Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nova Meyana Sabara
Abstrak :
Penyakit filariasis disebabkan oleh infeksi cacing mikrofilaria yang ditularkan oleh nyamuk ke manusia. Salah satu cara untuk mengeliminasi penyebaran infeksi tersebut adalah pengobatan massal. Pengobatan massal merupakan pemberian obat tahunan ke seluruh populasi berisiko. Pada penelitian ini, dikonstruksi model matematika untuk melihat pengaruh intervensi pengobatan massal terhadap penyebaran filariasis dalam populasi. Populasi manusia dipartisi dalam 6 kelas berdasarkan kerentanan, partisipasi dalam pengobatan massal, serta tingkat infeksi. Populasi nyamuk dipartisi menjadi dua kelas berdasarkan kerentanan dan keinfeksian. Berdasarkan analisis titik ekuilibrium dan simulasi numerik, dapat disimpulkan bahwa penyakit akan menghilang jika dan penyakit akan mewabah jika . Berdasarkan hasil analisis elastisitas, langkah yang dapat dilakukan untuk eliminasi filariasis adalah meningkatkan laju MDA (, mengurangi laju perkembangan dari nyamuk rentan menjadi nyamuk terinfeksi () dan mengurangi laju kontak individu rentan yang terinfeksi ......Filariasis is a disease caused by microfilaria infection transmitted by mosquitoes. To eliminate the spread of the infection, mass drug administration (MDA) is used. MDA involves administering an annual drug to the entire at-risk population. In this study, a mathematical model is constructed to assess the effect of MDA. The human population is partitioned into 6 classes according to susceptibility, participation in MDA, and infectivity status. The vector population is divided into two classes according to susceptibility and infectivity Based on the equilibrium point analysis and numerical simulation, it can be concluded that the disease will disappear if and the disease will become epidemic if. Based on the results of elasticity analysis, steps that can be taken to eliminate filariasis are increasing MDA levels (), reducing the rate of development from susceptible mosquitoes to infected mosquitoes (θ) and reducing the contact rate of susceptible infected individuals (λ).
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Citra Rheeyaninda
Abstrak :
Pengobatan massal filariasis sudah dilakukan sejak tahun 2008, namun kasus filariasis masih ditemukan dan angka cakupan pengobatan filariasis di Kelurahan Limo dari tahun ke tahun terus menurun. Pelaksana pengobatan massal filariasis adalah kader kesehatan, disebut sebagai Tenaga Pelaksana Eliminasi (TPE) Filariasis. Penelitian ini membahas tentang kinerja TPE/kader filariasis dalam pelaksanaan pengobatan massal di Kelurahan Limo pada tahun 2014 serta faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja tersebut. Data dicari menggunakan kuesioner pada sampel berjumlah 44 TPE filariasis di Kelurahan Limo dan wawancara mendalam dengan Penanggung jawab Program Filariasis di Puskesmas Limo. Variabel yang diteliti adalah faktor karakteristik individu dan faktor organisasi (pelatihan, ketersediaan sarana, kecukupan sarana, imbalan, supervisi, dan evaluasi). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa lebih dari separuh TPE filariasis (56,8%) memiliki kinerja rendah. Secara statistik, terdapat hubungan antara motivasi dan imbalan dengan kinerja TPE filariasis di Kelurahan Limo. Saran dari penelitian ini untuk Puskesmas adalah dengan memberikan imbalan yang sesuai dan hal-hal yang dapat memotivasi TPE/kader dalam meningkatkan kinerja dan tidak selalu harus dalam bentuk uang.
