Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
Andjar Any
Surakarta: Pabelan Surakarta, [date of publication not identified]
392.5 AND u
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
M. Syamsiar Seman
Banjar: Lembaga Pengkajian dan pelestarian Budaya Banjar Kalimatan selatan, 2007
392.5 SYA p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Gitrif Yunus
Abstrak :
Perkawinan adalah suatu peristiwa sosial penting dalam lingkaran hidup manusia. Perkawinan merupakan transisi dari fase kehidupan remaja menuju fase kehidupan berkeluarga. Perkawinan di berbagai kebudayaan masyarakat mengikuti aturan-aturan tertentu sesuai adat kebiasaan yang berlaku setempat. Bermacam-macam adat kebiasaan dan aturan tentang persyaratan perkawinan yang berlaku diberbagai masyarakat. Berkenaan dengan persyaratan perkawinan, setidaknya ada tiga aturan yang bersifat universal, yaitu: aturan mas kawin (bride price), pertukaran gadis (bride-exchange), dan pencurahan tenaga untuk kawin (bride-service). Ketiga aturan tersebut berlaku pada masyarakat yang berbeda-beda. Salah satu atau dua syarat yang berlaku harus dipenuhi oleh orang yang mengambil inisiatif dalam perkawinan; biasanya yang menjadi pengambil inisiatif adalah laki-laki (Koentjaraningrat, 1985: 99). Di samping itu dikenal pula dua persyaratan perkawinan yang berlaku pada masyarakat tertentu, yaitu berupa barang antaran (bride-wealth) sebagaimana ditemui pada masyarakat Koromojong dan suku Nuer di Afrika, dan berupa harta bawaan (dowry) seperti pada masyarakat Subanun di Philipina (Keeling, 1992: 7-9). Pada masyarakat Pariaman Sumatera Barat terdapat adat kebiasaan dan aturan tentang persyaratan perkawinan yang khas, berbeda dengan aturan yang dikemukakan di atas, disebut uang japutan. Syarat perkawinan itu harus dipenuhi oleh keluarga calon pengantin perempuan yang menjadi pengambil inisiatif dalam perkawinan. Adat kebiasaan itu dewasa ini telah mengalami perubahan. Perubahan itu berawal dari perubahan sosial dan perubahan tuntutan pemenuhan kebutuhan hidup anggota masyarakat. Dengan kata lain, perubahan sosial dan perubahan tuntutan pemenuhan kebutuhan hidup mempunyai hubungan yang signifikan dengan perubahan adat kebiasaan. Perubahan itu berlangsung antara lain melalui proses inovasi, dan inovasi itu diterima secara sosial. Inovasi terjadi karena adanya perubahan pada sistem kognitif anggota masyarakat. Perubahan sistem kognitif itu berdampak pada perubahan perilaku dan tindakan-tindakan individu anggota masyarakat. Karena perubahan perilaku dan tindakantindakan itu dapat diterima atau disetujui secara sosial, maka terjadilah perubahan pada kebudayaan masyarakat setempat.
Depok: Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Denpasar: Udayana University Press, 2009
392.559 86 PER
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Djuariah M. Utja
Abstrak :
Perkawinan anak-anak adalah perkawinan yang diselenggarakan pada saat seseorang berusia dibawah ketentuan yang berlaku. Ketentuan yang berlaku pada jaman Hindia Belanda ( 1900 - 1942 ) usia perkawinan adalah 15 tahun ke atas untuk perempuan dan 18 tahun ke atas untuk laki-laki. Pada waktu itu penduduk keresidenan Banten, terutama yang tinggal di pedesaan, melaksanakan perkawinan pada saat seseorang berusia kurang dari 12 tahun. Mereka akan sangat malu dan takut apabila anak, terutama anak perenpuan, setelah usia tersebut masih belum menikah. Pandangan bahwa sebutan perawan tua sangat hina dan mempengaruhi kehidupan keluarganya, telah mendorong orang tua untuk mengawinkan anaknya sedini mungkin. Untuk mencapai keinginannya para orang tua, yang mempunyai anak berusaha membuat suatu hubungan untuk mengawinkan anak-anak mereka. Hubungan tersebut kemudian membentuk suatu ikatan yang disebut bebesanan. Ada beberapa faktor yang mendorong terbentuknya Bebesanan, yaitu karena ekonomi, agama, sosial. Keluarga yang kaya ingin membentuk ikatan bebesanan dengan keluarga yang kaya lagi, atau orang yang kaya bersedia berbesanan dengan keluarga yang miskin karena perlu tenaga kerja atau karena si calon menantu seorang santri. Orung Banten termasuk yang taat dalam menjalankan ajaran agama Islam. Orang yang pandai dalam agama Islam menempati tempat yang terhormat, sehingga setiap orang ingin mendapatkan nenantu yang dapat mengajarkan keimanan kepada keluarganya. Adat kebiasaan yang hidup pada masyarakat mengharuskan orang tua nengawinkan anaknya, terutama anak perempuan, sebalum ia menjadi dewasa. Batasan dewasa tidak ditentukan oleh usia, melainkan oleh faktor fisik. Pmerintah Hindia Belanda, setelah mendapat informasi dan komentar dari berbagai pihak, mengenai adanya kebiasaan perkawinan anak-anak, mengeluarkan peraturan yang melarang kebiasaan tersebut dilakukan. Peraturan tersebut berlaku untuk seluruh penduduk (pribumi) Hindia Belanda. Sebelum peraturan dari pemerintah itu dikeluarkan pada masyarakat Banten telah berlaku norma yang mengatur perkawinan, yaitu norma adat dan agama. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa hukum perkawinan di Banten adalah pluralistis. Untuk peristiwa perkawinan berlaku lebih dari satu sistem hukum, yaitu hukum adat, hukum Islam dan hukum Negara. Berlakunya hukum majemuk, telah memungkinkan seseorang warga masyarakat memilih salah satu norma atau mengkombinasikan norma-norma yang dianggapnya paling tepat. Penduduk Banten mengambil norma agama dan norma adat sebagai dasar dari perilakunya khusuanya dalan bidang perkawinan. Kenyataan bahwa penduduk, bahkan petugas, orang dari daerah setempat, yang berwenang mengawinkan tidak sepenuhnya mentaati norma hukum negara. Keharmonisan hidup di masyarakat lebih utama dari pada yang lainnya. Mereka berupaya agar kebiasaan bisa dilaksanakan tampa menentang penerintah. Salah satu cara adalah manipulasi. Mengahadapi kondisi demikian penerintah Hindia Belanda tidak bisa berbuat apa-apa, kecuali mencari jalan lain untuk memonitor keadaan masyarakat. Kebiasaan perkawinan anak-anak, sampai sekarang masih masih tetap dipertahankan oleh sebagian penduduk Indonesia, terutama yang tinggal di pedesaan.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Febriza Mirza
Abstrak :
Perkawinan adalah merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia. Akan tetapi tujuan dari perkawinan tidak selalu terlaksana sehingga mengakibatkan perceraian. Perceraian berdampak pada harta kekayaan masingmasing suami istri, harta kekayaan yang didapat dari hasil pencaharian suami istri dalam perkawinan akan menjadi harta bersama (harta suarang). Pembagian harta bersama akibat perceraian menurut Undang-Undang No. 1 tahun 1974, adalah ditentukan menurut hukumnya masing-masing, yaitu hukum agama, hukum adat dan hukum lainnya. Pada masyarakat Adat Minangkabau, apabila terjadi perceraian maka harta kekayaan perkawinan yang akan dibagi antara suami istri adalah hanya harta bersama (harta suarang) saja. Harta bawaan (harta pusaka tinggi) akan dikembalikan kepada masing-masing pihak. Dalam putusan Pengadilan Agama Padang No. 0288/Pdt.G/2013/PA.pdg, harta pusaka tinggi milik istri dibagi 2 (dua) bagian untuk pihak penggugat dan tergugat (suami dan istri). Metode Penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, dan data yang digunakan adalah data sekunder. Hasil penelitian menunjukan bahwa pembagian harta perkawinan akibat perceraian pada masyarakat Minangkabau adalah dibagi dua sama bagiannya antara suami istri, (1/2) bagian untuk suami dan (1/2) bagian untuk istri. Dan penyelesaian sengketa terhadap pembagian harta perkawinan akibat perceraian Analisis Putusan Pengadilan Agama No. 0288/Pdt.G/2013/PA.pdg, telah sesuai dengan Undang-Undang No. 1 tahun 1974 dan Hukum Adat, yaitu Majelis hakim memutuskan tanah yang menjadi harta bawaan (harta pusaka) tetap menjadi milik pihak yang memiliki, sedangkan bangunan (rumah) yang berada di atas tanah tersebut menjadi harta bersama (suarang) sehingga harus dibagi 2 (dua) antara suami istri (penggugat dan Tergugat). ......Marriage is represent tying born the mind between a man and a woman as husband dan wife with an eye to form the happy family, however the target do not always executed so that cause the divorce. Divorce impact on wealth their husband and wife, treasure obtained from the work of husband and wife in marriage will be the property together (harta suarang). The division of property with a result of divorce act according to act No. 1 in 1974 is determined according to the law of each, namely religious law, legal customs and other legal. In the Minangkabau, if the event of divorce and wealth to be divided between husband and wife is only property together (harta suarang). The estate of origin (the estate of inheritance high) will be returned to each party. In a verdict religious courts Padang No. 0288/Pdt.G/2013/PA.pdg ,the estate of inheritance high belonging to the wife split into two parts for parties to plaintiff and defendant (husband and wife). The research method used is the juridical normative, and the data used are secondary data. The result of research shows that the division of property due the divorce of marriage in Minangkabau is divided into two parts to the husband half and half for wife. And dispute resolution against the estate of the division of property divorce marriage due to an analysis of judical decisions religions No. 0288/Pdt.G/2013/PA.pdg had been in accordance with the act No. 1 in 1974 to license and customary law namely the judge decided the ground that becomes fixed treasure origin (estate of inheritance high) still the parties who have and and building that was sitting on the ground is property together so that it should be split into two between husband and wife.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T44397
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library