Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zulfikar
Abstrak :
Latar belakang: Intubasi merupakan standar emas untuk menjaga patensi jalan nafas. Rapid Sequence Induction (RSI) adalah metode induksi anestesia yang cepat untuk mencapai kontrol jalan nafas dengan meminimalkan risiko regurgitasi dan aspirasi lambung. Video laringoskop CMAC® mempermudah tampilan visualisasi laring sehingga diharapkan mempermudah angka keberhasilan intubasi pada pertama kali upaya. Tujuan: Membandingkan angka keberhasilan intubasi pada pertama kali upaya dengan teknik RSI antara video laringoskop CMAC® dan laringoskop konvensional Macintosh. Metode: Penelitian ini merupakan uji klinis acak tersamar tunggal. Total 120 pasien Ras Melayu yang memenuhi kriteria penerimaan dan tidak memenuhi kriteria penolakan dan menandatangani informed consent, menjalani operasi elektif dengan anestesia umum fasilitasi intubasi dengan induksi teknik RSI dibagi dalam dua kelompok perlakuan yaitu kelompok dengan menggunakan video laringoskop CMAC® dan laringoskop konvensional Macintosh. Penilaian yang diambil adalah angka keberhasilan intubasi pada pertama kali upaya antara dua kelompok. Data yang terkumpul di olah dengan SPSS dan di uji statisik. Hasil: Angka keberhasilan intubasi pertama kali upaya dengan video laringoskop CMAC adalah 81,7% dan pada laringoskop konvensional adalah 76,3%. Uji statistik chi-square didapatkan perbedaan yang tidak bermakna (p>0,05) Simpulan: Angka keberhasilan intubasi pada pertama kali upaya menggunakan video laringoskop CMAC® dibandingkan laringoskop konvensional dengan teknik RSI pada ras Melayu tidak lebih tinggi.
Background: Intubation is the gold standard for maintaining airway patency. Rapid Sequence Induction (RSI) is a rapid method of induction of anesthesia to achieve airway control by minimizing the risk of gastric regurgitation and aspiration. The CMAC® laryngoscope video facilitates laryngeal visualization so that it is expected to facilitate the success rate of intubation at the first attempt. Objective: To compare the first attempt success rate of intubation with the RSI technique between CMAC® video laryngoscope and conventional Macintosh laryngoscope Method: This study was a single blind randomized clinical trial. Total 120 patients Malay Race who met the inclusion criteria, did not meet the exclusion criteria and signed the consent, undergoing elective surgery with general anesthesia and intubation with RSI induction techniques then divide into two treatment groups, namely the group using CMAC® video laryngoscope and conventional Macintosh laryngoscope. The assessment taken was the first attempt success rate of intubation between the two groups. The collected data is analyze and statistically tested with SPSS. Results: The first attempt success rate of intubation with CMAC® laryngoscope video was 81.7% and the conventional laryngoscope was 76.3%. Chi-square test found no significant difference between two group (p> 0.05). Conclusion: The first attempt success rate of intubation using CMAC® video laryngoscope compared conventional laryngoscopy with RSI technique in the Malay race is statistically not significant.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lita Hasnah Purwati
Abstrak :
Latar Belakang: Pasien anak ras Melayu dengan rencana pembiusan umum menggunakan sungkup laring, baik untuk tujuan diagnostik maupun terapeutik. Ukuran sungkup laring UniqueTM yang tepat sangat penting agar proses induksi dan insersi sungkup laring terhindar dari komplikasi. Rekomendasi ukuran yang digunakan untuk saat ini adalah berdasarkan berat badan sesuai kategori yang diberikan oleh manufaktur, namun berdasarkan penelitian Inamoto dkk pada tahun 2015, dengan menggunakan 3D images computed tomography, didapatkan volume laring dan hipofaring ditentukan oleh tinggi badan dan usia, dan panjang faring berhubungan dengan jenis kelamin dan usia. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan ketepatan prediksi ukuran sungkup laring UniqueTM pasien anak ras Melayu usia 1-10 tahun berdasarkan berat badan yang direkomendasikan oleh manufaktur. Metode: Penelitian ini adalah uji observasional analitik dengan rancangan penelitian potong lintang. Sampel didapatkan secara konsekutif sebanyak 66 anak ras Melayu usia 1-10 tahun. Usia, berat badan, panjang badan, ukuran sungkup laring UniqueTM dan ukuran yang tepat dicatat. Data berat badan dilakukan uji bivariat korelasi spearman untuk mengetahui hubungannya dengan ukuran sungkup laring UniqueTM yang tepat. Kemudian dilakukan regresi logistik antara berat badan dengan ukuran sungkup laring yang tepat untuk mendapatkan model prediksi ukuran sungkup laring. Hasil : Ketepatan ukuran sungkup laring UniqueTM berdasarkan berat badan sesuai rekomendasi manufaktur adalah 66,67%. Berat badan tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan ketepatan ukuran sungkup laring UniqueTM namun memiliki korelasi yang kuat dengan ukuran sungkup laring UniqueTM yang tepat. Untuk menentukan ukuran sungkup laring UniqueTM yang tepat dapat menggunakan formula = 1,795 + ( 0,021 x berat badan (kg)). Simpulan: Berat badan tidak berhubungan dengan ketepatan ukuran sungkup laring UniqueTM pada anak. Apabila dibandingkan dengan usia dan tinggi badan, berat badan memiliki korelasi yang paling kuat dengan ukuran sungkup laring UniqueTM yang tepat. Rekomendasi ukuran sungkup laring UniqueTM untuk anak berdasarkan berat badan yang tepat adalah nomor 2 untuk anak dengan berat badan 7-20 kg, nomoR 2,5 untuk anak dengan berat badan 21-44 kg dan nomor 3 untuk anak dengan berat badan di atas 45 kg. ...... Background: Pediatric patients with often required anesthesia using laryngeal mask as an airway management, either for diagnosis or therapy. Proper laryngeal mask size is essential to avoid any complications. The manufactur recommends Laryngeal Mask size based on body weight. Laryngeal mask is placed in hypopharynx. In 2005, Inamoto et all conduct a study of oropharyngeal and laryngeal structure using 3D images computed tomography. The results are volume of the larynx and hypopharynx was significantly affected by height and age, while length of the pharynx was associated with gender and age. This study is aimed to obtain the UniqueTM laryngeal mask size selection accuracy based on body weight which is recommended by the manufacture for Malay race children. Methods: This study was an observational-analytic non interventional study, with 66 subjects enrolled. All subjects were Malay patients aged 1-10 year underwent general anesthesia in RSCM. Body weight, height, age and the precise LMA size are collected. Correlation of body weight and the precise size of LMA will be analyzed by Spearman test and then will be analyzed by linear regression to obtain the formula to predict the precise size of LMA based on body weight. Results: Body weight,age and height are irrelevant with the accuracy of laryngeal mask size prediction (p>0.05). Manufacturs size recommendation accuracy in predicting laryngeal mask is 66,67 %. Body weight has the most powerful correlation in laryngeal mask size in compared to Age and height with R 0.797. Laryngeal mask size prediction formula Y = 1,795 + (0,021 x BW (kg)). Conclusions: Body weight is not related with accuracy of LMA size prediction. Compared to Height and age, Body weight has the highest correlation with accuracy of laryngeal mask size prediction for pediatric patients. LMA UniqueTM size recommendation for Malay race children with body weight 7-20 kg is number 2, for children with 21-44 kg body weight is number 2.5 and number 3 for children with body weight more than 45 kg.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Pringgodigdo Nugroho
Abstrak :
Background: Diabetic kidney disease (DKD), as a common cause of end-stage renal disease (ESRD), is a chronic complication of diabetes mellitus (DM). It has been established that vitamin D deficiency is one of DKD risk factors, which may be related to vitamin D receptor (VDR) polymorphisms. This study aimed to analyze the association between VDR polymorphisms and DKD in Indonesian population, also risk factors that influence it. Methods: a cross-sectional study was conducted in Type 2 DM patients who visited internal medicine outpatient clinic at Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta, from November 2014 until March 2015. Data collection includes characteristics of subjects and laboratory examination, including BsmI polymorphisms in the vitamin D receptor gene. Patients with acute and severe disease were excluded from the study. Bivariate and multivariate analyses were done. Results: of 93 DM subjects, 42 (45.2%) subjects were without DKD and 51 (54.8%) subjects had DKD. Most of the subjects had the Bb genotype (89.2%), with no subject having the BB genotype. The proportions of the B and b alleles were 44.6% and 55.4%, respectively. There is no association between BsmI polymorphisms in the vitamin D receptor gene and DKD (OR = 1.243; CI 95% 0.334-4.621; p value = 0.751). Conclusion: the profile of BsmI polymorphisms in the vitamin D receptor gene in the Indonesian population were genotypes Bb (89.2%) and bb (10.8%). There was no association between BsmI polymorphisms in the vitamin D receptor gene and DKD. Duration of DM more than five years influenced the association between those variables.
