variasi perbandingan antara metakaolin dan larutan sebesar 60:40, 60:60 dan 40:60 dan digeopolimerisasi pada suhu 60 OC selama 24 jam. Hasil uji tekan menunjukkan kekuatan optimum didapatkan pada komposisi antara metakaolin dan larutan aktivator sebesar 40:60 dengan kekuatan rata-rata sebesar 11,38 MPa. ......This research assesses the feasibility of rice husk ash (RHA) as raw materials for the production of metakaolin-based geopolymer pastes. Two kinds of RHA were used in this research with a bit different of composition in silica, but have different cristallinity. At the beginning, the RHA samples were being dissolved into KOH with concentration of 8M for 4, 8 and 24 hours. The optimum solubility of RHA samples was reached after being dissolved in 24 hours for both RHAs. However, the dissolved mass percentage of these RHA shows different results. Amorphous RHA has higher dissolved mass of 80,4 % and reduction of silica composition up to 32.04%. Then, the solution with optimum solubility being used as activator for metakaolin-based geopolymer pastes with three variations of metakaolin to solution ratio of 60:40, 50:50 and 40:60 and being cured in 60 OC for 24 hours. The result shows optimum compressive strength was reached by metakaolin to solution ratio of 40:60 with average compressive strength of 11,38 MPa.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herninta Fadhilah Novrianti
Abstrak :
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh waktu kalsinasi terhadap karakteristik kimia dan fisik dari kaolin alam. Kaolin sebagai bahan baku pembuatan zeolit untuk katalis hydrocracking minyak bumi diaktivasi menggunakan larutan asam sulfat dengan variasi konsentrasi 1, 5, dan 10 M untuk meningkatkan kadar SiO2 dan menurunkan kadar pengotor, seperti K2O, CaO, dan TiO2. Sampel kaolin dari berbagai daerah juga dikalsinasi dengan variasi waktu selama 10, 30, 45, 60, 90, 100, 120, 180, 240, 300, dan 900 menit pada range suhu kalsinasi 500-800 ºC. Sampel kaolin dikarakterisasi menggunakan XRF, FTIR, SEM, dan BET. Hasil percobaan menunjukkan adanya pengaruh dari variasi konsentrasi larutan media pertukaran ion yang digunakan. Terdapat kenaikan kadar SiO2 seiring bertambahnya konsentrasi asam sulfat hingga mencapai 87,46% pada konsentrasi 10 M. Perubahan morfologi kaolin menjadi metakaolin pada pengamatan SEM serta hilangnya gugus-gugus khas kaolinit pada pengamatan FTIR tidak dipengaruhi waktu kalsinasi. Sedangkan peningkatan waktu kalsinasi akan meningkatkan luas permukaan kaolin.
The goal of this study is to understand the effects of calcination time on chemical and physical characteristics of kaolin. Kaolin is used as a raw material for zeolites synthesis as petroleum catalysts support to modify the structure of hydrocarbon compunds into lighter fractions. Kaolin was treated using sulfuric acid 1, 5, and 10 M solution with the aim to increase its SiO2 content and decrease the impurities of kaolin, specifically K2O, CaO, dan TiO2. Kaolin samples from different regions were converted into metakaolin in order to increase its reactivity and properties through the calcination process for 10, 30, 45, 60, 90, 100, 120, 180, 240, 300, dan 900 minutes at temperatures range of 500-800 ºC. Samples were characterized using XRF, FTIR, SEM, and BET. Treated kaolin produces an increase in SiO2 levels to reach 87,46% at a concentration of 10 M sulfuric acid solution. Changes in morphology of kaolin to metakaolin on SEM observations and loss of typical kaolinite groups on FTIR observation were not affected by calcination time. However, increase in calcination time will increase the surface area of kaolin and also its reactivity. Calcined kaolin produces an optimum surface area at the time of calcination for 120 minutes with a 52% increase compared to the raw kaolin.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rafie Alifasyah
Abstrak :
Penelitian mengenai pengaruh konsentrasi asam klorida dan suhu kalsinasi terhadap pembentukan metakaolin sebagai bahan baku zeolit telah dilaksanakan dengan baik. Kaolin memiliki kandungan utama alumina dan silika. Aktivasi kaolin dilakukan secara kimia dan termal untuk mendapatkan metakaolin yang lebih reaktif. Pada penelitian ini aktivasi kimia kaolin dilakukan dengan mencampur media aktivasi berupa asam klorida dengan konsentrasi 3M dan 4M. Pencampuran dilakukan dengan magnetic stirrer selama 24 jam pada suhu 50oC. Kalsinasi dilakukan dengan furnace pada temperatur 500oC dan 600oC. Data pengujian inframerah (FTIR) menunjukkan peningkatan transmitansi peak gugus hirdoksil pada kaolin pada konsentrasi 4M lebih besar dibandingkan dengan 3M sebesar 2% pada peak 3692 cm-1, 1,95% pada peak 3653 cm-1, dan 1,91% pada peak pada 3620 cm-1 pada suhu kalsinasi 600°C yang menandakan penetrasi dari ion H+ ke struktur kaolin dan berikatan dengan gugus hidroksil, serta terdapat perubahan bentuk dan posisi dari gugus Si-O yang menunjukkan distorsi saat kalsinasi. Karakterisasi dengan menggunakan metode mikroskop elektron yang dilengkapi dispersi energi sinar-X (SEM-EDX) dilakukan untuk mengetahui morfologi dan komposisi secara semi kuantitatif dari kaolin setelah dilakukan aktivasi. Pada