Filariasis mass treatment was carried out since 2008, but filariasis cases were still found and the treatment coverage in Kelurahan Limo was declining from year to year. Executors of the mass treatment were the health cadres. The focus of this study is to analyze the performance of the TPE/health cadres in implementating filariasis mass treatment in 2014 and factors related to their work performance on the mass treatment of filariasis in Kelurahan Limo. Data was collected using structured questionnaire to 44 TPE/health cadres followed by indepth interview to the Head of Filariasis Program. Variables involved were individual characteristics and organizational factors (training, availability and adequacy of facilities, rewards, supervision and evaluation). The study results showed that more than half of TPE/health cadres filariasis (56,8%) had low performance. Statistically, there is a relationship between motivation and reward to the performance of TPE filariasis in Kelurahan Limo. The study recommends to the health center to provide appropriate rewards, not always in.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
S60353
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puhilan
Abstrak :
Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filarial dan ditularkan oleh nyamuk.Program Pemberian Obat Massal Pencegahan (POMP) merupakan salah satu program pencegahan filariasis.Cakupan Program Pemberian Obat Massal Pencegahan (POMP) filariasis dari tahun 2005-2009 berkisar antara 28% -59,48%. Persentase kasus klinis yang ditatalaksana berkisar antara 17%- 40%. Pencapaian ini belum mencapai target yang ditetapkan oleh WHO (85%).Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuihubungan cakupan pemberian obat massal pencegahan (POMP) terhadap keberhasilan pemberantasan filariasis di 32 Kabupaten/Kota di Indonesia tahun 2012.Penelitian ini menggunakan desain Cross Sectionaldengan pendekatan data ekologi.Penelitian ini dilaksanakan terhadap Kabupaten/kota di Indonesia yang telah melaksanakan pemberian obat massal pencegahan filarisis. Berdasarkan laporan pemeriksaan mikrofilaria dalam darah hasil dari Subdit Pencegahan Filariasis dan Kecacingan Direktorat Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang Ditjen PP dan PL Kementrian Kesehatan RI pada tahun 2012 terhadap kabupaten/kota yang telah melaksanakan pemberian obat massal pencegahan filariasis selama lima tahun yang diberikan sekali dalam setahun.Analisis data menggunakan cox regression.Hasil analisisdiperoleh prevalensi kabupaten/kota cakupan pemberian obat kategori tinggi sebesar 85% dan berhasil dilakukan pemberantasan sebanyak 22 kabupaten/kota. Penelitian ini menunjukkan ada hubungan cakupan pemberian obat massal pencegahan (POMP) terhadap keberhasilan pemberantasan filariasis sebesar 2,04 kali (PR = 2,04; 1,019-4,05), hasil uji multivariat menunjukkan cakupan pemberian obat massal kategori tinggi berpeluang berhasil dalam pemberantasan filariasis sebesar 1,591 kali (PR = 1,591; 0,561-4,512) setelah dikontrol variabel tingkat pendidikan dan sex ratio. Dengan melakukan pemberian obat massal pencegahan (POMP) filariasis yang diberikan satu tahun sekali selama lima tahun berturut-turut maka eliminasi filariasis di Indonesia dapat tercapai. ...... Filariasis(elephantiasis) is achronicinfectiousdiseasecaused byfilarial wormsandtransmittedbymosquitoes. Mass Drug AdministrationProgram(MDAP) is one offilariasispreventionprograms. FilariasisMass Drug AdministrationProgram(MDAP) Coveragefrom 2005-2009ranged from28% - 59.48%. Percentage ofclinical casesare administeredrangedfrom 17% -40%. This achievementhas notreached the assigned target by theWHO (85%0. This study aimstodetermine the relationshipcoverage ofmass drug administrationagainstthe success oftheprevention offilariasis inIndonesiain 2012. This study was using a cross sectional design with ecological data approach. This study was conducted to district / city in Indonesia that have implemented Mass Drug Administration (MDA) filarisis prevention which is based on inspection reports of microfilariae in the blood in the districts / cities that have implemented preventive filariasis Mass Drug Administration for five