Jakarta: University of Indonesia. Faculty of Medicine, 2021
610 UI-IJIM 53:1 (2021)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ananto Wiji Wicaksono
Abstrak :
Latar Belakang: Intubasi nasotrakeal adalah manajemen jalan napas yang banyak digunakan, terutama pada operasi di daerah oral. Beragam perangkat ditemukan untuk melakukan teknik intubasi, seperti video laringoskop. Penggunaan Video Laringoskop C-MAC® (CMAC) memungkinkan visualisasi glottis yang lebih baik bila dibandingkan dengan laringoskop Machintosh. Pada kasus jalan napas sulit, CMAC meningkatkan angka kesuksesan intubasi orotrakeal. Namun perangkat ini tidak umum digunakan pada intubasi nasotrakeal. Metode: Uji klinis acak tersamar tunggal terhadap 86 subjek penelitian untuk membandingkan keberhasilan intubasi dan durasi waktu intubasi nasotrakeal pada pasien dewasa ras Melayu antara penggunaan laringoskop video C-MAC® dengan penggunaan laringoskop konvensional Macintosh. Kriteria penolakan adalah sulit jalan napas, kehamilan, penyakit jantung iskemik akut, gagal jantung, blok derajat 2 atau 3, hipertensi tak terkontrol, Sindrom Guillen Barre, Myasthenia Gravis, dan kontraindikasi intubasi nasotrakeal. Hasil: Penggunaan CMAC meningkatkan angka keberhasilan upaya pertama kali intubasi (RR 1,265, CI 95% (1.084-1.475)) dan membutuhkan durasi waktu intubasi yang lebih singkat (nilai p<0,001) dibandingkan penggunaan laringoskop konvensional Macintosh pada populasi dewasa ras Melayu. Simpulan: Pada pasien dewasa ras Melayu, intubasi nasotrakeal lebih mudah dengan menggunakan video laringoskop CMAC dibandingkan dengan menggunakan laringoskop konvensional Macintosh. Kemudahan intubasi didefiniskan sebagai keberhasilan upaya pertama kali yang lebih sering dan waktu prosedur intubasi yang lebih singkat. ......Background: Nasotracheal intubation is a widely used airway management, especially in oral surgery. Various devices were found to perform intubation techniques, such as video laryngoscopes. The use of the C-MAC® Video Laryngoscope (CMAC) enables better glottis visualization compared to the Machintosh laryngoscope. In the case of a difficult airway, CMAC increases the success rate of orotracheal intubation. However, this device is not commonly used in nasotracheal intubation. Methods: A single blinded randomized clinical trial study of 86 subjects has been done to compare the success of intubation and duration of nasotracheal intubation in adult Malay patients between the use of C-MAC® video laryngoscopes and the use of a conventional Macintosh laryngoscope. Exclution criteria are difficult airway, pregnancy, acute ischemic heart disease, heart failure, second or third degree block, uncontrolled hypertension, Guillen Barre syndrome, Myasthenia Gravis, and contraindications to nasotracheal intubation. Results: The use of CMAC increased the success rate of the first attempt at intubation (RR 1,265, 95% CI (1,084-1,475)) and required a shorter duration of intubation (p value <0.001) than the use of conventional Macintosh laryngoscopes in the adult Malay race population. Conclusion: In adult Malay patients, nasotracheal intubation is easier using the CMAC video laryngoscope compared to using a conventional Macintosh laryngoscope. The ease of intubation is defined as the high rate of successful first attempt and the shorter time of the intubation procedure.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T59142
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library