sampel kaolin dengan temperatur kalsinasi 500°C dan 600°C memiliki morfologi yang tidak teratur yang menandakan terbentuknya metakaolin. Hasil dari pengujian difraksi sinar-X (XRD) menunjukkan penurunan secara signifikan peak kaolinit setelah kalsinasi temperatur 500°C dan 600°C yang menandakan perubahan kaolin menjadi metakaolin Berdasarkan pengujian EDX terjadi penurunan pengotor pada sampel kaolin teraktivasi asam klorida 3M terhadap raw kaolin sebesar 63,89% elemen Zn, 35% elemen Fe, dan 36,17% elemen K pada suhu kalsinasi 600°C. secara signifikan setelah dilakukan aktivasi asam. Karakterisasi Brunauer-Emmett-Teller (BET) dilakukan untuk mengetahui pengaruh temperatur kalsinasi terhadap luas permukaan dari kaolin yang telah dilakukan aktivasi dan kalsinasi. Luas permukaan kaolin meningkat sebesar 344% terhadap raw kaolin setelah dilakukan kalsinasi pada temperatur kalsinasi 500°C dan meningkat sebesar 389% terhadap raw kaolin pada temperatur kalsinasi 600°C. ......Research on the effect of hydrochloric acid concentration and calcination temperature on metakaolin ordering as a zeolite raw material has been carried out well. Kaolin contains mainly alumina and silica. Activation of kaolin is carried out chemically and thermally to obtain metakaolin which is more reactive. In this research, kaolin chemical activation was carried out by mixing with ion exchange medium in the form of hydrochloric acid with a concentration of 3M and 4M in a magnetic stirrer for 24 hours at a temperature of 50°C. Calcination is carried out in a furnace at temperatures of 500°C and 600°C. Infrared (FTIR) test data showed that the increase in transmittance of the hydoxyl group peaks on kaolin at a concentration of 4M was greater than that of 3M by 2% at the peak of 3692 cm-1, 1.95% at the peak of 3653 cm-1, and 1.91% at the peak at 3620 cm- 1 at a calcination temperature of 600°C which indicates the penetration of the H + ion into the kaolin structure and binds to the hydroxyl group, and there is a change in the shape and position of the Si-O group which shows distortion during calcination. Characterization using the electron microscope equipped with X-ray dispersion (SEM-EDX) method was carried out to see the calculated data and composition of kaolin after activation. Kaolin sample with a calcination temperature of 500°C and 600°C shows an irregular morphology which indicate transformation from kaolin to metakaolin. Results of the X-ray diffraction (XRD) test showed a significant decrease in the peak kaolinite after calcination at a temperature of 500°C and 600°C, which indicates a change in kaolin to metakaolin. Based on the EDX testing, there was a significant decrease in impurities in the kaolin sample activated by 3M hydrochloric acid against raw kaolin by 63.89% Zn elements, 35% Fe elements, and 36.17% K elements at a calcination temperature of 600°C. after acid activation was performed. Brunauer-Emmett-Teller (BET) characterization was carried out to see the effect of calcination temperature on the surface area of activated and calcined kaolin. The surface area of kaolin increased by 344% against raw kaolin after calcination at a calcination temperature of 500°C and increased by 389% for crude kaolin at a calcination temperature of 600°C.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Niken Swastika
Abstrak :
Geopolimer memiliki peluang pemanfaataan sebagai bahan bangunan yang memiliki berbagai keunggulan dibandingkan dengan semen Portland. Penelitian ini menyelidiki dan membandingkan ketahanan beberapa material (beton Portland, geopolimer berbahan abu terbang, dan geopolimer berbahan metakaolin) pada berbagai lingkungan perendaman (kering, aquades, dan air laut ASTM). Kedua prekursor geopolimer, yaitu abu terbang dan metakaolin, masing-masing bersifat amorf (XRD) dan diuji komposisinya (XRF). Parameter ketahanan material dilihat dari perubahan kuat tekan (compressive strength) berdasarkan umur perendaman (7, 28, 56, dan 90 hari). Geopolimer abu terbang (GA) menunjukkan kuat tekan awal yang sama seperti beton Portland, kemudian sifat yang stabil selama umur perendaman dalam air laut ASTM. Sedangkan Geopolimer metakaolin (GM) menunjukkan kuat tekan awal yang lebih rendah daripada beton Portland maupun geopolimer abu terbang. Namun kuat tekan geopolimer metakaolin cenderung terus mengalami kenaikan selama waktu perendaman dalam air laut ASTM. Geopolimer yang direndam dalam aquades dapat melepaskan unsur yang tersisa dari reaksi geopolimerisasi. Geopolimer metakaolin mempunyai rendaman lebih keruh karena reaksi geopolimerisasinya kurang sempurna. Selain itu, geopolimer yang direndam dalam air laut menunjukkan unsur dari beton lebih sedikit larut daripada rendaman aquades. Ditemukan endapan putih pada geopolimer yang direndam air laut, yang kemungkinan besar adalah (CaSO4.2H2O), karena puncak gypsum ditemukan bersama kuarsa pada pola XRD dari geopolymer yang direndam dalam air laut. Secara keseluruhan dapat disimpulkan geopolimer memeiliki ketahanan air laut yang lebih unggul daripada beton Portland, geopolimer abu terbang memiliki kuat tekan lebih unggul, dan geopolimer metakaolin menunjukkan ketahanan paling baik.