years, given once a year. Data obtained from the Filariasis Prevention and Worm Sub Directorate - Directorate of Animal Disease Control Sourced , Directorate General of Disease Control and Enviromental Health, Ministry of Health in 2012. Data analysisusingcoxregression.Results ofanalysis,the prevalence ofthe district/cityhighcoverage ofdrugcategoriesby 85% and successfull in preventing22 districts/cities.This studyshowedthat there are correlation of MassDrug Administrationagainst the success of filariasispreventionof2.04 times(PR =2:04; 1.019 to 4.05), test showing the coverageof MassDrug Administrationlikely tosucceedin thehigh categoryforthe prevention offilariasis1,591times(PR =1,591;0.561 to 4.512) after controllingvariablelevel of educationandsex ratio. By doingpreventivefilariasisMass Drug Administrationgivenonce a yearfor fiveyears regularly then theeliminationof filariasisinIndonesia can be achieved.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T35354
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puspa Dewi
Abstrak :
Filariasis disebabkan oleh cacing filaria yang menyerang kelenjar getah bening yang pada akhirnya dapat mengakibatkan penurunan produktivitas kerja dan kerugian ekonomi bagi negara. Eliminasi filariasis adalah salah satu prioritas nasional pemberantasan penyakit menular dengan salah satu strateginya berupa pemberian obat masal pencegahan (POMP) filariasis dan indikator keberhasilan berupa cakupan pengobatan. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan warga mengenai obat filariasis dengan cakupan pengobatan filariasis di Kota Depok. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan data diperoleh dari kuesioner. Responden di Kelurahan Sukmajaya dengan cakupan pengobatan 53.5% memiliki tingkat pengetahuan yang rendah mengenai obat masal pencegahan filariasis sebesar 26.3%, sedang sebesar 42.5%, dan tinggi sebesar 28%; di Kelurahan Tirtajaya dengan cakupan pengobatan 49% memiliki tingkat pengetahuan rendah sebesar 30.2%, sedang sebesar 47.2%, dan tinggi sebesar 24%. Uji Chi-Square didapatkan nilai p<0.05 menunjukkan hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan warga mengenai obat filariasis dengan cakupan pengobatan filariasis di kedua Kelurahan. Di Kelurahan Sukmajaya didapatkan aspek pengetahuan yang paling rendah adalah manfaat obat, sasaran, dan kontraindikasi pengobatan filariasis; sedangkan di Kelurahan Tirtajaya didapatkan aspek pengetahuan yang paling rendah adalah manfaat obat filariasis. Tingkat pengetahuan yang rendah mengenai pengobatan filariasis menunjukkan kurangnya sosialisasi dan edukasi mengenai pengobatan filariasis kepada masyarakat, oleh karena itu kegiatan tersebut harus lebih ditingkatkan lagi.
Filariasis is caused by filarial worm attacking lymph nodes which in the end could cause decrease of productivity in labor and economical loss for the nation. Filariasis elimination is one of the national priority in eradicating infectious disease with filariasis mass drug administration (MDA) as one of its strategy and coverage of MDA as its indicator of achievement. This study has an aim to understand the association between citizen?s level of knowledge regarding the filariasis treatment and coverage of MDA in Depok City. This study used cross-sectional design with data gathered from the questionnaire. Respondents in Sukmajaya Village with coverage of MDA 53.5% who have low level of knowledge are 26.3%, intermediate level are 42.5%, and high level 28%; respondents in Tirtajaya Village with coverage of MDA 49% who have low level of knowledge are 30.2%, intermediate level are 47.2%, and high level are 24%. Chi-square test presented p value <0.05 that showed significant association between citizen?s level of knowledge and coverage of MDA. In Sukmajaya Village showed the lowest aspect of knowledge is function of filariasis medication; while in Tirtajaya Village showed the lowest aspects of knowledge are function of filariasis medication, target, and contraindication of filariasis medication. Low level of knowledge regarding filariasis treatment shows lack of socialization and education about filariasis treatment to the citizens, thus those activities should be improved.
