Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 42 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Ministry of Information, Republic of Indonesia, 1959
959.82 IND o
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Merdu Silta Wenti
"Penelitian ini menganalisis pemberdayaan masyarakat adat di era desentralisasi dengan studi kasus pemberdayaan komunitas adat terpencil terhadap Suku Anak Dalam di Kabupaten Muaro Jambi Provinsi Jambi Tahun 2004-2006. Penelitian ini beragumen, bahwa desentralisasi mengakomodasi masyarakat adat melalui ketentuan legal di dalam UU No.32 Tahun 2004, namun desentralisasi belum mempengaruhi dalam aspek pembuatan program pemberdayaan komunitas adat terpencil.
Analisis dalam penelitian ini menggunakan teori multikulturalisme yang berasal dari Kymlicka, Raz, dan Parekh. Serta, konsep desentralisasi politik, pemberdayaan masyarakat, dan masyarakat adat. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan wawancara mendalam sebagai data primer, dan data sekunder seperti undang-undang, peraturan pemerintah, dan studi pustaka lainnya.
Penelitian ini menemukan beberapa hasil, diantaranya; Pertama¸ pemerintah daerah tidak membuat program pemberdayaan komunitas adat terpencil dengan mekanisme bottom up, melainkan dengan pandangan subjektif terhadap Suku Anak Dalam yang harus di modernisasi. Kedua¸ program pemberdayaan terhadap Suku Anak Dalam tidak sesuai dengan kondisi budaya dan tidak memenuhi akses pelayanan sosial. Ketiga¸ pemerintah daerah masih bergantung terhadap mekanisme pemberdayaan dan anggaran pemberdayaan yang diberikan pemerintah pusat.

This research analyzes the empowerment of indigenous community in decentralization era with the case study of the empowerment of remote indigenous community towards Suku Anak Dalam in Kabupaten Muaro Jambi, Jambi Province in 2004-2006. This research argues that decentralization accommodates indigenous community within legal provision in UU No.32 Tahun 2004, but decentralization is not yet to take effect on affecting the manufacture of remote indigenous community programs.
This research uses the multiculturalism theory from Kymlicka, Raz, and Parekh. In addition, the researcher is also using political decentralizations concept, the concept of community empowerment, and indigenous community concept. This research employment qualitative methods with in-depth interviewing technique as the primary source of data, and legal provisions like law, government regulations, and other literature study, as the secondary sources.
This research find out that, First, the local government does not make the remote indigenous community empowerment program with a bottom up mechanism, rather with a subjective view towards Suku Anak Dalam that needs to be modernized. Second, the empowerment program for Suku Anak Dalam does not match the cultural condition. Third, the local government still depends on the empowerment mechanism and the empowerment budget that is given by the central government.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S64370
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lomax, Louis E.
New York : Harper & Brothers, 1960
960.3 LOM r
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Yogyakarta: INSIST Press, 2016
305.8 ORA
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Faradika Darman
Ambon: Kantor Bahasa Maluku Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, 2017
392 FAR m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Pramono Dwi Susetyo
"Buku Memahami Masalah Kehutanan dan Lingkungan dengan Berbagai Aspeknya merupakan trilogi buku sambungan dan lanjutan dari buku sebelumnya yakni buku Seputar Hutan dan Kehutanan: Masalah dan Solusi, Membangun Hutan dan Menjaga Lingkungan: Masalah dan Solusi serta Menjaga Bumi & Merawat Lingkungan: Masalah dan Solusi. Isi dalam buku ini merupakan kumpulan tulisan penulis yang telah dimuat dalam media massa, tulisan yang dikumpulkan ini menjadi sumbangan pemikiran kepada pemerintah, masyarakat, dan para pengamat kehutanan dan lingkungan; terlebih lagi kepada generasi muda sebagai pemilik masa depan negara ini. Secara garis besar, buku ini membantu memahami permasalahan kehutanan dan lingkungan yang terjadi pada saat ini beserta aspek-aspeknya seperti kekeringan, banjir (termasuk banjir bandang), kebakaran hutan, penurunan produksi pangan, dekarbonisasi, pemanasan global, termasuk pembangunan ibu kota negara (IKN) Nusantara dari aspek ketersediaan air dan kota hutan (forest city)"
Bogor: IPB Press, 2024
577.3 PRA m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"Mata pencaharian masyarakat adat sebagai peladang berpindah (shifting cultivation) menjadi dasar tcrbentuknya wilayah teritorial didalam daerah masyarakat adat. Dengan demikian wilayah genealogis dan teritorial merupakan kesatuan sosial politik yang membentuk kesatuan integrative. Bagi masyarakat adat, tanah bukan sekcdar bemilai ekonomis namun mempunyai hubungan magis dengan kehidupan dan menyangkut harga diri mereka. Masuknya Pcrusahaan Perkebunan Kelapa Sawit ke wilayah masyarakat adat tclah mcmbawah dampak yang begitu besar terhadap kehidupan masyarakat. Dalam hal ini Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit tclah merusak tatanan kehidupan masyarakat dari hal kepemilikan tanah maupun pola kchidupan masyarakat. Tulisan ini mencoba incnggambarkan perubahan yang terjadi dalam masyarakat adat akibat pcmbangunan kelapa sawit di Kabupaten Kotawaringin Timur, Propinsi Kalimantan Tengah."
2014
902 JPSNT 21:2 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Arasy Pradana A Azis
"Pasal 18B ayat (2) UUD NRI 1945 memuat setidaknya empat elemen pengakuan masyarakat adat, di mana dua diantaranya berkaitan dengan masyarakat adat itu sendiri dan prinsip NKRI sebagai prasyarat pengakuan. Keduanya sejatinya mengandung bias paradigmatik kepada kebudayaan agraris. Konsep masyarakat adat sejak semula diidentikkan dengan hak ulayat atas tanah. Sementara prinsip NKRI mengalami proses ideologisasi oleh Angkatan Darat dan berkontribusi pada penyeragaman masyarakat adat. Oleh karenanya, orientasi maritim ditawarkan untuk mendekonstruksi bias-bias terrestrial tersebut. Penelitian ini kemudian disusun sebagai penelitian normatif, dengan pendekatan sosio-legal, perundang-undangan, konseptual, sejarah, dan perbandingan. Dekonstruksi diajukan sebagai metode interpretasi utama, selain historis, sosiologis, dan sistematis. Diperoleh simpulan bahwa: 1) terdapat tiga model umum dalam pengakuan konstitusional masyarakat adat di Indonesia: implisit-terbatas (UUD 1945), pengakuan melalui pranata-pranata adat (Konstitusi RIS dan UUD 1950), dan eksplisit-terbatas (UUD NRI 1945); 2) bias terrestrial dalam konsep masyarakat adat berakar dari kelahiran konsep masyarakat adat itu sendiri, dan dipertahankan dalam proses pembentukan UUD NRI 1945. Perlu diingat bahwa terdapat masyarakat adat yang juga hidup di laut. Selain itu, terdapat pula masyarakat adat yang tidak mengenal konsep hak ulayat dan perlu dilindungi hak-hak lainnya; 3) untuk memecah ideologisasi NKRI, negara perlu (1) mengakui kemajemukan sebagai dasar pembentukan bangsa Indonesia, (2) mengakui subyektivitas konstitusional masyarakat adat secara gamblang, (3) mengafirmasi kecakapan masyarakat adat untuk bertindak selayaknya sebuah subyek hukum, dan (4)  menjabarkan kategori-kategori hak yang disandang masyarakat adat di Indonesia, termasuk skema perlindungan atas keberlanjutannya.