Having superior properties compared to Portland Cement, Geopolymers as building material is beneficial. This research investigates and compares the durability of materials (Portland concrete, fly ash based- and metakaolin basedgeopolymer) in dry environment, aquadest and ASTM seawater. Two types of precursor, i.e. fly ash and metakaolin, areused and XRF has been performed to analysed chemical compositions of both precursor. It was found that fly ash based- geopolymer (GA) did not show a decrease in compressive strength during immersion in ASTM seawater. Whereas metakaolin geopolymer showed lower early strength than Portland and fly ash based- geopolymer, even though compressive strength of metakaolin based- geopolymer tend to rise during seawater immersion. Geopolymer immersed in aquadest released remnant component from geopolimerisation reaction. Metakolin based- geopolymer was muddy because insufficient geopolymerisation reaction. Besides, geopolymer immersed in seawater dissolved less than when immersed in aquadest. White precipitant found in geopolymer immersed in seawater was suspected to be gypsum (CaSO4.2H2O), as peaks of gypsum could be identified together with quartz in XRD pattern of geopolymer immersed in seawater. It can be concluded geopolymer has higher seawater durability than Portland concrete and metakaolin based- geopolymer has excellent seawater durability.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
T27632
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Indriyati
Abstrak :
Zeolit merupakan mineral aluminasilikat dengan struktur kerangka tiga dimensi yang mempunyai ukuran pori tertentu dan menunjukkan sifat penukar ion, adsorpsi, penapis molekul dan katalis. Struktur kristal zeolit merupakan gabungan dari sejumlah unit pembangun sekunder yang tersusun sedemikian rupa sehingga membentuk rongga-rongga dan saluran. Molekul atau ion yang mempunyai ukuran yang tepat sama dengan ukuran rongga dapat masuk ke dalamnya, sehingga menyebabkan zeolit bersifat sebagai penapis molekul (molecular sieve). Pada penelitian ini dilakukan sintesis zeolit X dari bahan baku kaolin dengan proses hidrotermal menggunakan alat autoklaf dan botol polipropilen yang dimasukkan dalam oven. Dilakukan karakterisasi terhadap bahan baku kaolin dengan AAS dan XRD kemudian digunakan tiga metode modifikasi sintesis yang berbeda untuk mengetahui kondisi sintesis yang lebih baik. Zeolit yang terbentuk dikarakterisasi dengan XRD untuk mengetahui strukturnya dan analisa XRF untuk mengetahui rasio Si/Al zeolit yang terbentuk. Zeolit X disintesis dari kaolin yang terlebih dahulu diaktivasi menjadi metakaolin dengan pemanasan pada suhu 750??C selama 6 jam. Didapatkan hasil sintesis yang lebih baik dengan komposisi gel: 4Na2O.Al2O3.4SiO2.160H2O, perbandingan K2O/M2O=0.25 dimana M2O=K2O+Na2O melalui poses hidrotermal menggunakan alat autoklaf atau botol polipropilen pada suhu 90??C selama 30 jam. Kedua proses hidrotermal tersebut mempunyai efektifitas yang sama dalam proses pembentukan zeolit. Zeolit X yang disintesis mempunyai rumus molekul: Na86(AlO2)86(SiO2)106.264H2O dengan rasio Si/Al adalah 1.2362 untuk zeoilit X-1a, 1.6713 untuk zeolit X-1b dan 1,1239 untuk zeolit X-2. Zeolit X yang disintesis kemudian diaplikasikan sebagai penapis molekul sikloalkana dalam minyak bumi dan terbukti efektif menapis molekul makrosiklik (Triterpana dan Sterana) dari fraksi cabang dan hidrokarbon siklik dalam minyak bumi.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2005
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>