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatimah Sania
Abstrak :
Filariais is a tropical disease , which is caused by microfilaria of filarial worm and is spread by mosquitoes bites and shows acute or chronic clinical manifestation. Therefore, this disease becomes one of national priority to eradicate infectious diseaseand listed as medium-term National development plan 2010 --2014. Mass-drug administration (MDA) program for filariasis has been done in Depok since 2008. Yet, there are still gap in realization of mass drug administration for prevent filariasis in Sukmajaya and Tirtajaya and there had never been done any researches about this program before. Now, we're doing a research about relationship between implementation of drug distribution with mass drug administration coverage to prevent filariasis. This research is used consecutive sampling cross sectional methode with questionnaire in target population with CI 95%. In the results we know the p value is more than 0,05 in both village. So there are no relation between implementation of drug distribution with mass drug administration coverage to prevent filariasis. Implementation of mass-drug administration distribution to prevent filariasis using standard operational number at Tirtajaya is 5.7% and Sukmajaya 7%. So that, drug coverage number is also low. Thus, in the next research it is suggested to distributing mass drug administration to prevent filariasis based on standard operational then the similar research done later.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vira Nur Arifa
Abstrak :
Introduksi: Toksokariasis dilaporkan dengan prevalensi tinggi di negara-negara berpenghasilan rendah hingga menengah. Mengingat kurangnya sistem surveilans yang memadai, beban toksokariasis yang sebenarnya di Indonesia mungkin diabaikan. Sumba Barat Daya sebagai salah satu daerah endemis filariasis limfatik (LF), telah memulai pemberian obat massal (MDA) sejak tahun 2014. Namun, dampak regimen obat ini terhadap toksokariasis belum diketahui. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian prospektif, sebagai bagian dari penelitian yang lebih besar “Studi Berbasis Komunitas Terapi 2 Obat versus 3 Obat untuk Limfatik Filariasis di Indonesia Bagian Timur”. MDA diberikan kepada masyarakat dengan kombinasi dosis tunggal albendazol (400 mg) dan dietilkarbamazin sitrat (6 mg/kgBB). Sampel diambil sebelum dan sesudah MDA masing-masing pada tahun 2016 dan 2017. Antigen protein rekombinan rTc-CTL-1 IgG spesifik diukur dengan ELISA sebelum dan sesudah MDA. Hasil: Sebanyak 70 partisipan terlibat, terdiri dari 35 subjek perempuan dan 35 subjek laki-laki dengan median usia 26 (jangkauan interkuartil:11-40) tahun. Rentang median dan IQR IgG spesifik rTc-CTL-1 terhadap toksokariasis yang diukur pada awal dan setelah MDA masing-masing adalah 0,94 (0,57 – 1,59) dan 1,11 (0,43 - 1,67). Tidak ada perubahan signifikan dalam kadar IgG spesifik rTc-CTL-1 setelah MDA. Tingkat seropositivitas IgG spesifik rTc-CTL-1 tidak mengalami penurunan yang signifikan; penurunannya hanya 1,4%, dari 94,3% sebelum MDA menjadi 92,9% setelah MDA. Analisis tambahan menunjukkan bahwa usia dan jenis kelamin tidak memiliki efek perancu pada perbedaan positif IgG antara dua titik waktu. Konklusi: Regimen MDA untuk LF yang terdiri dari albendazol dan DEC tampaknya tidak berpengaruh signifikan terhadap seroprevalensi toksokariasis di desa Karang Indah, kabupaten Sumba Barat Daya. Di masa depan, disarankan untuk melakukan penelitian yang lebih besar dengan ukuran sampel yang lebih besar dan durasi penelitian yang lebih lama. ......Introduction: Toxocariasis has been reported at high prevalences in low to middle-income countries. Given the lack of adequate surveillance systems, the actual burden of toxocariasis in Indonesia is likely to be overlooked. Sumba Barat Daya as one of endemic areas for lymphatic filariasis (LF), has started mass drug administration (MDA) since 2014. However, the impact of this drug regimen on toxocariasis is not known. Methods: This research was a prospective study, as a part of the larger study “Community Based Study of 2-Drugs versus 3-Drugs Therapy for Lymphatic Filariasis in Eastern Indonesia”. MDA was given to the community with combination of a single dose of albendazole (400 mg) and DEC (6 mg/kgBW). Samples were taken before and after MDA in 2016 and 2017, respectively. Recombinant protein antigen rTc-CTL-1 specific IgG was measured by ELISA before and after MDA. Results:  A total of 70 participants were involved, consisting of 35 female and 35 male subjects with median age of 26 (interquartile range: 11 – 40) years old. The median and IQR of rTc-CTL-1 specific IgG against toxocariasis measured at baseline and after MDA was 0.94 (0.57 – 1.59) and 1.11 (0.43 – 1.67), respectively. There was no significant change in levels of rTc-CTL-1 specific IgG after MDA. The seropositivity rate of rTc-CTL-1 specific IgG had no significant decrease; the decrease was only 1.4%, from 94.3% before MDA to 92.9% after MDA. Additional analysis showed that age and gender had no confounding effect on the difference of IgG positivity between the two time points. Conclusion: The MDA regimen for LF consisting of albendazole and DEC seemed to have no significant impact on the seroprevalence of toxocariasis in Karang Indah village, Sumba Barat Daya district. In the future, it is recommended to conduct a larger study involving extended sample size and longer duration of the study.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library