Article 18B paragraph (2) of the 1945 Constitution of Indonesia contains at least four elements of recognition of indigenous peoples, while two of it (indigenous people concept and NKRI principle) contain paradigmatic bias towards agrarian culture. The concept of indigenous peoples was originally identified with customary rights to land (hak ulayat). While the principles of the NKRI experienced an ideologization process by the Army and contributed to the uniformity of indigenous peoples. Therefore, a maritime orientation is offered to deconstruct those terrestrial biases. This research was then compiled as a normative study, with a socio-legal, legislative, conceptual, historical, and comparative approach. Deconstruction is proposed as the main method of interpretation, besides historical, sociological, and systematic interpretations. The conclusion is that: 1) there are three general models in the constitutional recognition of indigenous peoples in Indonesia: implicit-limited (UUD 1945), recognition through customary institutions (RIS Constitution and 1950 Constitution), and explicit-limited (1945 Constitution NRI); 2) terrestrial bias in the concept of indigenous peoples is rooted in the birth of the concept of indigenous peoples themselves, and is maintained in the process of establishing the 1945 Constitution of the Indonesia. It is important to remember that there are indigenous people who also live within the sea. In addition, there are also indigenous people who do not recognize the concept of customary rights and need to be protected by their other categories of rights; 3) to break down the ideology of the NKRI, the state needs to (1) acknowledge pluralism as the basis for the formation of the Indonesian nation, (2) recognize the constitutional subjectivity of indigenous peoples explicitly, (3) affirm the skills of indigenous peoples to act accordingly, the categories of rights held by indigenous peoples in Indonesia, including protection schemes for their sustainability."
2018
T52326
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nur Faadhilah
"ABSTRAK
Skripsi ini bercerita mengenai respons masyarakat Kasepuhan Sinarresmi untuk mempertahankan akses dalam pengelolaan hutan yang telah diintervensi oleh beberapa pihak. Persoalan yang dihadapi masyarakat Kasepuhan Sinarresmi terkait klaim atas kelola hutan yang mereka miliki melalui bentuk-bentuk pengelolaan dan pemanfaatan secara adat yang dikukuhkan melalui hukum adat. Namun, pihak negara memiliki klaim melalui kebijakan pengelolaan hutan di bawah Perum Perhutani dan saat ini oleh Taman Nasional Gunung Halimun Salak, yang kemudian melimitasi aktivitas masyarakat dan mengabaikan tata kelola hutan yang sudah dimiliki masyarakat. Hal itu memberikan pengaruh pada pengelolaan hutan mereka, yakni berusaha menyesuaikan dengan kebijakan yang ada agar terus mendapatkan ruang dan melanjutkan pengelolaan sesuai tradisi sebagai pertahanan dalam mengelola hutan yang telah diintervensi oleh beberapa pihak. Penyesuaian dan kontinuitas tersebut dilihat melalui kerangka mekanisme akses dari kesempatan kerja, negosisasi dan identitas sosial.

ABSTRACT
This undergraduate thesis is intended to discuss masyarakat Kasepuhan Sinarresmi?s responses to maintain access in the forest management which has been interfered by multiple parties. The problem that is faced by masyarakat Kasepuhan Sinarresmi is related to claim over forest management which they have already had through the forms of local knowledge and the use of resources in a wise way, legitimized by their customary law. Yet, the state has a claim through the forest management policies under Perum Perhutani and current authority by Gunung Halimun Salak National Park, which tighten the people?s access and ignore the forest management that is already owned by the masyarakat adat. It gives them an impact on their forest management to adjust their existing law with new policies and continue the forest management based on their tradition as a defense in managing the forest that have been intervened by several parties. These adjustment and continuity is analyzed through the framework of the access mechanism by labor opportunities, negotiations and social identity."
2016
S64476
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>